Anda di halaman 1dari 6

ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

Anemia pada penyakit kronis merupakan anemia yang dijumpai pada keadaan penyakit
kronis tertentu, yang khas ditandai dengan adanya gangguan metabolisme besi sehingga
dalam pemeriksaan darah tampak hipoferemia dan menyebabkan berkurangnya penyediaan
besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin tetapi cadangan besi sumsum tulang masih
cukup.

A. Etiologi

Laporan dan data yang didapat dari penyakit tuberculosis, abses paru, endokarditis
bakteri subakut, osteomielitis dan infeksi jamur kronis serta HIV telah membuktikan bahwa
anemia berkaitan dengan hampir semua infeksi supuratif kronis. Untuk terjadinya anemia,
diperlukan waktu sekitar satu hingga dua bulan setelah infeksi terjadi pada pasien. Derajat
anemia yang diderita sebanding dengan berat ringannya gejala, seperti demam, penurunan
berat badan, dan debilitas umum.4

B. Epidemiologi

Anemia pada penyakit kronik merupakan jenis anemia hipokromik mikrositer yang
paling sering nomor dua setelah anemia defisiensi besi, jadi anemia pada penyakit kronik
tergolong anemia yang cukup sering dijumpai baik di klinik maupun di lapangan. Penyakit
yang paling sering menyebabkannya adalah cronic kidney disease (CKD), Human
Immunodeficiency Virus (HIV), Inflammatory Bowel Disease (IBD), Rheumatoid Arthritis
(RA), dan Congestive Heart Failure. 4

Dilaporkan pada suatu studi bahwa telah ditemukan prevalensi yang cukup tinggi,
yaitu 77% laki laki tua dan 68% perempuan tua dengan kanker menderita anemia. Studi lain
menunjukkan anemia terjadi pada 41% pasien tumor solid.

C. Patogenesis
Terdapat tiga abnormalitas utama pada patogenesis terjadinya anemia pada penyakit
kronis, yaitu : menurunnya umur eritrosit, adanya penurunan produksi eritrosit akibat
produksi eritropoitin yang menurun, dan gangguan metabolisme berupa gangguan reutilisasi
besi.1

Berikut adalah patogenesis secara umum penyebab terjadinya anemia penyakit kronis:4

 Pemendekan masa hidup eritrosit


Anemia yang terjadi diduga merupakan bagian dari sindrom stress hematologic,
adalah keadaan dimana terjadinya produksi sitokin yang berlebihan karena kerusakan
jaringan akibat infeksi, inflamasi atau kanker. Sitokin tersebut dapat menyebabkan
sekuetrasi makrofag sehingga mangikat lebih banyak zat besi, meningkatkan destruksi
eritrosit di limpa, menekan produksi eritropoetin oleh ginjal, serta menyebakan
perangsangan yang inadekuat pada eritropoesis di sumsum tulang. Pada keadaan lebih
lanjut, malnutrisi dapat menyebabkan penurunan transformasi T4 manjadi T3,
menyebabkan hipotirod fungsional dimana terjadi penurunan kebutuhan Hb yang
mengangkut O2 sehingga sintesis eritropetin-pun akhirnya berkurang.

 Penghancuran eritrosit
Beberapa penilitian membuktikan bahwa masa hidup eritrosit memendek pada sekitar
20-30 % pasien. Defek ini terjadi pada ekstrakorpuskuler, karena bila eritrosit pasien
ditransfusikan ke resipien normal, maka dapat hidup normal. Aktivasi makrofag oleh
sitokin menyebabkan peningkatan daya fagositosis makrofag tersebut dan sebagai bagian
dari filter limpa, menjadi kurang toleran terhadap perubahan/kerusakan minor dari
eritrosit.

 Produksi eritrosit
- Gangguan metabolisme zat besi.
Kadar besi yang rendah meskipun cadangan besi cukup menunjukkan adanya
gangguan metabolisme zat besi pada penyakit kronik. Hal ini memberikan konsep
bahwa anemia dapat disebabkan oleh penurunan kemampuan Fe dalam sintesis Hb.
- Fungsi sumsum tulang.
Meskipun sumsum tulang yang normal dapat mengkompensasi pemendakan masa
hidup eritrosit, diperlukan stimulus eritropoetin oleh hipoksia akibat anemia. Pada
penyakit kronik, kompensasi yang terjadi kurang dari yang diharapkan akibat
berkurangnya pelepasan atau menurunya respon terhadap eritropoetin.

Pengaruh dari sitokin proinflamasi, IL-1, dan TNFalfa terhadap proses eritripoiesis
dapat menyebabkan perubahan-perubahan diatas. Gangguan pelepasan besi ke plasma
menyebabkan berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoiesis yang berakibat pada
gangguan pembentukan hemoglobin sehingga terjadi anemia hipokromik mikrositer.

D. Diagnosis

Anemia tersebut disebut sebagai anemia pada penyakit kronis hanya apabila anemia
yang terjadi adalah
 anemia sedang
 selularitas sumsum tulang normal
 kadar besi serum rendah
 TIBC (Total Iron Binding Capacity) rendah
 kadar besi dalam makrofag dan sumsum tulang normal ataupun meningkat
 feritin serum yang meningkat

Anemia penyakit kronis memiliki gambaran klinis sebagai berikut :3


 Indeks dan morfologi eritrosit normositik normokromik atau hipokrom ringan
dengan MCV jarang <75 fl.
 Anemia bersifat ringan atau tidak progresif, kadar haemoglobin pada pasien
jarang ditemukan kurang dari 9,0 g/dl.
 Kadar TIBC yang menurun dengan kadar sTfR yang normal.
 Kadar feritin serum yang normal maupun adanya peningkatan.
 Kadar besi cadangan di sumsum tulang masih normal, sedangkan kadar besi
dalam eritroblas berkurang.

Tibc normal range 240 to 450 micrograms per decilitre

Serum sTfR levels average 5.0+/-1.0 mg/l in normal subjects

Karena anemia yang terjadi umumnya dengan derajat yang ringan dan sedang, gejalanya
seringkali tertutup oleh gejala dari penyakit dasarnya dan kadar Hb sekitar 7-11 gr/dL juga
umumnya asimtomatik.

E. Penatalaksanaan

Terapi utama pada anemia penyakit kronis adalah dengan mengobati penyakit
dasarnya. Terdapat juga beberapa pilihan untuk menangani anemia pada penyakit kronis,
diantaranya yaitu : 4
 Transfusi
Transfusi merupakan pilihan pada kasus-kasus yang disertai dengan dengan
gangguan hemodinamik. Beberapa literature menyebutkan bahwa pasien anemia pada
penyakit kronik yang disertai infark miokard, transfusi dapat mengurangi resiko
kematian secara bermakna. Tidak ada batasan yang pasti pemberian transfusi harus
dilakukan pada kadar hemoglobin berapa, namun sebaiknya kadar hemoglobin pada
pasien dipertahankan pada 10-11 gr/dL.
 Eritropoietin
Selain untuk menghindarkan pasien dari transfusi beserta efek sampingnya,
pemberian eritropoietin juga mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:
a. Mempunyai efek anti inflamasi dengan cara menekan produksi dari TNF-α
dan interferon-γ.
b. Pemberian eritropoetin juga akan menambah proliferasi dari sel-sel kanker
ginjal serta meningkatkan rekurensi pada kanker kepala dan leher.
Saat ini telah terdapat tiga jenis eritropoietin, yakni eritropoietin alfa, eritropoietin
beta dan darbopoietin. Masing - masing eritropoietin ini berbeda struktur kimiawi, afinitas
terhadap reseptor serta waktu paruhnya sehingga memungkinkan untuk memilih mana yang
lebih tepat dalam menangani suatu kasus.

Anemia akibat penyakit kronik ditandai dengan gambaran darah tepi hipokrom
mikrositer atau bisa juga normositer dan biasanya anemia ini terdapat pada penyakit kronik
khusus4. Anemia akibat penyakit kronik biasanya tidak terlihat diakibatkan karena ditutupi
oleh penyakit dasarnya. Anemia jenis ini merupakan anemia yang paling sering nomor dua
setelah anemia defisiensi besi. Sebagian besar penyebab anemia pada penyakit kronis adalah
akibat adanya sitokin yang menghambat produksi eritropoietin, menghambat sintesis sel
darah merah, dan meningkatkan produksi hepcidin. Sitokin ini berasal dari inflamasi yang
biasa terjadi pada penyakit yang mendasari anemia pada penyakit kronik ini. Untuk
mendiagnosis ACD, dilakukanlah pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan yang paling sering
dilakukan adalah hitung darah lengkap. Dari pemeriksaan hitung darah lengkap, dapat
diketahui kadar feritin, penanda inflamasi, serum besi dan lainnya.4
Untuk dapat memperoleh prognosis yang baik adalah dengan cara menyingkirkan
terlebih dahulu penyakit yang mendasari terjadinya anemia, jika tidak ditangani dengan baik
maka anemia jenis ini dapat mengarah ke kematian dengan cepat, tergantung dari jenis
penyakit yang mendasarinya.Oleh karena itu penatalaksanaan anemia akibat penyakit kronik
ini diobati penyakit dasarnya terlebih dahulu dengan baik.5

Anda mungkin juga menyukai