R AN A
EK U I N
K VITAMKELOMPOK 2
u t r i
i t a P
N o v
b a r d i n
m u d
Siti A yah Arif h
r i n a i y y a
Nu u s s a ’d
i m a t h a n i
Hal R a m a d
s p i t a l y a h
Pu h A u
a u zi a
Nur f
f i t r i
k i S a
Ki
VITAMIN A
Vitamin A adalah vitamin yang larut
dalam lemak. Berdasarkan struktur kimianya
disebut retinol atau retina atau disebut juga
dengan asam retinoat, terdapat pada jaringan
hewan dimana retinol 90-95% disimpan pada
hati (Haryadi, 2009).
Retinol atau Retinal atau juga Asam Retinoat, dikenal sebagai faktor pencegahan
xeropthalmia, berfungsi untuk pertumbuhan sel epitel dan pengatur kepekaan rangsang sinar
pada saraf mata, Jumlah yang dianjurkan berdasarkan Angka Kecukupan Gizi yang
dianjurkan (KGA-2004) per hari 400 ug retinol untuk anak-anak dan dewasa 500 ug
retinol.Tubuh menyimpan retinol dan beta carotene dalam hati dan mengambilnya jika tubuh
memerlukannya (Iskandar, 2012).
Beta Carotene
Vitamin A berpengaruh
terhadap fungsi kekebalan
tubuh pada manusia. Dimana
kekurangan vitamin A dapat
menurunkan respon antibody
yang bergantung pada limfosit
yang berperan sebagai
kekebalan pada tubuh
seseorang (Almatsier, 2008).
PERKEMBANGAN JANTUNG
Defek kardiak dan cabang aorta
diamati sebagai bagian dari sindroma
kekurangan vitamin A. singkat kata,
peranan vitamin A dalam
perkembangan jantung mamalia
meliputi pembentukan pipa pola
jantung dan lingkaran, ruang dan
katup saluran keluar, trabekulasi
ventrikel, diferensiasi kardiomiosit
dan pengembangan pembuluh koroner
(Knutson dan Dame, 2011).
PERKEMBANGAN GINJAL DAN SALURAN
KENCING
Pada orang dewasa yang sehat, kadar retinol plasma maupun RBP (retinol-binding
protein) ternyata berada pada level 20% lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada
wanita, kendati signifikan fisiologi perbedaan ini masih belum jelas. Walaupun begitu,
laki-laki umumnya memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami buta senja dan
bercak Bitot dibandingkan perempuan selama usia prasekolah dan awal usia sekolah.
Perbedaan gender ini tidak begitu jelas dalam hal xeroftalmia yang berat. Perbedaan pada
budaya pemberian makan dan perawatan antara anak laki-laki dan perempuan dalam
sebagian populasi dapat menkelaskan variasi menurut gender ketika hal ini diamati.
STATUS FISIOLOGI
Dengan meningkatnya kebutuhan vitamin A selama periode pertumbuhan yang cepat,
anak-anak kecil merupakan kelompok yang paling rentan. Kebutuhan akan vitamin A juga
meningkat selama masa kehamilan dan menyusui; dengan demikian, ibu hamil dan
menyusui dalam populasi yang kehilangan haknya tidak mampu memenuhi kebutuhan
yang meningkat selama periode tertentu. Buta senja selama kehamilan dan laktasi terutama
sering ditemukan di Asia Selatan dengna kejadian buta senja sebesar 15%-20% dari semua
kehamilan dan kemudian berulang kembali pada kehamilan berikutnya; keadaan ini pada
beberapa budaya dianggap sebagai bagian dari kehamilan. Sejumlah penelitian juga
memperlihatkan bahwa ASI dari ibu dnegan status vitamin A yang buruk sering kali turut
menyebabkan peningkatan kerentanan pada bayi.
DIET
Penyebab dasar yang melandasi defisiensi vitamin A sebagai permasalahan kesehatan
masyarakat adalaha diet atau pola makan yang kurang mengandung vitamin, baik senyawa
karotenoid performed aatau provitamin A untuk memenuhi kebutuhan. Pada umumnya,
ditempat yang kondisi hidupnya buruk, diet seseorang akan bergantung pada makanan
nabati yang lebih murah tetapi secara hayati kurang mengandung vitamin A (sebagai
karotenoid). Populasi yang mengonsumsi beras sebagai makanan pokok dan serat pangan
dalam kehidupan sehari-hari ternyata sangat berisiko untuk mengalami defisiensi vitamin
A. Dengan demikian, xeroftalmia lebih sering ditemukan di Asia Selatan dan Asia Timur.
Defisiensi vitamin A subklinis umumnya terjadi ditempat yang kualitas makanannya relatif
rendah akibat kendala pada kemampuan mengakses makanan dan ketersediaan makanan,
khususnya makanan hewani.
Pemberian ASI, kualitas makanan tambahan, dan kualitas diet anak semuanya
merupakan faktor penting untuk mempertahankan status vitamin A. Ada bukti jelas yang
menunjukkan bahwa anak-anak yang mendapatkan ASI menghadapi kemungkinan yang
lebih kecil untuk mengalami defisiensi vitamin A jika dibandingkan dengan anak-anak pada
usia sama yang tidak memperoleh ASI. Lebih lanjut, peningkatan frekuensi pemberian ASI
juga memberikan efek protektif terhadap xeroftalmia.
POLA PENYAKIT
Keterkaitan antara penyakit infeksi dan status vitamin A merupakan persoalan
kompleks yang telah ditinjau secara luas. Difisiensi vitamin A akan meningkatkan risiko
morbiditas penyakit infeksi dan sebaliknya, penyakit infeksi merupakan predisposisi
terjadinya difisiensi vitamin A. Beberapa jenis infekssi seperti diare, infeksi pernafasan, dan
campak akan disertai bentuk tertentu difisiensi vitamin A yang dapat berupa penurunan
kadar retinol serum atau peningkatan resiko xeroktalmia. Selanjutnya, frekuensi, durasi, dan
intensitas penyakit infeksi secara langsung atau tidak langsung turut meningkatkan
keretangan terhadap keadaan difisiensi vtamin A.
Keberaradaan KEP akan lebih meningkatkan resiko xeroktalmia yang urutan
intensitasnya hampir sama seperti penyakit diare dan pernafasan. Protein pengikat
retinol dapat menurun ketika KEP sehingga mengurangi ketersediaan vitamin A dalam
darah. Selama episode penyakit infeksi, penurunan kadar vitamin A dalam serum
menggambarkan secara parsial respon yang tidak spesifik terhadap keadaan demam ketika
sintesis RBP yang juga merupakan protein fase akut yang negative itu berkurang. Kadar
retinol dalam serum kembali normal setelah terjadi kesembuhan.
KONDISI SOSIOEKONOMI
Dalam pengertian kesehatan masyarakat. Kemiskinan terutama terjadi
penyebab defisiensi vitamin, sekalipun tidak selalu demikian,. Pada umumnya, defisiensi
vitamin A ditemukan terutama di negara-negara yang perekonomiannya relatif miskin.
Sejumlah penelitaian memperlihatkan bahwa keluarga di negara-negara yang
perekonomiannya relatif memiliki lahan yang lebih sempit, kondisi perumahan yang lebih
buruk, hewan peliharaan yang lebih sedikit, dan kemampuan ekonomi yang lebih rendah
(diukur berdasarkan lebih sedikitnya barang yang dimiliki seperti radio, arloji, atau
sepeda). Meskipun indikator status sosioekonomi yang rendah ditemukan (di Bangladesh)
berkaitan dengan risiko xeroftalmia yang 1,5-2,3 kali lebih tnggi, namun karakteristik ini
tidak selalu dengan sendirinya meramalkan kejadian xeroftalmia. Tingkat pendidikan yang
rendah pada ayah atau ibu dalam keadaan ini dapat dibedakan, merupakan faktor risiko
yang lain.
PENGELOMPOKAN
Kejadian defisiensi vitamin A cenderung mengelompok (clustering) ketinbang
tersebar secara rata. data dari berbagai negara menunjukkan bahwa tanda-tanda klinis
defisiensi mengelompok i dalam provinsi atau Kabupaten, Kecamatan, Desa dan bahkan
rumah tangga. Memperlihatkan pengelompokan defisiensi vitami A berdasrkan distrik di
Bangladesh. Pengelompokkan di dalam negara pada dasarnya berhubungan denga faktor
ekologi serta budaya yang semakin diperparah oleh infrastruktur yang tidak dibangun
dengan baik, dan pengelompokkan di dalam rumah tangga serta masyarakat terjadikarena
praktik-praktik serta lingkungan yang tidak kondusif bagi pola makan dankesehatan yang
memadai. Bukti menunjukkan bahwa besaran pengelompokkan didalam rumah tangga jauh
melebihi didalam desa, dan bahwa faktor rumah tangga inilah yang menjelaskan banyak
tentang pengelompokkan ini ketimbang penyakit infeksi. Identifikasi kelompom-
kelompok defisiensi vitamin A dapat memfasilitasi implementasi program intervensi dan
jika seorang anak ditemukan dengan xeroftalmia, saudara kandungnya harus ditangani
sebagai kasus suspect defisiensi vitamin A pula.
B A B
NY E A
P E D I NY
R JA AN
TE RANG
E K U N A
K TAMI
VI
Arisman (2002) menyatakan bahwa KVA bisa timbul karena
menurunnya cadangan vitamin A pada hati dan organ-organ tubuh lain serta
menurunnya kadar serum vitamin A dibawah garis yang diperlukan untuk
mensuplai kebutuhan metabolik bagi mata.
Kelompok umur yang mudah mengalami kekurangan vitamin A adalah
kelompok bayi usia 6-11 bulan dan kelompok anak balita usia 12-59 bulan
(1-5 tahun). Sedangkan yang lebih berisiko menderita kekurangan vitamin A
adalah bayi berat lahir rendah kurang dari 2,5 kg, anak yang tidak mendapat
ASI eksklusif, anak yang tidak mendapat makanan pendamping ASI yang
cukup, anak kurang gizi atau di bawah garis merah pada KMS, anak yang
menderita penyakit infeksi (campak, diare, TBC, pneumonia) dan
kecacingan, anak dari keluarga miskin, anak yang tinggal di dareah dengan
sumber vitamin A yang kurang, anak yang tidak pernah mendapat kapsul
vitamin A dan imunisasi di posyandu maupun puskesmas, serta anak yang
kurang/jarang makan makanan sumber vitamin A.
Faktor penyebabnya kekurangan vitamin A, yaitu :kekurangan kalori protein (KKP),
seorang anak kesulitan mengonsumsi vitamin A, kurangnya pengetahuan orang tua,
kemiskinan, pembedahan pada usus atau pankreas, bayi yang tidak mendapat ASI ,
penderita Kurang Energi Protein (KEP), penyakit hati, gangguan absorpsi (Suhardjo,
2002), kurang makan sayuran dan buah-buahan yang mengandung vitamin A
GEJALA KLINIS KEKURANGAN
VITAMIN A
KVA adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan epitel dari organ-
organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan organ lain. Akan tetapi
gambaran gangguan secara fisik dapat langsung terlihat oleh mata. Kelainan kulit
pada umumnya terlihat pada tungkai baeah bagian depan dan lengan atas bagian
belakang, kulit nampak kering dan bersisik. Kelainan ini selain diebabkan oleh
KVA dapat juga disebabkan kekurangan asam lemak essensial, kurang vitamin
golongan B atau KEP.
Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA yang
telah berlangsung lama. gejala tersebut akan lebih cepat muncul jika menderita
penyaki campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya.
RABUN SENJA
Kekeringan pada
konjunctiva berlanjut
sampai kornea tampak
suram dan kering dengan
permukaan tampak kasar.
KERATOMALASIA DAN ULCUS
KORNEA
1. rabun senja.
2. Frinoderma
3. Pendarahan pada selaput usus, ginjal dan paru-paru.
4. Xerosis konjungtiva, bercak bitot, Keratomalasia, Ulserasi Kornea Xeroftahalmia
Scars.
5. Terhentinya proses pertumbuhan.
6. Terganggunya pertumbuhan pada bayi.
7. Mengakibatkan campak yang berat yang berkaitan dengan adanya komplikasi
pada anak-anak serta menghambat penyembuhan. (Melenotte et al,2012)
(Melenotte et al,2012)
Namun demikian perlu juga diperhatikan bahwa pemberian dosis
Vitamin A yang terlalu tinggi dalam waktu yang lama dapat
menimbulkan akibat yang kurang baik antara lain:
Pada umumnya kecukupan Vitamin A pada orang dewasa didapat dari makanan yang di
konsumsi setiap hari. Demikian juga bagi anak anak selain didapat dari makanan juga dari
suplemen Vitamin A. sedangkan bagi bayi yang berumur kurang dari 6 bulan kebutuhan Vitamin
A diperoleh dari Air Susu Ibu (Sugiarno. 2010).
SUMBER VITAMIN A
Kuning Hati
Susu
Telur Sapi
ANGKA KECUKUPAN GIZI VITAMIN
A
Halati (2006) menyatakan bahwa angka kecukupan gizi (AKG) anak balita
sekitar 350 Retinol Ekuivalen (RE). Angka ini dihitung dari kandungan vitamin A
dalam makanan nabati atau hewani yang dikonsumsi. Sebagai gambaran, angka 350
RE terdapat pada tiga butir telur atau 250 gram bayam. Jadi seorang anak balita
memenuhi kecukupan gizi vitamin A jika ia mengonsumsi tiga telur atau 250 gram
bayam dalam sehari. Tapi, tentu saja, seorang anak akan bosan jika terus menerus
diberi telur dan bayam, apalagi dalam jumlah besar.
Terdapat banyak sayuran dan buah yang mengandung vitamin A. Sayuran dan
buah yang mengandung AKG dalam jumlah besar, lebih dari 150 RE/100 gr, adalah
pepaya, bayam, kangkung, wortel, ubi jalar, mangga, dan sebagainya. Sementara
sumber makanan nabati dengan kandungan vitamin A lebih rendah, sekitar 1-60
RE/100 gr, terdapat pada jagung, semangka, tomat, pisang, belimbing, dan
sejenisnya. Untuk sumber makanan hewani, kandungan vitamin A dalam jumlah
besar terdapat pada telur, daging ayam dan hati. Sedangkan ikan, susu segar, dan
udang memiliki kandungan vitamin A tergolong kecil.