Anda di halaman 1dari 4

ANEMIA

Patogenesa
Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah
merah: konsen-trasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Menurut
kriteria WHO anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di
bawah 12 g% pada wanita. Berdasarkan kriteria WHO yang direvisi/ kriteria National
Cancer Institute, anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 14 g% pada pria dan di
bawah 12 g% pada wanita. Kriteria ini digunakan untuk evaluasi anemia pada
penderita dengan keganasan. Anemia merupakan tanda adanya penyakit. Anemia
selalu merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari penyebabnya. Anamnesis,
pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan laboratorium sederhana berguna dalam evaluasi penderita anemia.

Etiologi

Gejala dan tanda anemia bergantung pada derajat dan kecepatan terjadinya
anemia, juga kebutuhan oksigen penderita. Gejala akan lebih ringan pada anemia
yang terjadi perlahan-lahan, karena ada kesempatan bagi mekanisme homeostatik
untuk menyesuaikan dengan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen.
Gejala anemia disebabkan oleh 2 faktor:
1. Berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan
2. Adanya hipovolemia (pada penderita dengan perdarahan akut dan masif)
Terdapat dua pendekatan untuk menentukan penyebab anemia:
1. Pendekatan kinetik
Pendekatan ini didasarkan pada mekanisme yang berperan dalam turunnya
Hb.
2. Pendekatan morfologi
Pendekatan ini mengkategorikan anemia berdasarkan perubahan ukuran
eritrosit (Meancorpuscular volume/MCV) dan res-pons retikulosit.
A. Pendekatan kinetik
Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme independen:
1. Berkurangnya produksi sel darah merah
Anemia disebabkan karena kecepatan produksi sel darah merah lebih rendah
dari destruksinya. Penyebab berkurangnya produksi sel darah merah:

 Kekurangan nutrisi: Fe, B12, atau folat dapat disebabkan oleh kekurangan
diet, malaborpsi (anemia pernisiosa, sprue) atau kehilangan darah (dei siensi
Fe)
 Kelainan sumsum tulang (anemia aplastik, pure red
cellaplasia,mielodisplasia, inl itrasi tumor)
 Supresi sumsum tulang (obat, kemoterapi, radiasi)
 Rendahnya trophic hormone untuk stimulasi produksi sel darah merah
(eritropoietin pada gagal ginjal, hormon tiroid [hipotiroidisme] dan
androgen [hipogonadisme])
 Anemia penyakit kronis/anemia inl amasi, yaitu anemia dengan karakteristik
berkurangnya Fe yang efektif untuk eritropoiesis karena berkurangnya
absorpsi Fe dari traktus gastrointestinal dan berkurangnya pelepasan Fe dari
makrofag, berkurangnya kadar eritropoietin (relatif ) dan sedikit
berkurangnya masa hidup erirosit.
2. Meningkatnya destruksi sel darah merah
Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena berkurangnya
masa hidup sel darah merah (kurang dari 100 hari). Pada keadaan normal, umur
sel darah merah 110-120 hari.2 Anemia hemolitik terjadi bila sum-sum tulang
tidak dapat mengatasi kebutuhan untuk menggganti lebih dari 5% sel darah
merah/hari yang berhubungan dengan masa hidup sel darah merah kira-kira 20
hari.
3. Kehilangan darah

B. Pendekatan Morfologi
Penyebab anemia dapat diklasii kasikan berdasarkan ukuran sel darah merah
pada apusan darah tepi dan parameter automatic cell counter. Sel darah merah
normal mempunyai volume 80-96 femtoliter (1 fL = 10-15 liter) dengan diameter
kira-kira 7-8 micron, sama dengan inti limfosit kecil. Sel darah merah yang
berukuran lebih besar dari inti limfosit kecil pada apus darah tepi disebut
makrositik. Sel darah merah yang berukuran lebih kecil dari inti limfosit kecil
disebut mikrositik. Automatic cell counter memperkirakan volume sel darah
merah dengan sampel jutaan sel darah merah dengan mengeluarkan angka mean
corpuscular volume (MCV ) dan angka dispersi mean tersebut. Angka dispersi
tersebut merupakan koefisien variasi volume sel darah merah atau RBC
distribution width (RDW ). RDW normal berkisar antara 11,5-14,5%. Peningkatan
RDW menunjukkan adanya variasi ukuran sel.
Berdasarkan pendekatan morfologi, anemia diklasifikasikan menjadi:
a. Anemia makrositik

b. Anemia mikrositik

c. Anemia normositik
Akibat / dampak

1. Kelelahan dan menurunnya kualitas hidup


Kelelahan merupakan keluhan utama pasien dengan anemia pada penyakit keganasan
yang prevalensinya cukup tinggi yaitu bervariasi antara 70% sampai 90%. Kelelahan
mempunyai dampak yang besar pada kualitas hidup pasien, diantaranya lemah, lesu,

tidak berenergi, dan kesulitan dalam memulai atau menyelesaikan pekerjaan.

2. Meningkatnya mortalitas
Secara umum adanya anemia pada pasien kanker akan meningkatkan mortalitas
sebanyak 65%. Anemia pada pasien dengan karsinoma otak dan leher meningkatkan
risiko mortalita menjadi 75%, sedangkan pada pasien limfoma 67%.
3. Menurunkan efektifitas terapi
Hipoksia pada tumor merupakan salah satu masalah dalam terapi keganasan, selain
membuat tumor menjadi resisten terhadap radioterapi dan beberapa kemoterapi
(seperti siklofosfamid dan karboplatin); hipoksia juga merangsang kinetik proliferasi,
posisi siklus sel dan jumlah sel tumor yang berakumulasi pada fase G0 (fase
histopatologi) sehingga terjadi perubahan ekspresi gen ke arah perubahan proteome.
Perubahan ini mengatur banyaknya sel yang akan dihancurkan oleh radiasi atau
kemoterapi. Bila hipoksia pada tumor tidak diperbaiki maka akan terjadi proliferasi
sel yang lambat, berhentinya siklus sel dan peningkatan jumlah sel pada fase G0. Hal
ini menyebabkan tumor menjadi resisten terhadap radioterapi dan kemoterapi. Selain
itu, hipoksia tumor yang terus menerus akan meningkatkan progresifitas dan
agresifitas penyakit keganasan melalui clonal selection dan perubahan gen. Akibatnya
diferensiasi dan apoptosis sel berhenti, angiogenesis menjadi kacau, penyebaran
metastasis ke locoregional meningkat yang selanjutnya akan meningkatkan resistensi
terapi dan memperburuk prognosis jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA :
Oehadian, A. (2012). Pendekatan klinis dan diagnosis anemia. Continuing Medical
Education, 39(6), 407-412.

Anda mungkin juga menyukai