Anda di halaman 1dari 8

Nama : Sendi Sukmara

NPM : 260110190018

Patofisiologi Penyakit Anemia Kronik


Tanda plus mewakili stimulasi, dan tanda minus menunjukkan penghambatan

Penjelasan

Anemia penyakit kronis mempunyai patofisiologi yang dipengaruhi oleh Sitokin dan sel
dari sistem retikuloendotelial hingga perubahan homeostasis besi, proliferasi sel progenitor
eritroid, hasil produksi eritropoietin, serta masa hidup sel darah merah.

Mekanisme Patofisiologis :

Bagian panel A

 Invasi mikroorganisme patogen penyebab penyakit anemia


 Patogen dapat menyebabkan aktivasi sel T atau (CD3+) dan monosit
 Sel T dan monosit menginduksi efektor kekebalan yang dapat membentuk sitokin seperti
interferon-γ, Interleukin-1, 6 dan 10 (dari monosit atau makrofaga), serta Tumor
Necrosis Factor (TNF-α).

Bagian panel B

 Interleukin-6 dan lipopolisakarida merangsang ekspresi hati pada fase akut


 Protein hepcidin akan menghambat absorpsi duodenum besi

Bagian panel C

 Interferon-γ dan lipopolisakarida meningkatkan transporter logam divalen 1 pada


makrofaga dan merangsang penyerapan zat besi (Fe2+)
 Interleukin-10 menjalankan reseptor transferin sehingga menaikan serapan yang
termediasi oleh ikatan transferin monosit
 Makrofag mengaktifkan fagositosis dan menurunkan eritrosit tua untuk daur ulang besi,
sebuah proses yang selanjutnya diinduksi oleh TNF-α melalui kerusakan membran
eritrosit dan menstimulasi fagositosis
 Interferon- γ dan lipopolisakarida mengatur ekspresi pengangkut besi makrofag
ferropertin 1 sehingga menghambat ekspor besi dari makrofag. Proses ini pula
dipengaruhi oleh hepdicin
 Pada waktu yang sama TNF-α, interleukin-1, 6 dan 10 menginduksi ekspresi feritin serta
merangsang penyimpanan dan retensi dari besi dalam makrofag
 Singkatnya, mekanisme ini mengakibatkan penurunan kadar zat besi dalam sirkulasi
sehingga pasokan zat besi yang terbatas pada sel eritroid.

Bagian Panel D

 TNF- α dan interferon-γ menghambat pembuatan eritropoietin pada ginjal.

Bagian Panel E,

 Interferon-γ, TNF- α, serta interleukin-1 secara langsung mengganggu diferensiasi dan


proliferasi sel progenitor eritroid
 Ketersediaan besi yang terbatas menyebabkan penurunan aktivitas biologis eritropoietin
menyebabkan penghambatan eritropoiesis dan perkembangan anemia.
(Weiss et.al., 2005).

Diagnosis

Anemia secara umum di diagnosis melalui 2 metode :

CBC (Complete Blood Count) adalah pengujian dengan menghitung jumlah sel darah
dalam sampel pasien. Pada kasus anemia difokuskan pada tingkat sel darah merah yang
terdapat dalam sampel darah (hermatocrit) dan hemoglobin dalam darah. Pada orang
normal sel darah merah sekitar 40 dan 50 % untuk laki laki serta 35 dan 47% untuk
wanita. Ketika dibawah ini maka dapat diketahui adalah anemia. Kadar hemoglobin
dalam darah pada orang normal mempunyai kisaran 14-18 gram/desileter untuk laki laki
dan 12-16 gram/desileter untuk wanita, apabila dibawah itu dapat diketahui itu adalah
anemia
Pengukuran ukuran sel darah merah dilakukan dengan mengukur sel darah yang
merepresantisakan MCV (Mean corpuscular Volume). Sel normal mempunyai ukuran 80-
100 fl dan sel anemia yang mempunyai ukuran dibawah 80 fl maka diklasifikasikan
sebagai mikrokotik. Apabila diatas 100 fl maka diklasifikasikan sebagai makrokotik.
(Mayoclinic, 2020).
Pada diagnosis anemia kronik pertama kali dilakukan adalah mengecek saturasi
transferin: nilai serum besi dibagi dengan total kapasitas pengikatan besi dalam darah
dengan nilai ini akan mengetahui berapa banyak serum besi yang terikat. Untuk anemia
secara umumnya dibawah 16% (Weiss et.al., 2005).
Ferritin adalah protein darah yang mengandung zat besi. Uji Ferritin dapat menentukan
tipe anemia yang dialami pasien (Mayoclinic, 2020). Untuk jenis anemia kronik memiliki
nilai ferritin >100 ng/ml namun dalam beberapa kasus anemia yang memiliki kadar
ferritin 30-100 ng/ml setelah pengujian kelarutan reseptor transferin dan memiliki nilai
<1 maka dapat dikategorikan sebagai anemia kronik (Weiss et.al., 2005).

Berikut adalah perbedaan antara asma kronik dan defiensi besi anemia berdasarkan CBC
(Wicinski et.al., 2020).

Terapi Anemia kronik

Tujuan dari terapi ini adalah memperbaiki penyakit kronis yang didasarinya. Tata laksana pilihan
adalah sebagai berikut:

1. Transfusi: terapi ini digunakan untuk pasien anemia kronik yang mempunyai nilai
HB<6,5 g/dL sehingga dapat menganjam nyawa pasien tersebut. Pasien dipertahankan
kadar HB nya antara 10-11 g/dL. Meskipun demikian terapi ini mempunyai efek
samping apabila dilakukan secara terus menerus yaitu kegagalan multi organ dan tidak
direkomendasikan untuk pasien dengan penyakit kanker/gagal ginjal karena dapat
meningkatkan besi dan sensitif terhadap HLA untuk pasien transplantasi ginjal
2. Terapi zat besi: digunakan apabila pasien anemia terjadi defisiensi zat besi. Diberikan
suplemen untuk menambahkan zat besi biasanya dibarengi dengan penggunaan agen
stimulasi eritropoietin. Pemberian zat besi seacara intra vena lebih direkomendasikan
dibandingkan dengan oral
3. Eritropoietin : pemberian eritropoietin digunakan untuk anti inflamasi dengan menekan
pembuatan dari TNF-α dan interferon-γ. Pengunaan ini dikhususkan pada pasien dengan
penyakit gagal ginjal kronis dengan eritropoietin alfa

(Hadiyanto et.al., 2018).

Evaluasi Anemia Kronik


Pasien dengan penggunaan eritropoietin alfa dapat di monitoring dengan memeriksa
kadar hemoglobin dalam darah setelah 4 minggu terapi. Apabila kadar hemoglobin <1 g/dL
maka diperlukan evaluasi kembali dengan pemberian suplemen besi. Ketika kadar hemoglobin
dapat mencapai 12 g/dL diperlukan penyesuaian dosis. Ketika 8 minggu pada dosis optimal tidak
mengalami perbaikan respon maka dapat diketahui bahwa pasien tidak merespon penggunaan
eritropoietin (Hadiyanto et.al., 2018).

Daftar Pustaka

Wicinski, M., Liczner, G., Cadelski, K., Kolnierzak, T., Nowasczewska, M., & Malinowski, B.
2020. Anemia of Chronic Diseases. Journal of Nutrients. Vol 12 :1-17.

Weiss,G., Lawrance, T., & Goodnought, M.D. 2005. Anemia of Chronic Disease. The new
England Journal of Medicine. Vol 10 (352): 1011-1023.

Mayoclinic. 2020. Anemia Diagnosis and Treatment. Tersedia online di


https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/anemia/diagnosis-treatment/drc-
20351366. [Diakses pada tanggal 16 Oktober 2020].

Mayoclinic. 2020. Ferritin Test. Tersedia online di https://www.mayoclinic.org/tests-


procedures/ferritin-test/about/pac-20384928#:~:text=Ferritin%20is%20a%20blood
%20protein,result%2C%20you%20could%20be%20anemic. [Diakses pada tanggal 16
Oktober 2020].

Hadiyanto, J.N., Gracia, M., Cahyadi, A., & Steffanus, M. 2018. Anemia Penyakit Kronis. Jurnal
Indon Med Assoc. Vol 68(10):443-450.

Anda mungkin juga menyukai