Anda di halaman 1dari 11

72

2.5 Anemia
A. Definisi
Menurut WHO (2014), anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah
sel darah merah atau kemampuan pengangkutan oksigen oleh sel darah
merah tidak dapat memenuhi kebutuhan normal yang berbeda-beda
tergantung pada umur, jenis kelamin, ketinggian (diatas permukaan laut),
kebiasaan merokok, dan kehamilan. Anemia sering disebut KD (kurang
darah) yaitu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah kurang
dari normal (< 12 gr/dl) dan merupakan masalah kesehatan yang
menyebabkan penderitanya mengalami kelelahan, letih dan lesu sehingga
akan berdampak pada kreativitas dan produktivitasnya. Anemia juga
meningkatkan kerentanan penyakit pada saat dewasa serta melahirkan
generasi yang bermasalah gizi. (1)
Berdasarkan kriteria WHO yang direvisi/ kriteria National Cancer
Institute, anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 14 g% pada pria dan
di bawah 12 g% pada wanita. Kriteria ini digunakan untuk evaluasi anemia
pada penderita dengan keganasan. Anemia merupakan tanda adanya
penyakit. Anemia selalu merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari
penyebabnya. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium sederhana berguna dalam evaluasi penderita anemia (2)

B. Etiologi
Beberapa jenis anemia dapat diakibatkan oleh defisiensi zat besi,
infeksi atau gangguan genetik. Yang paling sering terjadi adalah anemia
yang disebabkan oleh kekurangan asupan zat besi. Kehilangan darah yang
cukup banyak, seperti saat menstruasi, kecelakaan dan donor darah
berlebihan juga dapat menghilangkan zat besi dalam tubuh. Wanita yang
mengalami menstruasi setiap bulan berisiko menderita anemia. Kehilangan
darah secara perlahan-lahan di dalam tubuh, seperti ulserasi polip kolon
dan kanker kolon juga dapat menyebabkan anemia.
Selain zat besi, masih ada dua jenis lagi anemia yang sering timbul
pada anak anak dan remaja. Anemia aplastik terjadi bila sel yang
73

memproduksi butiran darah merah tidak dapat menjalankan tugasnya. Hal


ini dapat terjadi karena infeksi virus, radiasi, kemoterapi atau obat tertentu.
Adapun jenis berikutnya adalah anemia hemolitik yang terjadi karena sel
darah merah hancur secara dini, lebih cepat dari kemampuan tubuh untuk
memperbaharuinya. Penyebab anemia jenis inibermacam-macam, bisa
bawaan seperti talasemia atau sickle cell anemia
Menurut Price & Wilson (2005) penyebab anemia dapat
dikelompokan sebagai berikut:
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi difisiensi
Fe, Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat
menimbulkan anemi pernisiosa dan anemi asam folat.
c. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu , sehingga dapat
menimbulkan anemia aplastik dan leukemia.
d. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
2. Kehilangan darah
a. Akut karena perdarahan atau trauma atau kecelakaan yang
terjadi secara mendadak.
b. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis) Hemolisis dapat terjadi
karena:
a. Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD (untuk
mencegah kerusakan eritrosit.
b. Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak
eritrosit misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau
penggunaan obat acetosal.
4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada Bahan baku yang
dimaksud adalah protein , asam folat, vitamin B12, dan mineral Fe.
Sebagian besar anemia anak disebabkan oleh kekurangan satu atau lebih
zat gizi esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan dalam
74

pembentukan sel-sel darah merah. Anemia bisa juga disebabkan oleh


kondisi lain seperti penyakit malaria, infeksi cacing tambang. (3)

C. Epidemiologi
Kurang lebih terdapat 370 juta wanita di berbagai negara
berkembang menderita anemia defisiensi zat besi dengan 41% diantaranya
wanita tidak hamil. Prevalensi anemia di India menunjukkan angka
sebesar 45% remaja putri telah dilaporkan mengalami anemia defisiensi
zat besi. Prevalensi anemia di Indonesia masih cukup tinggi menunjukkan
angka prevalensi anemia secara nasional pada semua kelompok umur
adalah 21,70%. Prevalensi anemia pada perempuan relatif lebih tinggi
(23,90%) dibanding laki-laki (18,40%). Prevalensi anemia berdasarkan
lokasi tempat tinggal menunjukkan tinggal di pedesaan memiliki
persentase lebih tinggi (22,80%) dibandingkan tinggal di perkotaan
(20,60%), sementara prevalensi anemia pada perempuan usia 15 tahun
atau lebih adalah sebesar 22,70%. Hasil penelitian Listiana (2016)
menunjukkan bahwa prevalensi anemia defisiensi zat besi pada remaja
putri di tahun pertama menstruasi sebesar 27,50%, dengan rata-rata usia
pertama kali mengalami menstruasi pada usia 13 tahun(4)

D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala anemia dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu
sebagai berikut:
1. Gejala umum anemia
- Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak
nafas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
- Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilatas, lesu, serta
perasaan dingin pada ekstremitas.
- Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
- Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit
menurun, serta rambut tipis dan halus.
75

2. Gejala khas masing-masing anemia


- Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis, keletihan, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
- Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue).
- Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
- Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda
infeksi.
3. Gejala akibat penyakit yang mendasari
Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia
tersebut. Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi
cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis
dan telapak tangan berwatna kuning seperti jerami(5).

E. Klasifikasi
Klasifikasi anemia macam-macam anemia adalah sebagai berikut(6):
1) Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya
mineral fe. Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang masuknya
unsur besi dengan makanan, karena gangguan absorbsi atau terpantau
banyaknya besi keluar dari tubuh, misalnya pada pendarahan.
2) Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan oleh defisiensi
asam folat, jarang sekali karena defisiensi vitamin B12, anemia ini sering
ditemukan pada wanita yang jarang mengonsumsi sayuran hijau segar atau
makanan dengan protein hewani tinggi.
3) Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena penghancuran
sel darah merah berlangsung lebih cepat dari pembuatannya.
4) Anemia hipoplastik dan aplastik adalah anemia yang disebabkan karena
sumsum tulang belakang kurang mampu membuat sel-sel darah yang baru
Pada sepertiga kasus anemia dipicu oleh obat atau zat kimia lain, infeksi,
radiasi, leukimia dan gangguan imunologis.

F. Patofisiologi
76

Patofisiologi terjadinya anemia terbagi menjadi dua mekanisme yaitu


anemia sebagai akibat efek langsung dari penyakit keganasan dan anemia sebagai
akibat terapi pengobatan sitostatik dan radioterapi
1. Anemia sebagai akibat efek langsung dari penyakit keganasan
Patogenesis anemia penyakit merupakan interaksi antara sel tumor
dengan sistem imun pejamu yang mendorong pengaturan inflamasi sitokin
spesifik seperti interleukin-1 (IL-1), interferon gamma (IFN-) dan faktor
nekrosis tumor (TNF-). Peningkatan kadar sitokin ini akan menekan progenitor
eritroid burst-forming unit erythroid (BFUE) dan colony-forming unit erythroid
(CFU-E) di sumsum tulang, mengganggu metabolisme besi dan mengurangi
produksi eritropoietin (EPO). Kerusakan ginjal termasuk disfungsi renal oleh zat
yang nefrotoksik akan menurunkan respons eritropoietin (EPO) terhadap anemia
terutama saat pemberian kemoterapi. Umur eritrosit menjadi pendek sedangkan
jumlah produksi sel yang baru tidak dapat mengkompensasi. Hal inilah yang akan
menyebabkan anemia. Perdarahan tumor juga akan menambah berat anemia.
Tumor padat yang bermetastasis ke sumsum tulang sering menimbulkan
anemia. Metastasis merusak sel progenitor, sel-sel sumsum tulang dan
menurunkan produksi faktor pertumbuhan.17 Penelitian di Korea mendapatkan
penekanan sumsum tulang pada 53% pasien leukemia dan 78% pasien tumor
padat.
Beberapa jenis tumor yang bermetastasis ke sumsum tulang adalah 19
histiositosis sel langerhans ( Letterer-Siwe disease), neuroblastoma, limfoma
non-hodgkin, limfoma hodgkin, retinoblastoma, dan rabdomiosarkoma
2. Anemia akibat dari terapi penyakit keganasan
Kemoterapi atau radioterapi dapat menyebabkan terjadinya anemia dan
pengulangan siklus kedua terapi ini secara kumulatif akan merusak eritropoiesis.
Walaupun sebagian besar sitostatik mempunyai efek penekanan proliferasi sel
pada umumnya di sumsum tulang, ada beberapa kemoterapi yang mempunyai
target eritropoiesis. Sitostatik yang mengandung platinum (cisplatin dan
karboplatin) merupakan penyebab tersering terjadinya komplikasi anemia sedang
sampai berat, hal ini disebabkan efek toksik sitostatika tersebut pada sel renal.
Cisplatin bersifat nefrotoksik terutama pada sel endotel kapiler peritubular yang
menghasilkan eritropoietin. Sekitar 61% pasien yang mendapat cisplatin dan 49%
yang mendapat karboplatin akan mengalami anemia. Selain itu kombinasi dari
siklofosfamid, metotreksat dan 5-fluorourasil dapat merusak sel induk sehingga
77

dapat menyebabkan terjadinya anemia sedang. Corazza F dari Belgia


membuktikan 90% pasien leukemia dan 69% pasien tumor ganas yang mendapat
terapi cisplatin mengalami anemia.Hal ini dapat dilihat dari kadar Hb sebelum
tranfusi, jumlah tranfusi yang diberikan, dan turunnya kadar Hb per hari
Penyakit keganasan yang mendapatkan gabungan terapi berupa
radioterapi dan kemoterapi, akan meningkatkan jumlah transfusi terutama pada
pasien yang mendapatkan cisplatin. Status oksigenisasi sel berhubungan erat
dengan respons radioterapi terhadap tumor. Tumor yang mengalami hipoksia
memerlukan dosis radiasi 2,8-3 kali lebih besar dan bahkan dapat terjadi
kegagalan radiasi dibandingkan dengan tumor dengan kadar oksigen normal.
Kemampuan radioterapi dalam eradikasi sel ganas sangat bergantung pada kadar
molekul oksigen dalam tumor, karena oksigen merupakan suatu radiosensitizer
penting dalam penghancuran DNA sel ganas. Radioterapi membentuk radikal
bebas dari molekul oksigen dan menerobos sampai DNA tumor sehingga
menyebabkan sel tumor mati. Hubungan Hb dengan distribusi oksigen ke
jaringan merupakan hal yang penting untuk menentukan hasil pengobatan
penyakit keganasan, baik dengan kemoterapi atau dengan radioterapi. Penelitian
di New York mendapatkan 48% pasien dengan anemia (kadar Hb<12 g/dL)
menjadi bertambah anemi (57%) pada akhir radioterapi (7)

F. Pemeriksaan Penunjang
Kelainan laboratorium yang dapat dijumpai pada anemia aplastik
antara lain Adalah(8):
1. Anemia normokromik normositer disertai retikusitopenia
2. Anemia sering berat dengan kadar Hb<7 g/dl
3. Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda dalam
darah tepi
4. Trombositopenia, yang bervariasi dari ringan sampai sangat berat
5. Darah Lengkap: Jumlah masing-masing sel darah (eritrosit, leukosit,
trombosit)
6. Hapusan Darah Tepi: Ditemukan normokromik normositer
7. Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, HbF meningkat.
8. Sumsum tulang : hipoplasia sampai aplasia. Aplasia tidak menyebar
secara merata pada seluruh sumsum tulang, sehingga sumsum tulang yang
78

normal dalam satu kali pemeriksaan tidak dapat menyingkirkan diagnosis


anemia aplastik, harus diulangi pada tempat-tempat yang lain.
9. Pemeriksaan Sumsum Tulang : Aspirasi sumsum tulang biasanya
mengandung sejumlah spikula dengan daerah yang kosong, dipenuhi
lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis. Limfosit, sel plasma, makrofag
dan sel mast mungkin menyolok dan hal ini lebih menunjukkan
kekurangan sel-sel yang lain daripada menunjukkan peningkatan elemen-
elemen ini. Pada kebanyakan kasus gambaran partikel yang ditemukan
sewaktu aspirasi adalah hiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa
spikula dapat ditemukan normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan
tetapi megakariosit rendah. International Aplastic Study Group
mendefinisikan anemia aplastik berat bila selularitas sumsum tulang
kurang dari 25% atau kurang dari 50% dengan kurang dari 30% sel
hematopoiesis terlihat pada sumsum tulang.(9)
10. Pemeriksaan Flow cytometry dan FISH (Fluorescence In Situ
Hybridization) Sel darah akan diambil dari sumsum tulang, tujuannya
untuk mengetahui jumlah dan jenis sel-sel yang terdapat di sumsum
tulang. Serta untuk mengetahui apakah terdapat kelainan genetik atau
tidak.
11. Level Vitamin B-12 dan Folat dapat menyingkirkan anemia
megaloblastik.
12. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk sindrom
kegagalan sumsum tulang yang diturunkan, karena banyak diantaranya
memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada pemeriksaan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) memberikan gambaran yang khas yaitu ketidakhadiran
elemen seluler dan digantikan oleh jaringan lemak.

G. Diagnosis Banding
1. Anemia Defisiensi Besi
2. Anemia Hemolitik
79

3. Anemia Sickle Cell


4. Anemia Mieloptisik
5. Anemia Mikrositik Hipokrom

H. Diagnosis Kerja
Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter
sel darah merah: konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah
merah. Anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di
bawah 12 g% pada wanita (WHO). Anemia merupakan gejala dan tanda
penyakit tertentu yang harus dicari penyebabnya agar dapat diterapi dengan
tepat. Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme
independen yaitu berkurangnya produksi sel darah merah, meningkatnya
destruksi sel darah merah dan kehilangan darah. Gejala anemia disebabkan
karena berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan atau adanya hipovolemia.
Berdasarkan pendekatan morfologi, anemia diklasii kasikan menjadi anemia
makrositik (mean corpuscular volume / MCV > 100 fL) , anemia mikrositik
(MCV < 80 fL) dan anemia normositik (MCV 80-100 fL) .Gejala klinis,
parameter MCV, RDW (red cell distribution width), hitung retikulosit dan
morfologi apus darah tepi digunakan sebagai petunjuk diagnosis penyebab
anemia.

I. Penatalaksanaan
Secara garis besar terapi untuk anemia terdiri atas : (10)
1) Terapi kausal
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Tetapi
sering hal ini sulit dilakukan karena etiologinya yang tidak jelas atau
penyebabnya yang tidak dapat dikoreksi.
2) Terapi suportif
Terapi ini adalah untuk mengatasi akibat pansitopenia.
80

a. Untuk mengatasi infeksi antara lain : (11)


- Higiene mulut
- Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan
adekuat. Sebelum ada hasil tes sensitivitas, antibiotik yang biasa diberikan
adalah ampisilin, gentamisin, atau sefalosporin generasi ketiga.
- Tranfusi granulosit konsentrat diberikan pada sepsis berat kuman gram
negatif, dengan neutropenia berat yang tidak memberikan respon pada
antibiotika adekuat.
b. Untuk mengatasi anemia
Tranfusi PRC (packet red cell) jika Hb < 7 g/dl atau ada tanda payah
jantung atau anemia yang sangat simtomatik. Koreksi sampai Hb 9-10
g/dl, tidak perlu sampai Hb normal, karena akan menekan eritropoiesis
internal.
c. Untuk mengatasi perdarahan
Tranfusi konsentrat trombosit jika terdapat perdarahan mayor atau
trombosit < 20.000/mm3. Pemberian trombosit berulang dapat
menurunkan efektivitas trombosit karena timbulnya antibodi
antitrombosit. Kortikosteroid dapat mengurangi perdarahan kulit.
3) Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang
Beberapa tindakan di bawah ini diharapkan dapat merangsang
pertumbuhan sumsum tulang : (12)
- Anabolik Steroid: oksimetolon atau atanozol. Efek terapi diharapkan
muncul dalam 6-12 minggu.
- Kortikosteroid dosis rendah sampai menengah : prednison 40-100 mg/hr,
jika dalam 4 minggu tidak ada perbaikan maka pemakaiannya harus
dihentikan karena efek sampingnya cukup serius.
- GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah
netrofil.
4) Terapi definitif
Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka
panjang. Terapi tersebut terdiri atas dua macam pilihan : (13)
81

- Terapi Imunosupresif : pemberian anti lymphocyte globuline : anti


lymphocyte globulin (ALG) atau anti thymocyte globuline (ATG).
Pemberian ALG merupakan pilihan utama untuk pasien yang berusia di
atas 40 tahun. Selanjutnya, pemberian methylprednisolon dosis tinggi.
- Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang memberikan
harapan kesembuhan, tetapi biayanya sangat mahal, memerlukan peralatan
yang canggih, serta adanyakesulitan tersendiri dalam mencari donor yang
kompatibel. Transplantasi sumsum tulang yaitu :
a. Merupakan pilihan untuk pasien usia < 40 tahun.
b. Diberikan siklosporin A untuk mengatasi GvHD (graft versus host
disease)
c. Memberikan kesembuhan jangka panjang pada 60-70% kasus.

J. Komplikasi
Adapun komplikasi pada anemia yaitu : (14)
1. Sepsis
2. Sensitisasi terhadap antigen donor yang bereaksi silang menyebabkan
perdarahan yang tidak terkendali.
3. Cangkokan vs penyakis hospes (timbul setelah pencangkokan sumsum
tulang).
4. Kegagalan cangkok sumsum (terjadi setelah transplantasi tulang).
5. Leukimia mielogen akut dan berhubungan dengan anemia fanconi.
6. Hepatitis, hemosederosis dan hemokromatosis.

K. Prognosis
Prognosis atau perjalanan penyakit anemia aplastik sangat bervariasi,
tetapi tanpa pengobatan pada umumnya memberikan prognosis yang
buruk. Prognosis dapat dibagi tiga, yaitu : (15)
a. Kasus berat dan progresif, rata-rata meninggal dalam 3 bulan (10-15%
kasus)
82

b. Pasien dengan perjalanan penyakit kronik dengan remisi dan relapse


dapat meninggal dalam 1 tahun (50% kasus)
c. Pasien yang mengalami remisi sempurna atau parsial (sebagian kecil
pasien)

L. Pencegahan dan Edukasi


Hal pertama yang harus disampaikan kepada pasien ialah edukasi
pasien tentang penyakitnya. Pasien dijelaskan kembali lebih lengkap
mengenai penyakit anemia aplastik, perkiraan perjalanan penyakitnya,
kemungkinan keluhan lain yang dapat muncul, pencegahan dan
pengobatannya. Memberikan KIE agar mengenali tanda-tanda anemia,
infeksi dan pendarahan serta edukasi agar pasien dapat menghindari faktor
faktor pencetus yang dapat menimbulkan keluhan lain dari penyakit yang
diderita pasien seperti menggunakan masker apabila keluar rumah dan
menghindari kontak dengan orang yang sedang sakit. Pasien juga
diedukasi mengenai menjaga lingkungan tempat tinggal. Pasien diedukasi
agar rutin membersihkan rumahnya dan membuang sampah ke tempat
penampungan sampah besar agar sampah tidak menumpuk di dalam
rumah karena dapat menjadi tempat berkembangbiaknya agen infeksi
seperti bakteri yang dapat menimbulkan penyakit bagi pasien. Pasien juga
diberikan edukasi mengenai pemilihan makanan, memakan makanan yang
sudah dimasak, menghindari makanan mentah dan mencuci tangan dengan
sabun sebelum menyiapkan atau memakan makanan.
Pasien diedukasikan agar ke rumah sakit tidak hanya pada saat
keluhannya sudah memberat untuk dirawat inap saja, tetapi ke rumah sakit
untuk memantau penyakitnya sehingga penyakitnya dapat dilakukan
penanganannya rawat jalan tanpa harus dirawat inap dalam jangka waktu
yang lama. (16)

Anda mungkin juga menyukai