BAB I
I. PENDAHULUAN
Orang dengan anemia akan merasa capek karena darah mereka tidak bisa
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh dan jaringan. Jika anemia menjadi berat dan
berlangsung lama, kekurangan oksigen tubuh dapat menyebakan sesak terutama
bila beraktifitas dan dapat menyebabkan gagal jantung. Anemia yang disebabkan
inflamasi dan penyakit sistemik merupakan penyakit dengan kelainan hematologi
yang paling sering di temukan di laboratorium setelah anemia defisiensi besi 3.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi
Anemia inflamasi dan penyakit kronis adalah jenis anemia yang sering
terjadi pada penyakit atau infeksi yang berlangsung lama dan menahun. Kanker dan
gangguan inflamasi, di mana aktivasi abnormal dari sistem kekebalan tubuh yang
terjadi, juga dapat menyebabkan anemi inflamasi atau penyakit kronis. Suatu
keadaan anemia dari penyakit kronik mulai dari ringan, sedang, anemia berat
berkaitan dengan infeksi kronik dan penyakit inflamasi dan penyakit keganasan 1,6,7,8.
Anemi inflamasi atau anemi penyakit kronis agak susah dibedakan dengan
anemia defisiensi besi karena dalam kedua bentuk tingkat anemia zat besi yang
beredar dalam darah rendah. Zat besi dalam tubuh ditemukan pada keduanya
beredar dalam darah dan disimpan dalam jaringan tubuh. Besi yang beredar
diperlukan untuk produksi sel darah merah. Kadar zat besi darah yang rendah
terjadi pada anemia defisiensi besi karena kadar besi yang disimpan dalam jaringan
tubuh habis. Dalam Anemi penyakit kronis, cadangan besi normal atau tinggi. Kadar
zat besi darah rendah terjadi pada anemia penyakit kronis, meskipun cadangan besi
normal, karena penyakit inflamasi menahun mengganggu kemampuan tubuh untuk
menggunakan cadangan besi dan penyerapan zat besi dari makanan 1,8,9.
Anemia inflamasi ditandai dengan produksi eritrosit yang tidak adequat pada
keadaan serum iron yang rendah,iron binding capacity yang rendah, transferin yang
rendah tetapi ferritin yang normal atau meninggi meskipun terjadi peningkatan
cadangan besi makropag di sum-sum tulang. Eritrosit biasanya normokrom
normositer tapi anemia yang berlangsung lama dapat menyebakan gambaran
eritrosit menjadi hipokrom mikrositer1,5,6,8,9,13,.
2.2. Epidemologi
Anemia biasa terjadi pada orang dewasa dan prevalensinya meningkat sesuai
usia. The National Health and Nutritition Ecamination survey (NHANES III),
melaporkan bahwa satu dari setiap 10 orang dewasa ≥ 65 tahun menderita anemia,
pada usia 85 tahun atau lebih rata-rata 25% pada wanita dan 25% pada laki-laki.
Dari semua tipe anemia yang mempengaruhi orang tua, anemia penyakit kronik,
dengan atau tanpa penyakit ginjal kronik adalah yang paling banyak setelah anemi
defisiensi besi. Sayangnya sering tidak terdiagnosa oleh klinisi dan sering tidak
dimengerti dantidak terobati14.
2.3. Etiologi
Infections:
Tuberculosis
Viral infections including human immunodeficiency viruses infection
Bacterial
Parasitic
Fungal
Cancer
Haematologic
Solid tumours
Autoimmune
Rheumatoid arthritis
Systemic lupus erythematosus
connective tissue disorders
Vasculitis
Sarcoidosis
Inflammatory bowel disease
Chronic renal disease and inflammation
Miscellaneous
Chronic rejection after solid – organ transplantation.
2.4. Patogenesis
Selain itu, sel-sel tumor dapat menghasilkan sitokin proinflamasi dan radikal
bebas yang merusak sel progenitor eritroid. Penyebab Anemi kronis tidak terbatas
pada satu penyebab saja,tetapi disebabkan oleh beberapa mekanisme, yang
semuanya disebabkan oleh proses inflamasi. Kemungkinan penyebabnya termasuk:
Penurunan umur eritrosit dapat dilihat pada pasien anemi penyakit kronis. Rata-
rata kemampuan hidup eritrosit pada beberapa kasus hanya 90 hari, dibandingkan
pada orang sehat yang berumur 120 hari. Mekanisme terjadinya hal ini masih belum
jelas, tetapi mungkin karena pengaruh dari ekstrakorpuskular dari teraktivasinya
macrophage monocytes dari sistem retikuloendotelial.
Hemostasis besi sepenuhnya diatur oleh absorbsi besi dari diet. Ketika besi
diadalam tubuh menurun maka absorbsi besi akan meningkat dan ketika besi
meningkat akan ada pengurangan absorbsi besi dan besi yang berleihan akan
dikeluarkan bila enterocyt terlepas setiap 2-3 hari. Permukaan sel epitel dari
duodenum bertanggung jawab terhadap perubahan kebutuhan besi.
Besi berasal dari diet akan diabsorbsi di duodenum melalui 2 membrane, yaitu
membrane apikal dan basolateral doudenum. Membrane apikal merupakan tempat
transport besi ke dalam sel epitel, sedangkan membrane basolateral tempat
transport besi dari doudenum ke sirkulasi darah. Makanan mengandung besi dalam
bentuk FE3+ dan Fe2+. Besi dalam bentuk Fe3+ dilambung oleh enzim ferric reductase
dengan bantuan kofaktor doudenal cytochrom b-like (DYTB) akan direduksi menjadi
bentuk Fe2+. Kemudian besi bentuk Fe2+tersebut masuk ke enterosit melalui suatu
transmembrane transporter yaitu divalent metal ion transporter 1 (DMT1). Didalam
enterosit sebagian besi disimpan sebagai feritin, dan sebagian lagi menuju ke
membrane basolateral masuk ke sirkulasi melalui basolateral transporter dalam
bentuk FE2+ yang disebut sebagai ferroportin. Besi yang keluar melalui ferroportin
akan dioksidasi oleh ferroxidase (hephaestin) menjadi bentuk Fe 3+ untuk dibawa ke
sirkulasi. Sebagian besar Fe3+ berada disirkulasi diikat oleh apotransferin dan
sebagian kecil diikat oleh apoferitin. Apotransferin yang mengikat Fe 3+ disebut
sebagai transferin. Selanjutnya transferin membawa besi ke sumsum tulang
digunakan untuk sintesis hemoglobin dan untuk cadangan besi sebagai ferritin dan
hemosiderin di sistim RES.
besi yang ditunjukkan dari penurunan besi serum. Besi terperangkap didalam sistim
retikuloendotelial dan tidak bisa memenuhi kebutuhan untuk eritropoesis. Feritin
meningkat kerena peningkatan cadangan besi di sisitim retikuloendotelial. Oleh
karena penurunan ferrum menyebakan penurunan saturasi transferin, yang
membatasi supplai besi ke sumsum tulang dan menyebabkan peningkatan eritrosit
protoporpirin bebas, yaitu suatu cincin porfirin tanpa besi, sehingga terjadi
penurunan produksi heme.
Salah satu kontroversi mengenai anemia penyakit kronis adalah apakah pasien
memiliki tingkat efektif dari erythropoietin atau tidak. Banyak peneliti telah
melaporkan bahwa anemi penyakit kronis ditandai dengan kurangnya respon
eryrthropoietin , yaitu, untuk setiap penurunan hemoglobin atau hematokrit,
peningkatan serum atau plasma eritropoietin lebih sedikit dan akan ditemukan mirip
seperti pada pasien anemia kekurangan zat besi. dari informasi ini tampak bahwa
tubuh mencoba untuk melawan anemia dengan meningkatkan produksi eritropoietin
oleh ginjal, tetapi respone tidak adequat untuk kompensasi anemia. Respon dari
sumsum tulang untuk erytrhopoietin jauh lebih sedikit dari yang diharapkan
dibandingkan untuk jumlah erythropoietin yang dikeluarkan.Ini kemungkinan menjadi
masalah besar dan mungkin salah satu alasan utama untuk terjadinya anemia
penyakit kronis. Sitokin inflamatory, TNF-α, IL-1 secara langsung menghambat
produksi dari eritropoetin.
Bukti juga menunjukkan bahea TNF-α, dan berbagai sitokin lainnya dari
teraktivasinya macrophage, juga berperan dalam pathogenesis dari anemia penyakit
kronis. Konsentrasi TNF-α, yang sangat rendah dapat menghambat pertumbuhan
progenitor erytroid pada kultur normal sumsum tulang. Ini sama dengan konsentrasi
TNF-α, yang mempengaruhi penderita. Pengaruh dari monokine dan lymphokine
pada granulocyte, macrophage dan sel-sel progenitor hematopoietic yang lain
kelihatannya berperan dalam anemia penyakit kronis. Namun mekanisme
pertahanan tubuh terhadap infeksi dan kerusakan jaringan akan merugikan tubuh
secara tidak langsung. Secara teoritis, setiap penyakit yang menyebabkan cedera
jaringan dan inflamasi selama periode 1 sampai 2 bulan dapat menyebabkan
anemia.
10
Pada anemia derajat ringan dan sedang , sering kali gejalanya tertutupi oleh
penyakit dasarnya, karena kadar Hb sekitar 7-11gr/dL umunya asimtomatik.
Meskipun demikian apabila demam atau debilitas fisik meningkat, maka
pengurangan kapasitas transport O 2 jaringan akan memperjelas gejala anemianya
atau memperberat keluhan sebelumnya. 6,10,
Pada pemeriksaan klinis tidak ada kelainan yang khas dari anemia jenis ini,
diagnosis biasanya tergantung hasi laboratoriumnya.Oleh karena anemi penyakit
kronik terjadi berhubungan dengan banyak penyakit maka manifestasi klinik yang
timbul juga bervariasi. Umunya gejala dan tanda tergantung dari gangguan yang
mendasari terjadinya anemia, terkadang bisa timbul rasa lelah, lemah, kulit pucat,
denyut jantung yang cepat, dan sesak nafas. penurunan Hb merupakan bukti yang
pertama sekali ditemukan pada anemi penyakit kronis 6,10,19.
2.5.1. Anemia
Anemia yang terjadi umumnya berkembang selama bulan pertama sampai bulan
kedua dari penyakit yang mendasari anemia penyakit kronisnya dan perkembangan
anemianya tidak progresif. Pasien-pasien dengan anemia penyakit kronis
mempunyai hitung retikulosit yang rendah dan dapat juga normal, dimana hal ini
merupakan akibat produksi eritrosit yang menurun. Nilai hemoglobin pada anemia
penyakit kronis ditandai dengan penurunan nilai Hb ringan (Hb 9,5g/dL) sampai
sedang (Hb 8 g/dL)6,7,19,
Pada anemia penyakit kronis ditandai dengan konsentrasi besi serum dan
serum transferin yang menurun, sementara pada anemia defisiensi besi terjadi
peningkatan nilai serum transferin. Pada anemia penyakti kronis hipoferremia terjadi
oleh karena akuisisi besi oleh sistem retikuloendotelial dan penurunan saturasi
transferin terutama oleh karena penurunan nilai besi serum . Pada anemia defisiensi
besi, saturasi tansferin mungkin dijumpai sedikit lebih rendah bila dibandingkan
dengan anemi penyakit kronis.
Nilai feritin digunakan sebagai indikator dari cadangan besi, nilai feritin
15ng/ml umunya diambil sebagai indikasi tidak adanya cadangan besi. Pada pasien
dengan anemia penyakit kronis, nilai feritin dapat dijumpai meningkat atau normal,
hal ini menujukkan bahwa terjadi peningkatan cadangan besi dan resistensi besi di
dalam sistem retikuloendotelial, dimana hal ini karena aktivasi dari sistim immun.
2.6. Pengobatan
Terapi eritropoetin untuk pasien dengan anemia penyakit kronis sekarang ini
lebih ditujukan untuk penggunaan pada pasien yang menderita kanker yang sedang
menjalani kemotherapi, pasien dengan penyakti ginjal kronis, pasien dengan infeksi
HIV dan psien-pasien yang sedang menjalani myelosupresive therapy 7.
Dari penelitian yang dilakukan pada penderita gagal ginjal kronik dengan
pemberian eritropoetin telah dilaporkan bahwa pada pasien yang mempunyai respon
baik terhadap eritropoetin terjadi penurunan nilai interleukin 6, interleukin 10,
interleukin 12,interferon γ, dan TNF α. 7
16
Transfusi hanya untuk perbaikan jangka pendek pada anemia berat yang
mengancam nyawa dan perlu dilakukan evaluasi cadangan besi. Potensi efek
immunomudulators yang merugikan dari transfusi darah masih diperdebatkan 7
Pada anemia penyakit kronis absorbsi besi diusus halus sangat sedikit hal ini
terjadi karena penurunana regulasi penyerapan besi diduodenum oleh pengaruh
peningkatan hepcidin. Namun, pemberian preparat besi untuk penderita dengan
17
anemia penyakit kronis masih menjadi kontroversi. Suatu studi yang dilakukan
untuk memprediksi resiko bakteriemia pada pasien dengan hemodialisis yang
mendapat terapi besi parenteral menunjukkan bahwa pasien dengan saturasi
transferin diatas 20% dan nilai feritin lebih dari 100ng/ml mempunyai resiko yang
signifikan lebh tinggi untuk bakteriemia, hal ini terjadi karena bukti menunjukkan
bahwa besi mempunyai efek inhibisi pada fungsi imun seluler yang dapat
menurunkan down-regulation yang dimediasi oleh sitokin inflamasi. Namun
demikian, pemberian terapi besi (jangka panjang) dapat memicu terbentuknya toxic
hydroxyl radical yang dapat merusak jaringan dan meningkatkan resiko terjadinya
gangguan kardiovaskuler.Terlepas dari adanya pro dan kontra, sampai saat ini
pemberian preparat besi masih belum direkomendasikan diberikan pada anemia
penyakit kronis.7,10
BAB III
Kesimpulan
Anemia penyakit kronis adalah suatu keadaan aenmia yang terjadi pada
pasien yang menderita infeksi kronis, inflamasi kronik atau yang menderita suatu
keganasan, dimana keadaan ini terjadi berhubungan dengan aktivasi dari sitokin
inflamasi
Pada pasien dengan anemia penyakit kronis, nilai feritin dapat dijumpai
meningkat atau normal, hal ini menujukkan bahwa terjadi peningkatan cadangan
besi dan resistensi besi di dalam sistem retikuloendotelial, dimana hal ini karena
aktivasi dari sistim immun
Daftar Pustaka:
14. Barry D. Weiss, MD, Anemia of Chronic Disease,Elder care, A Resource for
Interprofessional Providers, College of Medicine, University of Arizona. 2010
15. Balducci Lodovico, Ershler William, Gaetano de Giovanni, Blood Disorders in
the Elderly, Cambridge university press. 2008. P 209 – 210
16. Agustriady Ommy, Suega Ketut, Hepcidin Pada Anemia Of Chronic Disease
17. Weiss Guenter, Gordeuk R. Victor, Hershko Chaim, Anemia of Chronic
Disease, P 127 – 137
18. Elizabeth Nemeth,annti hepcidin therapy for iron restricted anemias, blood
journal, volume 122, number 17, P 2929 – 2931
19. Greer P John, Foerster John, Lukens N John, Wintrobe’s clinical
hematology.Publisher : Lippincott Williams and Wilkins, 11 th Editon . 2003
20. Dr. ikram Nadeem, Prof. Hassan Khalid. Anemia of Chronic Disease.
Department of Pathology, Rawalpindi Medical College, Rawalpindi.
Department of Pathology, Islamabad Medical and dental College, Islamabad.
Hematology updates 2011
21
LAPORAN KASUS
Umur : 27 tahun
Pekerjaan : Penjahit
Anamnesa
Keluhan Utama : Mudah Lelah
Telaah : Hal ini sudah dialami os sejak 7 bulan yang lalu, os juga sering
mengalami demam, nyeri ulu hati, mual, nyeri tulang, Sesak
nafas (+)bila os berbaring dan sesak berkurang bila os duduk,
BAK (N), Rambut Rontok, Riwayat BAB berdarah (-), Riwayat
Gusi Berdarah (-), Lebam-lebam (-), Riwayat haid memanjang
(-),Riwayat kontak dengan bahan kimia (+), dimana os pernah
bekerja di Pabrik Triplek. Sebelumnya os juga pernah dirawat
di RSUD Djasarmen Saragih di P.Siantar, RS Tentara P.
Siantar oleh karena demam berdarah dan karena tidak ada
perbaikan kemudian dirujuk ke RS. Santa Elisabeth Medan dan
mendapat transfusi thrombosit sebanyak 2 bag, Namun karena
tidak ada perbaikan Juga kemudian os dirujuk di RSUP
H,Adam Malik Medan dan kemudian os mendapat transfusi
PRC sebanyak 1 bag.
Status Present :
Sensorium : CM
Tek. Darah : 120/ 80 mmHg Panc. Wajah : biasa Sikap Paksa :()
Cyanosis :(+)
Pemeriksaan fisik
Kepala
Mata : Oedema ( - ) Konjunctiva palpebra pucat (+),Sklera Icterus (-).
Hidung : epistaksis ( - )
Thorax
Inspeksi : Simetris Kanan / Kiri ( + ) respiratory rate : 32 x / menit, reguler ( + )
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru, Nyeri ketok ( - ), batas paru hati :
ICR V/VI
Jantung : Heart Rate 90 x /menit, reguler, desah sistole ( - ) desah diastole (-)
Abdomen
Inspeksi : Ascites ( - ), pelebaran pembuluh vena ( - ) Spider nevi ( - )
ptechie (- ) purpura ( - ) Hematoma ( - )
Ekstremitas
Ekstremitas atas :
Inspeksi : Petechie ( - ) Purpura ( - ) Ekimosis ( - ) Hematoma ( - ) hyperemis ( - )
Ekstremitas Bawah :
Deformitas (-).
- Viral infection
Fungsi hati
Fungsi Ginjal
Asam urat
Ferritin
Besi (Fe/Iron)
TIBC
CRP
24
Hematokrit : 18,70 % ( 38 – 44 %)
MCV : 77,60 fl ( 85 – 95 fl )
MCH : 25,70 pg ( 28 – 32 pg )
- Netrofil : 77,9 % ( 37 – 80 )
- Lymphosit : 14,50 % ( 20 – 40 )
Morfologi
Kesan : Pansitopeni
Kimia Klinik
Glukosa Darah sewaktu : 85 mg/dL ( < 200 )
Pemeriksaan Radiologi
Hematokrit : 18,40 % ( 38 – 44 %)
MCV : 78,00 fl ( 85 – 95 fl )
MCH : 26,30 pg ( 28 – 32 pg )
- Netrofil : 72,0 % ( 37 – 80 )
- Lymphosit : 22,0 % ( 20 – 40 )
Morfologi
Kesan : Pansitopeni
Hemostasis :
Protrombin Time
APTT
( Child : 15 – 240 )
Kimia Klinik
Hati
27
Immunoserologi
Hepatitis B
Hepatitis C
Virus
Auto Immune
Hematokrit : 24,00 % ( 38 – 44 %)
MCV : 81,00 fl ( 85 – 95 fl )
MCH : 26,40 pg ( 28 – 32 pg )
- Netrofil : 80,20 % ( 37 – 80 )
- Lymphosit : 13,40 % ( 20 – 40 )
Morfologi
Hemostasis :
Kimia Klinik
Hematokrit : 23,30 % ( 38 – 44 %)
MCV : 78,70 fl ( 85 – 95 fl )
MCH : 26,00 pg ( 28 – 32 pg )
PCT : 0,19 %
PDW : 23,1 fL
Hitung Jenis:
- Netrofil : 74,60 % ( 37 – 80 )
- Lymphosit : 15,60 % ( 20 – 40 )
Morfologi
Kesan : Bisitopenia
Hemostasis :
Kimia Klinik
Immuno-serologi
RF : Negatif ( Negatif )
CRP : Positif
Hasil BMP
Trombosit : Dijumpai,
Plasmosit : dijumpai
Metarubrisit 17 %
Plasmosit 0,25 %
0–5 Basofil : 0 %
M : E ratio 2 : 1
Kesimpulan : Dari pemeriksaan darah tepi dijumpai Hb 7,70 g/dl, Lekosit 3,59 x10m 3,
Trombosit 156 x 103mm3. Feritin 1406 ng/mL, Besi 25 mg/dL,
98µg/dL LDH 1100 U/L, CRP kualitatif (+),
Kesan: Bisitopenia
ME Ratio 2:1