Anda di halaman 1dari 15

PENDAHULUAN

Zinc adalah mineral esensial yang berperan dalam aktivasi dan sintesis hormon
pertumbuhan (GH), menjaga kekebalan tubuh, sebagai antioksidan, berperan
dalam fungsi pengecapan, serta stabilisasi membran sel. International Zinc
Nutrition Consultative Group (IZincG) menunjukan prevalensi global defisiensi
zinc diperkirakan sebesar 31%. Defisiensi zinc terjadi terutama pada populasi
balita dan anak-anak yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti: (1)
asupan yang tidak adekuat dan penyerapan yang terhambat; (2) kehilangan zinc
yang berlebihan; (3) konsentrasi albumin dalam plasma. Anak dengan defisiensi
zinc dapat mengalami gangguan pertumbuhan yang disebabkan oleh terhambatnya
efek metabolit GH sehingga sintesis dan sekresi Insulin Like Growth Factor 1
(IGF-1) berkurang. Defisiensi zinc dapat megganggu fungsi kekebalan tubuh
sehingga anak mudah terkena infeksi. Penyakit infeksi yang diderita anak
menyebabkan absorbsi makanan dan nafsu makan menurun sementara kebutuhan
tubuh semakin meningkat. Hal ini juga dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan. Suplementasi zinc dinilai dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan
yang lebih baik karena konsumsi zinc dapat menstimulasi nafsu makan,
meningkatkan asupan energi serta meningkatkan massa bebas lemak.

1. Zinc
Zinc adalah salah satu mikromineral esensial yang terpenting setelah
besi. Tubuh memerlukan mikromineral ≤ 100 mg setiap harinya. Tubuh
manusia diperkirakan mengandung 2-2,5 gram zinc yang tersebar di hati,
pankreas, ginjal, otot dan tulang. Jaringan yang kaya akan zinc adalah bagian-
bagian mata, kelenjar prostat, sprematozoa, kulit, rambut dan kuku.1
Penyerapan zinc terjadi di usus halus, setelah diserap zinc diangkut oleh
albumin dan transferin masuk ke aliran darah dan dibawa ke hati. Kelebihan
zinc akan disimpan di hati dalam bentuk metalotionien, sedangkan sisanya
akan dibawa ke pankreas dan jaringan tubuh lain seperti kulit, rambut, kuku,
tulang, retina, dan organ reproduksi lain.1
Sumber zinc dapat diperoleh dari makanan dengan kandungan zinc yang
tinggi, sedang dan rendah. Adapun makanan yang mengandung zinc tinggi
sekitar 25-50 mg/kg adalah daging merah tanpa lemak, sereal gandum, kacang-
kacangan dan polong-polongan. Makanan dengan kandungan zinc sedang
sekitar 10-25 mg/kg seperti ayam, daging dengan kandungan lemak tinggi,
untuk makanan dengan kandungan zinc yang rendah <10 mg/kg seperti ikan,
umbi-umbian, sayur-sayuran dan buah-buah.2
Zinc sebagai mineral esensial memiliki peran penting dalam proses
sintesis dan degradasi dari karbohidrat, lipid, protein serta asam nukleat. Selain
itu zinc juga berperan dalam aktivasi dan sintesis Growth Hormon (GH),
menjaga kekebalan tubuh, sebagai antioksidan, fungsi pengecapan dan fungsi
reproduksi, serta stabilisasi membran sel.3

2. Defisiensi Zinc

Peningkatan kebutuhan zinc harian terjadi terutama pada populasi balita,


anak-anak, remaja, dan wanita hamil. Anak-anak membutuhkan zinc lebih
banyak untuk pertumbuhan dan perkembangan secara normal, melawan
infeksi, dan penyembuhan luka. Anak-anak dengan defisiensi zinc dapat
mengalami pertumbuhan yang tidak optimal, mudah menderita diare, serta
penurunan fungsi imunitas.1
Defisiensi zinc dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti :
a. Asupan yang tidak adekuat dan penyerapan yang terhambat.
b. Kehilangan zinc yang berlebihan yang disebabkan penyakit akut seperti
diare
c. Konsentrasi albumin dalam plasma, merupakan penentu absorpsi zinc
karena sekitar 70 % zinc yang beredar berikatan dengan albumin. Zinc
dalam serum 70% berikatan dengan albumin sehingga kondisi yang
mengubah tingkat serum albumin akan mempengaruhi konsentrasi zinc
serum.4,5
Adapun beberapa tanda dari kekurangan zinc seperti gangguan
pertumbuhan, kematangan seksual terganggu, fungsi pencernaan terganggu,
gangguan fungsi kekebalan tubuh, gangguan nafsu makan dan penyembuhan
luka yang melambat bahkan dapat mengganggu sistem saraf pusat dan fungsi
otak dalam keadaan kekurangan zinc kronis.6

3. Epidemiologi defisiensi zinc

Kekurangan zinc pertama kali dilaporkan terjadi pada anak dan remaja
laki-laki di Mesir, Iran dan Turki dengan bentuk tubuh pendek dan keterlambatan
seksual pada tahun 1960-an.1 International Zinc Nutrition Consultative Group
(IZincG) menunjukan prevalensi global defisiensi zinc diperkirakan sebesar 31%
dengan wilayah prevalensi tertinggi ditemukan di Afrika Selatan dan Afrika
Tengah 37-62% disusul Afrika Utara dan Afrika Timur 25-52% serta Asia Selatan
dan Asia Tenggara.7 Pada tahun 2006 prevalensi anak-anak kekurangan zinc di
Indonesia sebesar 36,1% dengan persentase tertinggi pada provinsi Nusa
Tenggara Barat 46.6 persen.8
Defisiensi zinc dicurigai berhubungan dengan IGF-1 dan pertumbuhan
linear anak. Penelitian yang dilakukan oleh Damayanti dkk tahun 2016
menyimpulkan bahwa balita dengan tingkat kecukupan zinc yang tidak adekuat
berisiko 7,8 kali lebih besar menjadi stunting dibandingkan dengan balita dengan
asupan zinc yang adekuat.9 Penelitian lain yang dilakukan pada anak-anak sekolah
dasar di Thailand menyimpulkan bahwa hipogeusia yang disebabkan oleh
defisiensi zinc dapat menjadi faktor yang membatasi pertumbuhan linier terutama
di kalangan anak laki-laki.10 Pada tahun 2017 penelitian di Mesir juga
menunjukkan bahwa kadar zinc serum pada anak stunting mengalami penurunan
yang signifikan di bandingkan dengan anak normal.11

4. IGF-1
Insulin-like growth factor (IGF)-1 merupakan hormon yang diproduksi oleh hati
dan diregulasi oleh sekresi growth hormone (GH) oleh sel somatotrof dari
kelenjar pituitari anterior. Sebagian besar kerja GH dimediasi oleh IGF-1. Selain
regulasi oleh GH, sekresi IGF-1 juga responsif terhadap keadaan nutrisi. Pada
keadaan gizi kurang, kadar GH bisa normal atau meningkat pada keadaan kadar
IGF-1 yang rendah; sehingga terdapat keadaan resistensi GH, dengan respon yang
tidak sesuai terhadap kadar GH pada hati. Keadaan resistensi GH dapatan ini
merupakan respon adaptif terhadap penurunan intake energi.12

5. Patofisiologi defisiensi zinc dalam hubungan nya dengan IGF-1 dan


pertumbuhan linear

Zinc terutama dibutuhkan untuk proses percepatan pertumbuhan. Hal ini


bukan saja disebabkan karena efek replikasi sel dan metabolisme asam nukleat,
tetapi juga sebagai mediator dari aktivitas hormon pertumbuhan. Gangguan
pertumbuhan yang terjadi pada anak dengan defisiensi zinc disebabkan oleh
terhambatnya efek metabolit GH sehingga sintesis dan sekresi IGF-1 berkurang.
IGF-1 memiliki fungsi untuk meningkatkan pertumbuhan sel. Berkurangnya
sekresi IGF-1 dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat dan anak menjadi
pendek atau stunting.13
Defisiensi zinc dapat megganggu fungsi kekebalan tubuh sehingga anak
mudah terkena infeksi. Penyakit infeksi berkaitan dengan pertumbuhan anak.
Penyakit infeksi yang diderita anak menyebabkan absorpsi dan nafsu makan
menurun sehingga asupan makanan berkurang serta kurangnya kemampuan anak
menerima makanan sementara kebutuhan tubuh semakin meningkat. Hal ini yang
mengakibatkan gangguan pertumbuhan dengan ciri-ciri terhambat atau terhentinya
pertumbuhan linier.14

Defisiensi zinc berkontribusi pada stunting melalui penekanan nafsu


makan dan pertumbuhan, peningkatan gangguan morbiditas dan metabolisme.
Asupan zinc yang rendah dari diet menyebabkan penekanan nafsu makan
terutama karena gangguan selera. Penurunan rasa dimediasi melalui konsentrasi
zinc dalam air liur dan kadar yang rendah menyebabkan penurunan rasa sehingga
sangat mengurangi nafsu makan.
Gambar 1. Peran nutrisi dan inflamasi dalam regulasi osifikasi endokondral.
IGF, Insulin Growth Factor; IGFBP, insulin-like growth factor binding protein;
T3, triiodotironin; 1,25(OH)2D, 1,25-dihidroksivitamin D; IHH, Indian hedgehog;
PTHrP, parathyroid-hormone-related protein; BMP, bone morphogenetic protein;
WNT, wingless/integrated protein; VEGF, vascular endothelial growth factor;
EED, environmental enteric dysfunction.
(Sumber : Millward DJ, 2017)15

Selama tiga fase pertumbuhan perkembangan : bayi, masa kanak-kanak


dan pubertas, aktivator endokrin utama pada pertumbuhan adalah insulin (masa
bayi), growth hormone (masa kanak-kanak) dan sex steroid (pubertas), walaupun
bukti saat ini menunjukkan bahwa growth hormone mungkin juga terlibat dalam
tahap bayi. Ketiga hormone ini berperan pada sistem parakrin / autokrin dalam
lempeng pertumbuhan yang memediasi osifikasi endokondral. Dorongan anabolik
nutrisi yang sesuai diperlukan untuk proses ini. Nutrisi tipe I seperti yodium
(untuk produksi hormon thyroid yang adekuat) dan nutrisi tipe II yang terdiri dari
asam amino dan zinc yang sangat penting dalam merangsang sistem
endokrin/parakrin dan dalam pengaruh regulasi secara langsung. Peningkatan
kadar glukokortikoid, penghambat fibroblas faktor pertumbuhan (misalnya,
FGF21), sitokin pro inflamasi, terutama TNFα, IL-1β, IL-6 dan mediator
inflamasi lainnya yang terkait dengan infeksi dan peradangan dan disfungsi
enterik lingkungan memblokir dorongan anabolik nutrisi dan menghambat
osifikasi endokondral.15
Kekurangan zinc dikaitkan dengan gangguan metabolisme berbagai
hormon dan enzim yang terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan tulang.
Ini dapat mengganggu pertumbuhan dengan mengubah sirkulasi insulin seperti
faktor pertumbuhan (IGF-1) yang merupakan faktor pertumbuhan utama
pascakelahiran. IGF-1 plasma dilaporkan menurun pada anak-anak dengan
kekurangan energi protein dan anak-anak yang kekurangan zinc. Namun,
suplementasi zinc, meningkatkan IGF-1 plasma dan meningkatkan pertumbuhan
pada anak yang stunting. Dengan demikian, stimulasi pertumbuhan dapat
dimediasi melalui perubahan sirkulasi IGF-1.
Faktor pertumbuhan seperti IGF-1 merupakan protein yang memediasi
hormon pertumbuhan dan telah dilaporkan memiliki banyak efek anabolic pada
otot rangka dan jaringan lainnya. Ketika intake protein dan asam amino esensial
tidak adekuat, serum transthyterin, serum asam amino, serta kadar serum IGF-1
yang rendah, sehingga pada gilirannya mengganggu pertumbuhan pada anak.16
Meskipun asupan kalori berhubungan dengan sirkulasi IGF-1 yang rendah,
faktor nutrisi selain kalori dan protein juga harus dipertimbangkan. Misalnya,
defisiensi zinc berhubungan dengan konsentrasi IGF-1 dan IGFBP3 yang rendah,
konsentrasi IGF-1 meningkat dengan pemberian zinc pada anak-anak ini.17
Pengaruh zinc pada pertumbuhan juga dapat disebabkan oleh peran
langsung zinc dalam sintesis protein dan ekspresi gen. Perubahan dalam sintesis
protein dan replikasi sel berkontribusi terhadap akumulasi jaringan tanpa lemak.
Dampak zinc pada pertumbuhan juga bisa melalui pengurangan morbiditas yang
menyebabkan gangguan kekebalan dan kerusakan mukosa usus, dan peningkatan
nafsu makan.18
Zinc berperan pada jalur transduksi intraseluler bagi beberapa hormon dan
dapat mengaktivasi protein kinase C yang berperan dalam transduksi sinyal
growth hormone. Zinc merupakan komponen penting struktur Zn-finger yang
berfungsi sebagai domain pengikatan DNA bagi faktor transkripsi. Struktur Zn-
finger terdiri atas sebuah atom Zn yang berikatan tetrahedris dengan cysteine dan
histidine. Atom Zn mutlak diperlukan untuk pengikatan DNA. Keberadaan zinc
dalam protein tersebut penting untuk pengikatan tempat spesifik bagi DNA dan
ekspresi gen. Zinc menstabilkan pelipatan domain membentuk jari yang mampu
berikatan dengan spesifik pada DNA. Reseptor inti beberapa hormon, termasuk
hormon steroid dan hormon tiroid, mengandung struktur Znfinger. Maka
defisiensi zinc dapat mengubah kerja hormonal melalui disfungsi protein Zn-
finger19.
Kekurangan zinc kelihatan menghambat kemajuan pertumbuhan dengan
distrupting fungsi insulin like growth factor (IGF-1). Satu mekanisme yang
memungkinkan bahwa kekurangan zinc menyebabkan penurunan di tingkat
seluler reseptor IGF-1. Meskipun pengamatan ini tahap permulaan tetapi ini
konsisten dengan observasi yang terdahulu untuk reseptor IGF-1 sel dapat
diaktifkan menggunakan specifictranscriptionfactor (SP1) promoter yang
mengandung ikatan DNA zincfinger.
Keberadaan zinc yang banyak pada jaringan tulang menyatakan bahwa zat
tersebut berperan dalam perkembangan sistem skeletal. Zinc dapat merangsang
pembentukan tulang dan mineralisasi tulang. Zinc dibutuhkan untuk aktivitas
enzim fosfatase alkali yang diproduksi osteoblas yang berfungsi utama dalam
deposisi kalsium pada diafisis tulang. Zinc meningkatkan waktu paruh aktivitas
enzim fosfatase alkali dalam sel osteoblas manusia. Pemberian Zn dan vitamin D3
meningkatkan aktivitas fosfatase alkali dan kandungan DNA, Zn dapat
menyebabkan interaksi kompleks reseptor kalsitriol dengan DNA19.
Growth hormone dan pembentukan kompleks dimer sangat penting untuk
penyimpangan growth hormone di dalam granula sekretorik. Pelepasan growth
hormone dari granula sekretoriknya dirangsang oleh GHRH (Growth Hormone
Releasing Hormone) dan dihambat oleh somatostatin. GHRH dan somatostatin
merupakan hormon yang dikeluarkan oleh hipotalamus. Pengaruh growth
hormone terhadap pertumbuhan utamanya adalah mempengaruhi anabolisme pada
hati, otot dan tulang. GH merangsang banyak jaringan untuk memproduksi IGF-1
(insulin-like growth factor-1) lokal yang akan merangsang pertumbuhan jaringan
tersebut (efek parakrin IGF-1). Selain itu, di bawah pengaruh GH hati
menghasilkan IGF-1 sistemik yang disekresikan ke dalam darah (efek endokrin
IGF-1), dan meningkatkan sekresi IGF-binding protein-3 (IGFBP-3) dan acid-
labil subunit (ALS) yang akan membentuk kompleks dengan IGF-1. Kompleks ini
akan mengangkut IGF-1 ke jaringan target, tetapi kompleksi ini juga bersifat
sebagai reservoir dan inhibitor IGF-1.19
Defisiensi zinc mempengaruhi metabolisme dan konsentrasi GH.
Perubahan konsentrasi GH berhubungan dengan konsentrasi zinc dalam darah,
urine dan jaringan lain. Pada defisiensi zinc, efek metabolik GH dihambat
sehingga sintesis dan sekresi IGF-1 berkurang. Hewan percobaan yang
kekurangan zinc memiliki ekspresi gen IGF-1 hepatik yang rendah dan penurunan
kadar reseptor GH hati dan GHBP (Growth Hormone Binding Protein) sistemik.
Berkurangnya sekresi IGF-1 menimbulkan short stature19.

6. Supplementasi zinc berpengaruh terhadap IGF-1 dan pertumbuhan


linier

Pemberian suplementasi zinc dinilai dapat berpengaruh tehadap


pertumbuhan anak. Pada penelitiannya Arsenault dkk (2008), menyimpulkan
bahwa balita stunting yang menerima suplementasi zinc memiliki peningkatan
massa bebas lemak pada tubuh sebesar 0.41 kg dibanding balita yang tidak
menerima zinc, hal ini menyimpulkan bahwa balita ini mungkin lebih cenderung
kekurangan zinc. Pada penelitian ini tidak ditemukan pemberian zinc tambahan
mempengaruhi pertumbuhan linear populasi, bahkan pada anak dengan TB/U
awal yg lebih rendah, hal ini dijelaskan adanya kemungkinan massa bebas lemak
lebih sensitif terhadap defisiensi zinc dan merespon lebih awal terhadap
suplementasi zinc daripada pertumbuhan linier.20

Penelitian lain mengenai pengaruh suplementasi zinc balita usia 6-12


bulan di Indonesia menunjukkan suplementasi tunggal zinc dapat mempercepat
pertumbuhan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Iran pada anak-
anak usia 7 – 8.5 tahun menunjukkan pengaruh signifikan pemberian
suplementasi tunggal tablet zinc sulfate 10 mg terhadap perubahan tinggi badan
yang diberikan selama 6 bulan. Rerata berat badan, berat badan menurut umur,
tinggi badan menurut umur, dan index masa tubuh diukur saat awal dan 6 bulan
setelah menerima zinc atau plasebo. Peningkatan tinggi menurut umur signifikan
pada anak laki-laki maupun perempuan yang menerima zinc dibandingkan placebo.
Terdapat kenaikan tinggi badan 2.87±0.81 cm dalam 6 bulan pada anak perempuan
(p = 0.02) dan 2.84±0.83 cm pada anak laki-laki yang menerima zinc (p<0.001). 21 Hal
ini sesuai dengan kecepatan pertumbuhan anak usia 5-10 tahun yaitu 5-7 cm/tahun.
Hasil penelitian Dwi Hastuti tahun 2006 menunjukkan pemberian zinc
sulfat pada balita gizi buruk selama 3 bulan di kelurahan Sidotopo
memperlihatkan perubahan yang signifikan. Dari hasil penelitian didapatkan pada
kelompok perlakuan berat badan balita mengalami kenaikan 95%, sedangkan pada
kelompok kontrol 80% juga mengalami kenaikan berat badan. Adapun pada
kelompok perlakuan tinggi badan balita mengalami kenaikan 65% dan pada
kelompok kontrol 65% tinggi badannya tetap. Selama 3 bulan, adapun rata-rata
kenaikan tinggi badan pada kelompok perlakuan 1.9±0.42 cm (p= 0.002). 22 Hal
ini masih di bawah kecepatan pertumbuhan usia 6-12 bulan, 1-2 tahun, dan 3-4
tahun berturut-turut 16 cm, 10 cm, dan 7-8cm/tahun.
Dalam penelitian Wulandari A dkk terdapat perbedaan signifikan dalam
kadar serum zinc, IGF-1, berat badan, panjang badan dan lingkar kepala
(p<0.005) pada usia koreksi 3 bulan pada kelompok intervensi (kelompok bayi
preterm usia gestasi 30-34 minggu yang diberikan zinc) dan kelompok placebo.
Pada kelompok perlakuan, rerata panjang badan saat lahir 42.9±2.1 cm saat lahir,
dan rerata panjang badan usia koreksi 3 bulan adalah 59.9±1.8cm, sehingga
terdapat perbedaan rerata panjang badan 17 cm dalam 3 bulan (p<0.00) 23. Hal ini
sesuai dengan kecepatan pertumbuhan rata-rata pada usia 0-6 bulan yaitu
32cm/tahun.
Penelitian Sugawara dkk menyebutkan bahwa rerata kadar zinc serum
berkorelasi secara signifikan dengan berat badan (r=0.472, 0<0.001), indeks masa
tubuh (r =0.416, p<0.001), dan IGF-1 (r=0.372, p=0.00478).24 Defisiensi zinc
menurunkan kadar IGF-1 yang bersirkulasi secara independen dari total asupan
energi. Zinc dikatakan terlibat dalam ekspresi resptor GH, dan protein pengikat
GH di hati sehingga defisiensi zinc menyebabkan level IGF-1 yang rendah.
Penelitian serupa di Mesir menyebutkan suplementasi zinc 50 mg/hari
selama 3 bulan pada kelompok anak prepubertas usia 3-10 tahun dengan short
stature yang mengalami defisiensi zinc mendapatkan peningkatan tinggi badan,
kadar serum zinc, kadar IGF-1, kadar IGFBP-3 dalam darah dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Tinggi badan menurut standar deviasi sebelum suplementasi
zinc adalah -3.12 ± 0.2 dan setelah 3 bulan setelah suplementasi zinc menjadi -
1.87±0.1 (p = 0.033). Kadar IGF-1 sebelum pemberian zinc 96.72±11.5 ng/ml dan
3 bulan setelah suplementasi zinc 117.50±9.06 ng/ml (p<0.010).25
Penelitian lain di Yogyakarta oleh Purnamaningrum dkk menunjukkan
terdapat perbedaan rerata tinggi badan 0.7cm dan perbedaan tinggi badan menurut
umur 0.29 pada pemberian sirup zinc sulfate 1x5 mg dan vitamin C 50 mg selama
3 bulan pada anak usia 24-59 bulan dibandingkan kontrol. Peningkatan tinggi
badan pada kelompok perlakuan adalah 2.41 cm.26 Hal ini sesuai dengan
kecepatan pertumbuhan usia 24-59 bulan yaitu 7-8cm/tahun.
Penelitian Adriani dkk di desa Mojo, kota Surabaya mengenai pengaruh
suplemantasi zinc sulfate 1x5ml (6x seminggu) dan vitamin A 1x200.000 IU
(dosis tunggal) selama 6 bulan didapatkan kenaikan signifikan serum zinc,
hormon IGF-1, dan tinggi badan menurut umur pada anak usia 48-60 bulan. Data
dasar rerata level IGF-1 adalah 1±1 ng/mL, dan setelah perlakuan meningkat
menjadi 2±1 ng/mL, demikian pula rerata pertumbuhan linier z-score (tinggi
badan menurut umur) meningkat dari -2±1 menjadi 0.3±0.3 setelah mendapat
suplementasi.27
Pada penelitian Flora dkk di kabupaten Musi rawas, Sumatera selatan,
didapatkan bahwa 89.5% anak stunting mempunyai kadar Zn yang rendah. Anak
yang mengalami stunting beresiko 5,667 kali mempunyai kadar zinc serum yang
rendah dibandingkan dengan anak dengan status gizi normal (p=0,017). Anak
dengan kadar zinc serum yang rendah beresiko 8,983 kali mempunyai kadar IGF-
1 serum yang rendah juga bila dibandingkan dengan anak yang memiliki kadar
zinc normal (p=0,0005).28
Chao dkk dalam penelitiannya pada anak usia 5.63±2.47 tahun
menemukan peningkatan tinggi, berat badan, berat badan terhadap umur, dan BMI
terhadap umur secara signifikan pada kelompok serum zinc <75 µg/dL
dibandingkan dengan kelompok serum zinc >75 µg/dL setelah suplementasi zinc
gluconate 1x10mg 12 dan 24 minggu. Terdapat peningkatan tinggi badan
1.64±0.34 cm pada minggu ke-12 dan 3.23±0.57 cm pada minggu ke 24. 29 Hal ini
sesuai dengan kecepatan pertumbuhan anak usia 3-4 tahun yaitu 7-8cm/tahun, dan
anak usia 5-10 tahun 5-7 cm/tahun. Hasil studi ini menunjukkan bahwa
suplementasi zinc 10 mg / hari selama 12-24 minggu dapat meningkatkan nafsu
makan dan meningkatkan pertumbuhan linier pada anak kurang gizi.

7. Simpulan
Supplementasi zinc memiliki efek signifikan terhadap peningkatan
pertumbuhan linier dan kadar IGF pada anak.
DAFTAR PUSTAKA

1. Almatsier S. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama;


2015.
2. Hidayati MN, Perdani RRW, Karima N. Peran zinc terhadap pertumbuhan
anak. Majority. 2019;8:168.
3. Agustian L, Tiangsa S, Ani A. Peran zincum terhadap pertumbuhan anak.
Sari Pediatri. 2009;11: 244-9.
4. Young GP, Elissa KM, Geetha LG, David HA, Henry JB, Mark JM. Zinc
deficiency in children with environmental enterophaty development of
new strategies: report from an expert workshop. American Society for
Nutrition. 2014;100: 1198-207.
5. Roohani N, Richard H, Roya K, Rainer S. Zinc and its importance for
human health: an integrative review. Journal of Research in Medical
Sciences. 2013;18: 144-157.
6. Agustian L, Tiangsa S, Ani A. Peran zincum terhadap pertumbuhan anak.
Sari Pediatri. 2009;11: 244-9.
7. Caufield LE, Robbert EB. Zinc deficiency. Dalam: Ezzati M, Alan D,
Anthony R, Christopher JL. Global and regional burden of disease
attributable to selected major risk factors. Geneva: WHO Library
Cataloguing-in-Publication-Data; 2004. hlm. 257-79.
8. Herman S. Laporan penelitian studi masalah gizi mikro di indonesia –
perhatian khusus pada kurang vitamin A (KVA), anemia dan zinc. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2007.
9. Damayanti RA, Lallatul M, Farapti. Perbedaan tingkat kecukupan zat gizi
dan riwayat pemberian ASI eksklusif pada balita stunting dan non
stunting. Media Gizi Indonesia. 2016;11:61-9.
10. Gibson RS, Mari SM, Woravimol K, Tippawan P, Sueppong G, Karl BB.
Does zinc deficiency play a role in stunting among primary school
children in NE Thailand. British Journal of Nutrition. 2007;97: 167-175.
11. Abd El-Maksoud AW, Sahar AK, Hayat MS, Mohga SA, Nehal FA.
Evaluation of pro-inflammatory cytokines in nutritionally stunted egyptian
children. Egyptian Pediatric Association Gazette. 2017;65: 80-84.
12. Fazeli PK, Klibanski A. Determinants of growth hormone resistance in
malnutrition. J Endocrinol. 2015; 220:R57-R65.
13. Maggio M, De Vita F, Lauretani F, Butto V, Bondi G, Cattabiani C. IGF-
1, the cross road of the nutritional, inflammatory and hormonal pathways
to frailty. Nutrients. 2013;5:4184-4205.
14. Siregar R, Lilisianawati, Lestari ED, Salimo H. Effect of zinc
suplementation on morbidity among stunted children in Indonesia.
Pediatric Indonesia. 2011;51:128-132.
15. Millward DJ. Nutrition, infection, and stunting : the roles od deficiencies
of individual nutrients and food, and of inflammation, as determinants of
reduced linear growth of children. Nutrition research reviews. 2017; p.1-
23.
16. Tessema M, Gunaratna NS, Brouver ID, Donato K, Cohen JL, McConnell
M. Association among high-quality protein and energy intake, serum
transthyretin, serum amino-acids, and linear growth of children in Ehiopia.
Nutrients. 2018;10:1776
17. Hawkes CP, Grimberg A. Insulin-like Growth Factor-I is a marker for the
nutritional state. Pediatric Endocrinology Reviews. 2015;13:000-000
18. Golub MS, Keen Cl, Gershwin ME, Hendrickx AG. Developmental zinc
deficiency and behavior. Journal of Nutrition. 1995;2263s-2271s
19. Adriani, M., Wirjatmadi, B. 2014. Gizi dan kesehatan balita : peranan
mikro zinc pada pertumbuhan balita. Edisi I. Jakarta : Kencana
Prenadamedia Group. H. 1 – 51.
20. Arsenault JE, Daniel LR, Mary EP, Marta DV, Kenneth HB. Additional
zinc delivered in a liquid suplement, but not in a fortified porridge,
increased fat free mass accural among young peruvian children with mild
to moderate stunting. Journal of Nutrition. 2008; 138:108-114.
21. Vakili R, Masha Y B, Mohamad V, Mahmoud M, Masumeh S, Saba V.
The effect of zinc supplementation on linear growth and growth factors in
primary schoolchildren in the suburbs mashhad, iran. International Journal
of Pediatric. 2015; 3:1-7.
22. Hastuti D. 2006. Pengaruh zinc sulfat terhadap peningkatan berat badan,
tinggi badan dan status gizi pada balita gizi buruk. Surabaya : Universitas
Airlangga.
23. Wulandari A, Sulistijono E, Suyuti H. The effects of zinc supplement
provision on increasing the zinc serum, insulin-like growth Factor-1 level,
and growth parameters of preterm newborns. AIP conference proceedings.
2021:2353
24. Sugawara D, Makita E, Matsuura M, Ichihashi K. The association between
serum zinc levels and anthropometric measurements and nutritional
indicators in children with idiopathic short stature. Cureus.
2022;14:e24906
25. Hamza RT, Hamed AI, Sallam MT. Effect of zinc supplementation on
growth hormone insulin growth factor axis in short Egyptian children with
zinc deficiency. Italian journal of pediatrics. 2012;38:21.
26. Purnamaningrum YE, Margono, Petphong. The effects of zinc and vitamin
C supplementation on changes in height for age anthropometry index on
stunting aged 24-59 months. Jurnal Kesehatan ibu dan anak. 2019;13:19-
27.
27. Adriani M, Wirjatmadi B. The effect of adding zinc to vitamin A on IGF-
1, bone age, and linear growth (H/A) in stunted children. Journal of trace
elements in medicine and biology. 2014;p.1-9
28. Flora R, Zulkarnain M, Fajar NA, Faisa AF, Nurlaili, Ikhsan. Kadar zinc
dan kadar IGF-1 serum pada anak sekolah di kecamatan tuah negeri
kabupaten musirawas. Jurnal kesehatan poltekkes Palembang.
2021;15:2643-3427.
29. Chao HC, Chang YJ, Huang WL. Cut off serum zinc concentration
affecting the appetite, growth, and nutrition status of undernourished
children supplemented with zinc. Nutrition in clinical practice.
2018;33:701-710.

Anda mungkin juga menyukai