Anda di halaman 1dari 64

NUTRISI PADA SISTEM

IMONOLOGI HEMATOLOGI
Oleh : Mahdiah, DCN, M.Kes.
Protein

Membentuk enzim untuk eliminasi patogen, menjaga


saluran cerna, menjaga sistem imun
Konsumsi makanan Yang berasal dari
pilih daging tidak berlemak
pilih protein nabatii
Asam Lemak Tak Jenuh Rantai Panjang (Polyunsaturated Fatty Acid, PUFA)

Asam lemak essensial, seperti Asam Linoleat dan Asam -Linolenat tidak bisa disintesis
oleh tubuh sehingga harus diperoleh dari makanan.

Asam linoleat (-6) terkandung dalam minyak jagung, minyak bunga matahari, minyak
sawit, margarin, dan lemak hewani.

Asam linolenat (-3) terkandung dalam kacang kedelai dan minyak kanola.

PUFA rantai panjang seperti asam eikosapentanoat (eicosapentanoic acid, EPA) dan
asam dokosaheksanoat (docosahexanoic acid, DHA) dapat disintesis dalam tubuh
dengan prekursor asam -linolenat atau dapat diperoleh dari minyak ikan laut.
Vitamin A

Salah satu zat gizi mikro yang diperlukan oleh tubuh


meningkatkan daya tahan tubuh (imunitas) dan kesehatan
mata.
Bantu pertumbuhan dan perkembangan kerangka dan
jaringan tubuh. "Sebab vitamin A membantu sintesis
protein tubuh dan diferensiasi sel-sel tulang
Vitamin anti-infeksi dapat mempertahankan
integritas membran mucous (supaya sel-sel di dalam
tubuh khususnya mata tidak mudah rapuh).
Kekurangan vitamin A
menyebabkan meningkatnya
kerentanan tubuh terhadap
infeksi bakteri dan virus.
Vitamin A
Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan:
Gangguan pada imunitas humoral
Menghambat stimulasi mitogen
Menghambat proliferasi sel T
Menghambat produksi antibodi spesifik antigen seperti IgA, IgG
Menurunkan kemampuan sel CD4 untuk menginduksi respon sel B
dalam memproduksi IgG1 untuk antigen yang spesifik
Menurunkan kemampuan neutrofil untuk memfagosit infektor
(Pseudomonas aeruginosa)
Vitamin A
Kelebihan asupan Vitamin A menyebabkan:
Supresi hematopoiesis
Supresi proliferasi Sel T yang diinduksi oleh mitogen
Supresi produksi antibodi spesifik antigen
Lebih rentan terhadap infeksi
Menurunkan transkripsi dan ekspresi gen untuk beberapa molekul
sistem imun seperti sitokin.
Vitamin C
Vitamin C berada dalam konsentrasi tinggi dalam sel leukosit.
Selama terjadi infeksi, sel leukosit menggunakan Vit. C dalam jumlah
banyak untuk mencegah kerusakan oksidatif.
Konsumsi 1 gr Vit. C (dan 200 mg Vit. E) setiap hari selama 16 minggu akan
meningkatkan proliferasi limfosit, dan peningkatan fungsi fagositik dari
neutrofil pada pembuluh darah perifer.
Vitamin C

Tubuh menyimpan dan memanfaatkan vitamin C secara berfluktuasi


tergantung berapa banyak yang diperlukan untuk menunjang sistem
imunitas, mengatur metabolisme kolesterol, mengikat radikal bebas,
menyembuhkan luka, dan lain-lain.

supan dosis tinggi vitamin C tidak hanya berguna bagi penyakit flu,
melainkan juga dapat mencegah terjadinya infeksi sekunder yang
disebabkan oleh virus atau bakteri pada penderita influenza. Untuk
mencegah penyakit tersebut, direkombinasikan penggunaan vitamin C
sebanyak 1.000 mg/hari atau lebih.
Vitamin C
Defisiensi vitamin C menyebabkan:

Sariawan

Lebih rentan terkena infeksi gigi dan gusi

Abnormalitas mukopolisakarida sel basal


Vitamin E dan Selenium

Dalam jaringan, Vitamin E (-tokoferol) dan elemen


Selenium (Se) fungsinya sinergis untuk mengurangi
kerusakan membran lipid dengan cara membentuk
spesi oksigen reaktif (ROS) selama infeksi.
Vitamin E dan Selenium
Defisiensi Vit. E dan Se menyebabkan:
Vit. E Meningkatnya kerusakan membran sel darah
merah karena induksi radikal bebas
Se penurunan produksi radikal bebas, penurunan
aktivitas fagositik neutrofil, penurunan ekspresi gen untuk
IL-2 dan afinitasnya pada sel T, penurunan diferensiasi dan
proliferasi sel T, penurunan sitotoksisitas limfosit.
Besi
Defisiensi besi terjadi pada 20-50% populasi dunia.
Elemen besi mengatur fungsi sel T limfosit.
Kebutuhan Fe sel limfosit akan meningkat pada saat proliferasi
dan kondisi lain
Imunitas humoral tidak dipengaruhi oleh keberadaan besi
karena produksi antibodi dalam tubuh dapat terjadi pada
kadar besi yang rendah.
ZAT BESI DALAM TUBUH
Zat besi dalam tubuh terdiri dari dua bagian, yaitu yang
fungsional dan yang reserve (simpanan).
(1) Zat besi yang fungsional
sebagian besar dalam bentuk Hemoglobin (Hb),
sebagian kecil dalam bentuk myoglobin, dan
jumlah yang sangat kecil tetapi vital adalah hem
enzim dan non hem enzim
(2) Zat besi yang ada dalam bentuk reserve tidak
mempunyai fungsi fisiologi
Apabila zat besi cukup dalam bentuk
simpanan, maka kebutuhan kan eritropoiesis
(pembentukan sel darah merah) dalam
sumsum tulang akan selalu terpenuhi.
Dalam keadaan normal, jumlah zat besi dalam
bentuk reserve kurang lebih seperempat dari
total zat besi yang ada dalam tubuh.
Zat besi yang disimpan sebagai reserve ini,
berbentuk feritin dan hemosiderin, terdapat
dalam hati, limpa & sususum tulang

Pada keadaan tubuh memerlukan zat besidalam


jumlah banyak,misalnya pada anak yang sedang
tumbuh (balita), wanita menstruasi dan wanita
hamil, jumlah reserve biasanya rendah.
Metabolisme Besi
Selain pembentukan heme, besi juga berperan
dalam pembentukan elemen penting lain
seperti mioglobin, sitokrom, sitokrom
oksidase, peroksidase, dan katalase. Setelah
diabsorpsi, besi bergabung dengan beta
globulin membentuk transferin, sedangkan
dalam sitoplasma membentuk feritin. Besi
cadangan disimpan dalam bentuk feritin di
hepatosit dan sedikit di retikuloendotelial
sumsum tulang (Guyton and Hall, 2007).
Zat besi didalam bahan makanan dapat
berbentuk hem yaitu berikatan dengan
protein atau dalam bentuk nonhem yaitu
senyawa besi organic yang kompleks.
Ketersediaan zat besi untuk tubuh kita dapat
dibedakan antara hem dan nonhem ini.
Zat besi hem berasal dari hemoglobin dan
mioglobin yang hanya terdapat dalam bahan
makanan hewani, yang dapat diabsorpsi
secara langsung dalam bentuk kompleks zar
besi phorphyrin (iron phorphyrin kompleks).
Jumlah zat besi hem diabsorpsi lebih
tinggi daripada nonhem.

Bila cadangan zat besi dalam tubuh


rendah, zat besi hem ini dapat
diabsorpsi lebih dari 35 %
maka absorpsi zat besi hem ini hanya kurang
simpanan zat lebih 25 %.maka absorpsi zat besi hem ini
hanya kurang lebih 25 %.maka absorpsi zat
besinya cukup besi hem ini hanya kurang lebih 25 %.
banyak (lebih dari
500 gram)
30 40 % zat besi didalam hati dan ikan,
Dari hasil analisa serta 50-60 % zat besi dalam daging sapi,
kambing, dan ayam adalah dalam bentuk
bahan makanan hem. (Cook, dkk dalam Husaini, 1989).
didapatkan bahwa
sebanyak
Zat besi nonhem pada umumnya terdapat
didalam bahan makanan yang umumnya
berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti sayur-
sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, buah-
buahan dan serealia, dan dalam jumlah yang
sedikit daging, ikan dan telur.
Zat besi nonhem didalam bentuk kompleks
inorganic Fe3+ dipecah pada waktu percernaan
berlangsung dan sebagian dirubah dari Fe3+
menjadi Fe2+ yang lebih siap diabsorpsi.

Konversi Fe3+ menjadi Fe2+ dipermudah oleh


adanya faktor endogenus seperti HCl dalam
cairan sekresi gastric, komponen zat gizi yang
berasal dari makanan seperti vitamin C
Besi, Vitamin B12, dan Asam Folat
Besi terdapat dalam kadar tinggi (>5 mg/100g)
dalam hati, jantung, kuning telur, ragi, kerang,
kacang-kacangan, dan buah-buahan kering
tertentu. Kadar sedang (1-5 mg/100g) dalam
daging, unggas, sayuran hijau dan biji-bijian.
Sedangkan dalam kadar rendah terdapat
dalam susu atau produknya dan sayuran yang
kurang hijau. Vitamin B12 sebenarnya terdapat
dalam satu-satunya sumber asli, yaitu
mikroorganisme. Makanan yang kaya akan B12
adalah hati, ginjal, jantung, dan kerang.
Defisiensi besi menyebabkan:
Menghambat perkembangan imunitas selular
Penurunan aktivitas myeloperoksidase dan bakterisidal dari neutrofil
Penurunan aktivitas sel NK
Peningkatan risiko infeksi
Kelebihan besi menyebabkan:
Penurunan aktivitas fagositosis yang distimulasi mitogen dan imunitas
humoral pada sel monosit dan makrofag.
Penurunan migrasi/ mobilisasi neutrofil
Perubahan subset sel T limfosit
Supresi sistem komplemen
Lebih mudah terkena infeksi
Pada bayi, anak dan remaja yang
mengalami masa pertumbuhan, maka
kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan
perlu ditambahkan kepada jumlah zat
besiyang dikeluarkan lewat basal.
Zink
Zink dibutuhkan dalam aktivasi > dari 100 enzim yang terlibat
dalam metabolisme energi dan karbohidrat, sintesis dan
degradasi protein, sintesis asam nukleat, biosintesis
hemoglobin dan transpor CO2.
Keberadaan zink dapat memengaruhi sistem imun mencakup
pembentukan oksigen radikal, pembentukan limfosit dan
sitokin, serta regulasi apoptosis dan ekspresi gen.
Zink
Defisiensi zink dapat menyebabkan :
Terganggunya sistem pertahanan tubuh
Respon poliferasi sel Th berkurang
Defisiensi aktivitas hormon timus
Merusak respon DTH (delayed type hypersensitivity),
produksi Ig G dan aktifitas litik dari NK cell yang rendah
Zink
Kelebihan Zn dalam darah menyebabkan:
Memblokade proses apoptosis antigen dengan mencegah
aktivasi dari endonukleus yang terlibat dalam fragmentasi
DNA
Menghambat pembentukan ikatan steroid dengan sistein
di reseptor binding site glukokortikoid.
Nukleotida
Nukleotida dapat diperoleh dari makanan yang kaya akan
nukleoprotein seperti ikan, daging, dan ASI.

Konsumsi nukleotida pada kadar normal, sekitar < 5% ( 1-2 g /


hari ) dapat meningkatkan sistem imun humoral
By : Mahdiah, DCN, M.Kes.
PATOFISIOLOGI
Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme
dan hemoglobin (Hb).
Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb.
Walaupun pembuatan eritrosit juga menurun,
tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit dari
pada biasa sehingga timbul anemia hipokromik
mikrositik.
ETIOLOGI
Kekurangan Fe dapat terjadi bila :
Makanan tidak cukup mengandung fe
Komposisi makanan tidak baik untuk penyerapan fe
(banyak sayuran, kurang daging)
Gangguan penyerapan fe (penyakit usus, reseksi
usus)
Kebutuhan fe meningkat (pertumbuhan yang cepat,
pada bayi dan adolesensi, kehamilan)
Perdarahan kronik atau berulang (epistaksis,
hematemesis, ankilostomiasis).
DIAGNOSIS
I. Anamnesis
1. Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :
Kebutuhan meningkat secara fisiologis
masa pertumbuhan yang cepat
menstruasi
infeksi kronis
Kurangnya besi yang diserap
asupan besi dari makanan tidak adekuat
malabsorpsi besi
Perdarahan
Perdarahan saluran cerna (tukak lambung,
penyakit Crohn, colitis ulserativa)
Penyebab Anemia :
Perdarahan hebat
Akut (mendadak)
Kecelakaan
Pembedahan
Persalinan
Pecah pembuluh darah
Kronik (menahun)
Perdarahan hidung
Wasir (hemoroid)
Ulkus peptikum
Kanker atau polip di saluran pencernaan
Tumor ginjal atau kandung kemih
Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
Berkurangnya pembentukan sel darah merah
Kekurangan zat besi
Kekurangan vitamin B12
Kekurangan asam folat
Kekurangan vitamin C
Penyakit kronik
Anemia bisa menyebabkan kelelahan,
kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa
melayang.
Jika anemia bertambah berat, bisa
menyebabkan stroke atau serangan jantung.
Pemeriksaan darah sederhana bisa
menentukan adanya anemia. Persentase sel
darah merah dalam volume darah total
(hematokrit) dan jumlah hemoglobin dalam
suatu contoh darah bisa ditentukan.
Pemeriksaan tersebut merupakan bagian dari
hitung jenis darah komplit (CBC).
Pemeriksaan penunjang
Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH,
MCHC) menurun
Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik
Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat ,
saturasi menurun
Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte
Porphyrin (FEP) meningkat
sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat
Talasemia merupakan salah satu jenis anemia
hemolitik dan merupakan penyakit keturunan
yang diturunkan secara autosomal yang paling
banyak dijumpai di Indonesia dan Italia. Enam
sampai sepuluh dari setiap 100 orang
Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau
sepasang dari mereka menikah, kemungkinan
untuk mempunyai anak penderita talasemia
berat adalah 25%.
Sedangkan B12 dalam jumlah sedang terdapat
dalam kuning telur, susu kering bebas lemak,
dan makanan laut (Dewoto dan Wardhini BP,
2007). Asam folat disintesis pada berbagai
macam tanaman dan bakteri. Buah-buahan
dan sayur merupakan sumber diet utama dari
vitamin. Keperluan minimal asam folat setiap
hari secara normal kurang lebih 50 g, tetapi
dapat meningkat pada keadaan tertentu
seperti kehamilan (Soenarto, 2006).
Etiologi dan Klasifikasi Anemia
Pada dasarnya anemia disebabkan karena :
1) Gangguan pembentukan eritrosit oleh
sumsum tulang;
2) Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan);
dan
3) Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh
sebelum waktunya (hemolisis).
ANEMIA GIZI
Anemia gizi sangat umum dijumpai di
Indonesia. Prevalensinya masih tinggi
terutama pada wanita hamil, anak balita, anak
sekolah, dan pekerja berpenghasilan rendah.
Prevalensi anemia gizi di Indonesia :
Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat
berdasarkan gambaran morfologik dengan
melihat indeks eritrosit atau hapusan darah
tepi, yang dibagi menjadi 3:
1) anemia hipokromik mikrositer,
2) anemia normokromik normositer, dan 3)
anemia makrositer.
Patogenesis dan Patofisiologi Anemia
Apabila jumlah besi menurun terus maka
eritropiesis semakin terganggu sehingga kadar
hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul
anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai
iron deficiency anemia.
Kekurangan besi pada epitel serta beberapa
enzim kemudian menimbulkan gejala pada
kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai
gejala lainnya.
Besi juga menjadi komponen penting dari
mioglobin dan berbagai enzim yang
dibutuhkan dalam penyediaan energi dan
transport elektron.
Oleh karena itu, defisiensi besi di samping
menimbulkan anemia, juga akan
menimbulkan berbagai dampak negatif,
misalnya pada
sistem neuromuskular yang mengakibatkan gangguan kapasitas kerja,
gangguan terhadap proses mental dan kecerdasan,
gangguan imunitas dan ketahanan terhadap infeksi, dan
gangguan terhadap ibu hamil dan janin. Gangguan ini dapat
timbul pada anemia ringan atau bahkan sebelum anemia
manifes
Syarat Diet Penderita Anemia
Tinggi protein terutama protein hewani.
Makanlah makanan yang banyak mengandung zat besi, seperti sayuran
berwarna hijau, tahu, daging merah, kacang-kacangan, dan sereal atau roti
yang sudah ditambahkan zat besi.
Konsumsilah makanan atau minuman yang banyak mengandung vitamin C.
Vitamin C: diberikan 31000 mg/hari untuk meningkatkan absorpsi besi.

Hindari minum kopi atau teh saat makan, karena dapat menggangu
penyerapan zat besi dalam usus.
Tambahkan suplemen vitamin B12 dan asam folat bila perlu.
Disarankan untuk mengkonsumsi suplemen
penambah darah yang mengandung zat besi
tersebut dalam keadaan perut kosong,
sehingga zat besi akan dapat diserap dengan
baik.
Tetapi apabila tidak dapat mentolerasi hal
tersebut (timbul mual, pusing dll) maka dapat
dikonsumsi bersamaan dengan makanan.
Sebaiknya juga untuk tidak mengkonsumsi
suplemen penambah darah yang mengandung
zat besi tersebut bersamaan dengan obat
antasida atau susu karena dapat mengganggu
penyerapan zat besi.
Zat Besi ( Fe )
Hati, daging sapi, kuning telur, sayur-sayuran
yang berwarna hijau (kangkung, daun katuk,
daun ubi jalar, bayam, daun singkong, kacang
buncis, kacang panjang, dll. ).
Asam Folat
Hati, jamur, pisang, apel

Makanan sumber zat besi
Hasil penelitian yang diterbitkan dalam
Journal of American Dietetic Association
menemukan bahwa perempuan penderita
anemia kekurangan konsumsi protein,
sayuran, vitamin B12, zat besi, vitamin C, dan
daging merah.
Meminum multivitamin atau suplemen
mineral tidak mampu membantunya.
Peneliti utama studi tersebut, Cynthia A
Thomson PhD RD seorang profesor ilmu gizi di
University of Arizona di Tucson mengatakan :
Anemia pada perempuan menopause
merupakan hal penting. Thomson
menyarankan penilaian pola makan harus
disertakan setiap kali pendiagnosisan anemia.
Karena, perubahan dalam gizi dimungkinkan
merupakan solusi terbaik bagi penderita
anemia.
Untuk meningkatkan hemoglobin :
Mengkonsumsi makanan kaya zat besi seperti
daging merah (sapi, domba, unggas, ikan)
yang mudah diserap. Semakin gelap warna
daging semakin banyak zat besi. Sayuran
berdaun hijau, seperti kangkung, bayam dan
kangkung, biji-bijian, terutama gandum,
kacang polong. biji wijen, biji bunga matahari,,
dan almon.
Jangan minum minuman teh, kopi, atau soda
saat makan. Kafein menghambat penyerapan
zat besi dari makanan
Seperti yang telah dikemukakan dalam kasus, pasien
tidak suka makan daging. Padahal, daging
merupakan sumber zat besi sebagai pembentuk
heme yang absorpsinya tidak dihambat oleh bahan
penghambat sehingga mempunyai bioavailabilitas
tinggi. Selain besi, daging juga mengandung zat gizi
lain, misalnya asam folat. Protein daging lebih mudah
diserap karena heme dalam hemoglobin dan
mioglobin tidak berubah sebagai hemin (bentuk feri
dari heme). Kompleksnya nutrisi yang terkandung
dalam daging inilah yang menyebabkan pasien
mengalami anemia, walaupun yang paling dominan
adalah akibat dari defisiensi besi.
Tablet tambah darah yang diberikan berisi besi
dan asam folat, jadi sesuai terapi anemia
defisiensi besi yang dianjurkan. Selain itu,
apabila pasien karena hal-hal tertentu tidak
dapat menggunakan terapi besi oral, maka
terapi dapat diganti dengan terapi besi
parenteral. Terapi penunjang seperti diet juga
diperlukan untuk menunjang keberhasilan
terapi.
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I Made. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia dalam Sudoyo, Aru W, et.al.
2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.
Bakta, I Made, dkk. Anemia Defisiensi Besi dalam Sudoyo, Aru W, et.al. 2006. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI.
Baldy, Catherine M. Gangguan Sel Darah Merah dalam Price, Sylvia A. Wilson,
Lorraine M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6.
Jakarta: EGC.
Dewoto, Hedi R. Wardhini BP, S. Antianemia Defisiensi dan Eritropoeitin dalam
Gunawan, Sulistia Gan, et.al. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI.
Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC.
Soenarto. Anemia Megaloblastik dalam Sudoyo, Aru W, et.al. 2006. Buku Ajar
Alergi makanan
Berbagai fakta ilmiah berupa laporan kasus dan
penelitian ilmiah menunjukkan berbagai gangguan
tubuh dan sistem tubuh terutama gangguan
fungsional tubuh yang belum dapat dipastikan
penyebabnya seringkali berkaitan
dengan reaksi akibat makanan yang dikonsumsi.
Diagnosis alergi atau hipersensitif makanan dibuat
bukan dengan tes alergi tetapi berdasarkan diagnosis
klinis, yaitu anamnesa (mengetahui riwayat penyakit
penderita) dan pemeriksaan yang cermat tentang
riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan, tanda
dan gejala alergi makanan sejak bayi hingga dewasa
dan dengan eliminasi provokasi makanan
Tidak semua gangguan asma, gangguan kulit
adalah alergi makanan.
Bila tidak diperantarai oleh Imunoglobulin E
biasanya di sebut hipersensitifitas Makanan.

Untuk mendiagnosis dan memastikan


makanan penyebab alergi dan hipersensitifitas
makanan harus menggunakan Provokasi
makanan secara buta (Double Blind Placebo
Control Food Chalenge = DBPCFC).
DBPCFC). adalah gold standard atau baku
emas untuk mencari penyebab secara pasti
alergi makanan.
Program Intervensi Diet atau Modifikasi Eliminasi Provokasi Makanan
Terbuka atau Challenge test
LANGKAH PERTAMA : identifikasi berbagai gangguan yang ada pada tubuh
LANGKAH KE DUA : identifikasi minimal satu gejala yang ada dalam gangguan fungsi
saluran cerna yang selama ini kadang tidak disadari
LANGKAH KE TIGA : Lakukan program intervensi diet atau eliminasi provokasi
atau Challenge test dengan hanya mengkonsumsi makanan yang relatif aman
dan menghindari beberapa makanan yang dicurigai sebagai penyebab selama 3
minggu.
LANGKAH KE EMPAT : lakukan evaluasi dengan cermat berbagai gangguan yang ada
dan cermati berbagai faktor yang berpengaruh , biasanya akan membaik secara
bersamaan
LANGKAH KE LIMA : Bila ingin mengetahui penyebabnya lakukan provokasi satu
persatu makanan yang dicurigai mulai dari daftar makanan step 2 terus ke high
risk intervention.
LANGKAH KE ENAM : lakukan diet pemeliharaan (maintenance dietary) dengan
melakukan tahapan dan jenis khusus tidap harinya
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai