OLEH:
SUBRIYATI,SKep.Ners
NIP. 19650403 198511 2 001
Oleh:
SUBRIYATI,SKep.Ners
NIP. 19650403 198511 2 001
Telah disahkan pada tanggal 15 Desember 2018
Mengetahui,
Direktur RSUD Wakil Direktur Penunjang dan
Prof. DR. Margono Soekarjo Pendidikan
iii
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Alloh SWT yang telah memberikan kesempatan
dan kekuatan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini sebagai
salah satu upaya pengembangan pelayanan keperawatan neonatus risiko tinggi,
khususnya pada kasus hiperbilirubinemia.
Selama proses penyusunan laporan penelitian ini, peneliti mendapat
dukungan dari berbagai pihak, karenanya dalam kesempatan ini peneliti ingin
mengucapkan terimakasih dan rasa hormat kepada:
1. dr. Hariyadi Ibnu Junaedi, Sp.B, selaku direktur RSUD Prof. DR. Margono
Soekarjo yang telah memberikan ijin dalam penelitia ini.
2. Ns. Subriyati, S.,Kep., selaku kepala instalasi Maternal Perinatal yang telah
memberikan ijin serta bimbingannya kepada peneliti selama menyelesaikan
penelitian.
3. Ns. Nunik Murjantiningsih, S.Kep., selaku kepala ruang Melati yang telah
membantu, membimbing peneliti selama pelaksanaan penelitian.
4. dr. Kurniawati Arifah, SpA., yang banyak membantu peneliti dalam proses
penelitian.
5. Keluarga yang telah memberikan dukungan kepada peneliti selama menyusun
laporan penelitian ini (suami, ayah, ibu, dan ananda tercinta).
6. Semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini
dengan tanpa mengurangi rasa hormat tidak dapat peneliti sebutkan satu per
satu.
Peneliti
iv
Subriyati, S. Kep.Ners
Abstrak
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .................................................................................. 1
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ 2
KATA PENGANTAR .................................................................................... 3
ABSTRAK ..................................................................................................... 4
DAFTAR ISI ................................................................................................... 7
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 8
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Angka kesakitan dan kematian bayi di Indonesia masih tinggi. Angka
Kematian Bayi (AKB) yaitu jumlah kematian bayi sejak lahir hingga 1 tahun
pertama per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 AKB sebesar 24 per 1000 kelahiran
hidup, hal ini terjadi penurunan dibandingkan hasil survei tahun 1012 yaitu
sebanyak 31 kematian bayi dari 1000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih
tinggi jika dibandingkan dengan target dari MDGs (Millenium Development
Goals) tahun 2015 yaitu 23 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab
kematian bayi yaitu hiperbilirubinemia.
Sebagian bilirubin secara fisiologis bersirkulasi dalam darah dengan kadar
konsentrasi normal, namun kadar bilirubin yang meningkat merupakan
indikator dari suatu proses lain dalam tubuh, baik secara fisiologis maupun
secara patologis, yang disebut dengan hiperbilirubinemia (Sukadi, 2008).
Hiperbilirubinemia merupakan keadaan yang umum terjadi pada bayi preterm
maupun aterm. Peningkatan kadar bilirubin > 5 mg/dl sering ditemukan hari
pertama setelah lahir (Rinawati, 2013). Pada umumnya peningkatan kadar
bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan. Namun beberapa
kasus berhubungan dengan beberapa penyakit, seperti hemolitik, kelainan
metabolisme dan endokrin, kelainan hati dan infeksi.Pada kadar lebih dari 20
mg/dl, bilirubin dapat menembus sawar otak sehingga bersifat toksik terhadap
sel otak. Kondisi hyperbilirubinemia yang tidak terkontrol dan kurang
penanganan yang tepat dapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti
bilirubin ensefalopati dan kernikterus, akibat efek toksik bilirubin pada sistem
saraf pusat, dan pada tahap lanjut dapat menjadi atheoid cerebral palsy berat.
Bayi baru lahir di Amerika Serikat sebanyak 80% mengalami
hiperbilirubinemia yang bermanifestasi menjadi ikterus (Bhutani et.al., 2010).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2015, menyajikan data kejadian
hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir di Indonesia sebesar 51,47% dari
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. Hiperbilirubinemia
a. Pengertian hiperbilirubin
Hiperbilirubin disebut juga ikterus neonatorum. (Sinclair, 2009). Ikterus
menunjukkan pewarnaan kuning pada kulit, sklera atau membran
mukosa sebagai akibat penumpukan bilirubin yang berlebihan pada
jaringan ( Rinawati, 2013). Kuning sering ditemukan pada sekitar 60%
bayi baru lahir yang sehat dengan usia gestasi > 35 minggu. Kadar
bilirubin serum total (>5 mg/dL) disebut dengan hiperbilirubinemia.
Hiperbilirubinemia umumnya normal, hanya 10% yang berpotensi
menjadi patologis (ensefalopati bilirubin).
b. Klasifikasi hiperbilirubin
1) Hiperbilirubin Fisiologis
Hiperbilirubinemia fisiologis tidak terjadi pada hari pertama setelah
bayi dilahirkan (muncul setelah 24 jam). Biasanya peningkatan
bilirubin total tidak lebih dari 5 mg/dL perhari. Pada bayi cukup
bulan peningkatan bilirubin mencapai puncaknya pada 72 jam
dengan serum bilirubin sebanyak 6 – 8 mg/dL. Selama 3 hari, kadar
bilirubin akan meningkat sebanyak 2 – 3 mg/dL dan pada hari ke-5
serum bilirubin akan turun sampai dengan 3 mg/dL (Hackel E,
2013).
Setelah hari ke-5, serum bilirubin akan turun secara perlahan sampai
dengan normal pada umur bayi sekitar 11 – 12 hari. Pada Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR) atau pun prematur bilirubin mencapai
puncak pada 120 jam dengan peningkatan serum bilirubin sebesar 10
– 15 mg/dL dan akan menurun setelah 2 minggu (Mansjoer, 2013)
2) Hiperbilirubin Patologis
Hiperbilirubinemia patologis atau biasa disebut dengan ikterus akan
timbul dalam 24 jam pertama setelah bayi dilahrikan. Serum
bilirubin totalnya akan meningkat lebih dari 5 mg/dL perhari. Pada
4
dewasa karena lebih tingginya kadar eritrosit yang beredar dan lebih
pendeknya lama hidup sel darah merah (SDM) (hanya 70 sampai 90
hari, dibandingkan 120 hari pada anak yang lebih tua dan orang
dewasa). Selain itu, kemampuan hati untuk mengkonjugasi bilirubin
sangat rendah karena terbatasnya produksi glukoronil transferase. Bayi
baru lahir juga memiliki kapasitas ikatan-plasma terhadap bilirubin
yang lebih rendah karena rendahnya konsentrasi albumin dibandingkan
anak yang lebih tua. Perubahan normal dalam sirkulasi hati setelah
kelahiran mungkin berkontribusi terhadap tingginya kebutuhan fungsi
hati.
Secara normal, bilirubin terkonjugasi direduksi menjadi
urobilinogen oleh flora normal usus dan diekskresi dalam feses. Akan
tetapi, usus bayi yang steril dan kurang motilitas yang pada awalnya
kurang efektif dalam mengekskresi urobilinogen. Pada bayi baru lahir,
enzim ß-glukoronidase mampu mengonversi bilirubin terkonjugasi
menjadi bentuk tidak terkonjugasi, yang kemudian diserap oleh mukosa
usus dan ditranspor ke hati. Proses ini, merupakan mekanisme primer
dalam patologi jaundis. (Wong, 2008)
e. Derajat Hiperbilirubin
Pengamatan hiperbilirubin paling baik dilakukan dalam cahaya
matahari dan dengan menekan sedikit kulit yang akan diamati
untuk menghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi darah. Untuk
penilaian hiperbilirubin, Kramer membagi tubuh bayi baru lahir dalam
5 bagian yang dimulai dari kepala dan leher, dada sampai pusat,
pusat bagian bawah sampai tumit, tumit pergelangan kaki dan bahu
pergelangan tangan dan kaki serta tangan termasuk telapak tangan
(Winkjosastro Hanifa, 2010).
Di bawah ini dapat dilihat gambar pembagian derajat dan daerah ikterus:
1) Derajat I : kepala sampai leher
2) Derajat II : kepala, badan sampai umbilicus
3) Derajat III : kepala, badan, paha sampai dengan lutut
4) Derajat IV : kepala, badan, paha sampai dengan lutut
7
f. Manifestasi Klinis
Marcandete, at all, 2011, pada bayi yang mengalami hiperbilirubin
terdapat beberapa tanda gejala seperti kulit akan berwarna kuning
sampai jingga, kondisi umum tampak lemah, reflek hisap kurang kuat,
urine menjadi berwarna pekat, feses bisa berwaran seperti dempul. Pada
bayi baru lahir dapat di katakan hiperbilirubinemia jika bayi baru lahir
tersebut tampak berwarna kuning dengan kadar serum bilirubin nya
sebesar 5 mg/dL atau lebih (Mansjoer, 2013). Hiperbilirubinemia
merupakan penimbunan bilirubin indirek pada kulit yang mempunyai
kecendrungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Pada
hiperbilirubinemia direk biasanya menimbulkan warna kuning
kehijauan atau kuning kotor. Biasanya perbedaan ini ditemukan pada
ikterus yang kronis (Ngatisyah, 2013).
Gejala hiperbilirubinemia dapat dikelompokkan menjadi dua fase
yaitu fase akut dimana bayi merasakan letargi atau perasaan lemas,
tidak mau menghisap putting susu ibu, feses dan urin berwarna gelap.
Pada fase kronik, bayi akan mengelurakan tangisan yang melengking
(high pitch cry), mengalami kejang, perut membuncit disertai
pembesaran hati, tampak mata seperti berputar-putar, dan dapat
menyebabkan tuli, gangguan bicara, dan gangguan mental
(Suframanyan, 2014).
g. Pemeriksaan penunjang
1. Bilirubin serum
Pemeriksaan kadar bilirubin merupakan hal terpenting dalam
penegakandiagnosis ikterus serta mengetahui, perlu tidaknya
penanganan lebih lanjut.Beberapa hal yang perlu di pertimbangkan
dalam melakukan pemeriksan kadar bilirubin adalah karena tindakan
ini adalah tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan
morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total,
direk dan indirek.
8
2. Bilirubinometer transkutan
Bilirubinometer adalah instrument spektofotometrik yang bekerja
dengancara memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan
panjanggelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan
representasi warnakulit neonatus yang sedang diperiksa, umunya
pemeriksaan bilirubintranskutan dilakukan sebelum bayi pulang
untuk tujuan skrining.
3. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak.
Metode
oksidase-peroksidase merupakan salah satu metode yang digunakan
untuk mengukur bilirubin bebas. Prinsip metode ini berdasar
kecepatan aksioksidasi reaksi peroksidasi terhadap bilirubin menjadi
substansi tidakberwarna.
(Sukadi, 2010; Hansen, 2011).
h. Penatalaksanaan
1. Intravena Immunoglobulin (IVIG)
Pemberian IVIG digunakan pada kasus yang berhubungan dengan
faktorimunologik. Pada hiperbilirubinemia yang disebabkan oleh
inkompatibilitasgolongan darah ibu dan bayi, pemberian IVIG dapat
menurunkan kemungkinandilakukannya transfusi tukar.
2. Terapi Medikamentosa
Phenobarbital dapat merangsang hati untuk menghasilkan enzim
yang
meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini
efektif diberikan pada ibu hamil selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan phenobarbital
post natal masih menjadi pertentangan oleh karena efek sampingnya
(letargi).
3. Fototerapi
Pada bayi dengan usia kehamilan 35-37 minggu fototerapi diberikan
9
jika kadar bilirubin total terletak sekitar garis bayi risiko sedang atau
pada kadar bilirubin total serum yang lebih rendah untuk bayi bayi
yang mendekatiusia 35 minggu dan dengan kadar bilirubin total
serum yang lebih tinggi untuk bayi yang berusia mendekati 37
minggu (American Academy of Pediatrics (AAP), 2004).
4. Tranfusi Tukar
Transfusi tukar digunakan untuk mengatasi anemia akibat eritrosit
yang rentanterhadap antibodi erirtosit maternal, menghilangkan
eritrosit yang tersensitisasimengeluarkan bilirubin serum serta
meningkatkan albumin yang masih bebasbilirubin dan meningkatkan
keterikatannya dangan bilirubin.
(Hansen, 2011)
i. Pencegahan
Ikterus sendiri dapat di cegah dan di hentikan peningkatannya dengan
(AAP, 2004) :
1. Pemberian minum sesegera mungkin
2. Sering menyusui untuk menurunkan shunt enterohepatik
3. Menunjang kestabilan bakteri flora normal
4. Merangsang aktifitas usus halus
10
3. Usia Gestasi
a. Pengertian
Usia gestasi (kehamilan) adalah masa sejak terjadinya konsepsi sampai
dengan saat kelahiran, dihitung dari hari pertama haid terakhir
(Muslihatun, 2010).
b. Klasifikasi
Klasifikasi usia gestasi dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu:
1. Preterm : kurang dari 37 minggu (prematur)
2. Aterm : 37-42 minggu (cukup bulan)
3. Postterm : lebih dari 42 minggu (lebih bulan)
(World Health Organization (WHO), 2015).
Istilah preterm atau prematur dibuat berdasarkan usia gestasi, hal ini
berbeda dengan berat badan lahir rendah, walaupun bedasarkan ukuran,
seorang bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah (Cunningham
dan William, 2010).
B. KERANGKA TEORI
Ikterus
Pencegahan Tatalaksana
1. Minum sesegera 1. IVIG
mungkin 2. Medikamentosa
2. Sering menyusu 3. Fototerapi
3. Merangsang usus halus 4. Tranfusi tukar
12
D. HIPOTESIS
Ada hubungan antara usia gestasi dengan kejadian hiperbilirubinemia pada
neonatus di Ruang Melati RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo.
13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode descriptivecross sectional study, yaitu
penelitian yang mendeskripsikan distribusi suatu penyakit yang
dihubungkan dengan variabel penelitian dalam kurun waktu tertentu.
B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Ruang Melati RSUD Prof. DR. Margono
Soekarjo, pada bulan Oktober 2018.
C. POPULASI DAN SAMPEL/SUBYEK PENELITIAN
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh neonatus yang dirawat di
ruang Melati RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo.
2. Sampel
Penelitian ini menggunakan teknik consecutive sampling, yaitu sampel
diambil berdasarkan kedatangan subyek pada tempat penelitian.
a. Kriteria inklusi
1) Neonatus usia 0-28 hari
2) Kadar bilirubin serum > 5 mg/dl
3) Ikterus mulai muncul > 24 jam pertama kehidupan
b. Kriteria eksklusi
Neonatus usia 0-28 hari yang dirawat di ruang melati dan
meninggal dunia.
14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian tentang hubungan usia gestasi terhadap kejadian
hiperbilirubinemia pada neonatus dilakukan di ruang Melati RSUD Prof.
DR. Margono Soekarjo, bulan Januari sampai dengan September 2018.
Penelitian ini mendapatkan 793 responden hiperbilirubinemia dari 1187
bayi yang dirawat dan hidup, sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi
yang telah ditentukan.
Tabel 4.1
Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada bayi
hiperbilirubinemia di ruang Melati RSUD. Prof. DR. Margono
Soekarjo (n= 793)
Variabel Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)
a. Laki-laki 435 54,9
b. Perempuan 358 45,1
Tabel 4.3
Hasil analisis korelasi koefisien kontingensi usia gestasi dengan
hiperbilirubinemia di ruang Melati RSUD Prof. DR. Margono
Soekarjo (n=1187)
B. Pembahasan
1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin laki-laki pada hasil penelitian menunjukkan frekuensi
lebih banyak dibandingkan perempuan yaitu 54,9 % atau dengan
perbandingan 1 : 1,2. Hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian
hyperbilirubinemia masih belum jelas. Terdapat beberapa hal yang
dimungkinkan mempengaruhi faktor jenis kelamin laki laki lebih
dominan dibandingkan dengan perampuan, antara lain:
a. Sindrom Gilbert
Sindrom Gilbert yaitu suatu keadaan dimana hati tidak mampu
melakukan proses konjugasi bilirubin dari pemecahan sel darah
merah sebagaimana mestinya.
Insiden sindrom Gilbert terjadi sekitar 4% dari populasi, yaitu 1
banding 20 orang. Faktor risiko sindrom Gilbert antara lain jenis
kelamin laki-laki lebih berisiko mengalami sindrom Gilbert
dibandingkan dengan perempuan dan kedua orang tua membawa gen
yang abnormal. Watchko, J.F (2006) menyebutkan bahwa kelaianan
16
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan hasil penelitian mengenai hubunganusia
gestasi terhadap kejadian hiperbilirubinemia di ruang Melati RSUD Prof.
DR. Margono Soekarjo, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut
1. Berdasarkan karakteristik responden, jenis kelamin laki-laki lebih
banyak yaitu 54,9% , dibandingkan dengan perempuan.
2. Berdasarkan usia gestasi, 57,75% hiperbilirubinemia terjadi pada bayi
preterm.
3. Hasil uji statistik menggunakan uji koefisien kontingensi didapatkan
nilai p sebesar 0,000. Hal tersebut mempunyai makna terdapat
hubungan antara usia gestasi terhadap kejadian hiperbilirubinemia.
Prematuritas dihubungkan dengan faktor belum matangnya organ hati
dalam melakukan proses konjugasi bilirubin.
B. Saran
1. Bagi tenaga kesehatan agar terus meningkatkan kualitas pelayanan
kepada pasien, khususnya pada pasien neonatus dengan
hyperbilirubinemia.
2. Petugas kesehatan selain berperan dalam pemberi asuhan juga berperan
dalam memberikan pendidikan kesehatan, sehingga diharapkan lebih
memberikan edukasi tentang pentingnya perawatan antenatal sehingga
dapat dicegah kejadian persalinan prematur.
3. Penelitian dalam bidang ini lebih dikembangkan agar pengetahuan
mengenai pasien dan penanganannya terus bertambah dan relevan
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga aplikasinya dapat
bermanfaat bagi masyarakat.
19
DAFTAR PUSTAKA
Aina, Y.T., Omoigberalle, A.I., 2012. Risk factors for neonatal jaundice in babies
presenting at the university of Benin teaching hospital, Benin city. Niger
Journal Paediatric; 39 (4).
Arief Mansjoer. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4, Jakarta: Media
Aesculapius.
Depkes. 2012. Materi advokasi bayi baru lahir. Metode Tepat Guna untuk
Paramedis, Bidan dan Dokter. Depkes RI
Donna L.Wong. 2008. Buku Ajar Keperawatan pediatrik. Cetakan pertama.
Jakata: EGC.
Hackel E. Blood Factor Incompatibility In The Etiology Of Mental Deficiency.
2013.
Hidayati, E., 2016. Hubungan faktor ibu dan faktor bayi dengan kejadian
hyperbilirubinemia pada bayi baru lahir di rumah sakit umum daerah koja
Jakarta utara tahun 2015. RAKERNAS AIPKEMA.
Imron R, Metti D,2015. Peningkatan Angka Kejadian Hiperbilirubinemia Pada
Bayi Baru Lahir Dikarenakan Berat Badan Lahir Yang Rendah (BBLR).
Jurnal Keperawatan. 2015;9(1): Hal 47-49.
Lesje, M., 2014. Mengatasi Kuning pada Bayi Baru Lahir. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 6(2): Hal 21-25.
Lissauer, T.,dan Fanaroff, A., 2009.At a Glance Neonatology. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Mansjoer A. 2013. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Edisi III. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Marcdante, K. J., Kliegman, R. M., Jenson, H. B., & Behrman, R. E. 2011.
NelsonIlmu Kesehatan Anak Esensial. Singapura: Saunders Elsevier.
Martiza, L., dalam Juffrie, M., Oswari, H., Arief, S., Rosalina, I., 2010. Buku ajar
gastroenterologi-hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Ngatisyah. 2012. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC.
Radis, 2012. Hubungan persalinan prematur dengan hiperbilirubin di Rumah Sakit
Dr. Kariadi Semarang. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Reisa, M.T, Mustarim, Shalahudden, S., 2013. Gambaran Faktor Resiko Ikterus
Neonatorum pada Neonatus di Ruang Perinatalogi RSUD Raden Mattaher
Jambi. Fakultas Ilmu Kedokteran dan Kesehatan. Universitas Jambi.
20
Rinawati Rohsiwatno, 2013. Indikasi Terapi Sinar Pada Bayi Menyusui Yang
Kuning.Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). www.idai.or.id.upnvj.ac.id
diakses tanggal 26 Agustus 2013.