I. Pendahuluan
banyak menyerang wanita muda dengan berbagai manifestasi pada tubuh manusia antara
rasio wanita banding pria adalah 12:1. Pasien dengan LES dapat mengenai segala umur
dengan insiden puncak umur 15-45 tahun, di Amerika serikat ras non kakusia lebih banyak
dibandingkan ras kulit putih juga pada wanita keturunan kulit hitam bila dibandingkan ras
kulit putih wanita kulit hitam 3-4 kali lebih banyak.2 Lupus eritematosus sistemik
melibatkan satu atau lebih banyak sistem organ dan manifestasinya bertambah dari waktu
ke waktu. Setiap jaringan dalam tubuh dapat terlibat dalam LES seperti muskuloskeletal,
Pada sebagian besar pasien LES, kelainan hematologi dapat berupa anemia,
trombositopenia dan leukopenia dapat terjadi selama perjalanan penyakit dengan tingkat
kejadian yang bervariasi. Keterlibatan hematologi sudah ada pada saat terdiagnosis atau
dapat terjadi setelahnya, disebabkan oleh penyakit atau dari pengobatan. 1 Banyak kasus
LES hadir dengan kelainan hematologi saja, tanpa terlibatnya organ lain. Dalam beberapa
kasus adanya anemia, trombositopenia, pansitopenia atau episode trombotik, terutama pada
1
wanita muda diagnosis bisa tertunda atau awalnya tidak terdiagnosis jika indeks kecurigaan
awal rendah atau tindak lanjut yang tidak memadai dan tidak tepat.3
Kriteria diagnosis LES dari ACR pada 1971 menyatakan bahwa leukopenia,
Sementara pada revisi tahun 1982 dinyatakan bahwa kelainan hematologi dikelompokkan
menjadi satu kelompok yang terdiri dari anemia hemolotik autoimun, leukopenia <4000/µl
pada dua kali atau lebih pemeriksaan, limfopenia <1500/µl tanpa pemberian obat. Pada
Carolina Lupus Study, dari 265 pasien LES yang didiagnosis antara 1995 sampai 1999,
frekuensi kelainan hematologi pada diagnosis awal adalah 11% anemia hemolitik, 18%
dan hemolisis autoimun bernilai 4. Manifestasi kelainan hematologik pada LES sering
Kelainan hematologi ditemukan di antara 83-85% pasien pada saat didiagnosis LES dan
anemia of chronic disease dan hemolisis.3,6 Hemolisis dapat terjadi dengan cepat dan berat
serta memerlukan terapi glukokortikoid dosis tinggi, yang mana efektif pada banyak
pasien. Leukopenia sebagian besar terdiri dari limfopenia bukan granulositopenia namun
Trombositopenia menjadi masalah yang berulang. Jika jumlah trombosit >40.000/πL dan
perdarahan abnormal tidak ada, terapi mungkin dapat tidak diberikan. Terapi
2
glukokortikoid dosis tinggi (misalnya 1mg/kg perhari dari prednisone atau setara) biasanya
efektif untuk beberapa orang pada episode pertama trombositopenia berat. Anemia
hemolitik berulang atau kronik atau trombositopenia, atau penyakit yang membutuhkan
Anemia ditemukan sekitar 50% pada pasien LES, banyak mekanisme yang
berperan terhadap terjadinya anemia, termasuk peradangan, insufisiensi ginjal, blood loss,
didefinisikan sebagai salah satu kelainan hematologik pada LES dengan kadar hemoglobin
(hb) <12 g/dL pada wanita dan < 13.5 g/dL pada laki-laki.5,8 Anemia dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas pasien LES, hal ini akan menurunkan kualitas hidup pasien, jika
tidak diterapi dengan baik. Gagal ginjal, seroritis dan kejang, adalah beberapa komplikasi
pada keadaan anemia. Pengobatan yang tepat akan diberikan sesuai dengan etiologi dari
anemia.9
3
II.1 Anemia yang Tidak Diperantarai Imun
Anemia penyakit kronik adalah gangguan hematologi yang banyak terjadi pada
LES dengan prevalensi 60% hingga 80%. Penyebab anemia pada LES adalah penekanan
eritropoiesis karena peradangan (anemia penyakit kronis atau anemia inflamasi kronis).
Jenis anemia ini adalah normositik normokrom dengan jumlah retikulosit yang relatif
rendah. Meskipun kadar serum besi dapat berkurang, namun penyimpanan besi di sum-
sum tulang adekuat dan konsentrasi serum feritin meningkat. Bila tidak ada gejala yang
berhubungan dengan anemia (misalnya dispnuea saat aktivitas, mudah lelah) atau
insufisiensi renal maka anemia inflamasi kronis tidak memerlukan pengobatan khusus. 7,8
Mekanisme anemia pada penyakit kronik sampai saat ini belum jelas. Hasil pada
yang terlibat seperti gangguan pelepasan besi oleh sistem fagositik mononuklear, besi
terikat dengan protein pengikat, penurunan respon eritropoietin, dan efek supresif
produksi protein hepsidin dari respon fase akut dan menghancurkan ferroportin yang
diproduksi oleh hepatosit. Akibatnya, besi tidak dapat diangkut keluar dari eritrosit dan
makrofag. Pada kondisi ini, meskipun besi dalam tubuh cukup, sum-sum tulang tetap
Fisiopatologi anemia yang terjadi pada LES yaitu sitokin dan sel LES mengubah
homeostasis besi; produksi eritropoietin abnormal; respon yang tidak memadai terhadap
sekresi eritropoietin menyebabkan kelainan progenitor eritroid dalam sel dan mengurangi
4
rentang umur eritrosit; hal ini disebabkan oleh efek toksik langung pada progenitor dengan
pembentukan radikal bebas seperti nitrat oksida (NO), dan anion superoksida (O 2).10,11
diikuti oleh produksi sitokin seperti interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (IL-6), interleukin
10 (IL-10), tumor nekrosis alpha (TNFα) dan interferon gamma (IFNgamma), yang
merangsang penyimpanan besi dalam makrofag dan sintesis dari feritin, yang
IL-1 memiliki efek penghambatan pada proliferasi dan diferensiasi dari progenitor ertiroid.
(bertanggung jawab terutama untuk manifestasi sistemik pada LES, termasuk anemia)
adalah sitokin pertama yang ditemukan, terlibat dalam merangsang sekresi hepsidin di
hati.9,10
Pengobatan penyakit anemia kronis berdasarkan etiologi terdiri dari dua prinsip.
5
jantung untuk mempertahankan pengiriman sistemik oksigen. Kedua, anemia dikaitkan
Pengobatan anemia pada pasien LES ditujukan pada proses penyakitnya, tidak
dianjurkan pemberian terapi besi atau intervensi spesifik lainnya,4 pada kasus dimana
mengobati penyakit dasarnya tidak bisa dilakukan, strategi alternatif diperlukan. 7,11
Pengobatan Anemia Penyakit Dasar Anemia Penyakit Dasar dengan Defisiensi Besi
*untuk koreksi anemia jangka pendek yang parah atau mengancam jiwa. Efek imunomodulator yang berpotensi
merugian dari transfuse darah masih kontroversial
≠ meskipun terapi besi diindikasikan untuk koreksi anemia penyakit kronis yang berkaitan dengan defisiensi besi
absolut, tidak ada data studi perspektif yang tersedia tentang efek terapi zat besi pada perjalan penyakit yang mendasari
penyakit kronis.
±Koreksi berlebihan pada anemia (hemoglobin >12 g per desiliter) mungkin berpotensi berbahaya bagi pasien;
signifikansi klinis dari ekspresi reseptor eritropoietin pada sel tumor tertentu perlu diinvestigasi.
Anemia defisiensi besi tidak jarang terjadi pada LES, terutama antara remaja atau
wanita muda. Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Esin Beyan dan kawan-kawan
didapatkan kasus Anemia defisiensi besi terdiri dari 17% dan semuanya adalah usia
reproduktif. Namun, anemia defisiensi besi pada penelitian dan anemia terkait kekurangan
vitamin B12, yang di diagnosis pada beberapa kasus tidak secara langsung dikaitkan
dengan LES.12
Anemia dapat mencerminkan kehilangan darah akut atau kronis dari saluran
pencernaan, biasanya ditemukan pada pasien LES yang mendapat obat-obat anti inflamasi
6
Radioaktivitas pada banyak organ berbeda dari normal, dengan peningkatan kadar
radioaktivitas pada limpa dan hati. Peningkatan jumlah besi yang diabsorpsi tidak
digunakan untuk sintesis hemoglobin melainkan untuk disimpan. Di lain pihak, turnover
besi plasma meningkat pada sebagian besar pasien. Usia eritrosit lebih pendek tanpa
adanya hemolisis.4,8,12
defisiensi besi disebabkan oleh kekurangan asupan, gangguan penyerapan zat besi,
perdarahan saluran cerna kronik akibat konsumsi kortikosteroid jangka panjang atau
OAINS. Penapisan sumber perdarahan perlu dievaluasi pada pasien LES dengan anemia
defisinesi besi. Anemia defisiensi besi dapat terjadi bersamaan dengan penyakit kronik
berdasarkan kadar feritin dimana diagnosis anemia defisinesi besi kurang memungkinkan
jika hasilnya >20 µg/dL. Soluble transferrin receptor (sTfR) dapat diperiksa untuk
membedakan antara anemia defisiensi murni dan yang disertai anemia penyakit kronik.
Indeks sTfR <1 menunjukkan defisiensi besi fungsional, sedangkan indeks >2
besi oral atau intravena dapat dimulai. Pilihan terapi lain adalah obat peningkat
keamanan dan efek sampingnya. Jika diberikan obat ini, pasien harus diperiksa kadar
hemoglobinnya pada empat minggu setelah memulai terapi secara berkala. Pemberian obat
ini juga perlu diikuti dengan pemberian suplemen besi secara simultan.5,11
7
Tabel 2 Perbedaan Nilai Laboratorium antara Anemia Penyakit Kronik dan Anemia
Defisien Besi11
Variabel Anemia Penyakit Anemia Defisinesi Anemia Penyakit Kronik dan Anemia
Kronik Besi Defisiensi Besi
autoimun yang mempengaruhi banyak sistem organ dengan berbagai manifestasi klinis dan
laboratorium. Penyakit sel sabit merupakan kelainan genetic yang mencakup anemia sel
sabit, hemoglobin sel sabit C, dan talasemia sel sabit. Anemia sel sabit memiliki kelainan
genetik atutosoma resesif yang ditandai oleh produksi hemoglobin S yang abnormal. 15
Insiden LES pada pasien dengan anemia sel sabit tidak diketahui, karena sebagian besar
Manifetasi klinis untuk mendiagnosis anemia sel sabit pada penyakit LES sulit
untuk ditegakkan, karena manifestasi muskuloskeletal, sistem saraf pusat dan ginjal serupa
pada ke dua penyakit. Sekitar 20% dari anemia sel sabit memiliki antibodi ANA positif
dengan titer lebih besar dari 1/160.15,16 Diduga bahwa abnormalitas pada jalur alternatif
dari komplemen pada hemoglobinopati sel sabit dapat menjadi predisposisi untuk menjadi
kelainan kompleks imun, termasuk LES. Namun tidak ada bukti bahwa LES lebih sering
8
II.2 Anemia yang Diperantarai Imun
pasien LES. Beberapa sindrom klinik terjadi masing-masing diperantarai oleh autoantibodi
(IgG atau IgM) yang berbeda yang menyerang sel darah merah. Akibatnya, sel darah merah
lebih cepat rusak sehingga jumlahnya berkurang pada sirkulasi. Anemia hemolitik
autoimun berkembang secara bertahap pada sebagian besar pasien, namun terkadang dapat
Kriteria ACR dan SLICC mengenali AHA dengan retikulosis sebagai salah satu
kriteria klasifikasi LES, sedangkan kriteria SLICC juga termasuk tes coombs positif
sebagai kriteria, retikulosis adalah salah satu kriteria diagnostik untuk diagnosis AHA. 4,16,18
Patogenesis: Antibodi antieritrosit pada LES terutama tipe IgG hangat. Antibodi
aPL berhubungan dengan coombs positif pada anemia hemolitik dengan pasien SLE.
Antibodi aCL, IgG dan IgM, lebih sering terjadi pada pasien LES dengan AHA. Lang et
al, dalam perbandingan studinya, memberikan bukti yang menggambarkan peran antibodi
aCL pada AHA. Hubungan antara AHA pada pasien dengan LES dan spesifisitas antigen
anemia: AHA adalah anemia hemolitik yang ditandai dengan gambaran normositik atau
makrositik, haptoglobin serum rendah dan hitung retikulosit tinggi. Selain itu hasil
indirek, dan urobilinogen urine dapat mengarah ke anemia hemolitik meskipun tidak
spesifik. Membedakan proses hemolisis: proses hemolisis dibedakan menjadi imun dan
9
non imun. Pemeriksaan direct antiglobulin test, seperti tes coombs positif menunjukan
adanya ikatan antibodi (IgG, IgA, IgM) dan atau komplemen (C3d, C3c) di permukaan
eritrosit yang pada konteks anemia hemolisis dapat menentukan diagnosis AHA dan
antibody type dan cold antibody type, berdasarkan suhu optimal reaktivitas antibodi
antibodi yang bereaksi terhadap antigen eritosit pada suhu 37ºC dan menyebabkan
hemolisis pada suhu yang sama. Sementara itu, cold antibody dimediasi IgM dan bereaksi
terhadap antigen eritrosit pada suhu 4ºC tetapi menyebabkan hemolisis pada suhu 37ºC.
Penurunan Haptoglobin
Langkah 1: Hemolitik Peningkatan hitung retikulosit
Peningkatan LDH dan bilirubin indirek
WA-AHA (IgG±C3d)
Langkah 3: tipe CA-AHA (C3d)
Antibodi Gabungan
mg/kg prednisone setiap hari, pemberian dosis terbagi. Selama pemberian obat, kadar
hemoglobin diharapkan naik dalam waktu tiga minggu. Kortikosteroid dosis tinggi
diberikan bila terjadi AHA berat atau Hb <8g/dL. Pada pasien yang responsif dengan
steroid, respon klinis akan terjadi dalam waktu satu minggu. Stabilisasi hematokrit terjadi
10
dalam 30-90 hari setelah terapi dimulai. Pasien dengan anemia hemolitik berat dan
dengan dosis steroid konvesional. Hitung retikulosit dapat digunakan sebagai indikator
respon terapi dan untuk mendeteksi relaps saat dosis diturunkan. Hitung retikulosit yang
menurun drastis dihubungkan dengan relaps proses hemolitik. Pengobatan lainnya yang
prednisone 10-20 mg/hari pada pasien-pasien yang gagal dengan prednisone. Splenektomi
dilakukan pada pasien dengan AHA tipe hangat idiopatik yang membutuhkan dosis
pemeliharaan prednisone yang tinggi (20mg/hari atau lebih), pasien dengan relaps yang
sering atau yang menunjukkan efek samping yang serius degan terapi steroid. Transfusi,
sebaiknya transfusi darah dihindari, tidak hanya karena risiko penularan penyakit infeksi,
tetapi juga karena pengamatan menunjukkan adanya isoantibodi melawan sel darah merah
pada pasien LES. Pasien yang mendapat transfusi berulang dapat membentuk isoaglutinin
ACR dan SLICC). Trombositopenia ditemukan pada 10,9-17,9% pasien LES.5,7,16 Sebuah
studi multisenter di Eropa melaporkan trombositopenia terjadi pada 13% pasien LES,
Manifestasi klinis dari trombositopenia pada pasien LES secara umum serupa
sum-sum tulang, sekuestrasi limpa, dan destruksi trombosit yang cepat. Destruksi
11
trombosit di perifer diperantarai oleh antibodi antiplatelet. Sebagian besar pasien LES
antibodi antiplatelet.5,16 Trombositopenia imun LES, salah satu bentuk primary immune
thrombocytopenic purpura (P-ITP), adalah manifestasi umum pada pasien LES yang
ditandai dengan hitung trombosit <100.000/mm3 tanpa penyebab lain. Pada kelainan ini,
antiplatelet ditemukan pada 60% pasien LES yang sebagian besarnya adalah IgG (60%).
Antigen dari antibodi antiplatelet antara lain glikoprotein IIb/IIIa (GpIIb/IIIa), glikoprotein
(GPIbIX).5,16
Pengobatan, terapi spesifik trombositopenia imun LES serupa dengan ITP dan
selama 4 hari setiap 2-4 minggu sebanyak 1-8 siklus atau metilprednisolon pulse 30
berikutnya (dipertimbangkan jika tidak ada respons dengan terapi lini pertama atau terdapat
efek samping yang tidak ditoleransi) diantaranya: azatioprin 1-2 mg/kg (maksimal 150
mg/hari), siklofosfamid 1-2 mg/kg/hari PO selama minimal 5 hari atau 0.3-1 g/m2 IV
sebanyak 1-3 sosis setiap 2-4 minggu. Siklosporin A 4 mg/kg/hari selama 6 hari lalu
dilanjutkan 2.5-3 mg/kg/hari, danazol 200 mg 2-4 kali/hari, dapson, mofetil mikofenolat,
rituksimab, agonis reseptor trombopoietin (TPO), regimen alkaloid vinca dan IVIG serta
splenektomi yang menjadi pilihan terakhir dengan pertimbangan risiko infeksi yang
tinggi.4,5,16
12
III.1 Purpura Trombositopenik Trombotik
Kelainan ini merupakan kelainan yang jarang terjadi pada pasien LES, namun
merupakan komplikasi yang mengancam jiwa. Kelainan ini ditandai dengan demam,
neurologis.4
IV.1 Leukopenia
Merupakan salah satu ciri dari LES yang terjadi sebagai akibat dari limfopenia,
neutropenia atau kombinasi dari keduanya. Leukopenia terjadi pada sekitar 18-50% pada
<4000/mm3 pada minimal dua kali pemeriksaan (kriteria ACR) atau <4000/mm 3 pada
minimal satu kali pemeriksaan (kriteria SLICC). 5 Menurunnya surface expression dari
regulatori komplemen protein CD55 dan CD59 telah ditemukan pada leukopeni dengan
LES. Kekurangan protein ini menyebabkan sel menjadi rentan terhadap sistem komplemen
lisis.8
IV.2 Limfopenia
Limfopenia sering terjadi pada pasien LES dengan penyakit yang aktif dan
mempunyai arti patologis yang bermakna. Limfopenia dapat terjadi tanpa leukopenia .
Prevalensi dari limfopenia pada LES 20% sampai 81% dan derajatnya berkolerasi
dengan aktivitas penyakit. Keduanya T dan limfosit B menurun, sedangkan sel natural
killer meningkat.8 Limfopenia dapat berkembang pada stadium akut pada 84% pasien dan
13
ditemukan pada 75% pasien, namun pada pemantauan selanjutnya beberapa pasien juga
Limfosit absolut berkolerasi dengan aktivitas penyakit. Pasien dengan hitung limfosit
absolut kurang 1500 sel/mm3 pada saat diagnosis menunjukkan frekuensi demam,
poliartritis, dan keterlibatan susunan saraf pusat yang lebih tinggi, sementara prevalensi
jireveci dapat dipertimbangkan untuk kasus limfopenia berat (≤350/mm 3) dengan profil
IV.3 Neutropenia
neutropenia pada LES adalah 19-47%. Secara umum, penyebab neutropenia antara lain
siklofosfamid).5,13
Tiga mekanisme dari neutropenia pada LES adalah (1) peningkatan penghancuran
dari granulosit; (2) perubahan pada marginal dan splenic fool atau peningkatan marginasi;
dan (3) penurunan produksi sum-sum.13 Neutropenia dapat menjadi salah satu faktor yang
berkonstribusi terhadap komorbiditas infeksi pada LES. Infeksi berulang adalah satu-
satunya konsekuensi signifikan yang diketahui dari neutropenia. Tanda dan gejala dari
infeksi rubor, tumor, kalor dan dolor. Tanda dan gejala yang terjadi adalah infeksi, seperti
14
sum tulang, dan apoptosis neutrofil. Penelitian terhadap serum pasien LES menunjukkan
peningkatan aktivitas antibodi IgG pada antineutrofil hingga 2-3 kali dibandingkan
normalnya. Ikatan antara antibodi dan neutrofil meningkatkan opsonisasi dan fagosit
neutrofil oleh sel fagositik lainnya. Penelitian juga mendapati bahwa pasien LES dengan
anti-Ro positif memiliki jumlah neutrofil lebih sedikit dibandingkan LES tanpa anti-Ro.
Inhibisi sum-sum tulang dapat diperantarai oleh sel T terhadap colony forming unit (CFU)
granulosit dan monosit. Selain itu, anti G-CSF IgG dan IgM menurunkan sensitivitas sel
myeloid terhadap G-CSF. Pasien LES juga mengalami peningkatan kadar TNF-related
pemantauan ketat. Terapi spesifik berupa human recombinant G-CSF (100µg / hari selama
5 hari) dan metilprednisolon pulse 1g/hari IV selama 3 hari dapat dipertimbangkan pada
kasus neutropenia berat, mengancam nyawa, atau disertai infeksi oportunis. Terapi human
recombinant G-CSF dapat meningkatkan jumlah neutrofil dalam dua hari, tetapi juga
IV. 4 Leukositosis
endotel. Gambaran pergeseran hitung jenis leukosit ke kiri menandakan adanya infeksi.
15
V. Trombosis
Trombosis merupakan salah satu penyebab kematian pada LES selain akibat
penyakit LES aktif, infeksi dan keganasan. Sebuah studi kohort di Eropa pada 1000 pasien
LES melaporkan bahwa 12 dari 45 pasien pada 5 tahun pertama dan 6 dari 23 pasien pada
5 tahun berikutnya meninggal akibat trombosis. Yang dapat menjadi catatan bahwa
trombosis merupakan penyebab kematian utama pada LES setelah 5 tahun. 4 Trombosis
dengan trombosis vena dan arterial trombosis, sering multipel, dan morbiditas pada
antifosfolipid seperti lupus antikoagulan (LA), antibodi antikardiolipin (aCL), atau anti-
tidak memiliki bukti klinis atau laboratorium dari kondisi spesifik (APS primer) atau yang
berhubungan dengan penyakit lainnnya terutama LES, tetapi kadang dengan kondisi
autoimun lainnya, infeksi, obat-obatan, dan malignansi.5,18 Trombosis pada pasien LES
yang sering terjadi adalah strok, oklusi arteri koronaria, dan emboli pulmoner. 4,18
manifestasi yang banyak dilaporkan pada sindroma ini. Selain itu trombosis vena juga
mempengaruhi organ lain seperti superfisial, pelvis, ginjal, pulmonari, hepatik, portal, vena
16
cava inferior, aksila, subklavia, dan vena okular, serta sinus serebral.19 Ciri khas lain dari
APS adalah morbiditas obstetrik. Sebagian besar termasuk manifestasi fetal kematian janin
dan kelahiran prematur. Pasien hamil dengan APS juga menderita pre eklampsia,
eklampsia, sindrom HELLP dan solusio plasenta. Manifestasi pada pasien APS dengan
LES, Graham Hughes pertama kali mendeskripsikan APS pada tahun 1983 dalam
kelompok pasien dengan LES yang memiliki LA dan gambaran klinis trombosis yang
berulang. Sekitar 40% pasien dengan LES memiliki aPL, tapi kurang lebih 40% dari LES
akan terjadi trombotik. Telah diperkirakan APS dapat berkembang hingga 50-60% pada
pasien dengan LES dan aPL. Disisi lain, hanya beberapa pasien dengan APS primer yang
menjadi LES namun ini terjadi dalam jangka waktu yang lama. 5,18
Diketahui bahwa LES terjadi pada wanita dengan perbandingan 9:1 perempuan:
laki-laki, dan umumnya terjadi pada usia subur, antara usia 15 dan 50 tahun. Pada projek
pasien APS, namun lebih banyak pada pasien dengan LES (7:1), dibandingkan APS primer
(3.5:1).18
Kemungkinan adanya sindrom antifosfolipid pada pasien LES harus ditelusuri pada
pasien perempuan muda (kurang dari 40 tahun) yang mengalami strok, perempuan hamil
laboratorium ditemukan antibodi antikardiolipin IgG dan IgM positif, atau antikoagulan
lupus positif, biasanya disertai dengan pemanjangan protrombin atau massa protrombin
teraktivasi.4
Kriteria klasifikasi pada APS mengacu pada kriteria yang dibuat di Sapporo (tahun
1999) dan direvisi pada pertemuan di Sydney (tahun 2006). Kriteria klasifikasi ini terdiri
17
dari indikator klinis dan laboratorium (pemeriksaan laboratorium pertama dilakukan
vaskular terdapat satu atau lebih episode klinis trombosis arteri, vena atau pembuluh darah
histopatologi, kecuali apabila trombosis tanpa inflamasi pada dinding pembuluh darah.
Morbiditas pada kehamilan, satu atau lebih kematian yang tidak dapat dijeaskan pada fetus
dengan morfologi normal dan usia kehamilan lebih dari 10 minggu dibuktikan dengan
pemeriksaan USG atau dengan pemeriksaan langsungg janin, atau satu atau lebih kelahiran
prematur pada neonatus dengan morfologi normal berusia kurang dari 34 minggu akibat
eklampsia atau preeklampsia berat atau adanya insufisiensi plasenta. Tiga atau lebih
abortus spontan secara berurutan pada usia kehamilan kurang dari 10 minggu dan telah
dibuktikan tidak ada gangguan anatomi atau hormonal pada ibu serta penyebab
Kriteria laboratorium, antibodi antikardiolipin (aCL) IgG dalam serum atau plasma
dengan titer menengah atau tinggi (misalnya >40 GPL atau MPL, atau >99 persentil atau
rerata +3SD dari 40 kontrol pada subjek sehat) pada dua kali pengukuran atau lebih yang
(ELISA). Antikoagulan lupus dalam plasma dua kali pengukuran atau lebih berjarak 12
Antibodies). Antibodi anti β2 glikoprotein I (antibodi β2GP1) IgG dan/atau IgM dalam
18
serum atau plasma terdeteksi pada dua kali pengukuran atau lebih yang berjarak 12 minggu
Tatalaksana, pasien LES dengan antibodi APL positif atau riwayat APS obstetrik
tanpa bukti trombosis disarankan pemberian aspirin dosis rendah sebagai profilaksis primer
menurunkan risiko kejadian trombosis sebesar 1% pada pasien LES dengan APS sehingga
direkomendasikan pada pasien LES dengan APS. Faktor risiko kardiovaskular lainnya
seperti hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, obesitas dan merokok juga harus
intervensi khusus.5,18
Terapi APS dengan trombosis, pasien yang telah mengalami kejadian trombosis
meningkat setelah terapi dihentikan. Pasien APS dengan episode trombosis vena pertama
kali harus mendapat terapi antikoagulan oral dengan target INR 2.0-3.0, pada kasus dengan
trombosis berulang disarankan target INR lebih tinggi 3-4. Antagonis vitamin K (warfarin)
merupakan antikoagulan oral pilihan jangka panjang. Heparin LMWH atau unfractioned
heparin (UFH) diberikan pada kondisi berisiko tinggi, seperti kehamilan, persalinan,
perioperativ, APS katastropik, atau trombosis berulang yang sudah ditatalaksana dengan
antikoagulan oral. Pada APS katastropik heparin UFH lebih direkomendasikan. Dosis
pemberian heparin untuk pencegahan trombosis pada kondisi berisiko tinggi (perioperatif
dan postpartum) dapat diberikan enoksaparin 40 mg/ hari subkutan, sindrom antifosfolipid
kali/hari atau UFH 250 unit/kgBB subkutan diberikan 2 kali/hari, terapi alternatif pada
19
trombosis berulang yang sudah mendapat warfarin dosis terapeutik dapat diberikan
Terapi APS pada kehamilan, pada pasien LES yang hamil dengan antibodi APL
positif tanpa riwayat keguguran diberikan aspirin dosis rendah (50-100mg/hari) sampai 6
minggu postpartum. Pada pasien LES yang hamil dengan APS, kombinasi UFH atau
LMWH dan aspirin diberikan untuk menurunkan risiko trombosis dan keguguran.
Pencegahan trombosis dan komplikasi kehamilan pada APS obstetrik ditatalaksana dengan
enoxaparin 40mg/hari atau UFH 5000 unit subkutan 2 kali/hari. Pada saat menjelang
persalinan, aspirin dihentikan tujuh hari sebelum persalinan, sedangkan heparin dihentikan
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Teke Hava Uskudar, Dondu Uskudar Cansu, Cengiz Korkmaz. Detailed features of
4. Djoerban Zubairi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI. Jakarta: Interna
21
10. Samohvalov Elena, Sergiu Samohvalov. The Pattern of Anemia in Lupus. Intech 2018
11. Weiss Guenter, Lawrence T. Goodnough. Anemia of Chronic Disease. The New
12. Beyan Esin, Cengiz Beyan, Mustafa Turan. Hematological Presentation in Systemic
Lupus Erythematosus and its Relationship with Disease Activity. Hematology, June
13. Sufian Abul Bashar Mohammad Abu, M. A. Kashem, Sarmistha Biswas. Pattern of
14. Minocha Vinay, Fauzia Rana. Lupus Nephritis in a Patient with Sickle Cell Disease.
ID 907950, 4 pages.
15. Maamar Mouna, Zoubida Tazi-Mezalek, Hicham Harmouche, et al. Systemic Lupus
16. Fayyaz Anum, Ann Igoe, Biji T kurien, et al. Haematological Manifestations of Lupus.
17. Rouf Abdur, Abdul Ahmad Mohammed Ryhan Uddin, Ehathesamul Hoque, et al.
22
18. Estel- Pons J. Guillermo, Laura Andreoli, Francesco Scanzi, et al. The
23