NPM : 260110190018
Penjelasan
Anemia penyakit kronis mempunyai patofisiologi yang dipengaruhi oleh Sitokin dan sel
dari sistem retikuloendotelial hingga perubahan homeostasis besi, proliferasi sel progenitor
eritroid, hasil produksi eritropoietin, serta masa hidup sel darah merah.
Mekanisme Patofisiologis :
Bagian panel A
Bagian panel B
Bagian panel C
Bagian Panel D
Bagian Panel E,
Diagnosis
CBC (Complete Blood Count) adalah pengujian dengan menghitung jumlah sel darah
dalam sampel pasien. Pada kasus anemia difokuskan pada tingkat sel darah merah yang
terdapat dalam sampel darah (hermatocrit) dan hemoglobin dalam darah. Pada orang
normal sel darah merah sekitar 40 dan 50 % untuk laki laki serta 35 dan 47% untuk
wanita. Ketika dibawah ini maka dapat diketahui adalah anemia. Kadar hemoglobin
dalam darah pada orang normal mempunyai kisaran 14-18 gram/desileter untuk laki laki
dan 12-16 gram/desileter untuk wanita, apabila dibawah itu dapat diketahui itu adalah
anemia
Pengukuran ukuran sel darah merah dilakukan dengan mengukur sel darah yang
merepresantisakan MCV (Mean corpuscular Volume). Sel normal mempunyai ukuran 80-
100 fl dan sel anemia yang mempunyai ukuran dibawah 80 fl maka diklasifikasikan
sebagai mikrokotik. Apabila diatas 100 fl maka diklasifikasikan sebagai makrokotik.
(Mayoclinic, 2020).
Pada diagnosis anemia kronik pertama kali dilakukan adalah mengecek saturasi
transferin: nilai serum besi dibagi dengan total kapasitas pengikatan besi dalam darah
dengan nilai ini akan mengetahui berapa banyak serum besi yang terikat. Untuk anemia
secara umumnya dibawah 16% (Weiss et.al., 2005).
Ferritin adalah protein darah yang mengandung zat besi. Uji Ferritin dapat menentukan
tipe anemia yang dialami pasien (Mayoclinic, 2020). Untuk jenis anemia kronik memiliki
nilai ferritin >100 ng/ml namun dalam beberapa kasus anemia yang memiliki kadar
ferritin 30-100 ng/ml setelah pengujian kelarutan reseptor transferin dan memiliki nilai
<1 maka dapat dikategorikan sebagai anemia kronik (Weiss et.al., 2005).
Berikut adalah perbedaan antara asma kronik dan defiensi besi anemia berdasarkan CBC
(Wicinski et.al., 2020).
Tujuan dari terapi ini adalah memperbaiki penyakit kronis yang didasarinya. Tata laksana pilihan
adalah sebagai berikut:
1. Transfusi: terapi ini digunakan untuk pasien anemia kronik yang mempunyai nilai
HB<6,5 g/dL sehingga dapat menganjam nyawa pasien tersebut. Pasien dipertahankan
kadar HB nya antara 10-11 g/dL. Meskipun demikian terapi ini mempunyai efek
samping apabila dilakukan secara terus menerus yaitu kegagalan multi organ dan tidak
direkomendasikan untuk pasien dengan penyakit kanker/gagal ginjal karena dapat
meningkatkan besi dan sensitif terhadap HLA untuk pasien transplantasi ginjal
2. Terapi zat besi: digunakan apabila pasien anemia terjadi defisiensi zat besi. Diberikan
suplemen untuk menambahkan zat besi biasanya dibarengi dengan penggunaan agen
stimulasi eritropoietin. Pemberian zat besi seacara intra vena lebih direkomendasikan
dibandingkan dengan oral
3. Eritropoietin : pemberian eritropoietin digunakan untuk anti inflamasi dengan menekan
pembuatan dari TNF-α dan interferon-γ. Pengunaan ini dikhususkan pada pasien dengan
penyakit gagal ginjal kronis dengan eritropoietin alfa
Daftar Pustaka
Wicinski, M., Liczner, G., Cadelski, K., Kolnierzak, T., Nowasczewska, M., & Malinowski, B.
2020. Anemia of Chronic Diseases. Journal of Nutrients. Vol 12 :1-17.
Weiss,G., Lawrance, T., & Goodnought, M.D. 2005. Anemia of Chronic Disease. The new
England Journal of Medicine. Vol 10 (352): 1011-1023.
Hadiyanto, J.N., Gracia, M., Cahyadi, A., & Steffanus, M. 2018. Anemia Penyakit Kronis. Jurnal
Indon Med Assoc. Vol 68(10):443-450.