Anda di halaman 1dari 16

ANEMIA PADA KEHAMILAN

Definisi

Anemia adalah keadaan berkurangnya kadar Hemoglobin (Hb) pada tubuh seseorang.
Anemia juga didefinisikan sebagai suatu keadaan berkurangnya kadar eritrosit dalam tubuh
seseorang, dimana eritrosit mengandung hemoglobin yang berfungsi sebagai pembawa
oksigen. Kadar normal Hb adalah 13,5-18,0 g/dl pada pria, 12,0-15,0 g/dl pada wanita, 11,0-
16,0 g/dl pada anak-anak, terdapat pada variasi Hb pada kehamilan tergantung usia
kehamilan tetapi umumnya lebih dari 10,0 g/dl. Definisi anemia secara fungsional adalah
penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak memenuhi fungsi untuk
membawa oksigen (O2) dalam jumlah cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying
capacity).

Anemia pada kehamilan didefinisikan sebagai penurunan kadar hemoglobin kurang


dari 11 g/dl selama masa kehamilan pada trimester 1 dan 3 dan kurang dari 10 g/dl selama
masa postpartum dan trimester 2. WHO mendefinisikan anemia pada kehamilan apabila
kadar Hb < 11 g/dl dan disebut anemia berat (severe) jika Hb < 7 g/dl. Darah akan bertambah
banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Akan tetapi
bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi
pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut plasma 30%, sel darah
18%, dan hemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak
kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu.

Klasifikasi Berdasarkan Penyebab

1. Anemia karena Kekurangan zat besi


Kebutuhan zat besi pada ibu hamil meningkat. Pada keadaan ini, zat besi pada
makanan tidak mencukupi kebutuhan sehingga menyebabkan kekurangan zat besi
(anemia). Dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada 1300 wanita, 21% memiliki
anemia trimester III dengan 16% karena anemia defisiensi besi. Pada kehamilan
tunggal kebutuhan ibu akan zat besi rata-rata mendekati 1000 mg. Dari jumlah ini 300
mg untuk janin dan plasenta, 500 mg untuk ekspansi massa Hb ibu dan 200 mg
diekskresikan melalui usus,urin dan kulit.
Kekurangan zat besi sering dimanifestasikan oleh penurunan konsentrasi Hb
yang cukup besar. Pada trimester ketiga, zat besi tambahan diperlukan untuk
menambah hemoglobin ibu dan untuk mentransportasi janin. Karena jumlah zat besi
yang dialihkan ke janin serupa pada ibu normal dan ibu yang kekurangan zat besi,
bayi baru lahir dari ibu yang menderita anemia berat tidak menderita anemia
defisiensi besi.
Etiologi :
Terjadinya Anemia Defisiensi Besi sangat ditentukan oleh kemampuan
absorpsi besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang. Kekurangan
besi dapat disebabkan oleh :
a. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis
1) Pertumbuhan
Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama
kebutuhan besi akan meningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya
meningkat 3 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 2 kali
lipat dibanding saat lahir. Bayi prematur dengan pertumbuhan sangat
cepat, pada umur 1 tahun berat badannya dapat mencapai 6 kali dan masa
hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 3 kali dibanding saat lahir.
2) Menstruasi
Penyebab kurang besi yang sering terjadi adalah kehilangan darah lewat
menstruasi.
b. Kurangnya besi yang diserap
1) Masukan besi dan makanan yang tidak adekuat.
Seorang bayi pada 1 tahun pertama kehidupannya membutuhkan makanan
yang banyak mengandung besi. Bayi cukup bulan akan menyerap lebih
kurang 200 mg besi selama 1 tahun pertama (0,5 mg/hari) yang terutama
digunakan untuk pertumbuhannya. Bayi yang mendapat ASI eksklusif
jarang menderita kekurangan besi pada 6 bulan pertama. Hal ini
disebabkan besi yang terkandung dalam ASI lebih mudah diserap
dibandingkan susu yang terkandung susu formula. Diperkirakan sekitar
40% besi dalam ASI diabsropsi bayi.
2) Malabsorpsi besi
Keadaan ini dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya
mengalami perubahan secara histologis dan fungsional. Pada orang yang
telah mengalami gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB
walaupun penderita mendapat makanan yang cukup besi. Hal ini
disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan lebih cepat
melalui bagian atas usus halus, tempat utama penyerapan besi heme dan
non heme.
3) Perdarahan
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting
terjadinya ADB. Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan
status besi. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi
0,5 mg, sehingga darah 3-4 ml/hari (1,5 – 2 mg) dapat mengakibatkan
keseimbangan negatif besi. Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran
cerna,ulkus peptikum, karena obat-obatan (asam asetil salisilat,
kortikosteroid, indometasin, obat anti inflamasi non steroid) dan infeksi
cacing (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)yang menyerang
usus halus bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh darah
submukosa usus.
4) Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis kedalam sirkulasi ibu akan menyebabkan
ADB pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonatus.
Patofisiologi :
Pengaturan hemopoesis merupakan salah satu perubahan yang terjadi dalam
kehamilan. Berbagai perubahan yang terjadi utamanya berfungsi untuk memelihara
janin agar selalu dalam keadaan optimal yaitu dengan meningkatkan sirkulasi unit
maternal (plasenta) ke janin, yang pada akhirnya untuk memenuhi kebutuhan oksigen
janin. Perubahan tersebut terjadi beberapa minggu setelah konsepsi, sejalan dengan
pertumbuhan embrio yang semakin berkembang. Bila terjadi patologis, pada ibu
anemia akan mengakibatkan defisiensi oksigen dan berpengaruh pada bayi.
Manifestasi Klinis :

Kebanyakan anak-anak dengan defisiensi besi tidak menunjukkan gejala dan


baru terdeteksi dengan skrining laboratorium pada usia 12 bulan. Gejala dari anemia
defisiensi besi adalah:
a. Kuku berubah menjadi rapuh dan bergaris-garis vertical dan menjadi cekung
sehingga mirip dengan sendok.
b. Akan terjadi atropi lidah yang menyebabkan permukaan lidah tampak licin dan
mengkilap yang disebabkan oleh menghilangnya papil lidah
c. Peradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat
keputihan.
d. Efek terhadap bayi yaitu menurunnya fungsi intelektual, terganggunya fungsi
motorik.

Pemeriksaan Laboratorium :
Pemeriksaan laboratorium merupakan penunjang diagnostic pokok dalam diagnosis
anemia. pemeriksaan ini terdiri dari:
a. Pemeriksaan penyaring (screening test) Pemeriksaan penyaring untuk kasus
anemia terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit, dan apusan
darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis morfologik
anemia tersebut, yang sangat berguna untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut.
b. Pemeriksaan darah seri anemia Pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung
leukosit, trombosit, hitung retikulosit dan laju endap darah. Sekarang sudah
banyak dipakai automatic hematology analyzer yang dapat memberikan presisi
hasil yang lebih baik.
c. Pemeriksaan sumsum tulang Pemeriksaan ini memberi informasi yang sangat
berharga mengenai keadaan sistem hematopoiesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan
untuk diagnosis definitive pada beberapa jenis anemia.
d. Pemeriksaan serum iron.
e. Pemeriksaan TIBC (total iron binding capacity).
f. Pemeriksaan saturasi ferin.
g. Pemeriksaan protoporfirin eritrosit.
h. Pemeriksaan ferritin serum.

Diagnosa :
Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan
laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering
tidak khas.Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan ADB:
a. Kadar Hb kurang dari normal sesuai dengan kriteria
b. Kosentrasi Hb eritrosit rata-rata <31% (Normalnya 32-35%)
c. Kadar Fe serum <50 µg/dl (Normalnya 80-180 µg/dl)
d. Saturasi transferrin <15% (Normalnya 20-50%)

Penatalaksanaan :
Dengan melakukan terapi :
Koreksi defisit massa hemoglobin dan akhirnya pemulihan cadangan besi.
Pemberian senyawa besi seperti ferro sulfat, fumarat, atau glukonat peroral sekitar
200 mg perhari. Apabila bersangkutan tidak bisa atau tidak mau mengkonsumsi besi
oral dapat diberi terapi parenteral. Terapi oral dianjurkan selama 3 bulan atau lebih
setelah anemia teratasi.
Pengobatan anemia defisiensi besi terdiri dari memperbaiki etiologi yang
mendasarinya dan mengisi kembali cadangan zat besi. Terapi besi adalah sebagai
berikut:
a. Garam besi oral adalah bentuk yang paling ekonomis dan efektif.
Ferro sulfat adalah garam besi yang paling umum digunakan.
Garam Jumlah Kadar besi fero
Fero fumarat 200 mg 65 mg
Fero glukosat 300 mg 35 mg
Fero sulfat 300 mg 60 mg
Natrium feredat 190 mg 27,5 mg

b. Cadangan zat besi parenteral untuk pasien yang tidak dapat menyerap zat besi oral
atau yang mengalami anemia yang meningkat walaupun dosis zat besi oral cukup.
c. Cadangan transfusi sel darah merah yang dikemas untuk pasien yang mengalami
perdarahan akut yang signifikan atau dalam bahaya hipoksia.

Prognosis :
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekuarnagn besi saja dan
diketahui penyebab serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala
anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.
Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa
kemungkinan sebagai berikut :
a. Diagnosis salah
b. Dosis obat tidak adekuat
c. Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa
d. Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlansgung
menetap
e. Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi (seperti :
infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit karena defisiensi
vitamin B12, asam folat)
f. Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan pada
ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi).

2. Anemia karena kehilangan darah akut


Pengertian:
Pada awal kehamilan, anemia yang disebabkan oleh kehilangan darah akut
sering terjadi pada aborsi, kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa.
Etiologi:
perdarahan hebat merupakan penyebab tersering dari anemia. Jika kehilangan
darah, tubuh dengan segera menarik cairan dari jaringan diluar pembuluh darah
sebagai usaha untuk menjaga agar pembuluh darah tetap terisi.
Pada akhirnya peningkatan pembentukan sel darah merah akan memperbaiki anemia.
Tetapi pada awalnya anemia bisa sangat berat,terutama jika timbul dengan segera
karena kehilangan darah yang tiba-tiba, seperti yang terjadi pada:
A. Kecelakaan
B. Pembedahan
C. Persalinan
D. Pecahnya pembuluh darah

3. Anemia yang berkaitan dengan penyakit kronik


4. Anemia Penyakit Kronis
Anemia penyakit kronis merupakan bentuk anemia derajat ringan sampai
sedang yang terjadi akibat: infeksi kronis, peradangan, trauma dan penyakit neoplastik
yang telah berlangsung 1–2 bulan dan tidak disertai penyakit hati, ginjal dan endokrin.
Jenis anemia ini ditandai dengan kelainan metabolisme besi, sehingga terjadi
hipoferemia dan penumpukan besi di makrofag. terjadi ketika penyakit kronis
menghambat tubuh dalam memproduksi sel-sel darah merah yang sehat. Selain itu,
penyakit kronis mencegah tubuh menggunakan zat besi untuk membuat sel-sel darah
merah baru, walaupun tingkat zat besi yang dimiliki normal atau bahkan tinggi.

Patogenesis :
Secara umum patogenesis anemia akibat penyakit kronis diantaranya :
a. Ketahanan hidup eritrosit yang memendek akibat terjadinya lisis eritrosit lebih
dini
b. Adanya respon sumsum tulang akibat respon eritropoetin yang terganggu atau
menurun
c. Gangguan metabolisme berupa gangguan reutilisasi besi.

Etiologi :
a. Penyakit ginjal kronik
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah salah satu permasalahan dibidang
nefrologi dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Berkurangnya fungsi
ginjal terjadi karena berkurangnya nefron pada ginjal yang fungsinya masih baik. Hal
tersebut menyebabkan bertambahnya beban pada nefron yang masih berfungsi baik
dan akhirnya menyebabkan kerusakan nefron yang masih tersisa. Kerusakan struktur
dan fungsi ginjal bisa disertai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).
Penurunan laju fitrasi glomerulus berhubungan dengan gambaran klinis yang akan
ditemukan pada pasien. Salah satunya adalah menurunnya kadar Hb dalam darah
(anemia).
Pada 80-90% pasien PGK mengalami anemia. Anemia terutama disebabkan
oleh defisiensi Erythropoietic Stimulating Factors (ESF). Normalnya, 90 %
eritropoeitin (EPO) dihasilkan di ginjal tepatnya oleh juxtaglomerulus dan hanya 10%
yang diproduksi oleh hati. Produksi eritrosit dipengaruhi oleh eritropoetin dengan
merangsang proliferasi, diferensiasi dan maturasi prekursor eritrosit. Respon tubuh
yang normal terhadap keadaan anemia adalah merangsang fibroblas peritubular ginjal
untuk meningkatkan produksi EPO. Pada PGK, respon tersebut terganggu sehingga
menyebabkan anemia yang dikaitkan defisiensi eritropoietin pada PGK.
Selain itu, keadaan ginjal yang buruk dapat menyebabkan tubuh tidak mampu
menyerap zat besi dan folat secara optimal. Padahal, folat merupakan nutrisi yang
diperlukan dalam produksi sel darah merah.
b. Kanker

Patofisiologi :
a. Penyakit ginjal kronik :
Penyakit kronis mampu menimbulkan perubahan pada fungsi tubuh,
khususnya dalam mekanisme pembentukan sel darah merah. Inflamasi yanh
berkepanjangan menyebabkan umur sel darah merah menjadi lebih pendek, selain
itu menyebabkan defisiensi zat besi karena sel darah merah tidak dapat menyerap
dengan sempurna dan adanya hambatan proses daur ulang sel darah merah. Selain
itu, penurunan produksi sel darah merah juga terjadi akibat adanya gangguan
tubuh dalam merespon hormon erythropoietin (EPO) yang dihasilkan oleh ginjal
untuk menstimulasi sumsum tulang dalam pembentukan darah.
b. Kanker

Pemeriksaan Penunjang :
a. Pemeriksaan laboratorium: anemia umumnya menunjukkan MCHC (Mean
Corpuscular Hemoglobin Capacity) kurang dari 31 g/dl dan sel mikrositer dengan
MCV (Mean Corpuscular Volume) kurang dari 80 fL. Penurunan Fe serum
(hipoferemia) merupakan diagnosa anemia karena penyakit kronis yang timbul
segera saat terjadi infeksi atau inflamasi. Konsentrasi protein pengikat Fe
(transferin) menurun sebabkan saturasi Fe lebih tinggi daripada anemia defisiensi
besi.
Diagnosis :
Anemia dikatakan sebagai anemia pada penyakit kronis apabila anemia terjadi :
a. Anemia sedang
b. Selularitas sumsum tulang normal
c. Kadar besi serum rendah
d. TIBC (Total Iron Binding Capacity) rendah
e. Kadar besi dalam macrofag dan sumsum tulang normal atau meningkat
f. Feritin serum yang meningkat

Jika ciri-ciri tersebut tidak dipenuhi maka anemia tidak dapat dikatakan sebagai
anemia pada penyakit kronis walaupun pasien dengan gagal ginjal, inflamasi dan
infeksi kronik serta kanker mengalami anemia. Anemia yang terjadi umumnya derajat
ringan sampai sedang dengan gejala tertutupi oleh penyakit primernya serta Hb sekitar
7-11gr/dL

Penanganan :
Terapi utama penyakit kronis adalah dengan mengobati penyakit dasarnya, yaitu
penyakit yang menyebabkan anemia tersebut. Ada cara untuk mengobati anemia
penyakit kronis.
a. Transfusi : transfusi dilakukan terutama untuk kasus disertai gangguan
hemodinamika dengan mempertahankan kadar Hb 10 -11 g/dl. Transfusi ini
mampu menurunkan angka kematian secara bermakna.
b. Preparat Besi : Pengobatan dengan preparat besi berguna untuk mencegah
pembentukan TNF-a pada penyakit inflamasi usus dan gagal ginjal dan berguna
untuk meningkatkan kadar Hb. Preparat besi dapat dilakukan dengan oral maupun
parenteral.
- Oral : ferrous sulphat 2x300mg
- Parenteral : iron dextran complex, iron ferric gluconate acid complex dan iron
sucrosa
c. Eritropietin : dengan pemberian eritropoietin berguna untuk pasien anemia akibat
kanker, gagal ginjal, artritis reumathoid dan pasien HIV. Keuntungan dari
pemberian eritropoietin adalah memiliki efek anti inflamasi dengen menekan
produksi TNF-a dan interferon gamma.

Prognosis :
a. Saat penyakit primer seperti gagal ginjal, infeksi kronis dan peradangan telah
diatasi maka Hb akan meningkat dan anemia tersebut dapat tertangani.
b. Saat anemia tidak ditangani dengan segera dapat menyebabkan komplikasi pada
ibu hamil yaitu melahirkan bayi prematur, berat bayi rendah dan anemia pada
bayi.
5. Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik merupakan anemia yang disebabkan hipovitaminosis,
khususnya vitamin B12 (cobalamin) dan asam folat (ptery glutamic acid), yang
diperlukan untuk sintesis DNA.
Etiologi :
- Penyebab utama anemia megaloblastik adalah kurangnya vitamin B12 dan asam
folat.
- Penyebab defisiensi vitamin B12 yang paling sering adalah anemia pernisiosa
yang disebabkan oleh atrofi lambung autoimun dan menyebabkan penurunan
produksi faktor intrinsik. Kekurangan vitamin B12 juga dapat terjadi setelah
gastrektomi, reseksi ileum atau ileitis.
- Penurunan asupan dalam kasus alkoholisme atau kekurangan gizi (lansia,
kemiskinan, diet khusus).
- Peningkatan permintaan : pada kehamilan, hemolisis dan malabsorpsi.
- Malabsorpsi: dikarenakan penyakit – penyakit seperti tropical sprue, celiac
disease, jejunal resection, Crohn disease.
- Jenis obat dapat mengurangi jumlah folat di tubuh, atau membuat folat sulit untuk
diserap. Obat-obatan tersebut termasuk beberapa antikonvulsan (obat yang
digunakan untuk mengobati epilepsi) fenitoin, primidon, fenobarbital,
methotrexate.
- Defisiensi enzim bawaan: dihidrofolat reduktase, 5-metil THF transferase.

Patofisiologi :
Patofisiologi anemia megaloblastik adalah erythropoiesis yang tidak efektif
akibat apoptosis intramedulla dari prekursor sel hematopoietik, yang dihasilkan dari
kelainan sintesis DNA. Kekurangan vitamin B12 dan folat dapat menyebabkan
sintesis DNA yang rusak. Selanjutnya, nukleus dan sitoplasma tidak matang secara
bersamaan. Sitoplasma matang pada kecepatan normal, tetapi nukleus (dengan
kerusakan DNA) belum matang sepenuhnya. Defisiensi cobalamin berdampak pada
jaringan sitokin dan faktor pertumbuhan yang dapat bersifat neurotropik dan
neurotoksik lainnya. Faktor-faktor ini berperan dalam neuropati terkait kobalamin.
Kekurangan sejumlah besar folat tidak disimpan. Bukti klinis defisiensi folat
dapat terjadi dalam satu bulan setelah asupan folat dihentikan. Penyerapan dan
transportasi folat fisiologis dimediasi oleh reseptor. Tidak ada yang setara dengan
intrinsic faktor (IF) untuk menstabilkan dan mengangkut folat yang tertelan.
Penyerapan terjadi di jejunum dan di seluruh usus kecil. Jadi, apabila kekurangan
faktor intrinsik bisa menyebabkan gangguan pada penyerapan asam folat.
Yang paling penting dalam megaloblastik anemia adalah ineffective erythropoiesis,
dengan tanda :
- Erythroid hyperplasia di sumsum tulang
- Menurunnya retikulosit
- Kenaikan LDH dan indirek bilirubin
- Patogenesis = rusaknya intramedullary hingga fragil dan abnormal erythroid
mogalublastik prekursor

Pemeriksaan penunjang :
a. Pemeriksaan Darah Rutin
b. Pemeriksaan Defisiensi As. Folat
c. Pemeriksaan Defisiensi Kobalamin
d. Pemeriksaan Serum Besi
e. LDH dan Bilirubin Indirect
f. Histopatologi (isselbacher, 2015)

Diagnosis :
a. Pada defisiensi asam folat : penderita mengalami glositis atau lidah berwarna
merah seperti daging. Kondisi tersebut disebut buffy tongue, kadang disertai
ikterus ringan.
b. Pada defisiensi vitamin B12 : manifestasi neurologis dapat diamati, seperti
paresthesia dan gangguan keseimbangan. Bisa juga terdapat gangguan visual yang
disebabkan oleh atrofi optik, hilangnya sensasi getar dan proprioception.
c. Pada pemeriksaan darah rutin :
- Eritrosit tampak poikilositosis dan anisositosis
- Terdapat trombositopenia
- Neutrofil hipersegmentasi
d. Pada histopatologi : dalam mielogram, megaloblastosis muncul sebagai sel darah
merah besar (megaloblas) dan juga oleh neutrofil hipersegmentasi yang terdeteksi
dalam apusan darah tepi. Poikilositosis dan anisositosis sering terjadi akibat
eritropoiesis yang tidak efektif. Evaluasi sumsum tulang menunjukkan
hiperselularitas dengan maturasi abnormal dan proliferasi prekursor sel darah
merah. Eritroblas menunjukkan kegagalan pematangan inti mempertahankan
kromatin terbuka atau longgar dan sitoplasma dewasa normal.

Penanganan :
a. Terapi mencakup asam folat, makanan bergizi dan zat besi.
b. Bahkan 1 mg asam folat peroral setiap hari yang diberikan menimbulkan respon
hematologis yang nyata.
Prognosis :
Prognosis anemia bergantung pada etiologi dan penatalaksanaan yang
dilakukan.
a. Pada pasien anemia megaloblastik akibat defisiensi vitamin B12 yang berat :
- Dapat terjadi hipokalemia yang menyebabkan kematian mendadak.
- Pasien yang mengalami anemia megaloblastik akibat defek kongenital akan
memerlukan suplementasi seumur hidup.
b. Kekurangan folat selama kehamilan dapat menyebabkan cacat tabung saraf dan
gangguan perkembangan lainnya pada janin. Namun, folat dalam vitamin prenatal
yang diberikan selama kehamilan dapat mengurangi morbiditas ini.

6. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik merupakan kondisi kerusakan eritrosit yg dirangsang oleh
kelainan eritrosit bawaan atau karena antibodi yang diarahkan untuk menyerang
protein membran sel eritrosit sehingga menyebabkan anemia.
Etiologi :
a. Autoimun hemolisis : merupakan keadaan hemolitik yang dasar patofisiologinya
melalui proses autoimun. Biasanya disebabkan oleh warm active antibodies (Ig G)
atau cold active antiboies (Ig M), atau bisa juga kombinasi antara keduannya.
Autoimun hemolisis juga bisa dikarenakan faktor primer (idiopatik), dan faktor
sekunder (karena suatu penyakit seperti leukimia, infeksi jaringan, penyakit
radang kronik, ataupun antibodi yang diinduksi obat). Selama kehamilan, hal ini
ditandai dengan percepatan hemolisis.
b. Pengaruh penggunaan obat : obat dapat menyebabkan terjadinya hemolisis
eritrosit. Hal ini masih berkaitan dengan terjadinya autoimun, seperti penggunaan
penicilline. Obat tersebut dapat mempunyai afinitas yang tinggi terhadap protein
membran eritrosit.
c. Preeklampsia dan Eklampsia : hemolisis mikroangiopatik dengan trombositopenia
karena seagian besar kasus preeklampsia dan eklampsia berkaitan dengan
terjadinya sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelets).
d. Toxic bakteri : Anemia hemolitik yang sering didapat selama kehamilan dikarena
eksotoksin Clostridium perfringens atau streptococcus A-hemolitic dapat
merusak/ meliliskan sesuatun.
e. Defek membran eritrosit : normalnya eritrosit berbentuk cakram bikonkaf.
Beberapa mutasi gen dapat menyebabkan defek pada membran eritrosit atau
menyebabkan berkurangnya enzim yang berpengaruh pada lipid bilayer.
Hilangnya lipid pada membran eritrosit menyebabkan eritrosit lisis. Defek
membran eritrosit juga bisa disebabkan oleh eritrosit yang tidak lentur, akibatnya
saat eritrosit melewati kapiler yang lebih sempit akan pecah/lisis.
f. Sickle-cell : yaitu kelainan bentuk pada sel darah merah (eritrosit) sehingga
terdapat gangguan pada Hb untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh.
g. Hereditary spherocytosis, yaitu kelainan hemolitik yg berkaitan dengan mutasi
gen yang menyebabkan defek pada protein membran sel darah merah (RBC).
h. Defisiensi Enzim Eritrosit : defisiensi enzim eritrosit memungkinkan metabolisme
glukosa secara anaerobik sehingga menyebabkan hemolisis anemia. Kelainan
ezim tersebut diantaranya adalah defisiensi piruvat kinase, defisiensi glukosa 6-
phosphat dehydrogenase (G6PD)
Piruvat kinase adalah suatu enzim yang digunakan oleh sel darah merah. Tanpa
enzim tersebut, sel darah merah mudah rusak. Sedangkan, enzim G6PD
membantu sel darah merah tetap berfungsi normal dan menjaga sel darah merah
dari senyawa berbahaya. Bila tubuh kekurangan enzim ini, sel darah merah akan
pecah lebih cepat dibanding pembentukannya sehingga menyebabkan anemia.
Patofisiologi :
Hemolisis merupakan fenomena ekstravaskular atau intravaskular. Contoh
hemolisis ekstravaskular adalah anemia hemolitik autoimun dan sferositosis herediter
karena sel darah merah dihancurkan di limpa. Hemolisis intravaskular terjadi pada
anemia hemolitik karena hal-hal berikut:
- Kekurangan Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD)
- Koagulasi intravaskular diseminata
- Transfusi darah ABO yang tidak kompatibel
- Hemoglobinuria nokturnal paroksismal (PNH)
Pemeriksaan Penunjang :
a. Pemeriksaan hitung darah lengkap : trombosit umumnya normal pada kebanyakan
kasus anemia hemolitik. Bila terjadi keadaan trombositopenia pada anemia
hemolitik, patut dicurigai adanya penyakit lupus eritematosus sistemik, leukemia
limfositik kronik.
b. Indeks sel darah merah : nilai mean corpuscular volume (MCV) dan mean
corpuscular hemoglobin (MCH) yang rendah akibat defisiensi besi.
c. Apusan darah tepi : apusan darah tepi dapat mengidentifikasi adanya parasit yang
menyebabkan hemolisis (seperti anemia) dan juga kelainan bentuk sel darah
merah.

d. Direct Antiglobulin Test (DAT)


Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui apakah sel darah merah
dilapisi oleh imunoglobulin atau komplemen. Tes ini dapat mengidentifikasi
keterlibatan imun dalam proses hemolisis, misalnya pada anemia hemolitik
autoimun.

e. Laktat Dehidrogenase (LDH) : Peningkatan serum LDH merupakan salah satu


kriteria diagnostik anemia hemolitik.
f. Pemeriksaan hemosiderin urin : hemosiderin adalah adalah protein darah yang
terbentuk ketika sel-sel darah merah rusak.
g. Pemeriksaan serum Haptoglobin : rendahnya kadar serum haptoglobin merupakan
tanda terjadinya hemolisis, terutama hemolisis intravaskular, sebab pelepasan isi
sel terjadi di plasma.
h. Pemeriksaan Birlirubin Indirek : meningkatnya kadar bilirubin yang tidak
terkonjugasi (indirek) akan ditemukan pada pasien dengan anemia hemolitik. Pada
orang dewasa dan anak – anak nilai normal bilirubin direk adalah 0 - 0.4 mg / dL,
nilai normal bilirubin total adalah 0,3 - 1,0 mg / dL.

Diagnosis :
a. Penderita mengalami anemia akut
b. Ikterus, yaitu warna kuning pada sklera mata dan kulit karena terjadi penumpukan
bilirubin
c. Hematuria, yaitu adanya sel darah merah yang terkandung dalam urin.
d. Dispnea, yaitu shortness of breath (SOB) yg merupakan merupakan sensasi yang
dirasakan ketika bernafas tetapi rasanya tidak cukup.
e. Merasa kelelahan, takikardia, dan kemungkinan hipotensi.
f. Hasil tes laboratorium yang mengkonfirmasi hemolisis termasuk :
- Reticulocytosis, yaitu sel eritrosit yang belum matang, dan kadarnya dalam
eritrosit manusia sekitar 1%. Retikulosit berkembang dan matang di sumsum
tulang merah dan disirkulasikan dalam pembuluh darah sebelum matang
menjadi eritrosit.
- Peningkatan bilirubin yang tidak terkonjugasi : hiperbilirubinemia yang tidak
terkonjugasi dapat terjadi akibat peningkatan produksi, gangguan konjugasi,
atau gangguan penyerapan bilirubin, pigmen empedu kuning yang dihasilkan
dari hemoglobin selama penghancuran eritrosit. Ini juga dapat terjadi secara
alami pada bayi baru lahir.
- Peningkatan lactat dehidrogenase : dikenal dengan Lactic Acid
Dehydrogenase (LDH) adalah enzim yang membantu memproduksi energi.
Enzim ini terdapat pada hampir semua jaringan dalam tubuh dan kadarnya
meningkat sebagai respon terhadap kerusakan sel.
- Penurunan haptoglobin : αglobulin yang spesifik mengikat hemoglobin pada
globin. Fungsi haptoglobin adalah untuk mengkonversi besi setelah hemolisa
intravaskular, ia mengikat hemoglobin sampai sekitar 1,25g/L

Penanganan :

1. Pemberian suplemen asam folat dan suplemen zat besi.


2. Pemberian obat imunosupresan untuk menekan sitem kekebalan tubuh agar sel
darah merah tidak mudah hancur.
3. Suntik imunoglobulin (IVIG) untuk memperkuat kekebalan tubuh pasien.
4. Transfusi darah untuk menambah sel darah merah yang rendah pada pasien.
5. Pada kasus anemia hemolitik yang parah, dilakukan splenektomi (pengangkatan
limfa). Tindakan ini biasanya dilakukan ketika pasien tidak merespon metode
pengobatan diatas.
6. Menghentikan Penggunaan Obat Penyebab Hemolitik
Penisilin dan agen lain yang dapat menyebabkan hemolisis imun harus
dihentikan pada pasien yang mengalami hemolisis. Berikut ini adalah sebagian
daftar obat yang dapat menyebabkan hemolisis imun:
- Penisilin
- Sefalotin
- Ampisilin
- Metisilin
- Kina
- Quinidine
Seseorang harus menghentikan obat oksidan seperti obat sulfa pada pasien
dengan defisiensi G-6-PD atau mereka yang memiliki hemoglobin yang tidak
stabil. Berikut ini adalah sebagian daftar obat-obatan dan bahan kimia yang harus
dihindari pada defisiensi G6PD:
- Acetanilide
- Furazolidone
- Isobutyl nitrite
- Asam nalidiksat
- Naftalena
- Niridazole

Prognosis :

Prognosis untuk pasien dengan anemia hemolitik tergantung pada penyebab


yang mendasarinya. Secara keseluruhan, angka kematian rendah pada anemia
hemolitik. Namun, risikonya lebih besar pada pasien yang lebih tua dan pasien dengan
gangguan kardiovaskular. Morbiditas tergantung pada etiologi hemolisis dan
gangguan yang mendasarinya, seperti anemia sel sabit atau malaria.
Prognosis tergantung pada beberapa faktor. Kondisi medis yang mendasari
biasanya menentukan prognosis, tetapi kondisi komorbiditas, kronis penyakit, dan diet
pasien, usia, dan akses ke perawatan medis merupakan faktor yang berkontribusi.

7. Anemia aplastik dan hipoplastik


Anemia ini jarang ditemui selama kehamilan. Anemia aplastik adalah
komplikasi serius yang ditandai dengan pansitopenia dan sumsum tulang yang sangat
hiposelular, bisa juga dikaitkan dengan penyakit autoimun.

ETIOLOGI ANEMIA DALAM KEHAMILAN

a. Terjadinya anemia pada kehamilan secara umum disebabkan oleh tidak seimbangnya
volume plasma darah, jumlahlah eritrosit, dan hemoglobin (Hb). Peristiwa itu disebut
hemodilusi, yaitu meningkatnya volume plasma darah
b. Kehamilan menyebabkan peningkatan kebutuhan zat besi 2-3 kali lipat dan 10-20 kali
lipat kebutuhan asam folat.

EFEK ANEMIA PADA KEHAMILAN

1. Maternal :
a. Anemia ringan-sedang : menyebabkan lemas, mudah lelah, fatigue
b. Jika anemia berat : terjadi takikardi, palpitasi, sesak napas, gagal jantung
2. Fetal :
IUGR (Intra Uterine Growth Restriction) : dengan nilai Apgar yang rendah, asfiksia,
dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), kelainan kongenital (neural tube defect).

Anda mungkin juga menyukai