Anda di halaman 1dari 20

perpustakaan.uns.ac.

id 6
digilib.uns.ac.id

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Hemoglobin
a. Pengertian
Hemoglobin adalah protein globulin yang terdiri dua subunit α dan dua
subunit β. Masing-masing subunit berikatan dengan zat besi yang memiliki
afinitas berikatan dengan satu molekul oksigen,yang membentuk
oksihemoglobin di dalam sel darah merah (Rodwell dan Kennelly, 2006;
Ganong, 2010). Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan
ukuran kuantitatif beratnya kekurangan zat besi (Bakta, 2009).

b. Metabolime Hemoglobin
Beberapa zat gizi diperlukan dalam pembentukan sel darah merah,
seperti zat besi, vitamin B12, asam folat, sejumlah kecil vitamin C, riboflavin
dan tembaga. Pengaturan pembentukan hemoglobin melibatkan berbagai
hormon khususnya eritropoietin (Almatsier, 2010).
Sintesis heme terjadi hampir pada semua sel mamalia dengan
pengecualian eritrosit matur yang tidak memiliki mitokondria, namun hampir
85% heme dihasilkan oleh sel prekursor eritroid pada sumsum tulang dan
hepatosit (Ganong, 2010). Bahan dasar heme adalah asam amino glisin dan
suksinil-KoA, hasil dari siklus asam sitrat (Rodwell dan Kennelly, 2006).
Makrofag di jaringan hepar dan limpa berkontribusi dalam degradasi sel
darah merah tua (Bakta, 2009). Protein globin dipisahkan dari molekul
hemoglobin ini dan heme-nya dikonversi menjadi biliverdin heme oksigenase.
Kebanyakan biliverdin selanjutnya dikonversi menjadi bilirubin dan disimpan
dalam kantung empedu (Tandara and Salamunic, 2012). Besi dari heme digunakan
kembali untuk sintesis hemoglobin (Ganong, 2010). Besi yang dilepaskan
akan diikat oleh transferin. Transferin mukosa sebagai alat angkut protein yang
berbolak-balik membawa besi ke permukaan sel usus halus. Di dalam sel
mukosa besi dapat mengikat apoferritin dan membentuk ferritin sebagai
commit to user

6
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

simpanan besi sementara dalam sel (Ganong, 2010, Tandara and Salamunic,
2012)

c. Cara Pengukuran Kadar Hb


Pemeriksaan kadar hemoglobin dengan menggunakan metode
cyanmethmoglobine. Cara ini mudah dilakukan karena mempunyai standar dan
dapat mengukur semua jenis hemoglobin kecuali sulfhemoglobin. Metode lain
yang lebih praktis yaitu cara Sahli sudah tidak dianjurkan lagi karena
mempunyai kesalahan yang besar, alat tidak bisa distandarisasi dan tidak
semua jenis hemoglobin dapat diubah menjadi asam hematin seperti
keroksihemoglobin, rnethemoglobin dan sulfhemoglobin (Gandasoebrata,
2009). Hemometer Sahli masih digunakan di laboratorium-laboratorium kecil
atau di lembaga pelayanan kesehatan dasar misalnya puskesmas, hal ini
dilakukan karena pemeriksaanya cukup murah dan mudah. Dalam penelitian
ini menggunakan metode cyanmethmoglobine.

2. Vitamin A
Vitamin A adalah zat gizi mikro yang larut dalam lemak. Vitamin A
terdapat dalam dua bentuk yaitu retinol dan karoten. Retinol hanya terdapat pada
sumber makanan yang berasal dari hewan (contoh : ikan, hati, susu dan telur).
Sedangkan karoten terdapat pada sumber makanan yang berasal dari tumbuhan
(contoh : sayur dan buah yang berwarna kuning tua / orange dan sayuran dengan
warna hijau tua) (Gordon and Hampl , 2007).
Kebutuhan vitamin A pada manusia tergantung jenis kelamin, usia dan
kondisi fisiologis seseorang (hamil, menyusui, pertumbuhan). Berdasarkan Angka
Kecukupan Zat Gizi (AKG 2013) dari Depkes, kebutuhan vitamin A untuk remaja
putri usia 10-15 tahun adalah 600 μg. 1 mg retinol = 1 mg retinol equivalent
(RE)= 6 mg all-trans-β-carotene = 12 mg other pro-vitamin A carotenoids = 1.15
mg all-trans-retinyl acetate = 1.83 mg all-trans-retinyl palmitate (IU = 0.34 μg
retinol). Kebutuhan tersebut setara dengan 1765 IU.
Vitamin A yang berasal dari makanan (retinol dan karoten) agar dapat
diabsorbsi oleh villi intestine harus diesterifikasi dan diikat protein terlebih
commit to menuju
dahulu. Setelah itu dibawa oleh kilomikron user hepar melalui aliran limfe dan
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

darah. Di hepar retinol akan mengalami proses metabolisme. Ada 3 tahapan


metabolisme Vitamin A yaitu (Gordon and Hampl, 2007; D’Ambrosio et al.,
2011):
a. Pertama retinol akan berikatan dengan Cellular Retinol Binding Protein
(CRBP) yang akan mengontrol konsentrasi retinol bebas (dapat menyebabkan
toksisitas sel).
b. Kedua retinol akan mengalami reesterifikasi untuk membentuk retinil ester
untuk kemudian disimpan. Vitamin A disimpan di hepar (50 – 80 %), jaringan
lemak, paru dan ginjal.

c. Ketiga retinol berikatan dengan Retinol Binding Protein (RBP) dan mengikuti
aliran darah.

Sintesis RBP dipengaruhi oleh jumlah protein dalam tubuh. Sehingga


kadar retinol dalam darah dipengaruhi oleh jumlah protein tubuh. Pada anak
dengan status gizi kurang terdapat kadar retinol yang rendah dalam sirkulasi darah
karena kurangnya protein tubuh. Sehingga anak dengan status gizi kurang akan
sering mengalami defisiensi Vitamin A (Caballero et al., 2005).
Vitamin A mempunyai beberapa fungsi yaitu (Gordon and Hampl, 2007;
Caballero et al., 2005):

a. Penglihatan
Hubungan antara vitamin A dengan fungsi mata yang normal, perlu
mendapat perhatian khusus. Vitamin A berperan dalam sintesis stereoisomer dari
retinal yang disebut retinen, yang berkombinasi dengan protein membentuk grup
prostetik yang disebut “visual purple”, yang lebih dikenal dengan istilah
rodopsin. Jadi vitamin A diperlukan untuk mensintesis rodopsin, yang selalu
pecah atau dirusak oleh proses fotokimiawi sebagai salah satu proses fisiologis
dalam sistem melihat. Apabila vitamin A pada suatu saat kurang dalam tubuh,
maka sintesis ”visual purple” akan terganggu, sehingga terjadi kelainan-kelainan
melihat seperti rabun senja (night blindness).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

b. Diferensiasi sel dan morfogenesis


Asam retinoid memegang peranan penting pada diferensiasi sel karena
fungsinya mirip seperti hormon pada proses diferensiasi sel.

c. Sistem kekebalan tubuh


Vitamin A dalam bentuk asam retinoid mempunyai fungsi untuk memacu
aktivitas makrofag sehingga sistem kekebalan tubuh lebih efektif dalam
melakukan fagositosis tiap mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh.

d. Hematopoiesis
Vitamin A berfungsi untuk membentuk eritrosit baru melalui aktivasi
eritropoiesis di sumsum tulang.

e. Pertumbuhan
Vitamin A essensial untuk pertumbuhan, karena merupakan senyawa
penting yang menciptakan tubuh tahan terhadap infeksi dan memelihara jaringan
epithel berfungsi normal. Jaringan epitel yang dimaksud adalah terutama pada
mata, alat pernapasan, alat pencernaan, alat reproduksi, syaraf dan sistem
pembuangan urin.

f. Reproduksi
Defisiensi vitamin pada pria menyebabkan gangguan spermatogenesis.
Mengkonsumsi retinoic acid pada pria meningkatkan sel leydig sebagai
pendukung produksi testosteron (Hogarth and Griswold, 2010).
Vitamin A ternyata juga memegang peranan penting pada kejadian
anemia karena adanya beberapa pengaruh vitamin A pada metabolisme Fe
sehingga terjadi perubahan – perubahan pada status hematologi dalam tubuh.
Secara garis besar terdapat empat mekanisme pengaruh Vitamin A pada
metabolisme Fe yang dapat menyebabkan perubahan pada status hematologi
seseorang yaitu (Zimmermann and Hurrel, 2007):

a. Vitamin A memicu aktivitas eritropoiesis

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

Pembentukan sel darah merah di sumsum tulang membutuhkan eritropoietin


(EPO). EPO di produksi oleh sel peritubuler ginjal. Produksi EPO
meningkat dengan adanya asam retinoid (Vitamin A) (Garg et al., 2005).

b. Vitamin A memobilisasi cadangan besi tubuh yang ada di jaringan


Pada suplementasi Vitamin A saja ternyata menyebabkan pelepasan Fe yang
ada di jaringan sehingga menurunkan kadar ferritin tubuh.

c. Vitamin A membantu absorbsi Fe


Pada beberapa penelitian didapatkan adanya peningkatan absorbsi Fe
dengan adanya Vitamin A. Meskipun belum jelas mekanismenya namun
diduga Vitamin A melindungi Fe dari asam fitat, polifenol dan asam tannat
yang menghambat absorbsi Fe.

d. Pada keadaan infeksi Vitamin A memicu pelepasan Fe yang ada di jaringan


tubuh
Infeksi menyebabkan kerusakan sel darah merah, menurunkan produksi sel
darah merah serta mengurangi mobilisasi dan penggunaan Fe. Vitamin A
meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu pelepasan Fe yang
ada di jaringan tubuh untuk membantu proses eritropoiesis.

Terdapat juga penelitian yang menunjukkan hasil bahwa suplementasi


Vitamin A pada anak usia 5 – 13 tahun dengan defisiensi Vitamin A dan Fe
memberikan hasil peningkatan eritropoiesis, sehingga terjadi peningkatan Hb,
penurunan serum transferrin reseptor dan penurunan kadar ferritin (Zimmerman et
al., 2006).
Pada penelitian Al-Mekhlafi et al., 2014, dilakukan di Malaysia pada 250
anak sekolah suku Aborigin yang mengalami anemia yang dibagi pada 2
kelompok, yaitu kelompok pertama pemberian suplementasi vitamin A dosis
tinggi 200,000 UI dan pada kelompok kedua pemberian plasebo, didapatkan hasil
bahwa terjadi peningkatan kadar hemoglobin, serum besi, transferin dan
penurunan ferritin pada kelompok pertama. Sebelum perlakuan dilakukan
deworming (minum obat cacing).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

Di dalam praktek, terutama dalam penyimpanan, vitamin A bersifat tidak


stabil. Guna menciptakan kestabilannya, maka dapat diambil langkah-langkah,
yaitu secara kimia, dengan penambahan antioksidan dan secara mekanis dengan
melapisi tetesan-tetesan vitamin A dengan lemak stabil, gelatin atau lilin,
sehingga merupakan butiran-butiran kecil. Melalui teknik tersebut, maka sebagian
besar vitamin A bisa dilindungi dari kontak langsung dengan oksigen.

3. Sulfas Ferosus Secara Mingguan


Pemberiaan sediaan oral terutama menggunakan garam-garam fero seperti
fero sulfat, fero fumarat, atau fero glukonat. Garam fero utama yang banyak
digunakan adalah garam Fero Sulfat (FeSO4) karena harganya yang relatif murah
dengan efektifitas yang setara dibandingkan garam fero lain (Zimmerman and
Hurrel, 2007). Absorbsi Fe dalam bentuk ferro sulfat lebih besar dibandingkan
yang berbentuk ferrous fumarate (Dewoto dan Wardhini, 2007).
Perbedaan diantara berbagai macam sediaan besi salah satunya adalah
dalam hal iritasi lokal dan kerja astringennya, yang biasanya tidak diberikan oleh
senyawa kompleks besi. Semua senyawa fero dioksidasi dalam saluran cerna
dengan melepaskan radikal hidroksil yang akan menyerang dinding saluran cerna
dan menghasilkan berbagai gejala dan ketidaknyamanan pada saluran cerna
(Dewoto dan Wardhini, 2007).
Untuk mengurangi efek samping yang terjadi, suplementasi Fe dapat
diberikan dengan cara (Hillman et al., 2005; Dewoto dan Wardhini, 2007):

a. Diberikan dalam dosis yang rendah. Dosis tinggi lebih sering menyebabkan
gangguan gastrointestinal.
b. Suplementasi diberikan dalam bentuk sediaan yang dilepaskan secara
perlahan-lahan di saluran pencernaan. Kelemahan cara ini adalah harga yang
mahal.
c. Diberikan secara parenteral. Kelemahan cara ini perlu tindakan invasif yang
belum tentu diterima oleh semua orang, sediaaan lebih mahal dan biasanya
diberikan untuk mengatasi anemia berat.

Banyak penelitian-penelitian yang hasilnya bahwa suplementasi besi folat


commit to user
secara mingguan sama efektifnya dengan pemberian suplementasi harian. Seperti
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

pada penelitian Wijaya dan Mantik (2008) melakukan penelitian pada 40 anak
ADB berumur 5-11 tahun, dengan waktu suplementasi selama 2 bulan di Menado,
dari hasil penelitian didapatkan tidak ada perbedaan signifikan antara
suplementasi besi harian dibandingkan mingguan pada perubahan hemoglobin,
MCHC, besi serum, dan kapasitas pengikat besi total (p>0,05).
Pada penelitian Vir et al. (2008), pada 150.700 remaja putri baik yang
sekolah maupun yang tidak di Uttar Pradesh, India. Penelitian ini dilakukan dalam
4 tahun, prevalensi keseluruhan anemia berkurang dari 73,3% menjadi 25,4%.
Kadar hemoglobin dan prevalensi anemia dipengaruhi secara signifikan pada 6
bulan. Tidak ada perbedaan dalam dampak pada hemoglobin atau anemia
prevalensi diamati antara anak perempuan diawasi dan tanpa pengawasan.
Konseling tentang efek positif dari asupan asam folat besi rutin mingguan
kontribusi terhadap tingkat kepatuhan yang tinggi lebih dari 85%. Biaya
pelaksanaan adalah US $ 0,36 per remaja per tahun.
Pada review yang dilakukan oleh Margetts et al. (2007) dari 30 penelitian
menyimpulkan bahwa suplementasi besi yang diberikan tiap minggu mempunyai
dampak yang hampir sama dengan suplementasi besi setiap hari kecuali pada
wanita dengan anemia berat. Dasar penelitian, pada pengamatan terhadap absorbsi
dan transport besi yang berkurang pada pemberian besi harian karena terjadi
kelebihan besi dalam sel-sel usus sehingga terjadi mucosal block (Bakta, 2009).
Hal inilah yang dapat menjelaskan mengapa suplementasi besi mingguan sama
efektifnya dengan suplementasi harian.

4. Metabolisme Besi
Besi (Fe) merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam
tubuh manusia dan hewan (Almatsier, 2010). . Besi mengangkut dan menyimpan
oksigen, mengangkut elektron mitokondria dan sintesis DNA. Menurut Lynch
(2007) besi tubuh pada manusia dewasa mencapai 40-50 Fe/Kg berat badan,
seperti dalam tabel 2.1. Sebesar 60 sampai 80 persen besi dalam tubuh manusia
terdapat pada Hb. Dalam tubuh, senyawa besi dikelompokkan menjadi dua yaitu
a. senyawa fungsional (esensial) dan berhubungan dengan fungsi enzimatik atau
metabolik seperti hemoglobin (Hb), mioglobin, non heme enzim, transferin dan
commit to user
b. senyawa besi yang berhubungan dengan transportasi dan penyimpanan.
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

Tabel 2.1 Distribusi besi pada tubuh manusia dewasa normal


Besi Laki-laki (mg) Perempuan (mg)
Senyawa Fungsional
Hemoglobin 2300 1680
Mioglobin 320 205
Enzim heme dan 160 128
non heme
Cadangan Besi
Ferritin dan 100 300
Hemosiderin
(Sumber: Lynch, 2007)

Dalam larutan, besi ada dalam bentuk ferro dan bentuk ferri. Besi dalam
bentuk senyawa dengan protein membentuk hemoglobin sebagai pembawa
oksigen dalam darah. Besi dapat disimpan sementara dalam suatu bentuk larut
protein plasma atau bentuk tak larut dalam hati (Bakta, 2009).
Dalam lambung, besi terlepas senyawa kompleks karena pengaruh asam
lambung (Andrew, 2005). Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu
besi heme dan besi non-heme. Besi heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat
absorbsi dan bioavailabilitasnya tinggi. Besi non-heme berasal dari sumber nabati,
tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya rendah (Ros et al., 2104). Sebagian besar
besi dalam bentuk feri (Fe3+) direduksi menjadi fero (Fe2+). Absorpsi terutama
terjadi di duodenum dengan bantuan alat angkut protein khusus (Collins and
Anderson, 2012). Di dalam sel mukosa besi dapat mengikat apoferritin dan
membentuk ferritin sebagai simpanan besi sementara dalam sel. Di dalam sel
mukosa apoferitin dan feritin bergabung masuk melewati membran basoteral
secara difusi dan siap untuk diabsorpsi melalui transpor aktif (Anderson and
Frazer, 2005).
Simpanan zat besi sebagai ferritin, hemosiderin sebanyak 30%, sumsum
tulang 30% dan selebihnya di dalam limfa dan otot. Dari simpanan besi belum
diabsorpsi tersebut hingga 50 mg sehari dapat dimobilisasi untuk keperluan tubuh
seperti pembentukan hemoglobin (Almatsier, 2010).
Feritin bersirkulasi dalam darah mencerminkan simpanan besi di dalam
tubuh. Pengukuran feritin didalam serum merupakan indikator penting untuk
commit to user
menilai status besi (Andrew, 2005).
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

Kebutuhan besi menurut Angka Kecukupan Gizi tahun 2013 pada remaja
putri usia 13-18 tahun sebanyak 26 mg. Remaja putri merupakan golongan yang
membutuhkan Fe lebih tinggi dibutuhkan untuk pertumbuhan (Arisman, 2010).

a. Absorbsi Besi Untuk Pembentukan Hemoglobin


Absorpsi besi dipengaruhi oleh jumlah besi dalam makanan,
bioavibilitas besi, dan kebutuhan tubuh akan besi (Lynch, 2007). Menurut
Bakta (2009) proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase, yaitu:

1) Fase Luminal
2) Fase Mukosal, proses penyerapan dalam usus.
3) Fase Korporal, meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi
besi oleh sel-sel yang memerlukan, dan penyimpanan besi oleh tubuh.

Tabel 2.2 Absorpsi besi


Meningkatkan absorpsi besi Menghambat absorpsi besi
1. Asam sitrat 1. Fitate
2. Vitamin C 2. Polyphenol (kopi, teh)
3. Asam laktat 3. Asam oksalat (teh, coklat, bayam)
4. Fruktosa 4. Fosfat (kuning telur)
5. Asam amino dari 5. Kalsium
daging 6. Seng: kompetitif dengan besi
6. Vitamin A
7. Riboflavin
(Sumber: Lynch,2007)

b. Interaksi Besi dengan Zat Gizi Mikro Lainnya


Penyerapan mineral dalam usus halus dipengaruhi oleh beberapa faktor
salah satunya adalah adanya interaksi dengan zat gizi lain. Interaksi ini dapat
dalam bentuk interaksi sinergistik, antagonistik, maupun kombinasi keduanya.
Interaksi zat besi antagonistik terlihat antara zat besi dengan mineral seng dan
antara zat besi dengan kalsium. Pada pemberian suplemen besi bersamaan dengan
seng, zat besi akan menghambat penyerapan seng (Nguyen et al., 2012). Menurut
Almatsier (2010), sintesis heme akan terganggu bila terjadi kekurangan seng, hal
ini dikarenakan seng merupakan ko-faktor dari asam amino levulinik dehidrase
(ALA Dehidrase). Salah satu peranan seng dalam tubuh adalah meningkatkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

kekebalan, oleh karenanya kekurangan seng akan dapat meningkatkan infeksi


yang pada akhirnya mengganggu metabolisme besi.
Interaksi zat besi vitamin A adalah contoh interaksi sinergistik. Vitamin A
bersama dengan asam folat, vitamin B12, riboflavin dan vitamin B6 diperlukan
untuk produksi sel darah merah secara normal. Vitamin A bersama vitamin C dan
riboflavin juga dapat mencegah anemia dengan cara meningkatkan penyerapan
besi dari usus atau dengan membantu mobilisasi besi dari simpanan tubuh
(Abdelwahid and Zechry, 2012).

Tabel 2.3 Mekanisme defisiensi vitamin yang dapat menyebabkan anemia

Defisiensi Peran dalam anemia


Vitamin A Mengganggu mobilisasi cadangan besi
Mengganggu eritropoisis
Meningkatkan kerentanan tubuh terhadap infeksi

Asam Folat Mengganggu sintesis DNA, menyebabkan gangguan


eritropoisis

Vitamin B12 Mengganggu metabolisme asam folat→Tidak aktif


eritropoisis

Riboflavin Mengganggu mobilisasi besi


Mengganggu produksi globin →mengganggu
eritropoisis
Mengurangi absorpsi besi di usus

Mengurangi absorpsi besi


Vitamin C Mengurangi mobilisasi cadangan besi
Mengganggu metabolisme asam folat
Menyebabkan hemolisis →oksidasi pada eritrosit
Kehilangan darah disebabkan perdarahan kapiler

Vitamin E Menyebabkan hemolisis →oksidasi pada eritrosit

Vitamin B6 Mengganggu sintesis heme →menganggu eritropoisis


Sumber : Abdelwahid and Zechry (2012)

5. Anemia Pada Remaja Putri


Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa
eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fugsinya untuk membawa
commit to user
oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

capacity) (Bakta, 2009). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar
haemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count). Tetapi yang paling
lazim dipakai adalah kadar hemoglobin. Harus diingat bahwa terdapat keadaan-
keadaan tertentu dimana ketiga parameter tersebut tidak sejalan dengan massa
eritrosit, seperti dehidrasi, perdarahan akut dan kehamilan. Kadar hemoglobin dan
eritrosit sangat bervariasi tergantung pada usia, jenis kelamin ketinggian tempat
tinggal serta keadaan fisiologis tertentu seperti kehamilan (Supariasa dkk, 2012).

Menurut WHO 2008, kriteria Anemia pada Wanita


Hb  12 gr % : Normal
Hb 10 – 11,9 gr % : Anemia Ringan
Hb 7 – 9,9 gr % : Anemia Sedang
Hb < 7 gr % : Anemia Berat

Remaja putri mempunyai risiko tinggi untuk anemia karena pada usia ini
terjadi peningkatan kebutuhan zat besi akibat pertumbuhan, adanya menstruasi,
sering membatasi konsumsi makan, serta pola konsumsinya sering menyalahi
kaidah-kaidah ilmu gizi (Arisman, 2010). Menstruasi menyebabkan remaja putri
kehilangan besi hingga dua kali jumlah kehilangan besi pada laki-laki. Apabila
darah yang keluar saat menstruasi cukup banyak, berarti jumlah zat besi yang
hilang dari tubuh juga cukup besar. Setiap orang mengalami kehilangan darah
dalam jumlah yang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
keturunan, keadaan kelahiran, dan besar tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa jumlah darah yang hilang selama satu periode menstruasi berkisar antara
20-25 cc dan dianggap abnormal jika kehilangan darah menstruasi lebih dari 80
ml (Prawirohardjo, 2005).
Pada umumnya remaja putri mempunyai pola dan kebiasaan makan yang
homogen dimana asupan energi dan zat gizi kurang dari angka kecukupan gizi
(AKG) yang sudah dianjurkan. Remaja memiliki pandangan tersendiri mengenai
tubuhnya (body image) yang seringkali salah (Notoatmodjo, 2010). Bagi sebagian
besar remaja putri tubuh ideal merupakan impian. Untuk mendapatkan impian
tersebut, biasanya banyak remaja putri yang melakukan diet ketat (yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

menyebabkan remaja kurang mendapatkan makanan yang seimbang dan bergizi),


mengkonsumsi minuman atau obat pelangsing, minum jamu, dan sebagainya.
Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya kadar hemoglobin. Beberapa
hal yang mempengaruhi kadar hemoglobin antara lain:
a. Perdarahan
Setelah mengalami perdarahan yang cepat, maka tubuh akan
mengganti cairan plasma dalam waktu 1-3 hari. Namun hal ini akan
membuat konsentrasi sel darah merah menjadi rendah.
b. Abnormal/kecacatan sel darah merah
Ada bermacam-macam sel darah merah yang abnormal, sel-sel ini
bersifat rapuh, sehingga mudah robek sewaktu melewati kapiler, terutama
sewaktu melewati limpa. Walaupun sel darah merah yang terbentuk
jumlahnya normal, atau bahkan lebih dari normal ternyata masa hidupnya
sangat singkat sehingga mengakibatkan anemia yang parah.
c. Konsumsi zat besi
Besi merupakan komponen yang paling besar dalam hemoglobin dan
memiliki fungsi yang besar. Besi merupakan komponen yang paling besar
dalam hemoglobin dan memiliki fungsi yang besar dalam pengikatan
oksigen dalam darah. Apabila mengalami defisiensi besi maka tubuh akan
mengalami penurunan kadar hemoglobin.
d. Gangguan fungsi sumsum tulang
Sumsum tulang adalah tempat diproduksinya sel darah merah,
apabila sum-sum tulang mengalami gangguan atau tidak berfungsi maka
proses produksi eritrosit juga terganggu.

Faktor yang Mempengaruhi Kadar Hb Remaja Putri ( Wijanarko, 2012 )

a. Kekurangan darah yang disebabkan oleh perdarahan menstruasi.


b. Kurangnya zat besi dalam beberapa makanan yang dikonsumsi.
c. Penyakit yang kronis, misalnya TBC, hepatitis, dan lain sebagainya.
d. Pola hidup remaja putri berubah dari yang semula serba teratur menjadi
kurang teratur misalnya sering terlambat makan atau kurang tidur.
commit
e. Ketidakseimbangan asupan to user
gizi dan aktifitas yang dilakukan.
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

a. Etiologi
Menurut Bakta (2009) anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh
karena rendahnya asupan besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi
akibat perdarahan menahun:

1) Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:


a) Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau
NSAID, kanker lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi
cacing tambang.
b) Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia.
c) Saluran kemih: hematuria.
d) Saluran nafas: hemoptisis.

2) Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan
(asupan yang kurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang
rendah.
3) Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan, dan kehamilan (Nemeth dan Ganz, 2006).
4) Gangguan absorpsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau
dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi),
polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu)
(Barasi, 2013; Ganong, 2010).

b. Patogenesis
Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau
kebutuhan besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga
cadangan besi makin menurun (Bakta, 2009).
Menurut Lynch (2007) kekurangan besi terjadi dalam tiga tahap.
Tahap pertama terjadi bila cadangan besi menurun, keadaan ini disebut
keseimbangan zat besi yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted
state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar ferritin serum hingga
12μg/L (Almatsier, 2010), peningkatan absorpsi besi dalam usus, serta
pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi
commit to user
berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong, penyediaan besi untuk
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk


eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut
sebagai iron deficient erythropoiesis (Lynch, 2007). Pada fase ini kelainan
pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau
zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan
kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity = TIBC) meningkat,
serta peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan
jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu sehingga
kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia hipokromik
mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia)
(Bakta, 2009). Perbandingan tahap keseimbangan besi dapat dilihat pada
Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Perbandingan tahap keseimbangan besi (Sumber : Lynch, 2007).


Status besi Cadangan besi Transport iron Fungsional
iron
Anemia defisiensi besi Rendah Rendah Rendah
Iron deficient Rendah Rendah Normal
erythropoiesis
Iron depletion Rendah Normal Normal
Normal Normal Normal Normal
Iron overload Tinggi Tinggi Normal

6. Kebutuhan gizi remaja putri


Penentuan kebutuhan akan zat gizi remaja secara umum didasarkan pada
Angka Kecukupan Gizi (AKG). AKG disusun berdasarkan perkembangan
kronologis bukan kematangan. Status gizi remaja harus dinilai secara perorangan,
berdasarkan data yang diperoleh dari pemeriksaan klinis, biokimiawi,
antropometris, diet, serta psikososial (Arisman, 2010). Oleh karena itu jika
konsumsi energi remaja kurang dari jumlah yang dianjurkan, tidak berarti
kebutuhannya belum tercukupi. Menurut Adriani dan Wiratmadi (2012), pada
masa remaja kebutuhan nutrisi perlu mendapatkan perhatian karena :

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

a. Kebutuhan akan nutrisi yang meningkat karena adanya peningkatan


pertumbuhan fisik dan perkembangan.
b. Berubahnya gaya hidup dan kebiasaan makan pada masa ini berpengaruh
pada kebutuhan dan asupan zat gizi.
c. Kebutuhan khusus nutrisi perlu diperhatikan pada remaja yang memiliki
aktivitas olahraga, mengalami kehamilan, gangguan perilaku makan,
restriksi asupan makan, konsumsi alkohol, dan obat-obatan.
Kebutuhan gizi remaja relatif besar, karena masih mengalami
pertumbuhan. Selain itu, remaja umumnya melakukan aktivitas fisik lebih tinggi
dibanding usia lainnya, sehingga diperlukan zat gizi yang lebih banyak
(Proverawati dan Kusumawati, 2011).

Tabel 2.5 Angka Kecukupan Gizi Remaja Putri 2013

Angka Kecukupan Umur


Gizi 10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun
BB(Kg) 36 46 50
TB(cm) 145 155 158
Energi (kkal) 2000 2125 2125
Protein (g) 60 69 59
Karbohidrat (g) 275 292 292
Serat (g) 28 30 30
Air (ml) 1800 2000 2100
Omega-6 (g) 10 11 11
Omega-3 (g) 1.0 1.1 1.1
Vit A (μg) 600 600 600
Vit D (μg) 15 15 15
Vit E (mg) 11 15 15
Vit K (μg) 35 55 55
Vit B1(mg) 1,0 1,1 1,1
Vit B2(mg) 1,2 1,3 1,3
Vit B3 (mg) 11 12 12
Vit B5 (mg) 4,0 5,0 5,0
Vit B6 (mg) 1,2 1,2 1,2
Vit B9 (μg) 400 400 400
Vit B12 (μg) 1,8 2,4 2,4
Vit C (mg) 50 65 75
Kolin (mg) 375 400 425
Biotin (mcg) 20 25 30
Besi (mg) 20 26 26
Sumber : Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat
Institut Pertanian Bogor (2013)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

Apabila ingin melakukan perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan


keadaan gizi seseorang, biasanya dilakukan perbandingan pencapaian konsumsi
zat gizi individu tersebut dengan menggunakan recall 24 jam terhadap AKG.
Untuk interpretasi hasil berdasarkan Buku Pedoman Petugas Gizi Puskesmas
DepKes RI tahun 1990, klasifikasi tingkat komsumsi dibagi menjadi empat
dengan cut off point masing-masing sebagai berikut:
Baik : ≥ 100% AKG
Sedang : 80 – 90% AKG
Kurang :70 – 80% AKG
Defisit :<70% AKG (Supariasa dkk, 2012)

7. Status Gizi Remaja Putri


Status gizi adalah salah satu indikator untuk menilai status kesehatan remaja
yang mudah dan murah, yang dibutuhkan hanya disiplin dan komitmen untuk terus
menerus secara rutin memantau berat badan dan tinggi badan. Status gizi pada remaja
dihitung dengan menggunakan rumus indeks massa tubuh atau yang biasa disingkat
dengan istilah IMT (Indek Massa Tubuh) atau BMI (Body Mass Index). Akan tetapi
IMT bukan tanpa kelemahan, karena IMT hanya menggambarkan proporsi ideal tubuh
seseorang antara berat badan saat ini terhadap tinggi badan yang dimilikinya. IMT tidak
mampu mengambarkan tentang proporsi lemak yang terkandung di dalam tubuh
seseorang. Meskipun demikian, jika nilai IMT sudah menunjukkan ke arah kelebihan
berat badan atau obesitas, biasanya seseorang diminta untuk melakukan pemeriksaan
lanjutan, apakah kelebihan berat badan tersebut merupakan hasil dari timbunan lemak
atau otot, bisanya dengan menggunakan beberapa pengukuran antropometri seperti
pengukuran lemak bawah kulit (Supariasa dkk, 2012). Sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya bahwa IMT merupakan salah satu metode yang bisa digunakan untuk
menghitung status gizi pada remaja, berikut rumus perhitungan IMT :

Berat badan (Kg)


IMT =
Tinggi Badan (m)2

(Sumber : WHO, 2008)

Karena pada periode remaja pertumbuhan masih terus berjalan bahkan


commit to user
merupakan puncak pertumbuhan, maka nilai IMT belum bisa di klasifikasikan dengan
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

indikator tertentu, oleh karena itu untuk mengetahui status gizi remaja anda bisa
menggunakan indikator yang ditetapkan oleh WHO tahun 2008 yang dibedakan
berdasarkan jenis kelamin, berikut tabel interpretasi IMT tersebut :

Tabel 2.6 IMT Untuk Remaja Putri (Sumber :WHO, 2008)

TABEL IMT UNTUK REMAJA PUTRI


USIA 10-19 TAHUN
Usia Sangat Kurus Sangat Gemuk
Kurus Baik Gemuk
(Th) (kurang dari) (Lebih dari)
10 12,4 12,4-13,4 13,5-18,9 19,0-22,6 22,6
11 12,7 12,7-13,9 14,0-19,8 19,9-23,7 23,7
12 13,2 13,2-14,3 14,4-20,7 20,8-25,0 25,0
13 13,6 13,6-14,9 15,0-21,7 21,8-26,2 26,2
14 14,0 14,0-15,3 15,4-22,6 22,7-27,3 27,3
15 14,4 14,4-15,8 15,9-23,4 23,5-28,2 28,2
16 14,6 14,6-16,1 16,2-24,0 24,1-28,9 28,9
17 14,7 14,7-16,3 16,4-24,7 24,8-29,3 29,3
18 14,7 14,7-16,3 16,4-24,7 24,8-29,7 29,5
19 14,7 14,7-16,4 16,5-24,9 25,0-29.7 29,7

8. Infeksi Cacing
Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling sering
ditemukan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Dari hasil pemeriksaan
feses yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan tahun 2002 di 230 Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiah yang tersebar di 27 provinsi, menunjukkan rata-rata
prevalensi kecacingan sebesar 35,5% dengan infeksi terbanyak berturut-turut
disebabkan oleh T. trichiura (20,5%), A. lumbricoides (17,4%), hookworm (2,3%)
(Kementrian Kesehatan, 2005).
Anemia akibat cacing tambang (hookworm anemia) adalah anemia defisiensi
besi yang disebabkan infeksi cacing tambang berat (TPG > 2000). TPG disini berarti
telur per gram feses (Bakta, 2009). Anemia defisiensi besi terjadi ketika cacing tambang
dewasa menempel pada mukosa dan submukosa, di mana mereka menyebabkan usus
commit
kehilangan darah (Rajagopal et al., 2014). to user
Infeksi cacing menyebabkan kekurangan
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

gizi, termasuk malnutrisi protein dan zat mikro kehilangan sehingga menyebabkan
keadaan tubuh menjadi lemah dan mudah sakit (Rajagopal et al., 2014). Ada bukti yang
berkembang bahwa kadar serum beberapa mikronutrien, termasuk vitamin A, zat besi,
tembaga, selenium, kobalt, dan seng, yang berkurang dengan adanya infeksi cacing dan
setelah pemberian obat cacing (deworming) bahwa efek ini kembali normal (Gerard et
al., 2011).
Menurut Rajagopal et al. (2014) dalam pencegahan dan mengobati anemia hal
yang diperlukan selain pemberian suplemen, mengontrol infeksi cacing dan malaria di
daerah yang endemis juga harus diperhatikan.

B. Penelitian yang Relevan


Tabel 2.7 Tabel penelitian yang relevan
No. Peneliti/Tahun Desain dan Variabel Bebas Perbedaan
dan Judul Subjek (VI) dan Terikat dengan
Penelitian Penelitian (VD) Rencana
Penelitian ini
1. Leenstra et Double blind VI: 25,000 IU vit VI: Suplemen
al./2009 randomized A + 120 mg Fe/ besi 60 mg/
Judul Penelitian: placebo control minggu; 25,000 minggu dan
The effect of trial using IU vit A + kombinasi besi
weekly iron and factorial design Placebo/minggu; 60 mg / minggu
vitamin A Subjek Penelitian: 120 mg + vit A 200,000
supplementation Siswi sekolah Fe/minggu + UI dan
on haemoglobin umur 12-18 tahun Placebo; Placebo/
level and iron minggu
status in
adolescent
schoolgirls in
Western Kenya

2. Kapil et al./2005 Double blind VI: Suplemen VI: Suplemen


Judul Penelitian : randomized besi 100 mg+500 besi 60 mg/
The impact of a placebo control μg folic acid+60 minggu dan
package of single trial using mg vit C/hari kombinasi besi
mega dose of factorial design +200,00 IU vit A 60 mg / minggu
vitamin A and Subjek Penelitian: dan 100 mg Fe + vit A 200,000
daily Siswi sekolah +500 μg folic acid UI
suplementationof umur 17-18 tahun + 60 mg vit C/
iron, folic acid and hari

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

vitamin C in VD: Hb dan VD: Hb


improving Ferritin
haemoglobin
levels.

3. Sun et al./2010 Double blind VI: 6000 IU vit A Subjek : Remaja


Judul Penelitian : randomized + 60 mg Fe + 400 Putri dengan
A combination of placebo control μg folic acid/hari; anemia
iron and retinol trial using 60 mg Fe/hari; VI: Suplemen
supplementation factorial design 60 mg Fe + 400 besi 60 mg/
benefits iron Subjek Penelitian: μg folic acid/hari; minggu dan
status, IL-2 level Wanita hamil Placebo kombinasi besi
and lymphocyte dengan anemia VD: Hb dan 60 mg / minggu
proliferation in Ferritin + vit A 200,000
anemic pregnant UI
women VD: Hb

4. Al-Mekhlafi et al./ Randomized, VI: 200.000 IU VI: suplemen


2013 Judul double-blind, vit A; Placebo besi dan vitamin
Penelitian : Effects placebo- VD: Hb, Serum A 200.000 UI
of Vitamin A controlled trial retinol, serum
Supplementation Subjek Penelitian: ferritin, TIBC,
on Iron Status Anak sekolah transferrin, dan
Indices and Iron suku Asli di serum iron
Deficiency Malaysia
Anaemia: A
Randomized
Controlled Trial

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

C. Kerangka Berpikir

ASUPAN SF MINGGUAN

MUKOSA USUS VIT A ↑ ABSORPSI

VIT A
↑MOBILISASI TRANSFERIN MUKOSA
BESI

CADANGAN BESI
VIT A MEMICU
AKTIVITAS
ERITROPOISIS

STATUS
PERDARAHAN
GIZI ERITROSIT

INFEKSI KADAR HEMOGLOBIN

GANGGUAN HEPAR
VIT A
MENINGKATKAN ASUPAN MAKANAN
SISTEM IMUN

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Efek Suplementasi Vitamin A dan SF terhadap


Hemoglobin dan Eritrosit

D. Hipotesis
Ada perbedaan efek suplementasi antara kombinasi vitamin A dan SF
mingguan dengan SF mingguan saja pada kadar hemoglobin remaja putri dengan
anemia.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai