Anda di halaman 1dari 69

ASKEP THALASEMIA

Ns.Santi Damayanti,M.Kep,Sp.Kep.M.B

Medical Surgical Departement


Prodi S1 Keperawatan UNRIYO
Prevalensi Thalasemia
• Riskesda (2007) menunjukkan prevalensi
nasional thalasemia adalah 0,1 %
• Ada delapan provinsi yang menunjukkan
prevalensi thalasemia lebih tinggi dari
prevalensi nasional : Aceh (13,4 %),
jakarta (12,3 %), Sumsel (5,4%),
Gorontalo (3,1%) dan Kepulauan
Riau(3%).
Hemoglobin
Hemoglobin terdiri :
• Haem : suatu kompleks yang terdiri dari zat
besi
• Globin : rantai protein yang ada di sekeliling
kompleks haem
Pada orang normal, Hb dibagi menjadi :
1. Hb A (95%-98%)
Hb A mengandung dua rantai alpha (α)
dan dua rantai beta (β).
Cont…
2. Hb A2 (2%-3,5%)
Hb A2 mempunyai dua rantai alpha (α)
dan dua rantai delta (δ).
3. Hb F :
HbF diproduksi pada saat masa
kehamilan dan akan diganti HB A segera
setelah lahir. HbF mempunyai dua rantai
alpha (α) dan dua rantai gamma (γ).
Molekul HB

http://www.juraganmedis.com/wp-content/uploads/2009/03/hemoglobin.jpg
Thalasemia
• Kelainan gen yang mengatur pembentukan
rantai globin sehingga mengakibatkan
kerusakan eritrosit hemolisis
• Penyakit kongenital herediter  diturunkan
scr autosom berdasarkan kelainan hb,
dimana 1/> rantai polipeptida Hb kurang/tdk
terbntk shg mengakibatkan anemia hemolitik
(broyles,1997)
Thalasemia
• Menurut Hukum Mandel, Thalasemia : sekelompok penyakit /
keadaan herediter dimana produksi satu /> jenis rantai
polipeptida terganggu
• Thalasemia : gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh
defesiensi produksi rantai α dan β pada haemoglobin (Suryadi,
2001)
• Thalasemia : terjadi kerusakan eritrosit sehingga umur eritrosit
pendek, yang disebabkan oleh defesiensi produksi satu /lebih
jenis rantai α dan β , yang diturunkan dari satu atau dari kedua
orang tua kepada anak-anaknya secara resesif.
Patofisiologi Talasemia Alpha
Ketidakseimbangn sintesis rantai alpha & non alpha
(beta,delta/gama)

Rantai non alpa tdk mpy pasangan

terbentuk agregat yg tdk stabil  merusak SDM & prekusornya

SDM mdh pecah anemia hemolitik


eritropoesis inefektif & hemolisis abnormal di limpa
Patofisiologi Talasemia Beta
Rantai beta terhambat

rantai alpha

rantai alpa mengalami denaturasi & presipitasi dlm sel

kerusakan membran sel,mjd semipermeabel,


SDM mdh pecah anemia hemolitik

Gg sintesis DNA destruksi prekusor SDM dlm sumsum


TL(eritropoesis inefektif) & hemolisis abnormal di limpa
Klasifikasi Talasemia
Berdasarkan gangguan rantai globin yang terbentuk :
1. Talasemia alpha
a. Silent Carrier State (gangguan pada 1 rantai globin alpha)
• Kemungkinan tidak timbul gejala sama sekali atau
• Hanya sedikit kelainan berupa hipokrom.

b. Alpha Thalassaemia Trait / minor (gangguan pada 2 rantai


globin alpha)
• Kemungkinan mengalami anemia kronis ringan dengan hipokrom
dan mikrositer
Cont…
c. Alpha Thalassaemia Major (gangguan pada 4 rantai globin
aplha) :
• Merupakan kondisi yang paling berbahaya pada talasemia
tipe alpha.
• Tidak ada rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada
Hb A atau Hb F yang diproduksi.
• Fetus yang menderita kelainan ini biasanya mangalami
keguguran atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan.
Cont….
2. Talasemia Beta
Talasemia beta dibagi menjadi :
a. Beta Thalassaemia trait /minor
– Penderita memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi.
– Penderita mungkin mengalami anemia ringan mikrositer.
b. Thalassaemia Intermedia
– Kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit rantai beta
globin.
– Penderita biasanya mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari derajat
mutasi gen yang terjadi.
c. Beta Thalassaemia Major (Cooley’s Anemia)
– Kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi rantai beta
globin.
– Biasanya gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang
berat.
Manifestasi klinis
1. Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
• Anemia berat dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.
• Hepatomegali dan splenomegali karena penghancuran eritrosit berlebihan,
haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. splenomegali meningkatkan
kebutuhan darah dengan menambah penghancuran eritrosit dan menyebabkan
pertambahan volume plasma.
• Perubahan tulang :
• Deformitas tulang  muka mongoloid, pertumbuhan tulang prontal dan zigomatin
serta maksila yang berlebihan.
• fraktur spontan,
• Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
karena hiperaktivitas sumsum merah, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat
transfusi darah.
• lemah, pucat
• perkembanga fisik tidak sesuai umur
• berat badan kurang, perut membuncit.
• Jika pasien sering mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi
akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.
Manifestasi klinis
2. Thalasemia intermedia
• Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih
ringan dari pada Thalasemia mayor,
• anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl)
• Gejala deformitas tulang
• hepatomegali dan splenomegali
• eritropoesis ekstra medular
• Gambaran kelebihan beban besi nampak pada
masa dewasa
Manifestasi klinis
3. Thalasemia minor atau trait ( pembawa sifat)
– Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas
– Ditandai oleh anemia mikrositik,
– heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia
ringan.
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis dari talasemia diketahui dengan melakukan beberapa
pemeriksaan darah, seperti :
1. FBC (Full Blood Count)
HB rendah, retikulosit tinggi, trombosit normal
2. Morfologi eritrosit
Hipokrom mikrositer, anisositosis /poikilositosis (bentuknya
bermacam-macam), normoblas (eritrosit muda).
3. Kadar besi serum meningkat
4. Bilirubin indirect meningkat, SGOT dan SGPT meningkat
karena kerusakan parenkim hati oleh hemosiderosis.
BENTUK ERITROSIT

Normal :
• Bentuk Bikoncave
mikrositik
• Diameter 6-9 µm makrositik
• tebal 1,5-2,5 µm

Poikilositosis
(berbagai bentuk)
Poikilositosis
Indeks Eritosit

MCV : Mean Corpuscular Volume


IER : Isi Eritrosit Rata-rata
(ukuran eritrosit)
MCV < 80/
Normal :80-96 µm3 MCV normal
MIKROSITIK MCV >96/
MAKROSITIK

MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin


HER : kandungan HB Eritrosit Rata-rata
(warna eritrosit)
Normal : 26-34 pg MCH normal
MCH < 26 / MCH > 34/
HIPOKROMIK HIPERKROMIK
Penatalaksanaan
• Makan gizi seimbang
• Tranfusi darah jika HB < 6gr% s/d HB 11 gr% shg
mengurangi Hemopoesis yg berlebihan dlm
sumsum tl & mengurangi absorbsi fe dari usus
• Roboransia  hindari preparat yg mengandung
besi
• Iron chelating agent  desferal/desferioxamin scr
IM/IV hambat proses hemosiderosis bantu
ekskresi Fe
Pengkajian
• Riwayat kesehatan : RPS, RPD, RPK
• Pola makan
• Pola aktivitas
• Riwayat ibu saat hamil
Pemeriksaan fisik
• Keadaan umum
• Konjungtiva pucat kekuningan
• Mulut & bibir pucat
• Dada : menonjol kesebelah kiri  cardiomegali
• Perut : buncit  hepatomegali & splenomegali
• Kulit : pucat kekuningan, jika tranfusi kulit
kelabu  kelebihan besi di jaringan kulit
(hemosiderosis)
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan (perifer,cerebral,
renal) b/d penurunan komponen seluler untuk
transportasi oksigen/nutrien ke sel
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan
antara suplai dengan kebutuhan oksigen
3. Risiko Infeksi b/d penurunan ketahanan tubuh
sekunder
4. Risiko injuri (perdarahan) b/d trombositopenia,
splenomegali
Tujuan & KH
1. Tujuan : Perfusi jaringan (perifer, renal,
cerebral) adekuat
KH : Membran mukosa, conjungtiva tidak
anemis, capilary refile < 3”, urine output
adekuat, kesadaran CM
2. Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap
aktivitas (ADL)
KH : kelemahan & kelelahan minimal, VS
(nadi,RR, TD) setelah aktivitas dalam batas
normal
Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa no 1 :
– Monitor VS, Capilary refile, urine
output,kesadaran, warna kulit, membran
mukosa, konjungtiva & dasar kuku
– Monitor hasil lab : HB,Ht,jumlah eritrosit
– Berikan suplai 02 tambahan
– Kolaborasi pemberian transfusi : whole
blood, PRC
Intervensi Keperawatan
2. Diagnosa no 2 :
– Monitor VS selama & setelah aktivitas
– Monitor kemampuan pasien melakukan
aktivitas
– Monitor keluhan kelelahan & kelemahan
selama & setelah aktivitas
– Energy Management :
• Anjurkan pasien istirahat tirah baring
• Ajarkan cara menghemat energi
• Bantu klien dalam pemenuhan ADL
Penkes Pada pasien
Hemosiderosis
1. Anjurkan pasien minum teh, terutama setelah
makan
2. Anjurkan pasien membatasi mengkonsumsi
makanan tinggi Fe
3. Anjurkan klien untuk tidak mengkonsumsi
suplemen yang mengandung Fe
Pencegahan

a.Pencegahan primer
Penyuluhan sebelum perkawinan
(marriage counselling) untuk mencegah

perkawinan diantara pasien Thalasemia


agar tidak mendapatkan keturunan yang

homozigot. Perkawinan antara 2


heterozigot (carrier) menghasilkan
keturunan : 25 % Thalasemia
(homozigot), 50 % carrier (heterozigot)
dan 25% normal.
Pencegahan
b.Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami
istri dengan Thalasemia heterozigot :
– Inseminasi buatan : dengan sperma yang bebas dan
Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi
50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50%
lainnya normal.
– Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion
merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk
mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat
dipertimbangkan tindakan abortus provokotus (Soeparman
dkk, 1996).
HEMOFILIA
Definisi Hemophilia

• Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno,yang terdiri dari dua kata
yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih
sayang
. Hemofilia adalah suatu penyakit yang diturunkan yang artinya
diturunkan dari ibu kepada Anaknya pada saat anak tersebut
dilahirkan

• Hemophilia adalah kelainan perdarahan atau gangguan


pembekuan darah faktor VIII dan IX yang bersifat herediter dan
paling banyak dijumpai

oleh karena itu sampai saat ini penanganan atau tatalaksananya


ialah seumur hidup
Angka Kejadian
 Hemofilia A
 ± 85%  1 : 5.000 – 10.000 lelaki
 1 : 10,000 kelahiran bayi lelaki
 Hemofilia B
 ± 15%  1 : 23.000 – 30.000 lelaki
 1 : 50,000 kelahiran bayi lelaki
 sekitar 70% mempunyai riwayat keluarga
dengan masalah perdarahan
 kurang lebih 30% karena mutasi genetik
Angka kejadian Hemofilia
di Indonesia

 Indonesia, dengan populasi sekitar 265 juta orang,


berdasarkan perhitungan statistik internasional
diperkirakan akan mempunyai sekitar 20-25 juta
penyandang hemofilia
 Namun saat ini baru tercatat sekitar 2092
penyandang hemofilia
 Identifikasi masih sulit karena penduduk tersebar
di berbagai pulau dengan fasilitas kesehatan yang
kebanyakan masih sangat terbatas
 Pemetaan dan distribusi penyandang hemofilia
masih terbatas pada rumahsakit propinsi
Number of patients registered in IHS
2500

20832092
2000
1848
170617081737
1585
1500
1388
12701280
1210
1136
10841103
1000
850
757

530
500

230
180
120 125

0
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Klasifikasi
•Dibedakan menjadi:
• Hemophilia A : defisiensi faktor VIII
• Hemophilia B : defisiensi faktor IX
• Hemophilia C : defisiensi faktor XI
Hemophilia A dan B diturunkan secara X-linked
recessive (wanita sebagai pembawa sifat)
• Gejala dapat timbul sejak pasien bisa merangkak
(hemofilia berat)
Kriteria Obligate Carrier
(‘pembawa sifat’)

Seorang perempuan dinyatakan obligate carrier


apabila memenuhi kriteria ≥ 1 :
Ayahnya penyandang hemofilia
Mempunyai ≥ 2 anak lelaki hemofilia
Mempunyai 1 anak lelaki hemofilia dan
saudara lelaki hemofilia atau riwayat
hemofilia dari keluarganya
Hemostasis
Hemostasis primer:
1. Perdarahan berhenti setelah terbentuk sumbat trombosit
2. Kelainan trombosit (jumlah/fungsi) akan menyebabkan
masa perdarahan memanjang (prolonged bleeding)
Hemostasis sekunder:
1. Aktivasi sistem koagulasi dengan hasil akhir terbentuknya
fibrin untuk memperkuat sumbat trombosit
2. Kelainan koagulasi menyebabkan perdarahan terlambat
(delayed bleeding)
www.irvingcrowley.com
PROSES PEMBEKUAN NORMAL :
1. Pembuluh darah
2. Trombosit
3. Faktor pembekuan

HEMOFILIA :
Defisiensi faktor VIII/IX

Pembekuan abnormal
Diagnosis hemofilia

 Diagnosis dapat ditegakkan di rumahsakit atau pusat


pengobatan yang mempunyai fasilitas laboratorium
memadai, minimal dapat memeriksa PT dan aPTT,
dan tersedianya reagens khusus (factors deficient plasma)

 Pelatihan pemeriksaan kadar factor VIII/IX telah cukup


banyak dilakukan dengan bantuan konsultan
laboratorium patologi klinik namun dukungan RS minim
karena reagens mahal sehingga belum semua RS dapat
melakukannya

Sampai saat ini hanya laboratorium klinik RSCM yang


dapat mengerjakan pemeriksaan adanya inhibitor
Diagnosis
 riwayat perdarahan abnormal pada anak lelaki
 jumlah trombosit normal

 biasanya masa perdarahan normal

 masa pembekuan memanjang

 masa protrombin normal

 masa tromboplastin parsial memanjang

 kadar faktor antihemofilia rendah


Hemophilia
Klasifikasi

Derajat Kadar faktor


(hemophilia A atau B) % aktifitas (IU/ml) Episode perdarahan

Berat <1% (<0,01) Perdarahan spontan,


(sendi, otot)

Perdarahan spontan
Sedang 1%-5% (0,01-0,05) sesekali.
Perdarahan karena trauma
atau operasi biasa

Ringan 5%-40% (0,05-0,40) Perdarahan masif setelah


trauma berat atau operasi

* Hemophilia A atau B WFH, 2005


Derajat Kadar faktor Episode
perdarahan

Berat Perdarahan
1% spontan

Perdarahan
Sedang 1-5% karena trauma
ringan/operasi
ringan
Perdarahan
Ringan 5-40% karena operasi
besar/trauma
berat
Perdarahan pada hemofilia

 perdarahan otot atau jaringan lunak


 perdarahan sendi
 perdarahan alat/organ dalam
8%

25%

5%

44%

15% lain-lain 3%
Perdarahan sendi
Perdarahan sendi
(hemarthrosis)

Kerusakan sendi
(arthropathy)
Perdarahan Berisiko Tinggi Pada Hemofilia

1. Perdarahan SSP (intrakranial/spinal)


2. Perdarahan jaringan lunak di daerah leher
3. Perdarahan saluran cerna
4. Perdarahan akibat ruptur organ intraabdomen
5. Sindrom kompartemen akut
6. Perdarahan di dalam/sekitar mata

Hoots WK. Emergency care issues in hemophilia. WFH, 2007


Perdarahan otot
Pembengkakan leher :
Memar & perdarahan
EMERGENCY !!
jaringan lunak :
-Jarang nyeri hebat,
-Potensi sumbatan saluran napas
-Tak ada ggn fungsi
-Tak perlu faktor
koagulasi
Perdarahan otot lengan
atas/bawah
Perdarahan iliopsoas -hati-hati sindrom kompartemen
-tak dapat meluruskan
tungkai/fleksi sendi
panggul

Perdarahan otot gluteus


Perdarahan otot paha/betis -nyeri
-nyeri -bengkak
-gangguan mobilitas -gangguan mobilitas
-hati-hati : sindrom
kompartemen

Wulff , Zappa, Womack. Emergency care for patients with hemophilia.3 rd ed. 2010
Perdarahan sendi (hemartrosis)

Advanced hemarthrosis
-bengkak, nyeri
-palpasi : lebih hangat
drpd daerah sekitarnya Gunakan alat bantu/
-sendi tidak dapat di- crutches
gerakkan

Early onset hemarthrosis


-sensasi awal/aura
-bengkak, nyeri
-gerakan sendi terbatas Jari tangan & kaki juga
dapat mengalami
hemartrosis

Wulff , Zappa, Womack. Emergency care for patients with hemophilia.3 rd ed. 2010
Hemofilia Perdarahan

Diagnosis

Tata
laksana

Cegah
komplikasi
&
mortalitas
R-I-C-E

R = Rest C = Compression

I = Ice E = Elevation
Tatalaksana hemofilia

1. R I C E
2. Terapi sulih (replacement
therapy)
3. Obat anti-fibrinolitik
4. Fisioterapi
5. Terapi operatif (invasive)
6. Pengobatan inhibitor
Tatalaksana terpadu

Seyogyanya dikelola bersama secara komprehensif


• Hematologi Anak
• Hematologi Dewasa
• Bedah Tulang dan Traumatologi
• Unit Rehabilitasi Fisik
• Gigi Mulut
• Psikiatri
• Patologi Klinik
• Bank Darah
• Ahli gizi (dietetician)
• Perawat Hemofilia
• Farmasi dan lain-lain
Tatalaksana terpadu
Di RSCM dibentuk pada tahun 1997 (TPTH)
Pediatric
Hematologist
Blood bank
Adult
Hematologist

Volunteers/ Clinical
Donators Pathologist

Hemophilia
patient
Physio-
Nurse
therapist

Orthopedic
Nutritionist surgeon

Psychiatrist Dentist
Tatalaksana perdarahan
Terapi sulih/Replacement (definitif)

1. Cryoprecipitate
2. Konsentrat faktor VIII/IX
3. Bypassing agent (factor VIIa) inhibitor

On-demand

Profilaksis (?)
Penanganan komplikasi

 Perdarahan yang perlu mendapat perhatian khusus:


perdarahan intrakranial, iliopsoas, hemarthrosis
berulang (target joint)
 Berbagai kegagalan dalam penanganannya
karena lokasi kejadian perdarahan cukup jauh
dan tidak tersedianya faktor pembekuan dalam
jumlah yang cukup sehingga mengakibatkan
keterlambatan dalam tatalaksananya (cacat menetap)
 Penanganan khusus bila terdapat inhibitor
Faktor pembekuan/anti hemofilia

 Cryoprecipitate
 Faktor VIII (plasma derived, recombinant)
 Faktor IX (plasma derived, recombinant)
(BPJS dan donasi WFH)
 Faktor VIIa (recomb., bypassing activity), khusus
bila terdapat inhibitor
Permasalahan yang masih ada

 Informasi mengenai hemofilia masih terbatas


 Laboratorium: diagnosis dan deteksi inhibitor
 Tatalaksana (terpadu)
 Faktor pembekuan/antihemofilia
 Penanganan komplikasi
 Registri Nasional (aplikasi android)
Keterbatasan Fasilitas, biaya dan
terapi

PT/APTT USG

Faktor VIII
& IX

Inhibitor

Pemeriksaan PT/APTT tidak tersedia di faskes lini pertama


Factor assay hanya dapat dilakukan di beberapa RS tingkat propinsi &
tidak dapat dilakukan setiap saat
Pemeriksaan inhibitor F VIII, sementara ini hanya dapat dilakukan di
RS rujukan nasional
Biaya pengobatan mahal dan langka

Anda mungkin juga menyukai