Anda di halaman 1dari 41

G A N

R AN A
EK U I N
K VITAMKELOMPOK 2
u t r i
i t a P
N o v
b a r d i n
m u d
Siti A yah Arif h
r i n a i y y a
Nu u s s a ’d
i m a t h a n i
Hal R a m a d
s p i t a l y a h
Pu h A u
a u zi a
Nur f
f i t r i
k i S a
Ki
VITAMIN A
Vitamin A adalah vitamin yang larut
dalam lemak. Berdasarkan struktur kimianya
disebut retinol atau retina atau disebut juga
dengan asam retinoat, terdapat pada jaringan
hewan dimana retinol 90-95% disimpan pada
hati (Haryadi, 2009).

Vitamin A adalah salah satu zat gizi dan


golongan vitamin yang sangat diperlukan
oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan
mata dan untuk kesehatan tubuh
(meningkatkan daya tahan tubuh untuk
melawan penyakit, khususnya diare dan
penyakit infeksi). Berdasarkan struktur
kimianya dibagi menjadi dua bentuk, yaitu
retinol dan beta carotene.
RETINOL

Retinol dapat dimanfaatkan langsung oleh tubuh


karena umumnya sumber retinol diperoleh
dari makanan hewani seperti telur, hati, minyak ikan
yang mudah dicerna dalam tubuh.

Retinol atau Retinal atau juga Asam Retinoat, dikenal sebagai faktor pencegahan
xeropthalmia, berfungsi untuk pertumbuhan sel epitel dan pengatur kepekaan rangsang sinar
pada saraf mata, Jumlah yang dianjurkan berdasarkan Angka Kecukupan Gizi yang
dianjurkan (KGA-2004) per hari 400 ug retinol untuk anak-anak dan dewasa 500 ug
retinol.Tubuh menyimpan retinol dan beta carotene dalam hati dan mengambilnya jika tubuh
memerlukannya (Iskandar, 2012).
Beta Carotene

Sering disebut pro-vitamin A, baru dapat dirasakan setelah mengalami proses


pengolahan menjadi retinol. Sumber betacarotene berasal dari makanan yang berwarna
orange atau hijau tua, seperti wortel, bayam, ubi kuning, mangga dan pepaya.
KEKURANGAN VITAMIN A

Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah penyakit yang disebabkan oleh kurangnya


asupan vitamin A yang memadai. Hal ini
dapat menyebabkan rabun senja, xeroftalmia
dan jika kekuranganberlangsung parah dan berkepanjangan akan mengakibatkan
keratomalasia (Tadesse, Lisanu, 2005).

Sedangkan menurut Arisman tahun 2002, Kurang Vitamin A (KVA) merupakan


penyakit sistemik yang merusak sel dan organ tubuh dan menghasilkan metaplasi
keratinasi pada epitel, saluran nafas, saluran kencing dan saluran cerna. Penyakit
Kurang Vitamin A (KVA) tersebar luas dan merupakan penyebab gangguan gizi yang
sangat penting. Prevalensi KVA terdapat pada anak-anak dibawah usia lima
tahun. Sampai akhir tahun 1960-an KVA merupakan penyebab utama kebutaan pada
anak.
Fungsi Vitamin A

 Penglihatan Perkembangan Jantung

Pertumbuhan dan Perkembangan Ginjal dan


Perkembangan Saluran Kencing

Reproduksi Perkembangan Diafragma

Paru dan Saluran Nafas


Fungsi Kekebalan
Atas serta Aliran Udara
PENGLIHATAN
Vitamin A berfungsi dalam penglihatan
normal pada cahaya remang. Bila kita
dari cahaya terang diluar kemudian
memasuki ruangan yang remang-remang
cahayanya, maka kecepatan mata
beradaptasi setelah terkena cahaya
terang berhubungan langsung dengan
vitamin A yang tersedia didalam darah.
Tanda pertama kekurangan vitamin A
adalah rabun senja. Suplementasi
vitamin A dapat memperbaiki
penglihatan yang kurang bila itu
disebabkan karena kekurangan vitamin
A (Melenotte et al., 2012).
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

Vitamin A dibutuhkan untuk


perkembangan tulang dan sel epitel
yang membentuk email dalam
pertumbuhan gigi. Pada kekurangan
vitamin A, pertumbuhan tulang
terhambat dan bentuk tulang tidak
normal. Pada anak–anak yang
kekurangan vitamin A, terjadi
kegagalan dalam
pertumbuhannya.  Dimana vitamin A
dalam hal ini berperan sebagai asam
retinoat (Tansuğ N, et al., 2010).
REPRODUKSI
Pembentukan sperma pada hewan jantan
serta pembentukan sel telur dan
perkembangan janin dalam kandungan
membutuhkan vitamin A  dalam bentuk
retinol. Hewan betina dengan status
vitamin A rendah mampu hamil akan
tetapi mengalami keguguran atau
kesukaran dalam melahirkan.
Kemampuan retinoid mempengaruhi
perkembangan sel epitel dan kemampuan
meningkatkan aktivitas sistem kekebalan
diduga berpengaruh dalam pencegahan
kanker kulit, tenggorokan, paru-paru,
payudara dan kandung kemih (Knutson
dan Dame, 2011).
FUNGSI KEKEBALAN

Vitamin A berpengaruh
terhadap fungsi kekebalan
tubuh pada manusia. Dimana
kekurangan vitamin A dapat
menurunkan respon antibody
yang bergantung pada limfosit
yang berperan sebagai
kekebalan pada tubuh
seseorang (Almatsier, 2008).
PERKEMBANGAN JANTUNG
Defek kardiak dan cabang aorta
diamati sebagai bagian dari sindroma
kekurangan vitamin A. singkat kata,
peranan vitamin A dalam
perkembangan jantung mamalia
meliputi pembentukan pipa pola
jantung dan lingkaran, ruang dan
katup saluran keluar, trabekulasi
ventrikel, diferensiasi kardiomiosit
dan pengembangan pembuluh koroner
(Knutson dan Dame, 2011).
PERKEMBANGAN GINJAL DAN SALURAN
KENCING

Kekurangan vitamin A pada


kehamilan dapat berkorelasi
dengan kekurangan jumlah
nefron sub-klinis dan sedikit
defisit nefron yang tidak disadari
pada saat lahir, tapi mungkin bisa
berkontribusi dalam jangka
panjang terjadinya gagal ginjal
dan hipertensi (Knutson dan
Dame, 2011).
PERKEMBANGAN DIAFRAGMA
Fungsi diafragma sebagai otot utama
respirasi dan sebagai pembatas
antara rongga dada dan perut.
Hernia diafragma kongenital (CDH)
terjadi pada sekitar satu dari 3000
kelahiran, dan berhubungan dengan
kematian neonatal yang tinggi.
Vitamin A sangat penting bagi
perkembangan diafragma normal,
dan telah disimpulkan bahwa
gangguan sinyal retinoid dapat
berkontribusi pada etiologi dari
gangguan manusia (Knutson dan
Dame, 2011).
PARU DAN SALURAN NAFAS ATAS SERTA
ALIRAN UDARA
Defek Respirasi termasuk agenesis paru kiri,
hypoplasia paru bilateral, dan agenesis
esophagotracheal septum digambarkan dalam
sindroma KVA awal namun dikarakteristikkan
sebagai kelainan yang jarang terjadi, di daerah
endemik dengan defisiensi vitamin A (retinol),
anak-anak yang ibunya menerima suplementasi
vitamin A sebelum dan selama 6 bulan setelah
kehamilan memiliki fungsi paru-paru yang lebih
baik ketika mereka diuji pada 9 sampai 11 tahun
daripada anak-anak yang ibunya menerima
suplemen beta karoten atau plasebo. Selain itu,
mereka menemukan bahwa periode di mana
suplementasi dengan vitamin A yang paling
penting adalah dari kehamilan usia postnatal dari
6 bulan (Knutson dan Dame, 2011).
FAKTOR RISIKO
KEKURANGAN VITAMIN A
Sebagai permasalahan kesehatan masyarakat, defisiensi vitamin A terjadi di
dalam lingkungan sosial, ekonomi, dan ekologi yang miskin dan penduduknya
tinggal di negara yang ekonomiya sedang berkembang serta mengalami transisi.
Pengaruh relatif faktor kasusal pada tingkat makro maupun mikro dapat sangat
bervariasi antar negara bahkan antar wilayah dalam negara yang sama. Oleh
karena itu, kita harus memahami kondisi setempat ketika membuat rancangan
program intervensi yang tepat dan efektif secepatnya untuk memperbaiki situasi
tersebut. Walaupun begitu, ada beberapa faktor resiko dibaliknya yang cenderung
menandai sebagian besar situasi ketika defisiensi vitamin A lazim ditemukan,
yait:

Usia Gender Status Fisiologi


Pengelompokan
Kondisi
Pola Penyakit Diet
sosioekonomi
USIA
Berbagai tingkat defisiensi vitamin A mulai dari bentuk subklinis hingga bentuk
malnutrisi dengan kebutaan yang berat (keratomalasia), dapat terjadi pada setiap usia
jika keadaannya cukup ekstrim. Namun demikian, sebagai persoalan kesehatan
masyarakat, defisiensi vitamin A, khususnya defisiensi yang berat, akan menyerang
anak-anak dalam usia prasekolah. Keadaan ini terjadi karena kebutuhan vitamin A bagi
pertumbuhan pada anak-anak ini cukup tinggi, Sementara asupan vitamin dari
makanan seringkali rendah dengan tambahan beban pajanan infeksi yang lebih
besar.Insidens xeroftalmia kornea paling prevalen pada anak-anak yang berusia 2-4
tahun. Pada anak-anak dibawah usia 12 bulan, penyakit kornea merupakan kejadian
yang relatif jarang dijumpai (terutama karena efek protektif pemberian ASI), tetapi
keratomalasia lebih sering terjadi diantara bayi-bayi yang hidup dalam kondisi sosial
ekonomi yang rendah.
Prevalensi xeroftalmia ringan, terutama buta senja (SN) dan bercak bitot (XB)
meningkat seiring usia hingga usia prasekolah dan keterkaitan ini ternyata berbeda-
beda diantara berbagai budaya terlepas dari angka xeroftalmia yang spesifik menurut
usia. Defisiensi vitamin A subklinis juga sering ditemukan diantara anak-anak usia
sekolah, remaja, dan dewasa muda pada komunitas yang sama dan prevalensinya pada
anak-anak kecil cukup tinggi.
GENDER

Pada orang dewasa yang sehat, kadar retinol plasma maupun RBP (retinol-binding
protein) ternyata berada pada level 20% lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada
wanita, kendati signifikan fisiologi perbedaan ini masih belum jelas. Walaupun begitu,
laki-laki umumnya memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami buta senja dan
bercak Bitot dibandingkan perempuan selama usia prasekolah dan awal usia sekolah.
Perbedaan gender ini tidak begitu jelas dalam hal xeroftalmia yang berat. Perbedaan pada
budaya pemberian makan dan perawatan antara anak laki-laki dan perempuan dalam
sebagian populasi dapat menkelaskan variasi menurut gender ketika hal ini diamati.
STATUS FISIOLOGI
Dengan meningkatnya kebutuhan vitamin A selama periode pertumbuhan yang cepat,
anak-anak kecil merupakan kelompok yang paling rentan. Kebutuhan akan vitamin A juga
meningkat selama masa kehamilan dan menyusui; dengan demikian, ibu hamil dan
menyusui dalam populasi yang kehilangan haknya tidak mampu memenuhi kebutuhan
yang meningkat selama periode tertentu. Buta senja selama kehamilan dan laktasi terutama
sering ditemukan di Asia Selatan dengna kejadian buta senja sebesar 15%-20% dari semua
kehamilan dan kemudian berulang kembali pada kehamilan berikutnya; keadaan ini pada
beberapa budaya dianggap sebagai bagian dari kehamilan. Sejumlah penelitian juga
memperlihatkan bahwa ASI dari ibu dnegan status vitamin A yang buruk sering kali turut
menyebabkan peningkatan kerentanan pada bayi.
DIET
Penyebab dasar yang melandasi defisiensi vitamin A sebagai permasalahan kesehatan
masyarakat adalaha diet atau pola makan yang kurang mengandung vitamin, baik senyawa
karotenoid performed aatau provitamin A untuk memenuhi kebutuhan. Pada umumnya,
ditempat yang kondisi hidupnya buruk, diet seseorang akan bergantung pada makanan
nabati yang lebih murah tetapi secara hayati kurang mengandung vitamin A (sebagai
karotenoid). Populasi yang mengonsumsi beras sebagai makanan pokok dan serat pangan
dalam kehidupan sehari-hari ternyata sangat berisiko untuk mengalami defisiensi vitamin
A. Dengan demikian, xeroftalmia lebih sering ditemukan di Asia Selatan dan Asia Timur.
Defisiensi vitamin A subklinis umumnya terjadi ditempat yang kualitas makanannya relatif
rendah akibat kendala pada kemampuan mengakses makanan dan ketersediaan makanan,
khususnya makanan hewani.
Pemberian ASI, kualitas makanan tambahan, dan kualitas diet anak semuanya
merupakan faktor penting untuk mempertahankan status vitamin A. Ada bukti jelas yang
menunjukkan bahwa anak-anak yang mendapatkan ASI menghadapi kemungkinan yang
lebih kecil untuk mengalami defisiensi vitamin A jika dibandingkan dengan anak-anak pada
usia sama yang tidak memperoleh ASI. Lebih lanjut, peningkatan frekuensi pemberian ASI
juga memberikan efek protektif terhadap xeroftalmia.
POLA PENYAKIT
Keterkaitan antara penyakit infeksi dan status vitamin A merupakan persoalan
kompleks yang telah ditinjau secara luas. Difisiensi vitamin A akan meningkatkan risiko
morbiditas penyakit infeksi dan sebaliknya, penyakit infeksi merupakan predisposisi
terjadinya difisiensi vitamin A. Beberapa jenis infekssi seperti diare, infeksi pernafasan, dan
campak akan disertai bentuk tertentu difisiensi vitamin A yang dapat berupa penurunan
kadar retinol serum atau peningkatan resiko xeroktalmia. Selanjutnya, frekuensi, durasi, dan
intensitas penyakit infeksi secara langsung atau tidak langsung turut meningkatkan
keretangan terhadap keadaan difisiensi vtamin A.
Keberaradaan KEP akan lebih meningkatkan resiko xeroktalmia yang urutan
intensitasnya hampir sama seperti penyakit diare dan pernafasan. Protein pengikat
retinol dapat menurun ketika KEP sehingga mengurangi ketersediaan vitamin A dalam
darah. Selama episode penyakit infeksi, penurunan kadar vitamin A dalam serum
menggambarkan secara parsial respon yang tidak spesifik terhadap keadaan demam ketika
sintesis RBP yang juga merupakan protein fase akut yang negative itu berkurang. Kadar
retinol dalam serum kembali normal setelah terjadi kesembuhan.
KONDISI SOSIOEKONOMI
Dalam pengertian kesehatan masyarakat. Kemiskinan terutama terjadi
penyebab  defisiensi vitamin, sekalipun tidak selalu demikian,. Pada umumnya,  defisiensi
vitamin A ditemukan terutama di negara-negara yang perekonomiannya  relatif miskin.
Sejumlah penelitaian memperlihatkan bahwa keluarga di negara-negara yang
perekonomiannya relatif memiliki lahan yang lebih sempit, kondisi perumahan yang lebih
buruk,  hewan peliharaan yang lebih sedikit, dan kemampuan ekonomi yang lebih rendah
(diukur berdasarkan lebih sedikitnya barang yang dimiliki seperti radio, arloji, atau
sepeda). Meskipun indikator status sosioekonomi  yang rendah ditemukan (di Bangladesh)
berkaitan dengan risiko xeroftalmia yang 1,5-2,3 kali lebih tnggi, namun karakteristik ini
tidak selalu dengan sendirinya meramalkan kejadian xeroftalmia. Tingkat pendidikan yang
rendah pada ayah  atau ibu dalam keadaan ini dapat dibedakan, merupakan faktor risiko
yang lain.
PENGELOMPOKAN
Kejadian defisiensi vitamin A cenderung  mengelompok (clustering) ketinbang
tersebar secara rata. data dari berbagai negara menunjukkan bahwa tanda-tanda klinis
defisiensi mengelompok i dalam provinsi atau Kabupaten, Kecamatan, Desa dan bahkan
rumah tangga. Memperlihatkan pengelompokan defisiensi  vitami A berdasrkan distrik di
Bangladesh. Pengelompokkan di dalam negara pada dasarnya berhubungan denga faktor
ekologi serta budaya yang semakin diperparah oleh infrastruktur yang tidak dibangun
dengan baik, dan pengelompokkan di dalam rumah tangga serta masyarakat terjadikarena
praktik-praktik serta lingkungan yang tidak kondusif bagi pola makan dankesehatan yang
memadai. Bukti menunjukkan bahwa besaran pengelompokkan didalam rumah tangga jauh
melebihi didalam desa, dan bahwa faktor rumah tangga inilah yang menjelaskan banyak
tentang pengelompokkan ini ketimbang penyakit infeksi. Identifikasi kelompom-
kelompok  defisiensi  vitamin A dapat memfasilitasi implementasi program intervensi dan
jika seorang anak ditemukan dengan xeroftalmia, saudara kandungnya harus ditangani
sebagai kasus suspect defisiensi vitamin A pula.
B A B
NY E A
P E D I NY
R JA AN
TE RANG
E K U N A
K TAMI
VI
Arisman (2002) menyatakan bahwa KVA bisa timbul karena
menurunnya cadangan vitamin A pada hati dan organ-organ tubuh lain serta
menurunnya kadar serum vitamin A dibawah garis yang diperlukan untuk
mensuplai kebutuhan metabolik bagi mata.
Kelompok umur yang mudah mengalami kekurangan vitamin A adalah
kelompok bayi usia 6-11 bulan dan kelompok anak balita usia 12-59 bulan
(1-5 tahun). Sedangkan yang lebih berisiko menderita kekurangan vitamin A
adalah bayi berat lahir rendah kurang dari 2,5 kg, anak yang tidak mendapat
ASI eksklusif, anak yang tidak mendapat makanan pendamping ASI yang
cukup, anak kurang gizi atau di bawah garis merah pada KMS, anak yang
menderita penyakit infeksi (campak, diare, TBC, pneumonia) dan
kecacingan, anak dari keluarga miskin, anak yang tinggal di dareah dengan
sumber vitamin A yang kurang, anak yang tidak pernah mendapat kapsul
vitamin A dan imunisasi di posyandu maupun puskesmas, serta anak yang
kurang/jarang makan makanan sumber vitamin A.
Faktor penyebabnya kekurangan vitamin A, yaitu :kekurangan kalori protein (KKP),
seorang anak kesulitan mengonsumsi vitamin A, kurangnya pengetahuan orang tua,
kemiskinan, pembedahan pada usus atau pankreas, bayi yang tidak mendapat ASI ,
penderita Kurang Energi Protein (KEP), penyakit hati, gangguan absorpsi (Suhardjo,
2002), kurang makan sayuran dan buah-buahan yang mengandung vitamin A
GEJALA KLINIS KEKURANGAN
VITAMIN A

KVA adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan epitel dari organ-
organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan organ lain. Akan tetapi
gambaran gangguan secara fisik dapat langsung terlihat oleh mata. Kelainan kulit
pada umumnya terlihat pada tungkai baeah bagian depan dan lengan atas bagian
belakang, kulit nampak kering dan bersisik. Kelainan ini selain diebabkan oleh
KVA dapat juga disebabkan kekurangan asam lemak essensial, kurang vitamin
golongan B atau KEP.
Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA yang
telah berlangsung lama. gejala tersebut akan lebih cepat muncul jika menderita
penyaki campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya.
RABUN SENJA

Rabun senja terjadi akibat gangguan


pada sel batang retina. Pada keadaan
ringan, sel batang retina sulit
beradaptasi di ruang yang remang-
remang setelah lama berada di cahaya
yang terang. Penglihatan menurun pada
senja hari, dimana penderita tidak
dapat melihat lingkungan yang kurang
cahaya.
XEROSIS KONJUNCTIVA
XEROSIS KONJUNCTIVA
XEROSIS KONJUNCTIVA DAN
BERCAK BITOT
Selaput lendir mata tampak kurang
mengkilat atau terlihat sedikit kering,
berkeriput, dan berpigmentasi dengan
permukaan kasar dan kusam
dengan bercak bitot, yaitu bercak putih
seperti busa sabun atau keju terutama celah
mata sisi luar. Bercak ini merupakan
penumpukan keratin dan sel epitel yang
merupakan tanda khas pada penderita
xeroftalmia, sehingga dipakai sebagai
penentuan prevalensi kurang vitamin A
pada masyarakat. Dalam keadaan berat
tanda-tanda pada XI B adalah, tampak
kekeringan meliputi seluruh permukaan
konjunctiva, konjunctiva tampak menebal,
berlipat dan berkerut.
XEROSIS KORNEA

Kekeringan pada
konjunctiva berlanjut
sampai kornea tampak
suram dan kering dengan
permukaan tampak kasar.
KERATOMALASIA DAN ULCUS
KORNEA

Kornea melunak seperti bubur dan


dapat terjadi ulkus. Pada tahap ini
dapat terjadi perforasi
kornea.Keratomalasia dan tukak
kornea dapat berakhir dengan
perforasi dan prolaps jaringan isi
bola mata dan membentuk cacat
tetap yang dapat menyebabkan
kebutaan. Keadaan umum yang
cepat memburuk dapat
mengakibatkan keratomalasia dan
ulkus kornea tanpa harus melalui
tahap-tahap awal xeroftalmia.
XEROFTALMIA SCAR (XS)

Jaringan parut kornea. Kornea


tampak menjadi putih atau bola mata
tampak mengecil. Bila luka pada
kornea telah sembuh akan
meninggalkan bekas berupa sikatrik
atau jaringan parut. Penderita
menjadi buta yang sudah tidak dapat
disembuhkan walaupun dengan
operasi cangkok kornea.
XEROFTALMIA FUNDUS
Tampak seperti cendol biasanya dapat sembuh normal dengan pengobatan
yang baik. Pada stadium Xerosis kornea merupakan keadaan gawat darurat
yang harus segera diobati karena dalam beberapa hari bisa menjadi
keratomalasia
bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan
dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi pada kornea cukup luas
sehingga menutupi seluruh kornea. Prinsip dasar untuk mencegah
xeroftalmia adalah memenuhi kebutuhan vitamin A yang cukup untuk tubuh
serta mencegah penyakit infeksi. Selain itu perlu memperhatikan kesehatan
secara umum (Wardani, 2012).
AKIBAT KEKURANGAN VITAMIN A
Kekurangan vitamin A menyebabkan mata tak dapat menyesuaikan diri
terhadap perubahan cahaya yang masuk dalam retina. Sebagai konsekuensi awal
terjadilah rabun senja, yaitu mata sulit melihat kala senja atau dapat juga terjadi
saat memasuki ruangan gelap. Bila kekurangan vitamin A berkelanjutan maka
anak akan mengalami xerophtalmia yang mengakibatkan kebutaan. Selain itu
kekurangan vitamin A menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi bakteri dan
virus. Tanpa vitamin A, sistem pertahanan tubuh akan hilang.Ini memicu tubuh
rentan terserang penyakit.
Vitamin A bisa terserap dalam tubuh yang kondisinya baik. Anak usia balita
sangat rentan kekurangan vitamin A karena kondisi tubuhnya rentan terhadap
penyakit, seperti diare atau infeksi pencernaan. Jika tubuh anak sering terkena
penyakit, seperti diare, busung lapar atau gangguan saluran pernapasan, maka
secara otomatis, asupan vitamin A-nya kurang (Zulkarnaen, 2012).
AKIBAT KEKURANGAN VITAMIN A

Selain itu, dampak kekurangan Vitamin A bagi balita antara lain:

1. rabun senja.
2. Frinoderma
3. Pendarahan pada selaput usus, ginjal dan paru-paru.
4. Xerosis konjungtiva, bercak bitot, Keratomalasia, Ulserasi Kornea Xeroftahalmia
Scars.
5. Terhentinya proses pertumbuhan.
6. Terganggunya pertumbuhan pada bayi.
7. Mengakibatkan campak yang berat yang berkaitan dengan adanya komplikasi
pada anak-anak serta menghambat penyembuhan. (Melenotte et al,2012)
(Melenotte et al,2012)
Namun demikian perlu juga diperhatikan bahwa pemberian dosis
Vitamin A yang terlalu tinggi  dalam waktu yang lama dapat
menimbulkan akibat yang kurang baik antara lain:

1. Hipervitaminosis A pada anak-anak dapat menimbulkan anak


tersebut cengeng, pada sekitar tulang yang panjang membengkak,
kulit kering dan gatal-gatal.
2. Hipervitaminosis pada orang dewasa menimbulkan sakit kepala,
mual-mual dan diare. (Sugiarno, 2010).
PENCEGAHAN KEKURANGAN
VITAMIN A
Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A melalui
proses Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) merupakan upaya yang paling aman.
Namun disadari bahwa penyuluhan tidak akan segera memberikan dampak nyata.
Selain itu kegiatan konsumsi kapsul vitamin A masih bersifat rintisan. Oleh sebab itu
penanggulangan KVA saat ini masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A
dosis tinggi.
Program nasional pemberian suplemen vitamin A adalah upaya penting untuk
mencegah kekurangan vitamin A di antara anak-anak Indonesia. Tujuan Program ini
adalah untuk mendistribusikan kapsul vitamin A pada semua anak di seluruh wilayah
Indonesia dua kali dalam satu tahun. Setiap Februari dan Agustus, kapsul vitamin A
didistribusikan secara gratis kepada semua anak yang mengunjungi Posyandu dan
Puskesmas. Vitamin A yang terdapat dalam kapsul tersebut cukup untuk membantu
melindungi anak-anak dari timbulnya beberapa penyakit yang pada gilirannya akan
membantu menyelamatkan penglihatan dan kehidupan mereka ( Maryam, 2010 ).
SUMBER VITAMIN A

Pada umumnya kecukupan Vitamin A pada orang dewasa didapat dari makanan yang di
konsumsi setiap hari. Demikian juga bagi anak anak selain didapat dari makanan juga dari
suplemen Vitamin A. sedangkan bagi bayi yang berumur kurang dari 6 bulan kebutuhan Vitamin
A diperoleh dari Air Susu Ibu (Sugiarno. 2010).
SUMBER VITAMIN A

Wortel Labu Bayam


Brokoli
Kuning

Kuning Hati
Susu
Telur Sapi
ANGKA KECUKUPAN GIZI VITAMIN
A
Halati (2006) menyatakan bahwa angka kecukupan gizi (AKG) anak balita
sekitar 350 Retinol Ekuivalen (RE). Angka ini dihitung dari kandungan vitamin A
dalam makanan nabati atau hewani yang dikonsumsi. Sebagai gambaran, angka 350
RE terdapat pada tiga butir telur atau 250 gram bayam. Jadi seorang anak balita
memenuhi kecukupan gizi vitamin A jika ia mengonsumsi tiga telur atau 250 gram
bayam dalam sehari. Tapi, tentu saja, seorang anak akan bosan jika terus menerus
diberi telur dan bayam, apalagi dalam jumlah besar.
Terdapat banyak sayuran dan buah yang mengandung vitamin A. Sayuran dan
buah yang mengandung AKG dalam jumlah besar, lebih dari 150 RE/100 gr, adalah
pepaya, bayam, kangkung, wortel, ubi jalar, mangga, dan sebagainya. Sementara
sumber makanan nabati dengan kandungan vitamin A lebih rendah, sekitar 1-60
RE/100 gr, terdapat pada jagung, semangka, tomat, pisang, belimbing, dan
sejenisnya. Untuk sumber makanan hewani, kandungan vitamin A dalam jumlah
besar terdapat pada telur, daging ayam dan hati. Sedangkan ikan, susu segar, dan
udang memiliki kandungan vitamin A tergolong kecil.

Anda mungkin juga menyukai