Anda di halaman 1dari 50

A.

GAGAL GINJAL KRONIK

1. DEFINISI
Penyakit CKD (Chronic Kidney Disease) merupakan masalah kesehatan masarakat
di seluruh dunia. Center for Disease Control (CDC) and Prevention and Health Promotion
memperkirakan bahwa dalam rentang 1999-2010 terdapat lebih dari 10% Amerika Serikat
dewasa 64 Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 08 No. 01 Januari 2017 atau kurang
lebih 20 juta orang yang menderita penyakit CKD (Chronic Kidney Disease) dengan
berbagai tingkat keparahan (CDC, 2014).
2. ETIOLOGI
Penyebab paling umum dari gagal ginjal kronis adalah diabetes mellitus, diikuti
oleh hipertensi dan glomerulonefritis. Penyakit ginjal polikistik, obstruksi, dan infeksi
adalah salah satu penyebab gagal ginjal kronis yang kurang umum (McPhee, 2006).

Gambar 1. Penyebab Gagal Ginjal Kronik

3. PATOFISIOLOGI
Kerusakan ginjal didapat dari penyebab yang heterogen. Misalnya, nefropati
diabetik ditandai dengan ekspansi mesangial glomerular; pada nefrosklerosis hipertensi,
arteriol ginjal memiliki hialinosis arteriolar, dan kista ginjal hadir dalam penyakit ginjal
polikistik. Unsur-unsur kunci dari jalur ini adalah: (a) hilangnya massa nefron; (b)
hipertensi kapiler glomerulus; dan (c) proteinuria. Paparan salah satu faktor risiko inisiasi
dapat menyebabkan hilangnya massa nefron. Hipertrofi nefron yang tersisa untuk
mengkompensasi hilangnya fungsi ginjal dan massa nefron. Awalnya, hipertrofi
kompensasi ini dapat bersifat adaptif. Seiring waktu, hiper-trofi dapat menyebabkan
perkembangan hipertensi intraglomerular, mungkin dimediasi oleh angiotensin II.
Angiotensin II adalah vasokonstriktor dari arteriol aferen dan eferen, tetapi secara
istimewa mempengaruhi arteriol eferen, yang menyebabkan peningkatan tekanan dalam
kapiler glomerulus dan fraksi filtrasi meningkat akibatnya. Perkembangan hipertensi
intraglomerular biasanya berkorelasi dengan perkembangan hipertensi arteri sistemik
(Dipiro, 2008).

4. MANIFESTASI KLINIK
a. Keseimbangan Na + dan Status Volume
Pasien dengan gagal ginjal kronis biasanya memiliki beberapa nilai Na+ dan
kelebihan air, hal ini menandakan hilangnya rute ginjal dari ekskresi garam dan air.
b. Keseimbangan K+
Hiperkalemia adalah masalah serius pada gagal ginjal kronis, terutama untuk
pasien yang GFRnya turun di bawah 5 mL / menit.
c. Asidosis Metabolik
Berkurangnya kapasitas untuk mengeluarkan asam dan menghasilkan buffer pada
gagal ginjal kronis menghasilkan asidosis metabolik.
d. Mineral dan Tulang
Beberapa gangguan fosfat, Ca2+, dan metabolisme tulang diamati pada gagal
ginjal kronis sebagai akibat dari serangkaian peristiwa yang kompleks. Faktor-faktor
kunci dalam patogenesis gangguan ini termasuk (1) berkurangnya penyerapan Ca2+
dari usus, (2) kelebihan produksi PTH, (3) gangguan metabolisme vitamin D, dan (4)
asidosis metabolik kronis. Semua faktor ini berkontribusi pada peningkatan
penyerapan tulang.
e. Abnormalitas Kardiovaskular dan Paru-Paru
Gagal jantung kongestif dan edema paru paling sering karena volume dan
kelebihan garam. Namun, sindrom yang kurang dipahami yang melibatkan
peningkatan permeabilitas membran kapiler alveolar juga diamati yang dapat
menyebabkan edema paru bahkan dengan tekanan parit kapiler pulmonal yang
normal atau hanya sedikit meningkat.
f. Abnormalitas Hematologi
Pasien dengan gagal ginjal kronis telah menunjukkan kelainan pada jumlah sel
darah merah, fungsi sel darah putih, dan parameter pembekuan. Normokromik,
anemia normositik, dengan gejala kelesuan dan mudah lelah dan hematokit biasanya
dalam kisaran 20-25%, adalah fitur yang konsisten. Anemia terutama disebabkan
oleh kurangnya produksi eritropoietin dan hilangnya efek stimulasi pada
eritropoiesis.
g. Kelainan Neuromuskular
Gejala dan tanda CNS dapat berkisar dari gangguan tidur ringan dan gangguan
konsentrasi mental, kehilangan memori, kesalahan dalam penilaian, dan iritabilitas
neuromuskular (dimanifestasikan sebagai cegukan, kram, fasikulasi, dan berkedut) ke
asterixis, mioklonus, pingsan, kejang, dan koma. di end-stage uremia.
h. GI Abnormalitas
Hingga 25% pasien dengan uremia memiliki penyakit ulkus peptikum, mungkin
sebagai konsekuensi dari hiperparatiroidisme sekunder.
i. Abnormalitas Endokrin dan Metabolik
Wanita dengan uremia memiliki kadar estrogen yang rendah, yang mungkin
menjelaskan tingginya insiden amenore dan pengamatan bahwa mereka jarang dapat
membawa kehamilan untuk jangka panjang.
j. Kelainan Dermatologi
Pasien dengan gagal ginjal kronis dapat menunjukkan pucat karena anemia,
perubahan warna kulit yang berhubungan dengan akumulasi metabolit berpigmen
atau perubahan warna abu-abu yang dihasilkan dari hemochromatosis mediator-
transfusi, ekimosis dan hematoma sebagai akibat dari kelainan pembekuan, dan
pruritus dan eksoriasi sebagai akibat dari Ca2 + deposito dari hiperparatiroidisme
sekunder (McPhee, 2006).

5. TERAPI FARMAKOLOGI
1. Penyakit Ginjal Kronis Diabetik
a. TERAPI INSULIN INTENSIF
DCCT adalah studi pertama yang menunjukkan manfaat jangka panjang
terapi insulin intensif (IIT) pada ginjal dan hasil terkait diabetes lainnya. IIT dicapai
dengan pemberian suntikan insulin tiga kali atau lebih setiap hari atau dengan infus
pompa insulin sehingga mencapai kadar glukosa darah preprandial dan postprandial
masing-masing 70 hingga 120 mg / dL dan <180 mg / dL. IIT secara efektif
mengurangi kejadian mikroalbuminuria dibandingkan dengan terapi standar baik
dalam pencegahan primer dan kelompok pencegahan sekunder, seperti yang
dijelaskan sebelumnya.
b. PENGENDALIAN HIPERTENSI OPTIMAL
Pengurangan tekanan darah pada pasien diabetes tipe 1 dan tipe 2 telah
dikaitkan dengan tingkat perkembangan CKD yang lebih rendah. Studi Diabetes
Inggris Raya adalah uji coba secara acak dari captopril atau atenolol di antara 1.148
hipertensi tipe 2 diabetes pasien yang dirancang untuk mengevaluasi efek dari
pengurangan tekanan darah ke tingkat <150/85 mm Hg versus <180/105 mm Hg pada
hasil makrovaskular dan mikrovaskular. Penelitian-penelitian ini menggunakan baik
kelas ACEI atau ARB, yang kemungkinan memiliki efek menguntungkan
nonhemodinamik pada perkembangan CKD.
The Seventh Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure merekomendasikan target tekanan darah
<130/80 mmHg untuk pasien dengan CKD. Peningkatan tekanan darah seringkali
lebih sulit untuk dikendalikan pada pasien dengan CKD dibandingkan pada mereka
dengan fungsi ginjal normal. Oleh karena itu, untuk mencapai target tekanan darah
yang cukup, tiga atau lebih obat tekanan darah yang berbeda biasanya diperlukan.

Gambar 2. Angiotensin-Converting Inzitor Enzyme Studies pada Pasien Diabetes


Gambar 3. Angiotensin Reseptor Bloker pada Pasien Diabetes

Gambar 4. Flow (RBF) and Glomerular Filtration Rate (GFR)


2. Gagal Ginjal Kronis Non-Diabetes
a. AGEN ANTIHYPERTENSIVE
Pengurangan tekanan darah adalah kunci untuk mengurangi gejala
kardiovaskular dan ginjal. Namun, semua agen antihipertensi tidak sama dalam
kemampuan mereka untuk mempertahankan fungsi ginjal meskipun kemanjuran
serupa dalam hal pengurangan tekanan darah. Di antara antihipertensi yang
tersedia, ACEI dan ARB saat ini dianggap sebagai pilihan pertama pada pasien
dengan CKD karena mereka mengurangi tekanan intraglomerular. Kebanyakan
pasien mengalami nefropati terkait dengan proteinuria dan CKD lanjut. Oleh
karena itu, meskipun kelas obat versus pengurangan tekanan darah absolut
merupakan bidang investigasi yang berkembang, pedoman pengobatan saat ini
merekomendasikan penggunaan ACEI atau ARB pada subjek dengan CKD. ARB,
meskipun dievaluasi pada tingkat yang lebih rendah ACEI, tampaknya memiliki
kemanjuran yang sama dalam hal perlindungan ginjal pada pasien dengan
beberapa bentuk glomerulonefritis. Pengurangan protein pada urutan 25% hingga
47% ditunjukkan dengan terapi ARB.
CCBs juga merupakan perawatan yang efektif untuk hipertensi pasien dengan
CKD nondiabetes. Namun, seperti yang disebutkan sebelumnya, hanya CCB
nondihydropyridine yang telah dipelajari dan terbukti mengurangi tingkat
penurunan fungsi ginjal.
b. ANEMIA
Anemia berkepanjangan dikaitkan dengan hipertrofi ventrikel kiri dan gagal
jantung. Anemia dapat meningkatkan laju perkembangan CKD. Para peneliti
telah menciptakan istilah "sindrom anemia kardiorenal" untuk menggambarkan
keterkaitan antara anemia, gagal jantung, dan CKD. Telah dihipotesiskan bahwa
pengobatan gagal jantung dan anemia dapat mengurangi perkembangan gagal
jantung dan CKD.
c. PENGOBATAN HIPERLIPIDEMIA
Meskipun beberapa obat tersedia untuk menurunkan lipid, βhydroxyβ-
methylglutaryl coenzyme A (HMG-CoA) reduktase nhibitor dan gemfibrozil
paling sering digunakan pada pasien dislipidemia dengan CKD dengan dan tanpa
proteinuria. Tujuan utama pengobatan adalah untuk mengobati hiperlipidemia
secara adekuat sehingga dapat mengurangi risiko penyakit kardiovaskular
aterosklerotik yang progresif.
B. ALO ( ACUTE LUNG OEDEMA )
1. DEFINISI
Acute lung oedema (alo) adalah akumulasi cairan di paru yang terjadi secara
mendadak. (Aru w sudoyo, buku ajar ilmu penyaki dalam, 2006).
Aacute lung oedema (alo) adalah terjadinya penumpukan cairan secara masif di
rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan
ancaman gagal napas.
Acute lung oedema (alo) adalah terkumpulnya cairan ekstravaskuler yang
patologis di dalam paru. (soeparman;767).
2. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya alo dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Edema paru kardiogenik
Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena gangguan pada jantung atau
sistem kardiovaskuler.
a. Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya
deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan darah
pada arteri dan menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang disuplai
oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak
mampu memompa darah lagi seperti biasa.
b. Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa ahli
diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan oleh
infeksi pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek
racun dari obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati
menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu
mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung memompa darah lebih
berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi
beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal inilah yang akan
mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).
c. Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk
mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau tidak
mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan darah
mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.
d. Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot
ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.
2. Edema paru non kardiogenik
Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena keainan pada jantung tetapi paru
itu sendiri. Pada non-kardiogenik, alo dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
1. Infeksi pada paru
2. Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru.
3. Paparan toxic
4. Reaksi alergi
5. Acute respiratory distress syndrome (ards)
6. Neurogenik
3. PATOFISIOLOGI
Alo kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau volume yang
mendadak tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan diteruskan (peningkatan
tekanannya) ke kapiler dengan tekanan melebihi 25 mmhg. Mekanisme fisiologis
tersebut gagal mempertahankan keseimbangan sehingga cairan akan membanjiri alveoli
dan terjadi oedema paru. Jumlah cairan yang menumpuk di alveoli ini sebanding dengan
beratnya oedema paru. Penyakit jantung yang potensial mengalami alo adalah semua
keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri >25 mmhg.
Sedangkan alo non-kardiogenik timbul terutama disebabkan oleh kerusakan
dinding kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas endotel kapiler paru sehingga
menyebabkan masuknya cairan dan protein ke alveoli. Proses tersebut akan
mengakibatkan terjadinya pengeluaran sekret encer berbuih dan berwarna pink froty.
Adanya sekret ini akan mengakibatkan gangguan pada alveolus dalam menjalankan
fungsinya.
4. MANISFESTASI KLINIS
Alo dapat dibagi menurut stadiumnya (3 stadium),
a. Stadium 1
Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
mengganggu pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi co.
Keluhan pada stadium ini biasanya hanya berupa sesak napas saat melakukan
aktivitas.
b. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus serta septa interlobularis menebal. Adanya
penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial akan lebih mempersempit saluran
napas kecil, terutama di daerah basal karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi
reflek bronkokonstriksi yang dapat menyebabkan sesak napas ataupun napas menjadi
berat dan tersengal.
c. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas mengalami gangguan
secara berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita tampak mengalami sesak
napas yang berat disertai batuk berbuih kemerahan (pink froty). Kapasitas vital dan
volume paru yang lain turun dengan nyata.
5. PENATALAKSANAAN
Manajemen edema paru akut harus segera dimulai setelah diagnosis ditegakkan,
meskipun pemeriksaan untuk melengkapi anamnesis dan pemeriksaan fisik masih
berlangsung. Manajemen EPA dilakukan dengan langkah-langkah terapi berikut yang
biasanya dapat dilakukan secara bersamaan :
1. Posisi dan Terapi Oksigen
Pasien diposisikan dalam keadaan duduk atau setengah duduk. Oksigen (40-50%)
segera diberikan sampai dengan 8 L/menit, untuk mempertahankan PO2, kalau perlu
dengan masker. Jika kondisi pasien semakin memburuk, timbul sianosis, makin sesak,
takipneu, ronki bertambah, PO2 tidak bisa dipertahankan ≥60 mmHg, atau terjadi
kegagalan mengurangi cairan edema secara adekuat, maka perlu dilakukan intubasi
endotrakeal, dan penggunaan ventilator.
Efek terapi : Oksigen konsentrasi tinggi akan meningkatkan tekanan intraalveolar
sehingga dapat menurunkan transudasi cairan dari kapiler alveolar dan mengurangi
aliran balik vena (venous return) ke toraks , mengurangi tekanan kapiler paru.
2. Morfin Sulfat
Morfin diberikan secara intravena dengan dosis 2-5 mg. Dapat diulangi tiap 15 menit.
Sampai total dosis 15 mg biasanya cukup efektif.
Efek terapi : obat ini mengurangi kecemasan, mengurangi rangsang vasokonstrikstor
adrenergik terhadap pembuluh darah arteriole dan vena. Obat ini dapat menyebabkan
depresi pernapasan, sehingga nalokson harus tersedia.
3. Nitroglycerin dan Nitroprusside
Nitroglycerin sublingual 0,4-0,6 mg (dapat diulangi setiap 5 menit). Jika pasien tidak
respon atau EKG menunjukkan tanda-tanda iskemik, nitroglycerin dapat diberikan
melalui drip intravena 10-30 ug/menit dan dititrasi. Pada pasien dengan hipertensi
resisten dan tidak berespon baik dengan pemberian nitroglycerin, dapat diberikan
nitroprusside dimulai dengan dosis 2,5 ug/kgBB/menit dan dititrasi.
4. Diuretik loop intravena
Diberikan furosemid 40-80 mg i.v. bolus atau bumetanide 0,5 – 1 mg iv, dapat
diulangi atau dosis ditingkatkan setelah 4 jam atau dilanjutkan dengan drip kontinu
sampai dicapai produksi urin 1 ml/kgBB/jam. Selama terapi ini elektrolit serum
dimonitor terutama kalium.
5. Inotropic
Pada pasien dengan hipotensi atau pasien yang membutuhkan tambahan obat-obatan
inotropic, dapat dimulai dengan Dopamin dosis 5-10 ug/kg/menit dan dititrasi sampai
mencapai tekanan sistolik 90-100 mmHg. Dopamin dapat diberikan sendiri atau
dikombinasikan dengan dobutamin yang dimulai dengan dosis 2,5 ug/kgBB/menit dan
dititrasi sampai terjadi respon klinis yang diinginkan.
6. Aminofilin
Kadang-kadang aminofilin 240-480 mg intravena efektif mengurangi
bronkokonstriksi, meningkatkan aliran darah ginjal dan pengeluaran natrium dan
memperkuat konstraksi miokard.
C. HIPERKALEMIA
1. DEFINISI
Hiperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan dimana
konsentrasi kalium darah lebih dari 5 mEq/L. Hiperkalemia adalah suatu kondisi di mana
terlalu banyak kalium dalam darah. Sebagian besar kalium dalam tubuh (98%) ditemukan
dalam sel dan organ. Hanya jumlah kecil beredar dalam aliran darah. Kalium membantu
sel-sel saraf dan otot, termasuk fungsi, jantung. Ginjal biasanya mempertahankan tingkat
kalium dalam darah, namun jika Anda memiliki penyakit ginjal - penyebab paling umum
dari hiperkalemia - kadar kalium dapat membangun. Obat atau diet juga dapat
mempengaruhi jumlah kalium dalam darah. Hiperkalemia dapat mengancam kehidupan
dan harus segera diobati.
2. PATOFISIOLOGI
Hiperkalemia biasanya terjadi jika ginjal tidak mengeluarkan kalium dengan baik.
Mungkin penyebab paling sering dari hiperkalemia adalah penggunaan obat yang
menghalangi pembuangan kalium oleh ginjal, seperti triamterene, spironolactone dan
ACE inhibitor. Hiperkalemia juga dapat disebabkan oleh penyakit Addison,
dimanakelenjar adrenal tidak dapat menghasilkan hormon yang merangsang pembuangan
kalium oleh ginjal dalam jumlah cukup.
Penyakit Addison dan penderita AIDS yang mengalami kelainan kelenjar adrenal
semakin sering menyebabkan hiperkalemia.Gagal ginjal komplit maupun sebagian, bisa
menyebabkan hiperkalemia berat. Karena itu orang-orang dengan fungsi ginjal yang
buruk biasanya harus menghindari makanan yang kaya akan kalium. Hiperkalemia dapat
juga dapat terjadi akibat sejumlah besar kalium secara tiba-tiba dilepaskan dari
cadangannnya di dalam sel.
3. MANIFESTASI KLINIK
a. Neuromaskuler:
i. Kelemahan otot yaitu paralisis flasid pada tungkai bawah lalu ke badan dan
lengan
ii. Parestesia wajah, lidah, kaki, dan tangan
b. Saluran cerna: Mual, diare, kolik usus
c. Ginjal: Oliguria, Anuria

Komplikasi Hiperglikemia dibagi menjadi 2 kategori yaitu :

a. Komplikasi akut
1) Komplikasi metabolik: Ketoasidosis diabetic, Koma hiperglikemik
hiperismoler non ketotik, Hipoglikemia, Asidosis lactate
2) Infeksi berat
b. Komplikasi kronik
1) Komplikasi vaskuler
i. Makrovaskuler : PJK, stroke , pembuluh darah perifer
ii. Mikrovaskuler : retinopati, nefropati
2) Komplikasi neuropati
Neuropati sensorimotorik, neuropati otonomik gastroporesis, diare diabetik,
buli – buli neurogenik, impotensi, gangguan refleks kardiovaskuler.
4. PENGOBATAN
Obat-obatan yang mengobati hiperkalemia dimaksudkan untuk menstabilkan fungsi
jantung, meningkatkan pergerakan kalium dari aliran darah kembali ke dalam sel, dan
mendorong ekskresi kalium yang berlebih. Hemodialisis adalah alat yang paling dapat
diandalkan untuk menghilangkan kalium dari tubuh pada pasien dengan gagal ginjal.
1) Obat berkaitan Hiperkalemia :
a. Kalsium Klorida atau glukonat - meminimalkan efek dari hiperkalemia pada jantung
b. Natrium bikarbonat - mempromosikan pergeseran kalium dari darah ke sel-sel
c. Agonis beta - mempromosikan pergeseran kalium dari darah ke sel-sel
d. Diuretik - menyebabkan ekskresi kalium dari ginjal
e. Resin Binding - mempromosikan dan pertukaran kalium natrium dalam sistem
pencernaan
f. Insulin - mempromosikan pergeseran kalium dari darah ke sel-sel
2) Pelengkap dan Alternatif Terapi
Terapi alternatif dapat memberikan dukungan bersamaan dan membantu mengobati
penyebab yang mendasari setelah kondisi Anda telah stabil. Pastikan penyedia medis
anda informasi mengenai terapi alternatif atau suplemen Anda mungkin
menggunakan.
3) Berikut ini dapat membantu mengurangi gizi gejala:
a. Hilangkan alergen makanan yang dicurigai, seperti susu (susu, keju, dan es krim),
gandum (gluten), kedelai, jagung, pengawet, dan bahan kimia tambahan makanan.
b. Hindari makanan yang mengandung jumlah tinggi kalium, termasuk pisang, lentil,
kacang-kacangan, buah persik, kentang, salmon, tomat, semangka.
c. Hindari makanan olahan, seperti roti putih, pasta, dan gula.
d. Makan lebih sedikit daging merah dan daging lebih ramping, ikan air dingin, atau
kacang-kacangan untuk protein. Batasi asupan daging olahan, seperti makanan
cepat dan daging makan siang.
e. Gunakan minyak goreng sehat, seperti minyak zaitun atau minyak sayur.
f. Mengurangi atau menghilangkan trans-fatty acid, ditemukan barang komersial
panggang seperti kue, kerupuk, kue, kentang goreng, bawang cincin, donat,
makanan olahan, dan margarin.
g. Hindari alkohol dan tembakau. Bicaralah dengan dokter Anda sebelum
menggunakan produk yang mengandung produk kafein, seperti teh dan minuman
ringan. Kafein dampak beberapa kondisi dan obat-obatan.
h. Minum lebih banyak air. Dehidrasi dapat membuat hiperkalemia buruk.
i. Latihan, jika mungkin, menit 30 hari, 5 hari seminggu.
j. Hindari mengkudu (Morinda citrifolia) jus, yang tinggi kalium.
D. ASIDOSIS METABOLIK
1. DEFINISI
Asidosis metabolik didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi serum bikarbonat
(HCO3) sering dikaitkan dengan penurunan pH darah, sering bersamaan dengan penyakit
ginjal kronis yang progresif (CKD). Ini berasal dari kapasitas ginjal yang berkurang
dalam mensintesis amonia (NH3) dan mengeluarkan ion hidrogen (H+). Kompensasi
umumnya terdiri dari kombinasi mekanisme resporatorik dan ginjal, ion hidrogen
berinteraksi dengan ion bikarbonat membentuk molekul CO2 yang dieliminasi di paru,
sementara itu ginjal mengupayakan ekskresi ion hidrogen ke urin dan memproduksi ion
bikarbonat yang dilepaskan ke cairan ekstrasel. Kadar ion HCO3- normal adalah 24
mEq/L dan kadar normal pCO2 adalah 40 mmHg dengan kadar ion hidrogen 40
nanomol/L.
Asidosis metabolik sering terjadi sebagai bagian dari campuran gangguan asam-basa,
terutama pada critical ill. Asidosis metabolik dapat bersifat akut (berlangsung beberapa
menit -hari) atau kronis (berlangsung minggu ke tahun) menurut durasinya. Metabolik
asidosis akut atau kronis adapat menyebabkan efek yang buruk terhadap fungsi sel dan
dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Tingkat keparahan asidosis metabolik
dapat sangat bervariasi antara pasien uremik dengan pasien dengan gangguan ginjal.
Setidaknya dua studi menunjukkan bahwa untuk gangguan fungsi ginjal tertentu, pasien
dengan diabetes mungkin memiliki tingkat metabolisme asidosis yang tidak parah. Salah
satu tujuan terapi dialisis adalah untuk mengoreksi kelainan metabolik uremia, termasuk
asidosis metabolik.
2. ETIOLOGI
Kehilangan Bikarbonat:
1) Fistula pancreas, bilier, atau usus. Hilangnya sekresi pankreas atau empedu dapat
menyebabkan asidosis metabolik
2) Kehilangan HCO3-renal dapat disebabkan RTA (proksimal) tipe 2
3) Ureterosigmoidostomy
4) Cholestyramine
5) Diare, contohnya Kolera
Peningkatan beban asam (H+)
1) Asidosis asam laktat
2) Ketoasidosis diabetik, alkohol, dan starvasi
3) Ingestions - Salisilat, metanol, etilen glikol, isoniazid, besi, Paraldehid, sulfur,
toluena, amonium klorida, phenformin / metformin, dan cairan hiperalimentasi.
Ketidakmampuan untuk mengekskresikan beban H
1) Gagal ginjal - Hilangnya produksi NH4+
2) Hipoaldosteronism - RTA Tipe 4
3) Hilangnya sekresi H+- RTA (distal) Tipe 1
3. PATOFISIOLOGI
Mempertahankan pH arteri sistemik antara 7.35 – 7.45 dibutuhkan fungsi sel yang
normal, walaupun fluktuasi sedikit dari konsentrasi H+ mempunyai efek yang penting
dalam aktivitas enzim selular. Hal ini dicapai oleh buffer ekstrasel dan intrasel,
bersamaan dengan mekanisme regulasi respiratori dan renal. kontrol kedua pCO2 dan
HCO3 menstabilkan pH arteri dengan ekskresi atau retensi dari asam atau basa. pCO2
diregulasi oleh ventilasi alveolar. Hiperventilasi meningkatkankan ekskresi CO2 HCO3
dan menurunkan pCO2.
Untuk menjaga keseimbangan asam-basa normal, setiap hari tubulus ginjal harus
absorpsi yang difiltrasi (~ 4.500 mmol) dan mensintesis HCO3 yang cukup untuk
menetralisir beban asam endogen. Mekanismenya adalah gangguan pembentukan
bikarbonat ginjal dengan dan tanpa penurunan absorpsi bikarbonat yang terjadi
bersamaan dan retensi ion H. Total ekskresi amonium (NH4+) mulai menurun ketika
GFR < 40 sampai 50 mL/min. Penyakit ginjal dikaitkan dengan kerusakan
tubulointerstitial yang parah dapat disertai dengan asidosis yang lebih berat pada tahap
awal gagal ginjal.
Ginjal menyerap kembali semua HCO3- yang terfiltrasi dan menghasilkan HCO3
baru dalam collecting duct. Reabsorpsi HCO3- yang terfiltrasi terjadi di tubulus
proksimal (85-90%), dalam ascending loop of Henle tebal (10%) dan sisanya di nefron
distal. Reabsorpsi HCO3 yang terfiltrasi sangat penting untuk pemeliharaan
keseimbangan asam-basa, mengingat bahwa hilangnya HCO3- dalam urin setara dengan
retensi H+ (baik H+ dan HCO3- yang berasal dari disosiasi H2CO3). Diet normal
menghasilkan H+ sebanyak 50–100 mEq per hari sebagai asam sulfur non-volatile dari
katabolisme asam amino, asam organic yang tidak termetabolisme, dan fosfor dan asam-
asam lainnya. Ion H+ ini diseimbangkan oleh HCO3- dan selular dan buffer tulang untuk
meminimalisasi turunnya pH ekstrasel.
Asidosis metabolik berkembang karena berkurangnya massa ginjal dan
ketidakmampuan dari nefron yang tersisa untuk mengeluarkan beban asam harian
melalui ammoniagenesis. Produksi NH3 di tubulus ginjal dirangsang oleh asidosis
intraseluler. Ketika beban asam sistemik meningkat sedikit, keseimbangan dijaga oleh
peningkatan produksi dan ekskresi dari NH4. Kegagalan untuk mengeluarkan NH4+
sehingga menyebabkan retensi ion H+ dan menyebabkan metabolik asidosis.
ketidakmampuan untuk mengeluarkan NH4+ (Proksimal tubulus) atau ion H (tubulus
distal), akan diterjemahkan menjadi asidosis tubular melalui mekanisme dependen pH.
Hiperkalemia, di sisi lain, dapat menginduksi intraseluler alkalosis dan juga bersaing
dengan kalium dalam pompa Na+ /K+ /2Cl yang terletak di loop henle ascending tebal,
mengurangi NH4+ di collecting tubulus. Seperti yang dinyatakan sebelumnya
meningkatnya ammoniagenesis dari nefron meningkat sebagai kompensasi atas
penurunan fungsi dari nefron itu sendiri.
Kadar NH3 pada vaskular dan kortikal meningkat ketika diproduksi secara maksimal
oleh tubulus ginjal. Faktor yang mempengaruhi produksi NH3 di ginjal adalah
angiotensin II, kalium dan aldosteron, yang kadarnya meningkat seperti pada hipertensi
renovaskular. Peningkatan konsentrasi angiotensin II merangsang ammoniagenesis sama
seperti glukoneogenesis. Deplesi kalium dan pemberian aldosteron juga dapat
meningkatkan ammoniagenesis.

4. PENATALAKSANAAN
Asidosis metabolik akut
Sebagai perubahan pH ekstraseluler dan intraseluler sebagai efek samping yang
mendasari dari asidosis metabolik akut, pemberian basa - terutama dalam bentuk natrium
bikarbonat - telah menjadi terapi andalan. Namun, studi mengenai asidosis laktat dan
studi acakterkontrol dari ketoasidosis, penyebab yang paling sering dari asidosis
metabolik akut, dengan pemberian bicnat tidak menunjukkan penurunan morbiditas atau
mortalitas. Studi selanjutnya, pemberian natrium bikarbonat tidak terbukti meningkatkan
disfungsi kardiovaskular pada pasien dengan asidosis laktat. Pemberian natrium
bikarbonat juga telah menjadi faktor yang mencetuskan edema serebral pada anak-anak
dengan ketoacidosis.
Efek samping pemberian bicnat termasuk eksaserbasi dari asidosis intraseluler yang
disebabkan oleh generasi dari CO2 gas permeable dalam proses buffering, hipertonisitas
cairan ekstraselular ketika bicarbonat diberikan sebagai cairan hipertonik, kelebihan
cairan, alkalosis metabolik, dan percepatan pertukaran Na+ - H+ menyebabkan
peningkatan Na+ dan Ca.
Untuk menghindari beberapa komplikasi ini, basa alternatif telah dikembangkan dan
diuji. Trishydroxymethyl aminomethane (THAM), agen yang diperkenalkan pada akhir
1950-an, dapat meningkatkan pH ekstraseluler tanpa mengurangi pH intraseluler dan
bahkan mungkin meningkatkannya. Studi pada manusia telah menunjukkan bahwa
THAM sama efektifnya dengan bikarbonat dalam meningkatkan pH ekstraseluler.
THAM lebih jarang digunakan dibandingkan dengan bikarbonat, namun, karena kasus
yang jarang toksisitas di hati telah dilaporkan pada bayi baru lahir, hiperkalemia dan
disfungsi paru telah dilaporkan, dan agen ini membutuhkan fungsi ginjal yang baik untuk
memastikan ekskresi urin dan dengan demikian, efektivitasnya.
PTO – 1. SUBJEKTIF

A. IDENTITAS PASIEN
Tanggal MRS : 4/3 Tanggal lahir/umur :66 tahun

Nama : Ny. P BB/TB/LPT : 65 kg/ 158 cm

No. RM :- Jenis Kelamin : perempuan

R. Rawat :- Alergi Obat :

Nama DPJP :- Tanggal KRS :

KONDISI KHUSUS :
a. Hamil/menyusui b. Gangguan Ginjal c. Gangguan Hati
ASURANSI :
a. BPJS b. InHealth c. -
KELUHAN PASIEN : sesaknafas 5 hari, sesak saat posisi istirahat, pasien tidak menggunakan 2 bantal
DIAGNOSIS : ALO (Acute Long Odem), CKD stage 5, hyperkalemia, asidosis metabolic.

RIWAYAT PASIEN

Riwayat Penyakit DM dan hipertensi 8 tahun yang lalu

Penyakit jantung sekitar 2 tahun lalu

Tidak rutin kotrol untuk gangguan jantung dan


DM

Sudah 3 tahun menjalani HD / cuci darah

Riwayat Pengobatan Furosemide, captopril, simvastatin, dan


allopurinol

Riwayat Keluarga
PTO-2 – OBJEKTIF
A. DATA PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Nilai Tanggal


Normal
4/3 5/3 6/3 7/3 8/3 9/3 10/3 11/3
Suhu 37 ± 37 37 37,7 37 37 37 37 36,3
0,5 ͦC
RR 14-20 44 30 30 28 24 24 20 24
HR 80-100 180 88 86 88 84 76 84 84
x/menit
Tekanan 125/75 202/186. 200/90 180/100 180/90 160/90 160/90 130/90 160/90
Darah mmHg
GCS 456 456 456 456 456 456 456 456 457
Edema - + + + + + + - -

Sesak - + + + + + ↓↓ ↓↓ -
Nyeri ulu hati - - - - - - - - -
Mual - + + + + + - - -
Muntah - - - - - - - - -
Lemah - + + + + + - - -
Batuk - + + + + + ↓↓ - -
berdahak
Interpretasi Data Pemeriksaan Fisik :
- Pada tanggal 4-9 dilihat dari data fisik pasien mengalami peningkatan nilai RR yaitu 44,30,28,24,24 dari nilai normalnya
14-20x/menit. Hal ini menunjukan bahwa pasien mengalami takipenia . (fisch bach, 2009)
- Pada tanggal 4/3 dilihat dari data fisik pasien mengalami peningkatan nilai HR yaitu 180x/menit dari nilai normalnya 80-
100x/menit. Dan pada tanggal 9/4 pasien mengalami penurunana nilai HR yaitu 76x/menit. Hal ini menunjukan bahwa
pasien mengalami takikardi dan brakikardi.
- Pada tanggal 4-1/3 dilihat dari data fisik pasien mengalami nilai TD tinggi diatas normal 125/75 mmHg. Hal ini
menunjukan bahwa pasien mengalami hipertensi. (fisch bach, 2009)
- Pada tanggal 4-9/3 dilihat dari data fisik pasien mengalami positif (+) edema
- Pata tanggal 4-8/3 dilihat dari data fisik pasien positif (+) mengalami sesak nafas. Namun pada tanggal 9-10/3 pasien
mengalami penurunan sesaknya.
- Pada tanggal 4-8/3 dilihat dari data fisik pasien positif (+) mengalami mual.
- Pada tanggal 4-8/3 dilihat dari data fisik pasien positif (+) mengalami lemah dan juga batuk berdahak, dan pada tanggal 9/3
pasien batuk berdahaknya berkurang.
B. DATA PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan Nilai Normal Tanggal


4/3 5/3 6/3 7/3 8/3 9/3
Hemoglobin 11,0-16,5 6,4
Leukosit 300-18000 m 7,18
Hematoktit 35,0-50,0 M 18 19,1
Trombosit 150,000-390.000 M 176.000
Ureum 18-50 mg/dl 118,4 66,6
Kreatinin 0,7-1,5 mg/dl 9,7 7,09
Albumin 3,5-5,5 g/dl 4,14
Natrium 136-145 m/g 141 141 141 147 146
Kalium 3,5-33 meq 6,1 6,6 6,08 5,29 3,41
Clorida 98-185 meq 180 189 189 186 118
Asam urat 2-6 mg/dl 6,4
Kolstrol total 130-220 mg/dl 190
Kolestrol HDL >50 mg/dl 36
Kolestrol LDL <150 mg/dl 122
Trigliserida 34-143 mg/dl 96
GD sesaat <200 mg/dl
GDP 60-118 mg/dl 94
GD2PP <130 mg/dl 169
SGOT 11-41 µl
SGPT 18-41 µl
Ph 7,35-7,45 7,351 7,220 7,263 7,249 7,281
Po2 80-180 mmHg 43,5 83,2 189,1 96,6
HCO3 21-28 meq/l 49,6 40,3 38,5 40,0

BE 0± 2 meq/l 16,5 17,6 16,8


O2 saturnated >95% -9,7 -8,5 -9,3
So2 95%-100% 94,1 97,3 96,8
LED <20 75
Bilirubin total <1,18 mg/dl
Direct bilirubin <0,25 mg/dl 0,86 0,34
Indirect bilirubin <0,75 mg/dl

Interpretasi Data Pemeriksaan Lab :

 Pada tanggal 9/3 pasien mengalami peurunan nilai HB sebesar 6,4 g/dl dari nilai normalnya 11,0-16,5 g/dl, pasien juga
megalami penurunan nilai HTC pada tanggal 4/3, 9/3 yaitu 18, 19,1 % dari nilai normalnya 35,0-50,0 %. Hal ini menunjukan
pasien mengalami anemia (Fisch bach, 2009)
 Pada tanggal 4/3, 8/3 pasien mengalami peningkatan nilai ureum dan kreatinin yaitu untuk ureumnya 118,4 : 66,6 mg/dl dari
nilai normalnya 18-50 mg/dl, kreatinin yaitu 9,7 : 7,09 mg/dl dari nilai normalnya 0,7-1,5 mg/dl. Hal ini menunjukan pasien
mengalami gangguan ginjal (Sutejo, 2009).
 Pasien mengalami peningkatan nilai natrium pada tanggal 8-9/3 sebesar 147, 146 dari nilai normalnya 136-145 meq. Hal ini
menunjukan pasien mengalami hipernatremi.
 Pasien mengalami peningkatan nilai kalium pada tanggal 4/3, 6/3, 7/3 sebesar 6,1 : 6,6 : 6,08 meq dari nilai normalnya 3,5-5,5
meq. Hal ini menunjukan pasien mengalami hiperkalemi. Tapi pada tanggal 9/3 pasien mengalami penurunan nilai kalium 3,41
meq yang menunjukan pasien mengalami hipokalemi. (Sutejo, 2009)
 Pasien mengalami peningkatan nilai klorida pad tanggal 4-7/3 sebesar 188, 189, 189 dari nilai normalnya 98-186 meq. Hal in
menunjukan pasien mengalami hiperklorinemia .
 Pasien mengalami peningkatan asam urat pada tanggal 8/3 sebesar 6,4 dari nilai normalnya 2-6 mg/dl. Hal ini menunjukan
pasien mengalami hiperuricemia. (Sutejo, 2009)
 Pasien mengalami peningkatan nilai GDP pada tanggal 8/3 sebesar 169 dari nilai normal nya 60-118 mg/dl. Hal ini
menunjukan pasien mengalami DM. (Sutejo,2009)
 Pasien mengalami penurunan pH pada tanggal 5-8/3 dari nilai normalnya 7,35- 7,45 pasien mengalami penurunan nilai HCO 3
pada tanggal 5-7/ 3 dari nilai normalnya 21-28 meq/l. pasien mengalami penurunan nilai BE pada tanggal 5-7/3 dari nilai
normalnya 0±2 meq/L. Hal ini menunjukan pasien mengalami asidosis metabolic.
 Pasien mengalami penurunan nilai PO2 pada tanggal 4/3 sebesar 43,5 dari nilai normalnya 80-180 mmHg yang menunjukan
pasien mengalami hipoksemia, pasien juga mengalami ↑ nilai PO2 pada tanggal 6/3 sebesar 189,1 yang menunjukan pasien
mengalami hiperoksemia.
A. PROFIL PENGGUNAAN OBAT
PTO- 3. ASSESMENT

NO JENIS OBAT Regimen Rute Tanggal Pemberian Obat (Mulai MRS)


Dosis
Nama Dagang/ 4 5 6 7 8 9 10 11
Generik
1 O2 8-18 ipm NC √
4 ipm

2-4 ipm
√ √ √ √ √ //

2 Furosemid 18 mg/jam Drip √

3 40-40-0 i-v √ 40-40- √ √ √ √ //


0

4 Ranitidine inj 2x 50 mg i.v √ //

5 Metokloprami 3x18 mg i.v √ √ √ √ √ //


d inj
6 Ca glukonas 1 amp i.v √ √ √ √ //
inj
7 D40 50 cc + i.v √ √ √ √ //
actrapid
8 Kalitake 3x 5 mg p.o √ //

9 Na bikarbonat i.v 20 √ √ //
ipm

10 Ventolin 1x 2,5 mg √ //
nelbulizer
11 Clonidine 2x 0,15 mg p.o √ √ √ √ √ √ √ √

12 Amlodipine 1x 18 mg p.o √ √ √ √ √ //

13 Captropril 3x25 mg p.o √ √

14 Transfuse PRC 1 bag/hari i.v √ √ //

15 Ambroxol 3x1 p.o √ √ √ √ √ √ √

16 Paracetamol 3x500 mg p.o √ //


B. PROFIL OBAT

Obat Dosis (literature) Mekanisme Profil


Furosemide 1-2 x 20-40 mg iv Menghambat reabsorbsi natrium & klorida Absorbsi : -
dalam loop ascending henle & tubulus ginjal
Distribusi : -
distal sehingga menyebabkan peningkatan
eksresi air, Na, Cl, Mg, K Metabolisme : minimal hati
(Lacy, 2009) Eliminasi : urin → 24 jam
(Lacy, 2009)
Ranitidine 2 x 25-50 mg inj Menghambat kompetitif histamine pada Absorbsi : -
reseptor H2 dari parietal lambung.
Distribusi : Vd : 1,7 l/kg clr 25-35 ml/min
Menghambat sekresi asam lambung
Metabolisme : hepatic 5 oxide & metabolit
(Lacy, 2009)
Eliminasi : urin dan kotoran
(Lacy, 2009)
Metoklopramid 3 x 10-20 mg Memblok reseptor serotonin dizona pemicu Absorbsi : -
kemoreseptor & SSP. Meningkatkan respon
Distribusi : Vd : 2-4 l/kg
terhadap asetilkolin jaringan disaluran
pencernaan. Metabolisme : -
(Lacy, 2009) Eliminasi : urine (~85%)
(Lacy, 2009)
PCT 3 x 500 mg Menghambat sintesis prostaglandin dalam Absorbsi : tidak lengkap
system SP dan perifer menghambat
Distribusi : -
pembentukan impuls sakit
(Lacy, 2009) Metabolisme : CYP menjadi intermediet
yang sangat reaktif yan terkonjugasi
Eliminasi : urin (Lacy, 2009)

Obat Dosis (literature) Mekanisme Profil


Ventolin Nelbu 1 x 2,5 mg Menghilangkan otot polos bronkus dengan Absorbsi : -
tindakan pada reseptor β dengan sedikit efek
(albuterol) Distribusi : -
pada detak jantung (Lacy, 2009)
Metabolisme : hepatic menjadi sulfat yang
tidak aktif

Eliminasi : urin (Lacy, 2009)

Ca glukonas 100 mg/ml Sebagai suplemen diet, dugunakan untuk Absorbsi : -


mencegah atau mengobati keseimbangan
(kalsium glukonas) Distribusi : tulang gigi, melintasi plasenta
kalsium negative dalam osteoporosis untuk
mencegah atau mengurangi tingkat keropas Metabolisme : -
pada tulang (Lacy, 2009)
Eliminasi : kotoran dan urin (Lacy, 2009)
Clonidine 2 x 0,1-0,3 mg Merangsang α 2 adrenoreceptor dibtang otak, Absorbsi : -
sehingga mengaktifkan neuron penghambatan,
Distribusi : Vd : dewasa : 2,1 L/kg
menghasilkan penurunan simpatis keluar dari
CNS menghasilkan penurunan Metabolisme : ekstensif hati untuk metabolit
resistenpenter(Lacy, 2009) aktif
Eliminasi : urin dan kotoran(Lacy, 2009)
Amlodpine 1 x 5-10 mg Menghambat ion kalsium dari memasuki Absorbsi : diserap dengan baik
saluran rendah atau dipilih daerah sensitive
Distribusi : Vd : 21 L/kg
regangan otot polos pembuluh darah &
miokardium selama depolarisasi (Lacy, 2009) Metabolisme : hepatic (>90%) → metabolit
tidak aktif
Eliminasi : urin (Lacy, 2009)

Obat Dosis (literature) Mekanisme Profil


Captopril 3 x 25 mg Menghambat angiotensin converting enzim. Absorbsi : -
Mencegah konversi angiotensin 1 →
Distribusi : -
angiotensin 2
Metabolisme : 50%
(Lacy, 2009)
Eliminasi : urin (>95%) →24 jam
(Lacy, 2009)
Kalitake 3 x 5 mg Menghilangkan potassium dengan menukar ion Absorbsi : tidak ada
natrium dengan ion kalium diusus sebelum
( sodium Distribusi :-
resin dilewatkan dari tubuh (Lacy, 2009)
polystirane
Metabolisme :-
sulfonate)
Eliminasi :feses sepenuhnya(Lacy, 2009)
C. DRUG RELATED PROBLEM
1. UNTREATED INDICATION, IMPORER DRUG SELECTION & MEDICATION USE WITHOUT INDICATION

Masalah Panduan Resep Dokter Kesesuaian Rekomendasi/ Saran Monitoring


klinik Obat
CKD stage v Pada tanggal 4/3 dan 8/3 pasien mengalami nilai ureum & HD Sesuai Ureum &
kreatinin yang tinggi yaitu 48,4 ; 66,6mg/dl dari nilai
Kreatnin ↑
normalnya 18-50 mg/dl. Nilai kreatinin 9,7 dan 7,9 mg/dl
hal ini menunjukan bahwa pasien mengalami gangguan
ginjal. Berdasarkan data tersebut dihitung nilai gfr nya
dan didapatkan hasil sebesar 9,47 mg/dl.. pasien dengan
GFR <15 nl termask dalam CKD stage V (Dipiro,215).
Pasin diterapi dnegan hemodialisis atau cuci darah.
Hemodialysis adalah proses pertukaran zat terlarut &
produk sisa tubuh. Zat sisa yang menumpuk pada pasien
CKD ditarik dengan mekanisme difusi posisi membran
semi permeabel (Aisara sitifa dkk, 2018)
Hipertensi Pasien mengalami hipertensi ditandai sengan TD pasien Furosemide Sesuai TD ↑
yang tinggi dilihat dari data fisik dari tanggal 4-11/3 dari
normalnya 125/75 mmHg.
Captopril
Pasien diterapi dengan captopril, furosemide ,amlodipin
dan clonidin. Furosemid bagus sekali digunakan pada
pasien ggl ginjal karena dapat meningkatkan pengeluaran Amlodipine
sodium 20% & karena aplikasinya idak bergantung pada
GFR. CCB (amlodipine ) selektif menurunkan resistensi
pembuluh darah sistemik juga selektif dalam pengobatan Clonidine
hipertensi pada pasien dengan ESRD & beta bloker
(clonidine) digunakan karena tampaknya paling aman
dari agennya, ACEI (kaptopril) dugunakan karena lebih
disukai pada pasien CKD bermanfaat untuk pengurangan
aktivitas saat simpastik, peningkatan fungsi endotel &
mengurangi stress oksiditif (Dipiro,2008)
ALO (Acute Pasien mengalami ALO yang ditandai dengan pasien O2 sesuai Sesak
Long Odem) sesak nafas dari tanggal 4-10/3 . edema dari tanggal 4-9/3
Edema
yang dapat dilihat dari data fisik pasien, selai itu pasien
dilihat dari data lab pasien, pasien juga mengalami mual Furosmid Sesuai Batuk
dan lemah.pasien juga akan meglami hyperkalemia
(PCO2) pasien diterapi dengan O2 dan ventolin
nelbulezer untuk mengatasi sesaknya, Selain itu pasien Ventolis
diterapi dengan furosemide untuk mengatasi odemnya
bekerja degan cara menghamat reabsorbsi Na&K nelbulezer sesuai
ditubulus ginjal sehingga menyebabkan peningkatan
eksresi air, Na, Cl, Mg, K (Lacy,2009)
Batuk Pasien mengalami batuk yang dapat dilihat pada data fisik Ambroxol Sesuai - Batuk (+)
pasien yang menunjukn positif batuk dari tanggsl 4-9/3.
Batuk terjadi karena ALO. Pasien diterapi dengan
ambrxol yang bekeerja dengan merangsang sintesis
pelepasan 1 . surfaktan oleh pneimocytes tipe II.
Surfaaktan bertindak sebagai anti-lem dengan
mengurangi peningkatan lendir ke dinding bronkus
gunamembantu memberikan perlindungan terhadap
infeksi & iritasi pada bronkus
Hiperkalemi Pasien mengalami hipokalemi ditandai dengan nilai Kaltake Sesuai Kalium ↑
kalium pasien yang tinggi pada angal 4,6,7/3 yaitu
Ca glukonas
dengan nilai normalny 3,5 dan 5,5 meq. Hiperkalemi
terjadi akibat berburongganya eksresi kalium melalui
ginjal akibat terjadinya ginjal (Yaswr Ird, 2012) D40 + actrapid
Pasien diterapi dengan kalitake untuk mengatasi
hiperkalemi yang bekerja dengan menurunkan kadar
kalium dalam darah, Ca glukonas , D40 + actapid juga
digunakan ebagai terapi.
Hipokalemi UNTREATED INDICATION - - Pasien diberikan (kalium Kalium ↓
klorida) yang bekerja
Pasien mengalami hipokalemi ditandai dengan nilai
sebagai kation warna
kalium pasien rendah pada tanggal 9/3 yaitu sebesar 3,4
cairan sluran intraseluler
dari nilai normalnya sebesar 3,5-5,5 meq, yang dapat
dan sangat penting untuk
dlihat dari data lab pasien . hipokalemi terjadi akibat
pemeliharaaan fungsi
pengeluaran kalium dalam darah berlebihsn(Yaswir &ira,
ginjal & keseimbangan
2012)
asam & basa
Hipokalemi terjad I juga akibat dari kerusakan ginjal dan
juga asidosis meabolik

Hiperglikemi UNTREATED INDICATION - - Kami memberikan terapi


(DM) bagi pasien yaitu dengan
Pasien mengalami hiperglikemi ditandai dengan GD2PP
pemberian insulin
pasien yang tinggi pada tangal 8/3 yaitu 164 mg/dl dari
(actrapid) untuk mengatur
nilai normalnya <130, selain itu pasien juga mempunyai
metabolism karbohidrat,
riwayat DM. penyakit dm dapat meningkatkan produk
protein & lemak.
glukosa non enzimatik, glukotoksisitas dan protein kinase
C yang akan menyebabkan kerusakan ginjal(Sandata Sebaiknya pasien
Gabriela,dkk 2016) melakukan latihan
jasmani, diet DM
Pasein belum diberikan terapi
kebutuhan kalori
(Tjokroprawiro,2012)
Asidosis Pasien mengalami asidosis metabolic yang ditandai Na bikarbonat Sesuai - pH, HCO-3 dan
dengan nilai pH pasien yang rendah pada tanggal 5-8/3. BE ↓
Metabolik
Penurunan HO-3 dan BE dari tanggal 5-7/3. Nilai pH
pasien rendah yaitu <7,35-7,45, HCO-3 rendah <21-28
meq/l, BE rendah <0± 2 meq/l. Asidosis metabolik
didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi serum
bikarbonat (HCO3) sering dikaitkan dengan penurunan
pH darah, sering bersamaan dengan penyakit ginjal kronis
yang progresif (CKD). Ini berasal dari kapasitas ginjal
yang berkurang dalam mensintesis amonia (NH3) dan
mengeluarkan ion hidrogen (H+).Pasien diterapi dengan
Na Bikarbonat untuk memperbaiki academia & mengisi
kembali persediaan bikarbonat tubuh yang habis (Dipiro,
2008)

Hiperuricemi UNTREEATED INDICATION - - Pasien diebrikan Asam urat ↑


a allopurinol, allopurinol
Pasien mengalami hiperuricemia ditandai dengan nilai
digunakan untuk
asam urat pasien tinggi pada tanggal 8/9 yaitu 6,4 mg/dl.
mengontrol gejala asam
CKD akan menyebabkan gangguan dalam hal eksresi zat
urat dan juga untuk
zat sisa salah satunya asam urat. Hiperuricemia terjadi
melindungi fungsi ginjal.
karena pengurangan dari massa & pengisi ginjal yang
Allopurinol menurunkan
sangat progresif sehingga akan menyebabkan kegagalan
produksi asam urat dengan
untuk mengeksresikan asam urat melalui
cara mrnghambat enzim
ginjal.(Nanfiri,dkk,2017)
santin oxidase (Diana
Pasien belum diberikan terapi. lyrawati, 2008)
Anemia IMRORER DRUG SELECTION Transfuse PRC Sesuai HB & HT ↓
Pasien mengalami anemia diandai dengan nilai HB dan
hematocrit rendah yaitu 6,4 g.dl untuk nilsi HB dari nilai
normalnya 11,0=16,5 g/dl & 19,1 untuk hematocrit dari
nilai normalnya 35,0-50,0 %. Kerusakan struktur dan
fungsi ginjal disertai penurunan laju fltrasi glomerulus
akan menyebabkan penurunan kadar HB dan hematocrit
di dalam darah (Hidayat Rahmat,dkk,2016)
Pasien diterapi dengan transfuse PRC sudah sesuai karena
apabila nilai HB <7 mska diberikan transfuse darah
(Dipiro, 2008)
Hipernatremi Pasien megalami hipernatremi yang ditandai dengan nilai Furosemid Sesuai Natrum ↑
natrium pasien tinggi pada tanggal 8-9/3 yaitu 147,146
dari nilai normalnya 136-145 meq dilihat dari data lab
pasien hipernatremi terjadi karena kelebihan natrium
dalam cairan ekstrasel pada resistensi air oleh ginjal yang
dapat meningkatkan osmolaritas pasien tidak diberikan
terapi. (Yaswir & ira ferawati, 2012)
Hiperklorine UNTREATED INDICATION - - Pengobatan gangguan Klorida ↑
mia (klorida) asam-basa, elektrolit dan
Pasien mengalami hiperklorinemia ditandai dnegan nilai
ketidakseimbangan cairan.
klorida pasien tinggi pada tanggal 4-7/3 dari nilai
Na bicarbonate dapat
normalnya 98-186 meq dilihat dari data lab pasien .
diberikan untuk
Hiperklorinemia terjadi karena pemasukan melebihi
mengeksresikan metabolic
pengeluaran pada gangguan mekanisme homeostatis dari
asidosis serta diuretic
klorida akibat gagguan tubulus ginjal (Yaswir Rismawati
untuk mengeskresiklorida
& ira ferawati,20012)
berlebih (Roberts, 2004)
Pasien tidak diberikan terapi.
Infeksi UNTREATED INDICATION - - Diberikan obat ceftriaxone Rr,HR, PCO3
karena merupakan ↑
Pasien mnegalami infeksi ditandai dengan nilai HR, RR
antibiotic golongan
dan PCO3 yang tinggi dapat dilihat dari data fisik dan lab
seflosporin generasi 3
pasien nilai HR pasien >800-100x/menit, pada tanggal
yang memiliki aktivitas
4/3 nilai RR pasien >14-20x/menit, pada tanggal 4-9/3 &
lebih kuat & luas dari pada
11/3 nilai PCO3 >35-45mmHg pada tanggal 4/3 yaitu
generasi yang lainnya
sebesar 49,6 mmHg.
teradap kuman gram
Pasien tidak diberikan terapi negative . ceftriaxone
bekerja dengan
menghambat insesa
dinding sel mikroba, yang
dihambat ialan enzim
transpeptidase tahap 3
dalam rangkaian reaksi
pembentukan dinding sel
(Hidayati, dkk, 2016)
Mual Pasien megalami mual dapat dilihat dari data lab pasien Ranitidine inj Sesuai - Mual (+)
yang menandakan pasien positif mengalami mual dari
Metokloprami
tanggal 4-8/3
d
Pasien diterapi dengan ranitidine inj pada tanggal 4/3 &
metoklopramid. Ranitidine digunakan sebagai antitukak
karena pasien mengalami mual . metoklopramid bekerja
dengan memblok reseptor serotonin & meningkatkan
respon terhadap asetilkolin jaringan disaluran cerna (
Lacy, 2009)
2. SUBTHERAPEUTIC DOSAGE & OVERDOSAGE
Analisis kesesuaian dosis
Nama Obat Dosis dari literature Dosis pemberian Kesesuaian Dosis Rekomendasi/ Saran
O2 8-18 ipm
2-4 ipm
Furosemid 1-2 x 20-40 mg iv 40-40-0 Sesuai
Ranitidine inj 2 x 25-50 mg inj 2 x 50 mg Sesuai
Metokclopramid inj 3 x 10-20 mg 3 x 18 mg Sesuai
D40 50 cc + actrapid 18
µl
Kalitake 3 x 5 mg 3 x 5 mg Sesuai
Na. Bicarbonat
Ventolin Nelbu 1 x 2,5 mg 1 x 2,5 mg Sesuai
Clonidine 2 x 0,1-0,3 mg 2 x 0,15 mg Sesuai
Amlodipine 1 x 5-10 mg 1 x 18 inj Kurang Sesuai Penurunan dosis sesuai
dosis yang dianjurkan
Captopril 3 x 25 mg 3 x 25 mg Sesuai
Transfuse PRC 1 bag/ hari Sesuai
Ambroxol 3 x 30 mg 3x1 Sesuai
PCT 3 x 500 mg 3 x 500 mg Sesuai
Ca Glukonas inj 100 mg/ml 1 amp Sesuai
3. ADVERSE DRUG REACTION

Nama Obat Efek Samping Potensial Efek Samping Yang Timbul Rekomendasi / Saran
Furosemid Ggn ssp, ggn hematologi, ggn - -
cerna
Ranitidine inj Sakit kepala, ggn gastro, - -
hematologi, endokrin
Metokclopramid inj Diare, ggn hematologi, mual, Mual , lemah Obat diberikan sesuai dosis &
lemah diberikam obat untuk mual
Ca Glukonas inj Brakikardi, hipotensi, - -
konstipasi, diare

Nama Obat Efek Samping Potensial Efek Samping Yang Timbul Rekomendasi / Saran
Kalitake Sensitivitas, alergi
Clonidine Hipotensi, konstipasi, - -
ancrexia, insomnia
Amlodipine Mual, edema, kelelahan, Mual, edema, lelah Obat diberikan sesuai doss
pusing diberikan obat mual serta
pasien beristirahat
Captopril Proteinurea, anemia, hipotensi - -
Ambroxol Reaksi alergi, ggn GI - -
PCT Pusing, uticaria, leukopenia, - -
ggn hati
Ventolin Nelbu Reaksi alergi, dyspepsia, - -
hipersensitivitas

4. DRUG INTERACTION

Obat A Obat B Efek Interaksi Mekanisme Interaksi Manajemen


Interaksi
Farmakokinetik Farmakodinamik
PTO – 4. PLAN
1. MONITORING HASIL TERAPI OBAT

Nama Obat Dosis Indikasi pada Pasien Parameter Monitoring Evaluasi Hasil yang
diperoleh
(Data Lab, Data Klinik)
O2 0-18 ipm Untuk sesak Sesak (+) Hasil akhir berkurang

Ventolin nelbu
Furosemide 40-40-0 Untuk udem dan Edema (+) Hasil akhir normal
hipertensi
Ranitidine inj 2 x 50 mg Unyuk mual Mual (+) Hasil akhir normal
Metoklopramid 3 x 18 mg
Ca glukonas inj 1 amp Untuk hiperkalemi Kalium ↑ Hasil akhir normal
D40 + acrtapid 18 µl

Kalitake 3 x 5 mg
Na Bikarbonat - Asidosis metabolic pH ↑, HCO 3, BE ↑ Hasil akhir normal
Clonidine 2 x 0,15 mg Hipertensi TD ↑ Hasil akhir belum
Amlodipine 1 x 18 mg normal

Kaptopril 3 x 25 mg
Tranfusi PRC 1 bag/ hari Untuk nilai HB < 7 dan HB dan HT ↓ Hasil akhir normal
HT rendah
Ambroxol 3x1 Untuk batuk berdahak Batuk (+) Hasil akhir normal
2. MONITORING EFEK SAMPING POTENSIAL

No Nama Obat Regimen Dosis ESO Potensial Cara Mengatasi ESO


1 Furosemide 8- 18 ipm Ggn ssp, ggn hematologi, ggn Obat diberikan sesuai dosis, untuk lambung
cerna diberikan obat lambung (ranitidine,
metoklopramid)
2 Ranitidine inj 2 x 50 mg Sakit kepala, ggn gastro, mual Obat diberikan sesuai dosis
Metoklopramid 3 x 18 mg
Diare, ggn hematologi, mual
3 Ca glukonas 1 amp Brakikardi, hipotensi, Obat diberikan sesuai dosis
konstipasi
Kalitake 3 x 5 mg
Sensitivitas, alergi
4 Clonidine 2 x 0,15 mg Hipotensi, konstipasi, insomnia Obat diberikan sesuai dosis, untuk mual
Amlodipine 1 x 18 mg diberikan obat lambung
Mual, edema, kelelahan, pusing
5 Kaptopril 3 x 25 mg Proteinurea, anemia, hipotensi Obat diberikan sesuai dosis
6 Ambroxol 3x1 Reaksi alergi, ggn GI Obat diberikan sesuai dosis, untuk ggn GI
diberikan obat lambung
3. TERAPI NON FARMAKOLOGI

1. Acute Long Odem (ALO)

a. Ventilator Support (dukungan ventilasi)


Langkah pertama dalam meningkatkan ventilasi untuk pasien dengan edema paru akut adalah untuk memastikan bahwa mereka diposisikan
duduk. Hal ini untuk mengurangi ventilasi perfusi ketidak cocokan dan membantu dengan kerja pernafasan mereka.
b. Pasien diberikan oksigen (40-50%) – 8 l/ min untuk pertahanan PO2 (Baird A, 2010)

2. CKD stage 5

a. Olahraga teratur
b. Mengurangi konsumsi natrium
c. Mengurangi makanan berlemak (Dipiro, et al, 2008)

3. Hyperkalemia

a. Mengurangi makanan yang mengandung garam


b. Hemodialysis 3 x seminggu
c. Diet sodium (Na) (Dipiro et al, 2009)

4. Asidosis Metabolic

a. Diet rendah protein


Bisa memperlambat progresivitas beberapa tipe penyakit ginjal, selain itu, diet rendah protein diharapkan dapat menurunkan lonjkan asam
harian dan ameliorate asidosis kronis.
PEMBAHASAN
Pasien Ny. P umur 66 tahun dengan berat badan 65 kg dan tinggi badan 158 cm,
masuk rumah sakit pada tanggal 04 maret 2018. Pasien mengeluh sesak nafas sejak 5 hari
SMRS, memberat sejak 1 hari SMRS, sesak dirasa saat posisi istirahat, awalnya pasien sesak
saat aktivitas, dapat hilang dengan istirahat, pasien tidak menggunakan 2 bantal. Pasien
didiagnosis ALO (Acute Lung Odem), CKD st.V, Hiperkalemia, Asidosis Metabolik. Pasien
memiliki riwayat penyakit DM dan Hipertensi sejak 8 tahun yang lalu, Penyakit jantung
sekitar 2 th yang lalu, Tidak rutin kontrol untuk gangguan jantung dan DM nya, Sudah 3
tahun menjalani HD, namun tidak rutin yang seharusnya 2x/ minggu. Riwayat Pengobatan
pasien yaitu Furosemid, Captopril, Simvastatin dan Alupurinol.
CKD Stage V
Pada tanggal 4/3 dan 8/3 pasien mengalami nilai ureum & kreatinin yang tinggi yaitu
48,4 ; 66,6mg/dl dari nilai normalnya 18-50 mg/dl. Nilai kreatinin 9,7 dan 7,9 mg/dl hal ini
menunjukan bahwa pasien mengalami gangguan ginjal. Berdasarkan data tersebut dihitung
nilai GFRnya dan didapatkan hasil sebesar 9,47 mg/dl. Pasien dengan GFR <15 nl termask
dalam CKD stage V (Dipiro,2015). Pasin diterapi dnegan hemodialysis atau cuci darah.
Hemodialysis adalah proses pertukaran zat terlarut & produk sisa tubuh. Zat sisa yang
menumpuk pada pasien CKD ditarik dengan mekanisme difusi posisi membbran semi
permeabel (Aisara sitifa dkk, 2018).
Terapi hemodialisis dibutuhkan apabila fungsi ginjal seseorang telah mencapai tingkatan
terakhir (stage 5) dari gagal ginjal kronik. Dokter akan menentukan tingkatan fungsi ginjal
seseorang berdasarkan perhitungan GFR atau Glomerular Filtration Rate, dimana pada
tingkatan GFR dibawah 15, ginjal seseorang dinyatakan masuk dalam kategori gagal ginjal
terminal (End Stage Renal Disease). Hemodialisa dilakukan bila ginjal anda sudah tidak
mampu melaksanakan fungsinya atau biasa disebut dengan gagal ginjal. Gagal ginjal dapat
dibagi dua yaitu gagal ginjal akut dimana fungsi ginjal terganggu untuk sementara waktu
sehingga hemodialisa dilakukan hanya hingga fungsi ginjal membaik dan gagal ginjal kronis
dimana fungsi ginjal rusak secara permanen akibatnya hemodialisa harus dilakukan seumur
hidupnya. Cuci darah dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan:
1. Kelainan fungsi otak (ensefalopati uremik)
2. Perikarditis (Peradangan kantong jantung)
3. Asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan respon terhadap
pengobata lainnya.
4. Gagal Jantung
5. Hiperkalemia (kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah)
Hipertensi
Pasien mnegalami hipertensi ditandai sengan TD pasien yang tinggi dilihat dari data fisik
dari tanggal 4-11/3 dari normalnya 125/75 mmHg. Fungsi ginjal akan lebih cepat mengalami
kemunduran jika terjadi hipertensi berat. Selain itu komplikasi eksternal (misalnya, retinopati
dan ensefalopati) juga dapat terjadi. Beratnya pengaruh hipertensi pada ginjal tergantung
tingginya tekanan darah dan lamanya menderita hipertensi. Semakin tinggi tekanan darah
dalam waktu lama makin berat komplikasi yang dapat ditimbulkan. Hipertensi terjadi pada
sebagian besar pasien GGK dan tekanan darahnya harus diatur sesuai target untuk mencegah
kerusakan organ. Target tekanan darah untuk mengurangi risiko CVD pada GGK adalah
130/80 mmHg (Baharuddin, 2011).
Pasien diterapi dengan furosemide, amlodipin, clonidin dan diberikan captopril pada
tanggal 10-11/3, kaptopril diberikan terakhiran karena efek sampingnya yang dapat
menyebabkan batuk dan tidak bagus untuk pasien dengan sesak napas, pasien mengalami
keluhan batuk dan juga sesak napas jadi obat kaptopril diberikan setelah sesak dan batuk
pasien normal. Terapi furosemid bagus digunakan pada pasien gagal ginjal karena dapat
meningkatkan pengeluaran sodium 20% dan karena efikasinya tidak bergantung pada GFR.
CCB (amlodipine ) selektif menurunkan resistensi pembuluh darah sistemik juga selektif
dalam pengobatan hipertensi pada pasien dengan ESRD dan brta bloker (clonidine)
digunakan karena tampaknya paling aman dari agennya, ACEI (kaptopril) dugunakan karena
lebih disukai pada pasien CKD bermanfaat untuk pengurangan aktivitas saraf simpastik,
peningkatan fungsi endotel & mengirangi stress oksidtif (Dipiro,2008).
ALO (Acute Lung Odem)
Pasien mengalami ALO (Acute Lung Odem) yang ditandai dnegan pasien sesak nafas
dari tanggal 4-10/3, edema dari tanggal 4-9/3 yang dapat dilihat dari data fisik pasien, selain
itu pasien ditandai dengan terjadinya hipoksemia (PO2) yang dapat dilihat dari data lab
pasien, pasien juga mengalami mual dan lemah, pasien juga akan meglami hiperkapnia
(PCO2). Aacute lung oedema (alo) adalah terjadinya penumpukan cairan secara masif di
rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman
gagal napas.
Pasien diterapi dengan O2 dan ventolin nelbulezer pada tanggal 5/3 untuk mengatasi
sesaknya. Oksigen (40-50%) segera diberikan sampai dengan 8 L/menit untuk
mempertahankan PO2, kalau perlu dengan masker. Oksigen konsentrasi tinggi akan
meningkatkan tekanan intraalveolar sehingga dapat menurunkan transudasi cairan dari
kapiler alveolar dan mengurangi aliran balik vena (venous return) ke toraks , mengurangi
tekanan kapiler paru. Jika kondisi pasien semakin memburuk, timbul sianosis, makin sesak,
takipneu, ronki bertambah, PO2 tidak bisa dipertahankan ≥60 mmHg, atau terjadi kegagalan
mengurangi cairan edema secara adekuat, maka perlu dilakukan intubasi endotrakeal, dan
penggunaan ventilator. Selain itu pasien diterapi dengan furosemide untuk mengatasi
udemnya bekerja degan cara menghamat reabsorbsi Na dan K ditubulus ginjal sehingga
menyebabkan peningkatan eksresi air, Na, Cl, Mg, K (Lacy,2009). Diberikan furosemid 40-
80 mg i.v. bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan setelah 4 jam atau dilanjutkan dengan
drip kontinu sampai dicapai produksi urin 1 ml/kgBB/jam. Selama terapi ini elektrolit serum
dimonitor terutama kalium.
Batuk
Pasien mengalami batuk yang dapat dilihat pada dat fisik pasien yang menunjukn positif
batuk dari tanggsl 4-9/3. Batuk terjadi karena ALO. Pasien diterapi dengan ambrxol yang
bekeerja dengan merangsang sintesis pelepasan 1 surfaktan oleh pneimocytes tipe 2.
Surfaaktan bertindak sebagai anti-lem dengan mengurangi peningkatan lendir ke dinding
bronkus guna membantu memberikan perlindungan terhadap infeksi & iritasi pada bronkus.
Hiperkalemi
Pasien mengalami hiperkalemi ditandai dengan nilai kalium pasien yang tinggi pada
tanngal 4,6,7/3 yaitu dengan nilai normalnya 3,5 dan 5,5 mEq. Hiperkalemi terjadi akibat
berongganya eksresi kalium melalui ginjal akibat terjadinya ginjal (Yaswir dan Ira, 2012).
Pasien diterapi dengan kalitake pada tanggal 5/3 untuk mengatasi hiperkalemi yang bekerja
dengan menurunkan kadar kalium dalam darah, Ca glukonas , D40 + actapid juga digunakan
sebagai terapi hiperkalemi. Penggunaan ca glukonas dan D40 + actrapid sudah sesuai karena
kalium plasma akan turun 0,5-1,5mmol/L dalam 15-30 menit dan efek paling lama dalam
beberapa jam. Insulin memicu pompa ion Na K ATPase memasukan kalium ke dalam sel,
sedangkan glukosa atau dektrosa memicu pengeluaran insulin endogen. Mekanisme yang
terjadi adalah glukosa yang masuk ke dalam sel beta pankreas melalui transforter GLUT 2
akan dimetabolisme→ peningkatan kadar ATP→ kanal K-ATP tertutup→ kalium tidak bisa
keluar dari intrasel ke ekstrasel. Bila K-ATP tertutup, Na akan terbuka (Ikawati, 2008).
Hipokalemi
UNTREEATED INDICATION
Pasien mengalami hipokalemi ditandai dengan nilai kalium pasien rendah pada tanggal
9/3 yaitu sebesar 3,4 dari nilai normalnya sebesar 3,5-5,5 meq, yang dapat dlihat dari data lab
pasien. Hipokalemi terjadi akibat pengeluaran kalium dalam darah berlebihan (Yaswir & ira
2012). Hipokalemi terjad I juga akibat dari kerusakan ginjal dan juga asidosis meabolik.
Pasien belum diberikan terpai oleh dokter. Kami memberikan terapi bagi pasien yaitu pasien
diberikan (kalium klorida) yang bekerja sebagai kation utama cairan saluran intraseluler dan
sangat penting untuk pemeliharaaan fungsi ginjal & keseimbangan asam & basa (Lacy,2009).
Hiperglikemi
UNTREEATED INDICATION
Pasien mengalami hiperglikemi ditandai dengan GD2PP pasien yang tinggi pada tangal
8/3 yaitu 164 mg/dl dari nilai normalnya <130, selain itu pasien juga mempunyai riwayat
DM. Penyakit Diabetes Melitus dapat meningkatkan produk glikolosasi non enzimatik,
glukotoksisitas dan protein kinase C yang akan menyebabkan kerusakan ginjal (Sandata
Gabriela,dkk 2016). Pasien belum diberikan terapi oleh dokter. Kami memberikan terapi bagi
pasien yaitu dengan pemberian insulin (actrapid) untuk mengatur metabolism karbohidrat,
protein & lemak. Insulin memfasilitasi masuknya glukosa ke otot, adipose & jaringan lain
melalui transmitter heksase (Lacy, 2009). Actrapid bekerja secara short acting untuk
memperbaiki resistensi insulin dan juga untuk meningkatkan sekresi insulin (Alvarson et al.,
2003).
Asidosis Metabolik
Pasien mengalami asidosis metabolic yang ditandai dengan nilai pH pasien yang rendah
pada tanggal 5-8/3. Penurunan HO-3 dan BE dari tanggal 5-7/3. Nilai pH pasien rendah yaitu
<7,35-7,45, HCO-3 rendah <21-28 meq/l, BE rendah <0± 2 meq/l. Asidosis metabolik
didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi serum bikarbonat (HCO3) sering dikaitkan
dengan penurunan pH darah, sering bersamaan dengan penyakit ginjal kronis yang progresif
(CKD). Ini berasal dari kapasitas ginjal yang berkurang dalam mensintesis amonia (NH3) dan
mengeluarkan ion hidrogen (H+). Asidosis metabolik berkembang karena berkurangnya
massa ginjal dan ketidakmampuan dari nefron yang tersisa untuk mengeluarkan beban asam
harian melalui ammoniagenesis. Produksi NH3 di tubulus ginjal dirangsang oleh asidosis
intraseluler. Ketika beban asam sistemik meningkat sedikit, keseimbangan dijaga oleh
peningkatan produksi dan ekskresi dari NH4. Kegagalan untuk mengeluarkan NH4+
sehingga menyebabkan retensi ion H+ dan menyebabkan metabolik asidosis.
ketidakmampuan untuk mengeluarkan NH4+ (Proksimal tubulus) atau ion H (tubulus distal).
Pasien diterapi dengan Na Bikarbonat untuk meningkatkan pH ekstraseluler dan mengisi
kembali persediaan bikarbonat tubuh yang habis (Dipiro, 2008).
Hiperuricemia
UNTREEATED INDICATION
Pasien mengalami hiperuricemia ditandai dengan nilai asam urat pasien tinggi pada
tanggal 8/9 yaitu 6,4 mg/dl. CKD akan menyebabkan gangguan dalam hal eksresi zat zat sisa
salah satunya asam urat. Hiperuricemia terjadi karena pengurangan dari massa & pengisi
ginjal yang sangat progresif sehingga akan menyebabkan kegagalan untuk mengeksresikan
asam urat melalui ginjal.(Nanfiri,dkk,2017). Pasien belum diberikan terapioleh dokter. Kami
memberikan terapi untuk pasien yaitu diebrikan allopurinol dengan penurunan dosis,yaitu
dosis awal diberikan 1-2 x 100 mg , allopurinol digunakan untuk mengontrol gejala asam urat
dan juga untuk melindungi fungsi ginjal. Allopurinol menurunkan produksi asam urat dengan
cara mrnghambat enzim santin oxidase (Diana lyrawati, 2008).
Anemia
Pasien mengalami anemia diandai dengan nilai HB dan hematocrit rendah yaitu 6,4
g/dl, untuk nilsi HB dari nilai normalnya 11,0=16,5 g/dl & 19,1 untuk hematocrit dari nilai
normalnya 35,0-50,0 %. Kerusakan struktur dan fungsi ginjal disertai penurunan laju fltrasi
glomerulus akan menyebabkan penurunan kadar HB dan hematocrit di dalam darah (Hidayat
Rahmat,dkk,2016). Pasien diterapi dengan transfuse PRC sudah sesuai karena apabila nilai
HB <7 mska diberikan transfuse darah (Dipiro, 2008).
Hipernatremi
UNTREATED INDICATION
Pasien megalami hipernatremi yang ditandai dengan nilai natrium pasien tinggi pada
tanggal 8-9/3 yaitu 147,146 dari nilai normalnya 136-145 meq dilihat dari data lab pasien
hipernatremi terjadi karena kelebihan natrium dalam cairan ekstrasel pada resistensi air oleh
ginjal yang dapat meningkatkan osmolaritas (Yaswir & ira ferawati, 2012). Pasein
mengalami Hipervolemia-Hipernatremia. Pada kasus hipernatremia tipe ini, hipernatremia
memang berkaitan dengan kadar natrium absolut yang meningkat, yang diikuti dengan
peningkatan volume air (natrium bersifat higroskopik). Kondisi hipervolemia-hipernatremia
sering ditemui dalam praktek sehari-hari karena dalam proses perawatan pasien mendapat
cairan hipertonik NaCl 3% atau koreksi asidosis metabolik dengan NaBic (NaHCO3).
Beberapa pasien dialisis yang mendapat cairan dialisat dengan konsentrasi natrium yang
tinggi juga dapat mengalami hipervolemia-hipernatremia. Hipernatremia jenis ini juga sering
ditemukan pada pasien gagal ginjal yang dirawat karena edema sehingga produksi urin yang
menurun. Pasein diterpai dengan menggunakan furosemid yang bekerja degan cara
menghamat reabsorbsi Na&K ditubulus ginjal sehingga menyebabkan peningkatan eksresi
air, Na, Cl, Mg, K (Lacy,2009).
Tatalaksana Hipernatremia :

Hiperklorinemia
UNTREATED INDICATION
Pasien mengalami hiperklorinemia ditandai dnegan nilai klorida pasien tinggi pada
tanggal 4-7/3 dari nilai normalnya 98-186 mEq dilihat dari data lab pasien . Hiperklorinemia
terjadi karena pemasukan melebihi pengeluaran pada gangguan mekanisme homeostatis dari
klorida akibat gagguan tubulus ginjal (Yaswir Rismawati & ira ferawati,20012). Pasien
belum diberikan terapi oleh dokter. Kami memberikan terapi untuk pasien yaitu pengobatan
gangguan asam-basa, elektrolit dan ketidakseimbangan cairan. Na bicarbonate dapat
diberikan untuk mengeksresikan metabolic asidosis serta diuretic untuk mengeskresiklorida
berlebih (Roberts, 2004).
Infeksi
UNTREATED INDICATION
Pasien mnegalami infeksi ditandai dengan nilai HR, RR dan PCO3 yang tinggi dapat
dilihat dari data fisik dan lab pasien nilai HR pasien >800-100x/menit, pada tanggal 4/3 nilai
RR pasien >14-20x/menit, pada tanggal 4-9/3 & 11/3 nilai PCO3 >35-45mmHg pada tanggal
4/3 yaitu sebesar 49,6 mmHg. Pasien belum diberikan terapi oleh dokter. Kami memberikan
terapi untuk pasien yaitu diberikan obat antibiotik ceftriaxone karena merupakan antibiotic
golongan seflosporin generasi 3 yang memiliki aktivitas lebih kuat & luas dari pada generasi
yang lainnya teradap kuman gram negative. Seftriakson mempunyai spektrum aktivitas yang
luas bekerja dengan menghambat sintesa dinding sel mikroba dan merupakan salah satu
antibiotik yang tidak menstimulusi pelepasan lipopolisakarida sehingga tidak memperburuk
keadaaan pasien. Ceftriaxone bekerja dengan menghambat insesa dinding sel mikroba, yang
dihambat ialan enzim transpeptidase tahap 3 dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel
(Hidayati, dkk, 2016).
Mual
Pasien megalami mual dapat dilihat dari data lab pasien yang menandakan pasien
positif mengalami mual dari tanggal 4-8/3. Pasien diterapi dengan ranitidine inj pada tanggal
4/3 dan metoklopramid 5-9/3. Ranitidine digunakan sebagai antitukak karena pasien
mengalami mual. Metoklopramid bekerja dengan memblok reseptor serotonin dan
meningkatkan respon terhadap asetilkolin jaringan disaluran cerna ( Lacy, 2009).
MEDICATION USE WITHOUT INDICATION
Pemberian paracetamol oleh dokter tidak sesuai karena pasien tidak mengalami
pusing dan juga suhu pasien normal, sehingga pemberian paracetamol tidak usah diberikan.
KESIMPULAN
1. Pada tanggal 4/3 dan 8/3 pasien mengalami CKD stage V ditandai nilai ureum &
kreatinin yang tinggi yaitu 48,4 ; 66,6mg/dl dari nilai normalnya 18-50 mg/dl. Nilai
kreatinin 9,7 dan 7,9 mg/dl hal ini menunjukan bahwa pasien mengalami gangguan ginjal.
Pasin diterapi dnegan hemodialysis atau cuci darah.
2. Pasien mnegalami hipertensi ditandai sengan TD pasien yang tinggi. Target tekanan darah
untuk mengurangi risiko CVD pada GGK adalah 130/80 mmHg (Baharuddin, 2011).
Pasien diterapi dengan furosemide, amlodipin, clonidin dan diberikan captopril pada
tanggal 10-11/3,
3. Pasien mengalami ALO (Acute Lung Odem) yang ditandai dnegan pasien sesak nafas,
edema, hipoksemia (PO2), mual dan lemah, dan hiperkapnia (PCO2). Pasien diterapi
dengan O2 dan ventolin nelbulezer untuk mempertahankan PO2 pasien diterapi dengan
furosemide
4. Pasien mengalami batuk yang dapat dilihat pada dat fisik pasien yang menunjukn positif
batuk dari tanggsl 4-9/3. Batuk terjadi karena ALO. Pasien diterapi dengan ambrxol
5. Pasien mengalami hiperkalemi ditandai dengan nilai kalium pasien yang tinggi..
Penggunaan ca glukonas dan D40 + actrapid sudah sesuai karena kalium plasma akan
turun 0,5-1,5mmol/L dalam 15-30 menit (Ikawati, 2008).
6. Pasien mengalami hipokalemi ditandai dengan nilai kalium pasien rendah yaitu sebesar
3,4 dari nilai normalnya sebesar 3,5-5,5 meq. Pasien belum diberikan terpai oleh dokter.
Kami memberikan terapi (kalium klorida).
7. Pasien mengalami hiperglikemi ditandai dengan GD2PP pasien yang tinggi dan
mempunyai riwayat DM. Pasien belum diberikan terapi oleh dokter. Kami memberikan
terapi dengan pemberian insulin untuk meningkatkan sekresi insulin (Alvarson et al.,
2003).
8. Pasien mengalami asidosis metabolic yang ditandai dengan nilai pH pasien yang rendah,
penurunan HO-3 dan BE. Pasien diterapi dengan Na Bikarbonat untuk meningkatkan pH
ekstraseluler.
9. Pasien mengalami hiperuricemia ditandai dengan nilai asam urat pasien tinggi. Pasien
belum diberikan terapioleh dokter. Kami memberikan terapi untuk pasien yaitu diebrikan
allopurinol untuk menurunkan produksi asam urat
10. Pasien mengalami anemia diandai dengan nilai HB dan hematocrit rendah. Pasien
diterapi dengan transfuse PRC sudah sesuai karena apabila nilai HB <7 mska diberikan
transfuse darah (Dipiro, 2008).
11. Pasien megalami hipernatremi yang ditandai dengan nilai natrium pasien tinggi. Pasein
mengalami Hipervolemia-Hipernatremia. Pasein diterpai dengan menggunakan furosemid
(Lacy,2009).
12. Pasien mengalami hiperklorinemia ditandai dnegan nilai klorida pasien tinggi. Pasien
belum diberikan terapi oleh dokter. Kami memberikan terapi Na bicarbonate untuk
mengeksresikan metabolic asidosis serta diuretic (Roberts, 2004).
13. Pasien mnegalami infeksi ditandai dengan nilai HR, RR dan PCO3 yang. Pasien belum
diberikan terapi oleh dokter. Kami memberikan antibiotik ceftriaxone. (Hidayati, dkk,
2016).
14. Pasien megalami mual dapat dilihat dari data lab pasien yang menandakan pasien positif
mengalami mual. Pasien diterapi dengan ranitidine inj pada tanggal 4/3 dan
metoklopramid 5-9/3.
15. Pemberian paracetamol oleh dokter tidak sesuai karena pasien tidak mengalami pusing
dan juga suhu pasien normal.
DAFTAR PUSTAKA

Abery, J.A., Lacy,C.F, Amstrong, L.L, Goldman, M.P, and Lance, L.L.2009. Drug
Information Handbook 17 th edition. Lexi-comp for American Pharmacists
Association
Aisara Sitifa, Syaiful Azmi, Mefri Yanni. Gambaran Klinis Penderita Penyakit Ginjal Kronik
yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2018; 7(1).
Dipiro, J.T., Talbert, H.L., Yee, G.C. Matzke, G.R., Wells, B.G. and Posey, L.M., 2008,
Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach, 8th ed, The McGraw -Hill
companies, New York USA.
Dipiro, J.T, Talbert, R.L, Yee, G.C, Matzke G.R, Wells, B.G, Posey L.M. 2015.
Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach 9th Edition. USA: The McGraw-
Hill Companies, Inc.
Fischbach, F et al. 2009. Chlorida, Potassium, Sodium’ In: A Manual of Laboratory and
Diagnostic Test ( ed.) Lippincot Wiliams and Wilkins : 997-1009
Fletcher, Gary. (2007). Sindrom Koroner Akut-Farmakologi. Terjemahan oleh Diana
Lyrawati. 2008.
Hidayat Rahmat, Syaiful Azmi, Dian Pertiwi. Hubungan Kejadian Anemia dengan Penyakit
Ginjal Kronik pada Pasien yang Dirawat di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP dr M
Djamil Padang Tahun 2010. Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(3).
Hidayati, Helmi Arifin, Raveinal. Kajian Penggunaan Antibiotik pada Pasien Sepsis dengan
Gangguan Ginjal. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 2(2), 129-137.
Ikawati, Zulies. 2008. Pengantar Farmakologi Molekuler. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
McPhee, Stephen J dan Ganong, William F. 2007. Pathopisyology. USRDS, (2013). The
United States Renal Data System Doenges, marylin e.,dkk. 2000. Rencana asuhan
keperawatan. Jakarta: penerbit buku kedokteran egc
Mehrotra R, Kopple JD, Wolfson M. Metabolic acidosis in maintenance dialysis patients:
clinical considerations. International Society of Nephrology, Vol. 64, Supplement 88
(2003), pp. S13–S25
Ortega LM, Arora S. Metabolic acidosis and progression of chronic kidney disease :
incidence, pathogenesis, and therapeutic therapy. Revista Nefrologia 2012 ;
32(6):724-30
Suhaemi, emi mimin. 2002. Etika keperawatan: aplikasi dalam praktik. Jakarta: penerbit
buku kedokteran egc a.price, sylvia. 1994.
Yaswir Rismawati, Ira Ferawati. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium, Kalium
dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium. Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1(2).

Anda mungkin juga menyukai