2.5 Anemia
A. Definisi
Menurut WHO (2014), anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah
sel darah merah atau kemampuan pengangkutan oksigen oleh sel darah
merah tidak dapat memenuhi kebutuhan normal yang berbeda-beda
tergantung pada umur, jenis kelamin, ketinggian (diatas permukaan laut),
kebiasaan merokok, dan kehamilan. Anemia sering disebut KD (kurang
darah) yaitu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah kurang
dari normal (< 12 gr/dl) dan merupakan masalah kesehatan yang
menyebabkan penderitanya mengalami kelelahan, letih dan lesu sehingga
akan berdampak pada kreativitas dan produktivitasnya. Anemia juga
meningkatkan kerentanan penyakit pada saat dewasa serta melahirkan
generasi yang bermasalah gizi. (1)
Berdasarkan kriteria WHO yang direvisi/ kriteria National Cancer
Institute, anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 14 g% pada pria dan
di bawah 12 g% pada wanita. Kriteria ini digunakan untuk evaluasi anemia
pada penderita dengan keganasan. Anemia merupakan tanda adanya
penyakit. Anemia selalu merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari
penyebabnya. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium sederhana berguna dalam evaluasi penderita anemia (2)
B. Etiologi
Beberapa jenis anemia dapat diakibatkan oleh defisiensi zat besi,
infeksi atau gangguan genetik. Yang paling sering terjadi adalah anemia
yang disebabkan oleh kekurangan asupan zat besi. Kehilangan darah yang
cukup banyak, seperti saat menstruasi, kecelakaan dan donor darah
berlebihan juga dapat menghilangkan zat besi dalam tubuh. Wanita yang
mengalami menstruasi setiap bulan berisiko menderita anemia. Kehilangan
darah secara perlahan-lahan di dalam tubuh, seperti ulserasi polip kolon
dan kanker kolon juga dapat menyebabkan anemia.
Selain zat besi, masih ada dua jenis lagi anemia yang sering timbul
pada anak anak dan remaja. Anemia aplastik terjadi bila sel yang
73
C. Epidemiologi
Kurang lebih terdapat 370 juta wanita di berbagai negara
berkembang menderita anemia defisiensi zat besi dengan 41% diantaranya
wanita tidak hamil. Prevalensi anemia di India menunjukkan angka
sebesar 45% remaja putri telah dilaporkan mengalami anemia defisiensi
zat besi. Prevalensi anemia di Indonesia masih cukup tinggi menunjukkan
angka prevalensi anemia secara nasional pada semua kelompok umur
adalah 21,70%. Prevalensi anemia pada perempuan relatif lebih tinggi
(23,90%) dibanding laki-laki (18,40%). Prevalensi anemia berdasarkan
lokasi tempat tinggal menunjukkan tinggal di pedesaan memiliki
persentase lebih tinggi (22,80%) dibandingkan tinggal di perkotaan
(20,60%), sementara prevalensi anemia pada perempuan usia 15 tahun
atau lebih adalah sebesar 22,70%. Hasil penelitian Listiana (2016)
menunjukkan bahwa prevalensi anemia defisiensi zat besi pada remaja
putri di tahun pertama menstruasi sebesar 27,50%, dengan rata-rata usia
pertama kali mengalami menstruasi pada usia 13 tahun(4)
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala anemia dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu
sebagai berikut:
1. Gejala umum anemia
- Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak
nafas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
- Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilatas, lesu, serta
perasaan dingin pada ekstremitas.
- Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
- Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit
menurun, serta rambut tipis dan halus.
75
E. Klasifikasi
Klasifikasi anemia macam-macam anemia adalah sebagai berikut(6):
1) Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya
mineral fe. Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang masuknya
unsur besi dengan makanan, karena gangguan absorbsi atau terpantau
banyaknya besi keluar dari tubuh, misalnya pada pendarahan.
2) Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan oleh defisiensi
asam folat, jarang sekali karena defisiensi vitamin B12, anemia ini sering
ditemukan pada wanita yang jarang mengonsumsi sayuran hijau segar atau
makanan dengan protein hewani tinggi.
3) Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena penghancuran
sel darah merah berlangsung lebih cepat dari pembuatannya.
4) Anemia hipoplastik dan aplastik adalah anemia yang disebabkan karena
sumsum tulang belakang kurang mampu membuat sel-sel darah yang baru
Pada sepertiga kasus anemia dipicu oleh obat atau zat kimia lain, infeksi,
radiasi, leukimia dan gangguan imunologis.
F. Patofisiologi
76
F. Pemeriksaan Penunjang
Kelainan laboratorium yang dapat dijumpai pada anemia aplastik
antara lain Adalah(8):
1. Anemia normokromik normositer disertai retikusitopenia
2. Anemia sering berat dengan kadar Hb<7 g/dl
3. Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda dalam
darah tepi
4. Trombositopenia, yang bervariasi dari ringan sampai sangat berat
5. Darah Lengkap: Jumlah masing-masing sel darah (eritrosit, leukosit,
trombosit)
6. Hapusan Darah Tepi: Ditemukan normokromik normositer
7. Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, HbF meningkat.
8. Sumsum tulang : hipoplasia sampai aplasia. Aplasia tidak menyebar
secara merata pada seluruh sumsum tulang, sehingga sumsum tulang yang
78
G. Diagnosis Banding
1. Anemia Defisiensi Besi
2. Anemia Hemolitik
79
H. Diagnosis Kerja
Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter
sel darah merah: konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah
merah. Anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di
bawah 12 g% pada wanita (WHO). Anemia merupakan gejala dan tanda
penyakit tertentu yang harus dicari penyebabnya agar dapat diterapi dengan
tepat. Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme
independen yaitu berkurangnya produksi sel darah merah, meningkatnya
destruksi sel darah merah dan kehilangan darah. Gejala anemia disebabkan
karena berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan atau adanya hipovolemia.
Berdasarkan pendekatan morfologi, anemia diklasii kasikan menjadi anemia
makrositik (mean corpuscular volume / MCV > 100 fL) , anemia mikrositik
(MCV < 80 fL) dan anemia normositik (MCV 80-100 fL) .Gejala klinis,
parameter MCV, RDW (red cell distribution width), hitung retikulosit dan
morfologi apus darah tepi digunakan sebagai petunjuk diagnosis penyebab
anemia.
I. Penatalaksanaan
Secara garis besar terapi untuk anemia terdiri atas : (10)
1) Terapi kausal
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Tetapi
sering hal ini sulit dilakukan karena etiologinya yang tidak jelas atau
penyebabnya yang tidak dapat dikoreksi.
2) Terapi suportif
Terapi ini adalah untuk mengatasi akibat pansitopenia.
80
J. Komplikasi
Adapun komplikasi pada anemia yaitu : (14)
1. Sepsis
2. Sensitisasi terhadap antigen donor yang bereaksi silang menyebabkan
perdarahan yang tidak terkendali.
3. Cangkokan vs penyakis hospes (timbul setelah pencangkokan sumsum
tulang).
4. Kegagalan cangkok sumsum (terjadi setelah transplantasi tulang).
5. Leukimia mielogen akut dan berhubungan dengan anemia fanconi.
6. Hepatitis, hemosederosis dan hemokromatosis.
K. Prognosis
Prognosis atau perjalanan penyakit anemia aplastik sangat bervariasi,
tetapi tanpa pengobatan pada umumnya memberikan prognosis yang
buruk. Prognosis dapat dibagi tiga, yaitu : (15)
a. Kasus berat dan progresif, rata-rata meninggal dalam 3 bulan (10-15%
kasus)
82