Anda di halaman 1dari 5

1.

Anemia Penyakit Kronis


Anemia penyakit kronis merupakan bentuk anemia derajat ringan sampai
sedang yang terjadi akibat: infeksi kronis, peradangan, trauma dan penyakit neoplastik
yang telah berlangsung 1–2 bulan dan tidak disertai penyakit hati, ginjal dan endokrin.
Jenis anemia ini ditandai dengan kelainan metabolisme besi, sehingga terjadi
hipoferemia dan penumpukan besi di makrofag. terjadi ketika penyakit kronis
menghambat tubuh dalam memproduksi sel-sel darah merah yang sehat. Selain itu,
penyakit kronis mencegah tubuh menggunakan zat besi untuk membuat sel-sel darah
merah baru, walaupun tingkat zat besi yang dimiliki normal atau bahkan tinggi.
10ˆ9
Patogenesis :
Secara umum patogenesis anemia akibat penyakit kronis diantaranya :
a. Ketahanan hidup eritrosit yang memendek akibat terjadinya lisis eritrosit lebih dini
b. Adanya respon sumsum tulang akibat respon eritropoetin yang terganggu atau
menurun
c. Gangguan metabolisme berupa gangguan reutilisasi besi.

Etiologi :
a. Penyakit ginjal kronik
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah salah satu permasalahan dibidang
nefrologi dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Berkurangnya fungsi ginjal
terjadi karena berkurangnya nefron pada ginjal yang fungsinya masih baik. Hal tersebut
menyebabkan bertambahnya beban pada nefron yang masih berfungsi baik dan
akhirnya menyebabkan kerusakan nefron yang masih tersisa. Kerusakan struktur dan
fungsi ginjal bisa disertai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG). Penurunan
laju fitrasi glomerulus berhubungan dengan gambaran klinis yang akan ditemukan pada
pasien. Salah satunya adalah menurunnya kadar Hb dalam darah (anemia).
Pada 80-90% pasien PGK mengalami anemia. Anemia terutama disebabkan
oleh defisiensi Erythropoietic Stimulating Factors (ESF). Normalnya, 90 %
eritropoeitin (EPO) dihasilkan di ginjal tepatnya oleh juxtaglomerulus dan hanya 10%
yang diproduksi oleh hati. Produksi eritrosit dipengaruhi oleh eritropoetin dengan
merangsang proliferasi, diferensiasi dan maturasi prekursor eritrosit. Respon tubuh
yang normal terhadap keadaan anemia adalah merangsang fibroblas peritubular ginjal
untuk meningkatkan produksi EPO. Pada PGK, respon tersebut terganggu sehingga
menyebabkan anemia yang dikaitkan defisiensi eritropoietin pada PGK.
Selain itu, keadaan ginjal yang buruk dapat menyebabkan tubuh tidak mampu
menyerap zat besi dan folat secara optimal. Padahal, folat merupakan nutrisi yang
diperlukan dalam produksi sel darah merah.

b. Kanker

Anemia pada pasien kanker terjadi karena adanya aktivasi sistem imun dan
inflamasi oleh keganasan tersebut. Beberapa sitokin yang dihasilkan oleh sistem imun
dan inflamasi seperti interferon (INF), tumor necrosing factor (TNF) dan interleukin-1
(IL-1) merupakan bahan-bahan yang merangsang untuk terjadinya anemia. Di samping
itu, kanker tersebut juga dapat mempunyai efek langsung untuk terjadinya anemia
(LeeP dkk., 2005; Janis M, 2012; Jeffrey A dkk., 2014). IL-1, seperti juga TNF, adalah
sitokin yang mempunyai kerja yang luas di dalam proses respon imun dan inflamasi
yang berhubungan dengan anemia karena penyakit kronik. Mekanisme patogenesis
berikut telah dirumuskan sebagai yang bertanggung jawab terhadap terjadinya anemia
yang diperantarai oleh IL-1, INF dan TNF, yaitu gangguan pemakaian zat besi,
penekanan terhadap sel progenitor eritrosit, produksi eritropoetin tidak memadai,
pemendekan umur sel darah merah (LeeP dkk., 2005; Janis M, 2012; Jeffrey A dkk.,
2014).

c. Inflamasi infeksi kronik

Inflamasi dan infeksi kronik bisa menyebabkan gangguan berupa penyakit


kardiovaskular, penurunan berat badan, disfungsi tulang dan otot, kanker paru,
osteopenia, dan kelainan hematologi. Inflamasi sistemik yang terjadi menyebabkan
peningkatan kadar sitokin darah seperti IL-6, IL-8, CRP (C-reative protein), interferon-
γ dan TNF-α. Sitokin-sitokin ini akan berkontribusi langsung terhadap umur sel darah
merah, gangguan hemostasis besi, dan sebabkan peningkatan resistensi EPO (Chatila
et al, 2008; John et al, 2005). Patofisiologi terjadinya anemia ini diawali dengan proses
inflamasi pada PPOK, proses ini akan merangsang sistem imun tubuh untuk
menghasilkan sitokin-sitokin inflamasi IL-6, IL-8, interferon-γ dan TNF-α serta reaktan
fase akut berupa CRP , LDH (lactat dehidrogenase) dan fibrinogen. Sitokin-sitokin
bersama reaktan fase akut akan memberi efek terjadinya sintesis hepsidin. Hepsidin
adalah sebuah hormon peptida yang dihasilkan oleh hati, didistribusikan dalam plasma
dan diekskresikan melalui urin. Fungsinya adalah sebagai regulator utama metabolisme
zat besi. Hepsidin berperan sebagai regulator negatif absorbsi besi usus dan pelepasan
besi oleh makrofag dan hepatosit. Sehingga apabila terjadi peningkatan hepsidin, maka
absorbsi besi di usus akan berkurang dan menyebabkan penurunan produksi sel darah
merah (Hassan, 2013; Ohta, 2009). Sitokkin dan reaktan fase akut beserta peningkatan
sintesis hepsidin akan menyebabkan terjadinya gangguan proliferasi prekursor eritroid,
penurunan penyerapan zat besi, dan gangguan respon sumsum tulang yang akhirnya
menyebabkan inhibisi aksi EPO (eritropoetin). Selama proses inflamasi terus
berlangsung maka proses patologis juga akan terus berlangsung dan berakhir dengan
kondisi anemia kronik (Carroz et al, 2012; Purwanto, 2012)

Patofisiologi :
Penyakit kronis mampu menimbulkan perubahan pada fungsi tubuh, khususnya
dalam mekanisme pembentukan sel darah merah. Inflamasi yang berkepanjangan
menyebabkan umur sel darah merah menjadi lebih pendek, selain itu menyebabkan
defisiensi zat besi karena sel darah merah tidak dapat menyerap dengan sempurna dan
adanya hambatan proses daur ulang sel darah merah. Selain itu, penurunan produksi sel
darah merah juga terjadi akibat adanya gangguan tubuh dalam merespon hormon
erythropoietin (EPO) yang dihasilkan oleh ginjal untuk menstimulasi sumsum tulang
dalam pembentukan darah.

Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan laboratorium: anemia umumnya menunjukkan MCHC (Mean
Corpuscular Hemoglobin Capacity) kurang dari 31 g/dl dan sel mikrositer dengan MCV
(Mean Corpuscular Volume) kurang dari 80 fL. Penurunan Fe serum (hipoferemia)
merupakan diagnosa anemia karena penyakit kronis yang timbul segera saat terjadi
infeksi atau inflamasi. Konsentrasi protein pengikat Fe (transferin) menurun sebabkan
saturasi Fe lebih tinggi daripada anemia defisiensi besi.

Diagnosis :
Anemia dikatakan sebagai anemia pada penyakit kronis apabila anemia terjadi :
a. Anemia sedang
b. Selularitas sumsum tulang normal
c. Kadar besi serum rendah
d. TIBC (Total Iron Binding Capacity) rendah
e. Kadar besi dalam macrofag dan sumsum tulang normal atau meningkat
f. Feritin serum yang meningkat
Jika ciri-ciri tersebut tidak dipenuhi maka anemia tidak dapat dikatakan sebagai anemia
pada penyakit kronis walaupun pasien dengan gagal ginjal, inflamasi dan infeksi kronik
serta kanker mengalami anemia. Anemia yang terjadi umumnya derajat ringan sampai
sedang dengan gejala tertutupi oleh penyakit primernya serta Hb sekitar 7-11gr/dL.

Penanganan :
Terapi utama penyakit kronis adalah dengan mengobati penyakit dasarnya, yaitu
penyakit yang menyebabkan anemia tersebut. Ada cara untuk mengobati anemia
penyakit kronis.
a. Transfusi : transfusi dilakukan terutama untuk kasus disertai gangguan
hemodinamika dengan mempertahankan kadar Hb 10 -11 g/dl. Transfusi ini mampu
menurunkan angka kematian secara bermakna.
b. Preparat Besi : Pengobatan dengan preparat besi berguna untuk mencegah
pembentukan TNF-a pada penyakit inflamasi usus dan gagal ginjal dan berguna
untuk meningkatkan kadar Hb. Preparat besi dapat dilakukan dengan oral maupun
parenteral.
- Oral : ferrous sulphat 2x300mg
- Parenteral : iron dextran complex, iron ferric gluconate acid complex dan iron
sucrosa
a. Eritropietin : dengan pemberian eritropoietin berguna untuk pasien anemia akibat
kanker, gagal ginjal, artritis reumathoid dan pasien HIV. Keuntungan dari
pemberian eritropoietin adalah memiliki efek anti inflamasi dengen menekan
produksi TNF-a dan interferon gamma.

Prognosis :
a. Saat penyakit primer seperti gagal ginjal, infeksi kronis dan peradangan telah
diatasi maka Hb akan meningkat dan anemia tersebut dapat tertangani.
b. Saat anemia tidak ditangani dengan segera dapat menyebabkan komplikasi pada
ibu hamil yaitu melahirkan bayi prematur, berat bayi rendah dan anemia pada bayi.

Anda mungkin juga menyukai