Anda di halaman 1dari 3

Anemia Defisiensi Besi Pada Remaja

1. Pengertian
Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sering dijumpai di dunia,
terutama di negara berkembang. Anemia yaitu suatu keadaan rendahnya konsentrasi
hemoglobin (Hb) akibat dari produksi sel darah merah dan Hb yang berkurang, sehingga
menyebabkan kehilangan darah secara berlebihan. Salah satu anemia yang sering terjadi di
dunia yaitu anemia defisiensi besi. Penyakit ini dapat dialami oleh seseorang pada semua
siklus kehidupan baik balita, remaja, dewasa, ibu hamil, dan menyusui, serta lanjut usia.
Zat besi (Fe) merupakan zat gizi mikro yang sangat diperlukan oleh tubuh dan
memiliki peranan penting dalam pembentukan hemoglobin atau membentuk sel darah
merah. Apabila asupan zat besi yang diperoleh dari makanan kurang, maka akan
berdampak pada kadar hemoglobin yang menurun. Umumnya zat besi dapat berasal dari
sumber pangan nabati seperti kacang-kacangan dan sayuran, serta berasal dari sumber
pangan hewani seperti telur, daging, dan ikan. Salah satu kelompok umur yang sangat
berisiko terhadap anemia defisiensi besi yaitu remaja.
Masa remaja merupakan masa individu tumbuh dan berkembang, serta
menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya. Remaja putri memiliki risiko yang lebih
tinggi untuk terkena anemia dibandingkan remaja putra. Hal ini dapat terjadi karena setiap
bulannya remaja putri mengalami menstruasi selama lebih dari lima hari. Remaja putri
yang mengalami menstruasi, akan membutuhkan lebih banyak zat besi untuk
menggantikan kehilangan besi akibat menstruasi tersebut. Selain itu, remaja putri lebih
memiliki keinginan untuk menjaga penampilan, sehingga melakukan diet atau mengurangi
makan. Apabila diet yang dilakukan tidak seimbang, maka dapat menyebabkan kurangnya
zat gizi penting yang masuk ke dalam tubuh seperti zat besi. Faktor-aktor determinan
lainnya yang dapat mempengaruhi terjadinya anemia pada remaja putri yaitu tingkat
pengetahuan gizi yang kurang, pola konsumsi yang buruk, kondisi sosial ekonomi yang
rendah, status kesehatan, serta aktifitas fisik yang kurang.
2. Faktor Risiko
Remaja putri merupakan kelompok risiko tinggi mengalami anemia dibandingkan
remaja putra dimana kebutuhan absorpsi zat besi memuncak pada umur 14-15 tahun pada
remaja putri, sedangkan pada remaja putra satu atau dua tahun berikutnya. Faktor risiko
utama anemia defisiensi besi adalah asupan zat besi yang rendah, penyerapan zat besi
yang buruk, dan periode kehidupan ketika kebutuhan akan zat besi tinggi seperti pada
masa pertumbuhan, kehamilan, dan menyusui. Kekurangan zat gizi lainnya seperti vitamin
A, B12, folat, riboflavin, dan tembaga (Cu) serta adanya penyakit akut dan infeksi kronis
seperti malaria, kanker, tuberkulosis, dan HIV juga dapat meningkatkan risiko anemia.
Selain itu kebutuhan zat besi yang tinggi pada remaja putri juga pada masa menstruasi.
3. Faktor-faktor terjadinya anemia pada remaja putri
Banyak faktor medis yang dapat menyebabkan anemia, diantaranya meliputi:
1) Menstruasi
Salah satu faktor pemicu anemia adalah kondisi siklus menstruasi yang tidak
normal. Kehilangan banyak darah saat menstruasi diduga dapat menyebabkan anemia.
Hampir semua wanita pernah mengalami pendarahan berlebihan saat menstruasi,
bahkan sebagian wanita harus mengalami hal ini setiap datang bulan. Tiap wanita
mempunyai siklus menstruasi yang berlainan, normalnya dalam satu siklus kurang lebih
setiap 28 hari, bisa berfluktuasi 7 hari dan total kehilangan darah antara 60 sampai 250
mm.
Menstruasi dikatakan tidak normal saat seorang wanita mengalami menstruasi
dengan jangka waktu panjang. Pada umumnya wanita hanya mengalami menstruasi
satu kali dalam sebulan, tetapi pada beberapa kasus, ada yang mengalami hingga dua
kali menstruasi setiap bulan. Kondisi inilah yang dikatakan menstruasi tidak normal
yang menyebabkan anemia.
2) Status Gizi
Anemia disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh sehingga kebutuhan
besi untuk eritropoesis tidak cukup yang ditandai dengan gambaran sel darah merah
yang hipokrom mikrositik, kadar besi serum dan saturasi (jenuh) transferin menurun,
akan berperan penting mengikat besi total (TIBC) meninggi dan cadangan besi dalam
sumsum tulang dan tempat lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali. Fase remaja
yang ditandai dengan kematangan fisiologis seperti pembesaran jaringan sampai organ
tubuh membuat remaja memerlukan kebutuhan nutrisi yang spesial.
Asupan energi pada remaja sangat mempengaruhi pertumbuhaan tubuh, jika
asupan tidak kuat dapat menyebabkan seluruh fungsional remaja ikut menderita. Antara
lain, derajat metabolisme yang buruk, tingkat efektifitas, tampilan fisik,dan kematangan
seksual. Usia remaja merupakan usia dimana terdapat perubahan-perubahan hormonal
dimana perubahan struktur fisik dan psikologis mengalami perubahan drastis. Masalah
gizi yang utama yang dialami oleh para remaja diantaranya yaitu anemia defisiensi zat
besi, kelebihan berat badan/obesitas dan kekurangan zat gizi. Hal ini berkaitan dengan
meningkatnya konsumsi makanan olahan yang nilai gizinya kurang, namun memiliki
banyak kalori sebagai faktor pemicu obesitas pada usia remaja. Konsumsi jenis-jenis
junk food merupakan penyebab para remaja rentan sekali kekurangan zat gizi.
Kebiasaan makan saat remaja dapat mempengaruhi kesehatan pada masa
kehidupan berikutnya (setelah dewasa dan berusia lanjut). Kekurangan zat gizi dapat
menyebabkan mereka mengalami anemia yang menyebabkan keletihan, sulit
konsentrasi sehingga remaja pada usia bekerja menjadi kurang produktif. Remaja
membutuhkan lebih banyak zat besi terutama para wanita, karena setiap bulanya
mengalami haid yang berdampak kurangnya asupan zat besi dalam darah sebagai
pemicu anemia.
4. Penyebab
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh kurangnya konsumsi zat besi
dalam menu makanan sehari-hari, seperti hati, bayam, tahu, brokoli, ikan, dan daging
merah, menjadi penyebab anemia defisensi besi. Asupan zat besi yang kurang pada
remaja dapat disebabkan pengetahuan remaja yang kurang tentang pangan sumber zat
besi dan peran zat besi bagi remaja. Berdasarkan hal ini maka peningkatan pengetahuan
melalui pendidikan gizi dapat memperbaiki perilaku remaja untuk mengonsumsi
pangan sumber zat besi sesuai dengan kebutuhan gizinya. Berbagai riset telah
membuktikan bahwa pendidikan gizi dapat mengubah perilaku yang baik. Selain itu,
pendidikan gizi terbukti sangat efektif untuk mencegah osteodystrophy pada pasien
hemodialisis.
5. Gejala
Anemia pada remaja putri akan berdampak kedepan terhadap pertumbuhan dan
perkembangan yang lambat, aktivitas sehari-hari, daya tahan terhadap penyakit infeksi
yang rendah, mudah lemas dan lapar, berpengaruh terhadap kecerdasan dan konsentrasi,
serta menurunnya daya tangkap pada remaja. Selain itu, anemia juga dapat menjadi faktor
pemicu tingginya tingkat kematian ibu, tingginya insiden berat bayi lahir rendah, dan
kematian prenatal yang tinggi. Seseorang yang mengalami anemia akan mengalami tanda-
tanda 5L, yaitu lemah, letih, lesu, lelah, dan lalai. Disamping itu, terdapat pula keluhan
seperti pusing, mata berkunang-kunang, pucat pada bagian bibir, mata, lidah, kulit, dan
telapak tangan.
6. Dampak Anemia Bagi Remaja
Kondisi anemia dapat berdampak besar pada psikologis penderitanya. Adanya
perbedaan fisik dan kemampuan tak jarang membuat remaja putri dengan anemia, merasa
berbeda dengan teman sebayanya. Mulai dari tampilan wajah yang pucat, sakit kepala,
kesulitan bernapas, hingga sulit berkonsentrasi sehingga turut menandakan tingkat
keparahan anemia yang diderita. Inilah yang membuat fungsi kognitif kian menurun
sehingga penerimaan informasi seperti berpikir menjadi lebih lambat.
Dampak anemia bagi remaja antara lain:
1) Menurunnya kesehatan reproduksi.
2) Terhambatnya perkembangan motorik, mental dan kecerdasan.
3) Menurunnya kemampuan dan konsentrasi belajar.
4) Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai
optimal.
5) Menurunkan fisik olahraga serta tingkat kebugaran.
6) Mengakibatkan muka pucat.
7. Pencegahan
Anemia perlu dicegah dan ditanggulangi sejak dini agar tercapai masyarakat yang
sehat. Adapun upacaya penanggulangan dan pencegahan anemia yang dapat dilakukan
yaitu:
1) Melakukan penyuluhan mengenai gizi kepada masyarakat agar mampu meningkatkan
konsumsi zat besi dari sumber alami.
2) Melakukan suplementasi besi folat secara rutin kepada penderita anemia dalam jangka
waktu tertentu untuk meningkatkan kadar hemoglobin (Hb) secara cepat.
3) Melakukan fortifikasi bahan makanan, yaitu menambahkan mikronutrien penting ke
dalam makanan sehingga dapat meningkatkan kualitas nutrisi dari makanan dan dapat
bermanfaat bagi kesehatan. Mikronutrien yang ditambahkan seperti besi, asam folat
vitamin A dan asam amino.
 Pada bayi dan anak, pencegahan dilakukan dengan memberikan ASI atau susu
formula yang sudah difortifikasi zat besi selama satu tahun pertama. Setelah satu
tahun pertama, jangan memberikan susu lebih dari 700 mililiter per hari. Konsumsi
susu yang berlebihan akan menggantikan makanan lain yang kaya akan kandungan
zat besi. Pada bayi di bawah satu tahun, pemberian susu sapi murni tidak dianjurkan,
karena susu sapi murni bukan sumber zat besi yang baik untuk bayi.
 Pada wanita hamil, konsumsi suplemen penambah zat besi secara rutin.
 Pada orang dewasa, lakukan pencegahan dengan menghindari makanan dan
minuman yang dapat menghambat penyerapan zat besi, serta dengan mengonsumsi
makanan dan minuman kaya vitamin C untuk membantu penyerapan zat besi.

Anda mungkin juga menyukai