Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH FARMAKOTERAPI II

KASUS ANEMIA PADA GAGAL GINJAL KRONIK

Kelompok 2

Melani Risma Imdriyani 20380058 Novita Damayanti 20380072

Melita Regina Putri 20380059 Nyoman Etika Damayanti 20380074

Mentari Ciecilia Dewi 20380060 Rahma Satya Yuda 20380075

Mohammad Tanwirul Huda 20380062 Rahamawati Safitri 20380077

Muhammad Zaironi 20380067 Ria Elisa Agustina 20380083

Nengah Lusiana 20380070

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
2023
I. KASUS
Ny.An datang ke rumah sakit dengan keluhan badan lemas, sakit kepala,
vertigo. Ny.An adalah penderita penyakit gagal ginjal kronik stage V dengan
dialysis 1 x seminggu.

• Pemeriksaan Fisik
Tek Darah : 160/100
RR : 30 x permenit
HR : 100 x permenit

• Riwayat Penyakit
Gagal ginjal kronik stage V dengan dialysis 1 x seminggu.

• Riwayat Keluarga
Tidak Ada

• Riwayat Pengobatan
Tidak Ada

• Pemeriksaan Laboratorium
Hb :9
Serum kreatinin : 3,5
BUN : 80

• Diagnosa
Anemia Normositik Normokrom

2
II. PATOFISIOLOGI DAM ETIOLOGI PENYAKIT

A. Patofisiologi Anemia
Ketika terjadi gangguan pada glomerulus maka fungsi ginjal pun terganggu,
termasuk fungsi endokrinnya. Anemia pada penyakit ginjal kronik dikaitkan dengan
konsekuensi patofisiologik yang merugikan, termasuk berkurangnya transfer oksigen
ke jaringan dan penggunaannya, peningkatan curah jantung, dilatasi ventrikel, dan
hipertrofi ventrikel.
Hemolisis sedang yang disebabkan hanya karena gagal ginjal tanpa faktor lain
yang memperberat seharusnya tidak menyebabkan anemia jika respon eritropoesis
mencukupi tetapi proses eritropoesis pada gagal ginjal terganggu. Alasan yang paling
utama dari fenomena ini adalah penurunan produksi eritropoetin pada pasien dengan
penyakit ginjal yang berat. Defisiensi eritropoetin merupakan penyebab utama anemia
pada pasien-pasien penyakit ginjal kronik. Para peneliti mengatakan bahwa sel-sel
peritubular yang menghasilkan eritropoetin rusak sebagian atau seluruhnya seiring
dengan progresivitas penyakit ginjalnya. Proses inflamasi seperti glomerulonefritis,
penyakit reumatologi, dan pielonefritis kronik, yang biasanya merupakan akibat pada
gagal ginjal terminal, Defisiensi eritropoetin relatif pada penyakit ginjal kronik dapat
berespon terhadap penurunan fungsi glomerulus. Selain itu, telah terbukti juga bahwa
racun uremik juga dapat menginaktifkan eritopoietin atau menekan respon sumsum
tulang terhadap eritropoietin.
Dalam hal pengurangan jumlah eritropoetin, penghambatan respon sel prekursor
eritrosit terhadap eritropoetin dianggap sebagai penyebab dari eritropoesis yang tidak
adekuat pada pasien uremia. Terdapat toksin-toksin uremia yang menekan proses
ertropoesis yang dapat dilihat pada proses hematologi pada pasien dengan gagal ginjal
terminal setelah terapi reguler dialisis. Ht biasanya meningkat dan produksi sel darah
merah yang diukur dengan kadar Fe yang meningkat pada eritrosit, karena penurunan
kadar eritropetin serum
Kekurangan zat besi dapat disebabkan karena kehilangan darah dan absorbsi
saluran cerna yang buruk (antasida yang diberikan pada hiperfosfatemia juga mengikat
besi dalam usus). Selain itu, proses hemodialisis dapat menyebabkan kehilangan 3 -5
gr besi per tahun. Normalnya, kita kehilangan besi 1-2 mg per hari, sehingga
kehilangan besi pada pasienpasien dialisis 10-20 kali lebih banyak.
Penyebab lain yang mempengaruhi eritropoiesis pada pasien dengan gagal ginjal
terminal dengan reguler hemodialisis adalah intoksikasi aluminium akibat terpapar
oleh konsentrasi tinggi dialisat alumunium dan atau asupan pengikat fosfat yang
mengandung aluminium. Aluminium menyebabkan anemia mikrositik yang kadar

4
feritin serumnya meningkat atau normal pada pasien hemodialisis, menandakan anemia
pada pasien tersebut kemungkinan diperparah oleh intoksikasi alumnium.
B. Etiologi Anemia
Anemia pada penyakit ginjal kronik adalah jenis anemia normositik normokrom,
yang khas selalu terjadi pada sindrom uremia. Bisanya hematokrit menurun hingga 20-
30% sesuai derajat azotemia. Komplikasi ini biasa ditemukan pada penyakit ginjal
kronik stadium 4, tapi kadang juga ditemukan sejak awal stadium 3. Tabel 1.
Tabel 1. Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik

Penyebab utama anemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronik adalah
kurangnya produksi eritropoietin (EPO) karena penyakit ginjalnya. Faktor tambahan
termasuk kekurangan zat besi, peradangan akut dan kronik dengan gangguan
penggunaan zat besi (anemia penyakit kronik), hiperparatiroid berat dengan
konsekuensi fibrosis sumsum tulang, pendeknya masa hidup eritrosit akibat kondisi
uremia. Selain itu kondisi komorbiditas seperti hemoglobinopati dapat memperburuk
anemia. Untuk lebih lengkapnya, perhatikan Tabel 2.

5
Tabel 2. Etiologi Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik

C. Manifestasi Klinik
Pada PGK umumnya anemia mulai timbul pada stadium 3 dan hampir selalu ditemukan
pada stadium 5, namun pada beberapa pasien anemia telah timbul lebih awal dimana
penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) masih relatif ringan. Lebih sedikit EPO
yang dihasilkan ginjal, tubuh jadi membuat lebih sedikit sel darah merah, dan lebih
sedikit oksigen yang dikirim ke organ dan jaringan. Inilah sebabnya ketika seseorang
penderita gagal ginjal, ia juga jadi rentan mengalami anemia.
Tanda dan gejala klinis anemia pada gagal ginjal krinik:

• Kelemahan umum/malaise, mudah lelah


• Nyeri seluruh tubuh/mialgia
• Gejala ortostatik ( misalnya pusing, dll )
• Sinkop atau hampir sincope
• Penurunan toleransi latihan
• Dada terasa tidak nyaman
• Palpitasi
• Intoleransi dingin
• Gangguan tidur
• Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi
• Kehilangan nafsu makan
Temuan pemeriksaan fisik:
▪ Kulit (pucat)
▪ Neurovaskular (penurunan kemampuan kognitif)
▪ Mata (konjungtiva pucat)
▪ Kardiovaskular (hipotensi ortostatik, takiaritmia)

6
▪ Pulmonary (takipnea)
▪ Abdomen (asites, hepatosplenomegali)
D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk pencapaian kadar Hb > 10 g/dL dan Ht
> 30%, baik dengan pengelolaan konservatif maupun dengan EPO. Bila dengan terapi
konservatif, target Hb dan Ht belum tercapai dilanjutkan dengan terapi EPO. Dampak
anemia pada gagal ginjal terhadap kemampuan fisik dan mental dianggap dan
menggambarkan halangan yang besar terhadap rehabilitasi pasien dengan gagal ginjal.
Walaupun demikian efek anemia pada oksigenasi jaringan mungkin seimbang pada
pasien uremia dengan penurunan afinitas oksigen dan peningkatan cardiac output saat
hematokrit dibawah 25 %. Walaupun demikian banyak pasien uremia Karena tubuh
memiliki kemampuan untuk mengkompensasi turunnya kadar hemoglobine dengan
meningkatnya cardiac output. Selain itu banyak pasien memiliki penyakit jantung
koroner yang berat dan walaupun anemia dalam derajat sedang dapat disertai dengan
miokardial iskemik dan angina. Terapi anemia pada gagal ginjal bervariasi dari
pengobatan simptomatik melalui transfusi sel darah merah sampai ke penyembuhan
dengan transplantasi ginjal. Transfusi darah hanya memberikan keuntungan sementara
dan beresiko terhadap infeksi (virus hepatitis dan HIV) dan hemokromatosis sekunder.
Peran dari transfusi sebagai pengobatan anemi primer pada pasien gagal ginjal terminal
telah berubah saat dialisis dan penelitian serologic telah menjadi lebih canggih.
Transplantasi ginjal pada banyak kasus, harus menunggu dalam waktu yang tidak
tertentu dan tidak setiap pasien dialisis memenuhi syarat.
Variasi terapi anemia pada penyakit ginjal kronik adalah sebagai berukut:
a. Suplementasi eritropoetin
Terapi yang sangat efektif dan menjanjikan telah tersedia menggunakan
recombinant human eritropoetin yang telah diproduksi untuk aplikasi terapi.
b. Pembuangan eritropoesis inhibitor endogen dan toksin hemolitik endogen
dengan terapi transplantasi ginjal ekstra korporeal atau peritoneal dialisis.
Continious ambulatory peritoneal dialysis (CAPD), juga merupakan terapi
dengan pembuangan jangkauan molekuler yang besar, ini lebih baik
dibandingkan dengan hemodialisis standar dengan membaran selulosa yang
kecil.
c. Pembuangan kelebihan aluminium dengan deferoxamine
Terapi utama adalah pemberian chelator deferoxamin (DFO) IV selama satu
sampai dua jam terakhir saat hemodialisa atau hemofiltrasi atau CAPD.

7
d. Mengkoreksi hiperparatiroid
Sekunder hiperparatiroid pada anemia dengan gagal ginjal, paratiroidektomi
bukan merupakan indikasi untuk terapi anemia. Pengobatan supresi aktivitas
kelenjar paratiroid dengan 1,25- dihidroksi vitamin D3 biasanya berhubungan
dengan peningkatan anemia.
e. Terapi Androgen
meningkatkan produksi eritropoetin, meningkatkan sensitivitas polifrasi
eritropoetin yang sensitif terhadap populasi stem cell.
f. Mengurangi iatrogenic blood loss
Sudah tentu penatalaksanaan anemia pada penyakit ginjal terminal juga termasuk
pencegahan dan koreksi terhadap faktor iatrogenik yang memperberat.
Kehilangan darah ke sirkulasi darah ekstrakorporeal dan dari pengambilan yang
berlebihan haruslah dalam kadar yang sekecil mungkin.
g. Suplementasi besi
Penggunaan pengikat fosfat dapat mempengaruhi absorpsi besi pada usus.
Monitoring penyimpanan besi tubuh dengan determinasi ferritin serum satu atau
dua kali pertahun merupakan indikasi.
h. Suplementasi asam folat
Asam folat hilang masuk ke dialisat dari darah. Oleh karena itu, defisiensi asam
folat dan anemia makrositik dapat terjadi pada pasien dengan asupan protein
yang rendah sejak diet dari pasien dialisis reguler yaitu bebas dan biasanya
mengandung asam folat yang cukup, defisiensi asam folat dan kebutuhan untuk
suplementasi asam folat oral tidak diperlukan.
i. Transfuse darah
Transfusi darah dapat diberikan pada keadaan khusus. Indikasi transfusi darah
adalah:
✓ Perdarahan akut dengan gejala gangguan hemodinamik
✓ Tidak memungkinkan penggunaan EPO dan Hb < 7 g /dL - Hb < 8 g/dL
dengan gangguan hemodinamik
✓ Pasien dengan defisiensi besi yang akan diprogram terapi EPO ataupun
yang telah mendapat EPO tetapi respon belum adekuat, sementara
preparat besi IV/IM belum tersedia, dapat diberikan transfusi darah
dengan hati-hat.

8
III. PEMANTAUAN PASIEN
Subjective, Objective Terapi DRP, Plan
Monitoring
Subjective Epoetin Alfa 50 DRP
unit/kgBB setiap 3 x 1 Bentuk pemberian
Pasien meluhan badan minggu obat secara oral pada
lemas, sakit kepala, vertigo Asam folat 5 mg/hari Asam folat
RPS Plan
- gagal ginjal kronik Rekomendasi
stage V dengan pemberian obat secara
dialysis 1 x parenteral
seminggu.
RPO
Tidak Ada Monitoring
Objective ESO Epoetin alfa :
Tek Darah : 160/100 nyeri, mual dan
RR : 30 x permenit muntah.
HR : 100 x permenit ESO Asam folat:
Hb :9 gastritis, kejang perut,
Serum kreatinin : 3,5 dan diare.
BUN : 80 Monitoring zat besi
pada pasien

Evaluasi 4T dan 1W
Epoetin Alfa
Tepat dosis : Iya, karena Dosis untuk penyakit gagal ginjal kronis: 1
minggu 3 x 1-2 menit dengan dosis awal 50 unit/kgBB
Tepat indikasi : Iya, digunakan untuk Anemia pada gagal ginjal kronik
Tepat obat :Iya,karena digunakan untuk Anemia berdasarkan
pengukuran kadar hemoglobin, hematokrit.
Tepat pasien : Iya, karena pasien mengalami anemia pada gagal ginjal
kronik.
ESO : Nyeri, mual dan muntah

Asam Folat

Tepat dosis : Tidak , karna bentuk pemberian obat secara peroral tidak
dapat memperbaiki cadangan besi sumsum tulang, oleh

9
karena itu pasien dilakukan pemberian asam folat secara
parenteral dengan 5mg/ml perhari .
Tepat indikasi : Iya, digunakan untuk Anemia.
Tepat obat : Iya, karena obat ini direkomendasikan untuk anemia.
Tepat pasien : Iya, karena pasien didiagnosa anemia.
ESO : Gastritis, kejang perut, dan diare

Konseling / Non Farmakologi


Penanganan pertama non farmakologi pada pasien hipertensi intradialisis antara
lain :

a. Membatasi peningkatan berat badan antar dialisis dan menurunkan secara


bertahap berat badan. Hal ini dapat dicapai dengan adanya konseling diet,
pembatasan konsumsi garam dan ultrafiltrasi yang agresif saat
hemodialisis.

b. Memperpanjang waktu dialisis dan penentuan laju ultrafiltras


Memperpanjang waktu dialisis lebih lama dan sering akan menghindari
komplikasi dari ultrafiltrasi yang berlebihan.

c. Hindari penambahan sodium dan kalsium yang berlebih pada dialisat.


Penambahan sodium saat dialisis akan meningkatkan pengisian plasma
sehingga menyebabkan peningkatan curah jantung. Sedangkan peresapan
kalsium yang berlebih pada dialisat akan meningkatkan resistensi perifer
dan curah jatung

d. Menghindari Stress.

e. Menjaga dan mengatur pola hidup menjadi lebih baik lagi.

Data Penggunaan Obat Akan Diberika Kepada Pasien


No NAMA POTENSI RUTE DOSIS FREKUENSI EFIKASI TOKSISITA
OBAT S
1 Epoetin Alfa 50 unit/kgBB Intraveni 50 unit/KgBB 1 -3 x seminggu Pengobatan Nyeri, mual
pada seseorang dan muntah
yang anemia
dengan gagal
ginjal kronik.
2 Asam folat 5 mg/ml parenteral 5mg 1 x sehari Anemia pada Gastritis,
gagal ginjam kejang perut,
kronik dan diare

10
IV. PEMBAHASAN

Pada kasus yang dialami Ny.An ditemukan adanya gangguan anemia pada
gagal ginjal kronik sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami
Anemia Normositik Normokrom. Hal ini seusai dengan definisi gangguan jiwa
menurut World Health Organization (WHO) dimana salah satu jenis anemia yang
umum terjadi pada penderita penyakit kronis. Anemia jenis ini ditandai dengan
penurunan nilai hemoglobin (Hb) di bawah batas normal tetapi nilai mean cell
volume (MCV) dan mean cell hemoglobin (MCH) dalam batas normal.
Berdasarkan data-data yang didapat memelalui anamnesis, pemeriksaan
fisik dan rekam medik, tidak ditemukan riwayat gagal ginjal kronik stave V dengan
dialysis 1 x seminggu. Tidak pernah ada riwayat penggunaan zat psikoaktif. Hal ini
dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan diagnosis Anemia Normositik
Normokrom
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dengan pasien. Pada pasien
badan lemas, sakit kepala dan vertigo. Yang menyebabkan tidak terdiagnosanya
anemia apa yang di derita oleh pasien.
Pada pasien didapatkan adanya keluhan yang menggambarkan tanda
Anemia Normositik Normokrom yaitu berupa badan lemas, sakit kepala, vertigo,
Anemia jenis ini ditandai dengan penurunan nilai hemoglobin (Hb) di bawah batas
normal tetapi nilai mean cell volume (MCV) dan mean cell hemoglobin (MCH)
dalam batas normal. Oleh karena itu ditegakkan diagnosis Anemia Normositik
Normokrom yaitu anemia yang yang terjadi pada penderita penyakit kronis.
Gagal ginjal kronik hampir selalu disertai dengan kejadian anemia. Anemia
pada GGK disebabkan oleh banyak faktor. Walaupun demikian kejadian anemia
pada GGK tidak sepenuhnya berkaitan dengan penyakit ginjalnya, adanya
defisiensi zat besi ataupun kelainan pada eritrosit harus lebih dahulu disingkirkan
untuk menegakkan diagnosis anemia pada GGK.2 pasien ini telah 2 tahun
menjalani hemodialisis rutin di unit hemodialisa RSAM. Seperti yang dijelaskan
pada kepustakaan bahwa GGK hampir selalu disertai dengan kejadian anemia. Pada
pemeriksaan terakhir didapatkan Hb pasien 9 g/dL. Anemia yang terjadi pada
pasien ini kemungkinan berkaitan dengan penyakit ginjalnya. Pasien tidak memiliki
riwayat kelainan eritrosit, namun anemia karena defisiensi zat besi belum bisa
disingkirkan karena pada pasien ini belum dilakukan pemeriksaan status besi.
Anemia pada pasien dengan GGK utamanya disebabkan kurangnya produksi
eritropoetin (EPO) oleh karena penyakit ginjalnya. Faktor tambahan lainnya yang
mempermudah terjadinya anemia antara laindefisiensi zat besi, inflamasi akut
maupun kronik, inhibisi pada sumsum tulang dan pendeknya masa hidup eritrosit.
Selain itu, kondisi komorbid seperti hemoglobinopati dapat memperburuk anemia
pada pasien GGK .

11
Tujuan penatalaksanaan anemia pada GGK adalah mencapai target Hb > 10
g/dL dan Ht > 30 %.3 Target Hb tersebut dapat dicapai dengan cara pengelolaan
konservatif ataupun dengan terapi eritropoetin (EPO). Apabila pada terapi
konservatif target Hb tidak tercapai maka dilanjutkan dengan terapi EPO. Pada
pasien ini terdapat riwayat dirawat di rumah sakit karena keluhan lemah badan dan
pucat. Hal ini menandakan bahwa anemia pada pasien sudah terjadi berulang
selama pasien menjalani hemodialisis. Karena target Hb tidak dapat dicapai dengan
cara konservatif maka pada pasien ini dilakukan terapi Epoetin alfa.
Pada pasien ini diberikan tablet asam folat 5 mg peroral setiap hari.
Menentukan bentuk suplementasi zat besi yang akan diberikan pada pasien yang
menjalani hemodialisis diperlukan banyak pertimbangan. Pemberian peroral
banyak dipilih karena murah dan mudah, namun beberapa penelitian menerangkan
bahwa terapi besi peroral tidak dapat memperbaiki cadangan besi sumsum
tulang.Selain itu, efek samping dari pemberian peroral juga sering menimbulkan
keluhan tidak nyaman pada gastrointestinal seperti gastritis, kejang perut, dan diare.
Oleh karena itu, pada pasien ini dilakukan pemberian besi parenteral untuk
mengurangi efek samping yang merugikan.

I. KESIMPULAN
Berdasarkan kasus kali ini pasien di diagnosa Anemia Normositik Normokrom.
Penatalaksanaan anemia pada pasien GGK harus bersifat terpadu. Penatalaksanaan
secara tepat akan memberikan respon yang adekuat dan secara nyata akan
meningkatkan kualitas hidup pasien. Saat ini terapi EPO masih menjadi pilihan
utama terapi anemia pada pasien GGK. Agar pemberian terapi Epoetin Alfa dapat
memberikan hasil yang optimal,. Terapi tambahan lain seperti dan suplementasi
asam folat juga dapat diberikan sebagai penunjang. Selain itu, Terapi yang adekuat
dapat mempertahankan target Hb pasien sehingga mengurangi kebutuhan pasien
untuk dilakukan transfusi darah

V. DAFTAR PUSTAKA
Ismatullah, A. (2015). Manajemen terapi Anemia pada Pasien Gagal Ginjal Kronik.
Jurnal Medula, 4(2), 7-12.
Lubis, A. R., & Siregar, J. H. (2016). Anemia pada penyakit ginjal kronik.
Mohtar, N. J., Sugeng, C. E., & Umboh, O. R. (2022). Penatalaksanaan Anemia
pada Penyakit Ginjal Kronik. e-CliniC, 11(1), 51-58.

12

Anda mungkin juga menyukai