Anda di halaman 1dari 32

CASE REPORT

KEHAMILAN POSTTERM

Oleh:
Sabrina Sinurat

04054821517062

Nyimas Inas Mellanisa

04054821517063

Jim Christover Niq

04054821517072

Fatty Maulidira

04054821517064

Kinanthi Sabilillah

04054821517067

Pembimbing:
dr. Hj. Fatimah Usman, Sp.OG

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNSRI


RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2016

29
1

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
Kehamilan Postterm
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Periode 30
Juni 2016- 12 September 2016.

Palembang, Agustus 2016

dr. Hj. Fatimah Usman, Sp.OG

29
2

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T. atas karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Kehamilan Postterm.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj. Fatimah Usman, Sp.OG
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Palembang, Agustus 2016

Penuli
s

29
3

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I

PENDAHULUAN .................................................................................1

BAB II

LAPORAN KASUS ..............................................................................3


Identifikasi..............................................................................................3
Anamnesis..............................................................................................3
Pemeriksaan Fisik..................................................................................4
Pemeriksaan Tambahan..........................................................................7
Diagnosis................................................................................................7
Prognosis................................................................................................7
Tatalaksana.............................................................................................7
Laporan Persalinan.................................................................................8

BAB III TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................11


Definisi..................................................................................................11
Etiologi..................................................................................................11
Epidemiologi.........................................................................................13
Patofisiologi..........................................................................................14
Diagnosis...............................................................................................16
Tatalaksana............................................................................................20
Komplikasi............................................................................................26
BAB IV ANALISIS KASUS...............................................................................29
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................31

BAB I
PENDAHULUAN

Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari


hari pertama haid terakhir (HPHT). Kehamilan aterm adalah usia kehamilan
antara 38-42 minggu dan ini merupakn periode terjadinya persalinan normal.
Namun, sekitar 3,4 14 % atau rata-rata 10 % kehamilan berlangsung hingga 42
minggu atau lebih. Angka ini bervariasi dari beberapa peneliti bergantung pada
kriteria yang dipakai. 1
Kehamilan postterm disebut juga kehamilan serotinus atau postterm
pregnancy, yaitu kehamilan yang berlangsung selama lebih atau sama dengan 42
minggu atau 294 hari. Beberapa penulis menghitung waktu 42 minggu setelah
HPHT, ada pula yang mengambil 43 minggu.1
Postterm, prolonged, postdates, dan postmature merupakan istilah yang
lazim digunakan untuk kehamilan yang waktunya melebihi batas waktu normal
(40 minggu). Menurut standar Internasional dari American Collage of
Obstetricians

and

Gynecologist,

kehamilan

jangka

panjang

(Prolonged

pregnancy) ialah kehamilan yang terjadi dalam jangka waktu lengkap 42 minggu
(294 hari) atau lebih, yang dihitung dari HPHT. Yang dimaksud lengkap 42
minggu ialah 41 minggu 7 hari, jika 41 minggu 6 hari belum bisa dikatakan
lengkap 42 minggu. Kehamilan yang terjadi dalam jangka waktu > 40 minggu
sampai dengan 42 minggu disebut kehamilan lewat tanggal atau postdate
pregnancy.2
Kehamilan postterm merupakan salah satu kehamilan yang berisiko tinggi,
dimana dapat terjadi komplikasi pada ibu dan janin. Kehamilan postterm terutama
berpengaruh terhadap janin, meskipun hal ini masih banyak diperdebatkan sampai
sekarang. Dalam kenyataannya kehamilan postterm mempunyai pengaruh
terhadap perkembangan janin sampai kematian janin. Kehamilan postterm
mempunyai hubungan erat dengan mortalitas, morbiditas perinatal, ataupun

makrosomia. Sementara itu, risiko pada ibu dengan kehamilan postterm dapat
berupa pendarahan pascapersalinan ataupun tindakan obstetrik yang meningkat. 1
Berbeda dengan angka kematian ibu yang cenderung menurun, kematian
perinatal tampaknya masih menunjukkan angka yang cukup tinggi sehingga
pemahaman dan penatalaksanaan yang tepat terhadap kehamilan postterm akan
memberikan sumbangan besar dalam upaya menurunkan angka kematian terutama
kematian perinatal.1

BAB II
STATUS PASIEN
I.

IDENTIFIKASI
a. Nama
: Ny. DT
b. Umur
:19 tahun
c. Alamat: JL. Lebak Rejo No 1028i RT 04 RW 02 Sekip
d. Suku
e. Bangsa
f. Agama

Palembang
: Palembang
: Indonesia
: Islam

g.
h.
i.
j.
II.

Pendidikan
Pekerjaan
MRS
No. RM

: SMA
: IRT
:22 Juli 2016 pukul 10.00 WIB
: 945903

ANAMNESIS (Tanggal 22 Juli 2016)


Keluhan Utama

: Mau melahirkan dengan hamil lewat waktu

Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit, os mengeluh perut mulas yang
menjalar ke pinggang hilang timbul, makin lama semakin sering dan kuat (+).
Riwayat keluar darah lendir (+), riwayat keluar air-air (-). Os mengaku kontrol
kehamilan setiap bulan di bidan.Os mengaku hamil lewat waktu dan gerakan janin
masih dirasakan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat darah tinggi (-)
Riwayat kencing manis (-)
Riwayat alergi (-)

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


Disangkal
Riwayat Pengobatan /Operasi
Disangkal
Riwayat KB
Disangkal
Status Sosial Ekonomi dan Gizi
Status Perkawinan
Status Reproduksi

Status Persalinan
III.

: Sedang
: Menikah, 1 kali, lamanya 1 tahun
: Menarche usia 12 tahun, siklus haid 28 hari,
teratur, lamanya haid 6 hari, HPHT 19
September 2015
: 1. Hamil saat ini.

PEMERIKSAAN FISIK ( Tanggal 22 Juli 2016 pukul 10.00)


Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
BB
TB
Tekanan Darah
Nadi
Respirasi
Suhu

: Tampak sakit sedang


: Compos mentis
: 67 kg
: 150 cm
: 120/80mmHg
: 80 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
: 20 x/menit, reguler
: 36,7oC

Pemeriksaan Khusus
Kepala
Mata

: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),


edema palpebra (-), pupil isokor3mm,

Hidung

refleks cahaya (+/+).


: Kavum nasi dextra et sinistra lapang, sekret

Telinga

(-), perdarahan (-).


: CAE destra et sinistra lapang, sekret (-),
serumen (+), membran timpani sulit dinilai.

Mulut

:Perdarahan di gusi (-), sianosis sirkumoral


(-), mukosa mulut dan bibir kering (-),

Lidah
Faring/Tonsil

fisura (-), cheilitis (-).


: Atropi papil (-).
: Dinding faring posterior hiperemis (-),
tonsil T1-T1, tonsil tidakhiperemis, detritus

Kulit

(-).
:CRT < 3 s

Leher
Inspeksi
Palpasi

: Tidak ada kelainan


:Tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening, JVP (5-2) cmH2O

Thorax
Paru
Inspeksi

: Simetris, retraksi intercostal,

Palpasi

subkostal,suprasternal (-)
: Stem fremitus kanan=kiri

Perkusi
Auskultasi

:Sonor pada kedua lapangan paru


: Vesikuler normal di kedua lapangan paru,
ronkhi (-),wheezing (-).

Jantung
Inspeksi

: Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Iktus cordis tidak teraba, tidak ada thrill


: Jantung dalam batas normal
: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).

Abdomen
Inspeksi
Lihat pemeriksaan obstetrik
Ekstremitas

: Cembung
: Akral hangat (+), edema pretibial (-).

PEMERIKSAAN OBSTETRIK
22 Juli 2016
Pemeriksaan Luar:
Tinggi fundus uteri 3 jari bawah processus xyphoideus (32 cm), letak memanjang,
punggung kanan, presentasi kepala, penurunan 4/5, His 2x/10 menit/25 detik, DJJ
132 x/menit, TBJ 2900 gram.

Pemeriksaan Dalam:
Vaginal touche:
Portio lunak, letak posterior, eff 100 %, pembukaan 3 cm, ketuban (+), kepala, H
I-II, penunjuk UUK kanan segmen depan. Bishop Score : 7
USG IRD
- Tampak janin tunggal hidup presentasi kepala
- Biometri janin: - BPD: 10 cm
- HC: 351 mm
- AC: 371 mm
- FL: 7,9 mm
- Ketuban cukup
- Plasenta di corpus belakang, kalsifikasi grade III
Kesan: Hamil 43 minggu janin tunggal hidup presentasi kepala

IV. PEMERIKSAAN TAMBAHAN


Pemeriksaan laboratorium (22 Juli 2016)
Pemeriksaan
Hematologi
Hb
RBC
WBC
Ht
Trombosit
Diff. Count

Hasil

Nilai Normal

11,5 mg/dl
4,53 juta/m3
8,2 x 103/m3
46%
192.000/m3
0/1/67/27/5

11,7-15,5 mg/dl
4,2-4,87 juta/m3
4,5-11 x 103/m3
43-49 %
150-450/m3
0-1/1-6/50-70/20-40/2-8

V. DIAGNOSIS KERJA
G1P0A0 hamil 43minggu inpartu kala I fase laten, janin tunggal hidup presentasi
kepala.
VI.

TATALAKSANA
Observasi tanda vital ibu, His, dan DJJ.
Evaluasi partograf WHO modifikasi
Induksi persalinan
Rencana terminasi pervaginam
VII. PROGNOSIS
Prognosis Ibu :dubia ad bonam

Prognosis Janin:dubia ad bonam

VIII. LAPORAN PERSALINAN (22 Juli 2016 pukul 19.00)


Pukul 19.00 : Tampak parturient ingin mengedan kuat. Pada pemeriksaan dalam
didapatkan portio tidak teraba, pembukaan lengkap, ketuban (-), jernih, bau(-),
terbawah kepala, H III-IV, penunjuk UUK kanan depan.Tatalaksana : pimpin
persalinan, episiotomi mediolateral.
Pukul 19.10: Lahir neonatus hidup, laki-laki, BB 3000 gr, PB 47 cm, AS 8/9
FTAGA. Dilakukan manajemen aktif kala III : injeksi oksitosin 10 IU IM,
peregangan tali pusat terkendali, masase fundus uteri.
Pukul 19.30 : Plasenta lahir lengkap, BP 450 gr, PTP 75 cm, diameter 17x20 cm,
Dilakukan eksplorasi, portio intak, tidak dijumpai perluasan luka episiotomi. Luka
episitomi dijahit secara jelujur dengan chromic catgut. KU ibu post partum baik,
perdarahan (-), vulva tenang.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Kehamilan postterm disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu,
kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/ post

datisme atau pascamaturitas.3


Definisi baku yang dianjurkan secara internasionak tentang kehamilan
postterm yang didukung olehACOG (American Collage of Obstetricians and
Gynecologists) adalah 42 minggu (294 hari) atau lebih dari hari pertama haid
terakhir. Definisi ini menganggap bahwa awitan haid diikuti oleh ovulasi 2
minggu kemudian.Penggunaan tanggal haid menyebabkan sekitar 10 % dari
semua kehamilan dianggap sebagai postterm dan besar kemungkinan merupakan
perkiraan berlebihan insidensi kehamilan postterm karena besarnya variasi daur
haid.Karena tidak ada metode pasti untuk mengidentifikasi kehamilan yang benarbenar postterm, semua kehamilan yang dinilai telah berlangsung 42 minggu
lengkap harus ditangani seperti kehamilan postterm. Pada kehamilan potterm,
risiko perinatal intrapartum meningkat, terutama jika terdapat mekoneum.4
3.2 Etiologi
Sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan postterm masih belum
jelas.Beberapa teori yang diajukan pada umumnya menyatakan bahw terjadinya
kehamilan postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan.
Beberapa teori yang diajukan antara lain sebagai berikut:
- Pengaruh progesteron
Penurunan hormone progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan
kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses
biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap
oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan
postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh pprogesteron.
- Teori oksitosin

12

Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm


memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang
peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari
neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga
-

sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan posterm.


Teori kortisol/ACTH janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai pemberi tanda untuk dimulainya
persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol
plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi
progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya
berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat
bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin dan tidak adanya
kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak

diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.


Saraf uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan
pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian
bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya
kehamilan postterm.

Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami
kehamilan postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat
bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip
Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami
kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar
kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan postterm.

3.3 Epidemiologi

13

Angka kejadian kehamilan lewat waktu bervariasi antara 4%-14% dengan


rata-rata sebesar 10%. Hal ini sangat tergantung kepada kriteria yang digunakan
untuk mendiagnosis (Bakketeig and Bergasjo, 1991).3
Sedangkan kepustakaan lainnya menyatakan bahwa perbedaan yang
lebar juga disebabkan oleh karena adanya perbedaan dalam menentukan
usia kehamilan. Sebanyak 10% ibu lupa tanggal haid terakhirnya sehingga
terjadi kesukaran dalam menentukan secara tepat saat ovulasi.
Menurut Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi (POGI),
insidens kehamilan lewat waktu sangat bervariasi antara lain :5
Insidens kehamilan 42 minggu lengkap : 4 14 %, 43 minggu lengkap 2
7 %.
Insidens kehamilan post-term tergantung pada beberapa faktor : tingkat
pendidikan masyarakat, frekuensi kelahiran pre-term, frekuensi induksi
persalinan, frekuensi seksio sesaria elektif, pemakaian USG untuk
menentuka usia kehamilan.
Secara spesifik, insidens kehamilan post-term akan rendah jika frekuensi
kelahiran pre-term tinggi, bila angka induksi persalinan dan seksio sesaria
elektif tinggi, dan bila USG dipakai lebih sering untuk menentukan usia
kehamilan.
Peningkatan mortalitas dan morbiditas secara signifikan berhubungan
dengan distosia akibat makrosomia. Sekitar 10-25% janin yang lahir lewat
waktu memiliki berat badan lebih dari 4000 gram dan 1,5% janin dengan
berat badan sekitar 4500 gram. Insidens distosia bahu pada kehamilan
lewat waktu adalah sebesar 2%. Resiko mengalami distosia akibat
makrosomia adalah 3 kali lipat dan peningkatan insiden distosia bahu
sebesar 2 kali lipat pada kehamilan lewat waktu dibandingkan dengan
wanita yang melahirkan bayi pada kehamilan 40 minggu.3,8

3.4 Patofisiologi

14

Pada kehamilan postterm terjadi berbagai perubahan baik pada cairan


amnion, plasenta, maupun janin. Pengetahuan mengenai perubahanperubahan tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengelola kasus
persalinan postterm.
1. Perubahan pada Plasenta
Disfungsi plasenta

merupakan

faktor

penyebab

terjadinya

komplikasi pada kehamilan postterm dan meningkatnya risiko pada janin.


Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan
kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Rendahnya fungsi
plasenta ini berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan
risiko 2-4 kali lebih tinggi. Penurunan fungsi plasenta dapat dibuktikan
dengan penurunan kadar estriol dan plasenta laktogen. Perubahan yang
terjadi pada plasenta sebagai berikut.
Penimbunan kalsium. Peningkatan penimbunan kalsium pada
plasenta sesuai dengan progresivitas degenerasi plasenta. Proses
degenerasi jaringan plasenta yang terjadi seperti edema, timbunan
fibrinoid, fibrosis, trombosis intervilli, spasme arteri spiralis dan infark
villi. Selapot vaskulosinsial menjadi tambah tebal dan jumlahnya
berkurang. Keadaan ini dapat menurunkan metabolisme transport plasenta.
Transport kalsium tudak terganggu tetapi aliran natrium, kalium, glukosa,
asam amino, lemak dan gamma globulin mengalami gangguansehingga
janin akan mengalami hambatan pertumbuhan dan penurunan berat janin.4
2. Oligohidramnion
Pada kehamilan postterm terjadi perubahan kualitas dan kuantitas
cairan amnion. Jumlah cairan amnion mencapai puncak pada usia
kehamilan 38 minggu, yaitu sekitar 1000 ml dan menurun menjadi sekitar
800 ml pada usia kehamilan 40 minggu. Penurunan jumlah cairan amnion
berlangsung terus menjadi sekitar 480 ml, 250 ml, hingga 160 ml pada
usia kehamilan 42, 43, dan 44 minggu.4
Penurunan jumlah cairan amnion pada kehamilan postterm
berhubungan dengan penurunan produksi urin janin. Dilaporkan bahwa
berdasarkan pemeriksaan Doppler velosimetri, pada kehamilan postterm

15

terjadi peningkatan hambatan aliran darah (resistance index/RI) arteri


renalis janin sehingga dapat menyebabkan penurunan jumlah urin janin
dan pada akhirnya menimbulkan oligohidramnion. Oleh sebab itu, evaluasi
volume cairan amnion pada kasus kehamilan postterm menjadi sangat
penting artinya. Dilaporkan bahwa kematian perinatal meningkat dengan
adanya oligohidramnion yang menyebabkan kompresi tali pusat. Pada
persalinan postterm, keadaan ini dapat menyebabkan keadaan gawat janin
saat intra partum.1
Selain perubahan volume, terjadi pula perubahan komposisi cairan
amnion sehingga menjadi lebih kental dan keruh. Hal ini terjadi karena
lepasnya vernik kaseosa dan komposisi fosfolipid. Pelepasan sejumlah
badan lamellar dari paru-paru janin akan mengakibatkan perbandingan
Lesitin terhadap Sfingomielin menjadi 4:1 atau lebih besar. Selain itu,
adanya pengeluaran mekonium akan mengakibatkan cairan amnion
menjadi hijau atau kuning dan meningkatkan risiko terjadinya aspirasi
mekonium.4
Estimasi jumlah cairan amnion dapat diukur dengan pemeriksan
USG. Salah satu metode yang cukup populer adalah pengukuran diameter
vertikal dari kantung amnion terbesar pada setiap kuadran dari 4 kuadran
uterus. Hasil penjumlahan keempat kuadran tersebut dikenal dengan
sebutan indeks cairan anmion (Amnionic Fluid Index/AFI). Bila nilai AFI
telah turun hingga 5 cm atau kurang, maka merupakan indikasi adanya
oligohidramnion.4
3. Perubahan pada janin
Berat janin. Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada
plasenta, maka terjadi penurunan berat janin. Namun, seringkali pula
plasenta masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertmbah
terus sesuai bertambahnya umur kehamilan. Risiko persalinan bayi dengan
berat lebih dari 4000 gram pada kehamilan postterm meningkat 2-4 kali
lebih besar.

16

Selain risiko pertambahan berat badan yang berlebihan, janin pada


kehamilan postterm juga mengalami berbagai perubahan fisik khas disertai
dengan gangguan pertumbuhan dan dehidrasi yang disebut dengan
sindrom postmaturitas. Perubahan-perubahan tersebut antara lain;
penurunan jumlah lemak subkutaneus, kulit menjadi keriput, dan
hilangnya vernik kaseosa dan lanugo. Keadaan ini menyebabkan kulit
janin berhubungan langsung dengan cairan amnion. Perubahan lainnya
yaitu; rambut panjang, kuku panjang, serta warna kulit kehijauan atau
kekuningan karena terpapar mekonium. Namun demikian, Tidak seluruh
neonatus kehamilan postterm menunjukkan tanda postmaturitas tergantung
fungsi plasenta. Umumnya didapat sekitar 12-20 % neonatus dengan tanda
postmaturitas pada kehamilan postterm. Tanda postterm dibagi dalam 3
stadium:3
a. Stadium 1 :
b. Stadium 2 :
c. Stadium 3 :

Kulit kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa


kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium pada kulit.
Pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat.

3.5 Diagnosis
Meskipun diagnosis kehamilan postterm berhasil ditegakkan pada 419% dari seluruh kehamilan, sebagian diantaranya kenyataanya tidak
terbukti oleh karena kekeliruan dalam menentukan usia kehamilan. Oleh
sebab itu, pada penegakkan diagnosis kehamilan postterm, informasi yang
tepat mengenai lamanya kehamilan menjadi sangat penting. Hal ini
disebabkan karena semakin lama janin berada di dalam uterus maka
semakin besar pula risiko bagi janin dan neonatus untuk mengalami
morbiditas

maupun

mortalitas.

Namun

sebaliknya,

pemberian

intervensi/terminasi secara terburu-buru juga bisa memberikan dampak


yang merugikan bagi ibu maupun janin. Dalam menentukan diagnosis
kehamilan postterm di samping dari riwayat haid, sebaiknya dilihat pula
hasil pemeriksaan antenatal.
1. Riwayat haid

17

Pada dasarnya, diagnosis kehamilan postterm tidaklah sulit untuk


ditegakkan apabila keakuratan HPHT ibu bisa dipercaya. Diagnosis
kehamilan postterm berdasarkan HPHT dapat ditegakkan sesuai dengan
definisi yang dirumuskan oleh American College of Obstetricians and
Gynecologists (2004), yaitu kehamilan yang berlangsung lebih dari 42
minggu (294 hari) yang terhitung sejak hari pertama siklus haid terakhir
(HPHT). 3
Untuk riwayat haid yang dapat dipercaya, diperlukan beberapa
-

kriteria antara lain:


Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya.
Siklus 28 hari dan teratur.
Tidak minum pil antihamil setidaknya 3 bulan terakhir.
Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus
Naegele. Berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan

sebagai kehamilan postterm kemungkinan adalah sebagai berikut:


Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir atau akibat

menstruasi abnormal.
Tanggal haid terakhir diketahui jelas, tetapi terjadi kelambatan ovulasi.
Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang
berlangsung lewat bulan (keadaan ini sekitar 20-30% dari seluruh
penderita yang diduga kehamilan postterm).3

2. Riwayat pemeriksaan antenatal


Tes

kehamilan.

Bila

pasien

melakukan

pemeriksaan

tes

imunologik sesudah terlambat haid 2 minggu, maka dapat diperkirakan


keamilan telah berlangsung 6 minggu.
Gerak janin. Gerak janin pada umumnya dirasakan ibu pada umur
kehamilan 18-20 minggu.Pada primigravida dirasakan sekitar umur
kehamilan

18

minggu,

sedangkan

pada

multigravida

pada

16

minggu.Keadaan klinis yang ditemukan ialah gerakan janin yang jarang,


yaitu secara subyektif kurang dari 7 kali/20 menit, atau secara obyektif
dengan CTG kurang dari 10 kali/20 menit.

18

Denyut Jantung Janin (DJJ). Dengan stetoskop Laennec DJJ


dapat didengar mulai umur kehamilan 18-20 minggu, sedangkan dengan
Doppler dapat terdengar pada usia kehamilan 10-12 minggu.
Pernoll, et al (2007) menyatakan bahwa

kehamilan dapat

dinyatakan sebagai kehamilan postterm bila didapat 3 atau lebih dari 4


kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.

Telah lewat 36 minggu sejak test kehamilan positif


Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler
Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan
stetoskop Laennec.

3. Tinggi Fundus Uteri


Dalam trisemester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial
dalam sentimeter (cm) dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan
secara berulang setiap bulan.Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri
dapat menentukan umur kehamilan secara kasar.8
4. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Penggunaan pemeriksaan USG untuk menentukan usia kehamilan
telah banyak menggantikan metode HPHT dalam mempertajam diagnosa
kehamilan postterm. Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan
bahwa penentuan usia kehamilan melalui pemeriksaan USG memiliki
tingkat keakuratan yang lebih tinggi dibanding dengan metode HPHT.
Semakin awal pemeriksaan USG dilakukan, maka usia kehamilan
yang didapatkan akan semakin akurat sehingga kesalahan dalam
mendiagnosa kehamilan postterm akan semakin rendah. Tingkat kesalahan
estimasi tanggal perkiraan persalinan jika berdasarkan pemeriksaan USG
trimester I (crown-rump length) adalah 4 hari dari taksiran persalinan.
(Cohn, et al., 2010)

Pada usia kehamilan antara 16-26 minggu, ukuran diameter

biparietal (biparietal diameter/BPD) dan panjang femur (femur length/FL)


memberikan ketepatan 7 hari dari taksiran persalinan.3

19

Pemeriksaan usia kehamilan berdasarkan USG pada trimester III


menurut hasil penelitian Cohn, et al (2010) memiliki tingkat keakuratan
yang lebih rendah dibanding metode HPHT maupun USG trimester I dan
II. Pemeriksaan sesaat setelah trisemester III dapat dipakai untuk
menentukan berat janin, keadaan air ketuban ataupun keadaan plasenta
yang berkaitan dengan kehamilan postterm, tetapi sukar untuk menentukan
usia kehamilan. Ukuran-ukuran biometri janin pada trimester III memiliki
tingkat variabilitas yang tinggi sehingga tingkat kesalahan estimasi usia
kehamilan pada trimester ini juga menjadi tinggi. Tingkat kesalahan
estimasi tanggal perkiraan persalinan jika berdasarkan pemeriksaan USG
trimester III bahkan bisa mencapai 3,6 minggu. Keakuratan
penghitungan usia kehamilan pada trimester III saat ini sebenarnya dapat
ditingkatkan dengan melakukan pemeriksaan MRI terhadap profil air
ketuban.8
5. Pemeriksaan laboratorium
a. Sitologi cairan amnion. Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel
lemak dalam cairan amnion. Apabila jumlah sel yang mengandung
lemak melebihi 10%, maka kehamilan diperkirakan sudah berusia 36
minggu dan apabila jumlahnya mencapai 50% atau lebih, maka usia
kehamilan 39 minggu atau lebih.
b. Tromboplastin cairan amnion (ATCA). Hasil penelitian terdahulu
berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu
pembekuan darah. Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya usia
kehamilan. Pada usia kehamilan 41-42 minggu, ACTA berkisar antara
45-65 detik sedangkan pada usia kehamilan >42 minggu, didapatkan
ACTA <45 detik. Bila didapatkan ACTA antara 42-46 detik, ini
menunjukkan bahwa kehaminan sudah postterm.
c. Perbandingan kadar lesitin-spingomielin (L/S). Perbandingan kadar
L/S pada usia kehamilan sekitar 22-28 minggu adalah sama (1:1). Pada
usia kehamilan 32 minggu, perbandingannya menjadi 1,2:1 dan pada

20

kehamilan genap bulan menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat


dipakai untuk menentukan kehamilan postterm tetapi hanya digunakan
untuk menentukan apakan janin cukup usia/matang untuk dilahirkan.
d. Sitologi vagina. Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik >
20%) mempunyai sensitivitas 755. Perlu diingat bahwa kematangan
serviks tidak dapat dipakai untuk menentukan usia gestasi.3

3.6 Tatalaksana
Tidak ada ketentuan atau aturan yang pasti dan perlu dipertimbangkan masingmasing kasus dalam pengelolaan kehamilan postterm. Beberapa masalah yang
sering dihadapi pada pengelolaan kehamilan postterm antara lain sebagai berikut:
-

Pada beberapa penderita, umur kehamilan tidak selalu dapat ditentukan


dengan tepat, sehingga janin bisa saja belum matur sebagaimana yang

diperkirakan.
Sukar menentukan apakah janin akan mati, berlangsung terus, atau

mengalami morbiditas serius bila tetap dalam rahim.


Sebagian besar janin tetap dalam keadaan baik dan tumbuh terus sesuai

dengan tambahnya umur kehamilan dan tumbuh semakin besar.


Pada saat kehamilan mencapai 42 minggu, pada beberapa penderita
didapatkan sekitar 70% serviks belum matang (unfavorable) dengan nilai

Bishop rendah sehingga induksi tidak selalu berhasil.


Persalinan yang berlarut-larut akan sangat merugikan bayi postmatur.
Pada postterm sering terjadi disproporsi kepala panggul dan distosia bahu

(8% pada kehamilan genap bulan, 14% pada postterm).


Janin postterm lebih peka terhadap obat penenang dan narrkose, sehingga
perlu penetapan jenis narkose yang sesuai bila dilaukan bedah sesar (risiko

bedah sesar 0,7% pada genap bulan, dan 1,3% pada postterm).
Pemecahan selaput ketuban harus dengan pertimbangan matang. Pada
oligohidramnion pemecahan selaput ketuban akan meningkatkan risiko
kompresi tali pusat tetapi sebaliknya dengan pemecahan selaput ketuban
akan dapat diketahui adanya mekonium dalam cairan amnion.
Sampai saat ini masih terdapat beberapa kontroversi dalam
pengelolaan kehamilan postterm, antara lain:

21

Apakah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara aktif yaitu dilakukan


induksi setelah ditgakkan diagnosis postterm ataukah sebaiknya dilakukan

pengelolaan secara ekspektatif/menunggu.


Bila dilakukan pengelolaan aktif, apakah kehamilan sebaiknya diakhiri
pada usia kehamilan 41 atau 42 minggu.

Pengelolaan aktif
Pengelolaan aktif yaitu dengan melakukan persalinan anjuran pada
usia kehamilan 41 atau 42 minggu untuk memperkecil risiko terhadap
janin.
Pengelolaan pasif/menunggu/ekspektatif: didasarkan pandangan bahwa
persalinan anjuran yang dilakukan seata-mata atas dasar posterm
mempunyai risiko/komplikasi cukup besar terutama risiko persalinan
operatif sehingga menganjurkan untuk dilakukan pengawasan terusmenerus terhadap kesejahteraan janin, baik secara biofisik maupun
biokimia sampai persalinan berlangsung dengan sendirinya atau timbul
indikasi untuk mengakhiri kehamilan.
Sebelum mengambil langkah, beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pengelolaan kehamilan postterm adalah sebagai berikut:
-

Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan


(postterm) atau bukan. Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan

kepada dua variasi dari postterm ini.


Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.
Pemeriksaan kardotokografi seperti nonstress test (NST)

dan

contraction stress test dapat mengetahui kesejahteraan janin sebagai


reaksi terhadap gerak janin atau kontraksi uterus. Bila didapat hasil
reaktif, maka nilai spesifisitas 98,8% menunjukkan kemungkinan besar
janin baik. Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan besar janin,
denyut jantung janin, gangguan pertumbuhan janin, keadaan dan
derajat kematangan plasenta, jumlah (indeks cairan amnion) dan

kualitas air ketuban.


Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan seperti peeriksaan
kadar estriol.

22

Gerakan janin dapat ditentukan secara objektif dengan tokografi


(normal rata-rata 7 kali/20 menit) atau secara objektif dengan tokografi

(normal 10 kali/20 menit).


Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih
mungkin keadaan janin masih baik. Sebaliknya, air ketuban sedikit dan

mengandung mekonium akan mengalami risiko 33 % asfiksia.


Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks ini
memegang peranan penting dalam pengelolaan kehamilan postterm.
Sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan dapat
segera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42 minggu bilamana
serviks telah matang.
Pada umumnya penatalaksanaan sudah dimulai sejak umur kehamilan
mencapai 41 minggu dengan melihat kematangan serviks, mengingat
dengan bertambahnya umur kehamilan, maka dapat terjadi keadaan yang
kurang menguntungkan, seperti janin tumbuh makin besar atau sebaliknya,
terjadi kemunduran fungsi plasenta dan oligohidramnion. Kematian janin
neonates meningkat 5-7 % pada persalinan 42 minggu atau lebih.

Bila serviks telah matang (dengan nilai Bishop > 5) dilakukan induksi
persalinan dan dilakukan pengawasan ntrapartum terhadap jalannya
persalinan dan keadaan janin. Induksi pada serviks yang telah matang akan

menurunkan risiko kegagalan ataupun persalinan tindakan.


Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut apabila
kehamilan tidak diakhiri:
NST dan penilaian volume kantong anion. Bila keduanya normal,
kehamilan dapat dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan

seminggu dua kali.


Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong yang vertical
atau indeks cairan amnion < 5) atau dijumpai deselerasi variabel pada

NST, maka dilakukan induksi persalinan.


Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes pada
kontraksi (CST) harus dilakukan. Bila hasil CST positif, terjadi
deselerasi lambat berulang, variabilitas abnormal (< 5/20 menit)

23

menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin, mendorong agar janin


segera dilahirkan dengan mempertimbangkan bedah sesar. Sementara
itu, bila CST negative kehamilan dapat dibiarkan berlangsung dan

penilaian janin dilakukan lagi 3 hari kemudian.


Keadaan serviks (skor Bishop) harus dinilai ulang setiap kunjungan

pasien dan kehamilan dapat diakhiri bila serviks matang.


Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri.

Pengelolaan selama persalinan


-

Pemantauan yang baik terhadap ibu (aktivitas uterus) dan kesejahteraan

janin. Pemakaian continuous fetal monitoring sangat bermanfaat.


Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan.
Awasi jalannya persalinan.
Persiapan oksigen dan bedah sesar bila sewaktu-waktu terjadi kegawatan

janin.
Cegah terjadinya aspirasi mekonium dnegan segera mengusap wajah
neonates dan dilanjutkan resusitasi sesuai dengan prosedur pada janin

dengan cairan ketuban bercampur mekonium.


Segera setelah bayi lahir, bayi harus segera diperiksa terhadap

kemungkinan hipoglikemia, hipovolemi dan polisitemia.


Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda postmaturitas.
Hati-hati kemungkinan terjadinya distosia bahu.3

Permasalahan Kehamilan Postterm


Perubahan pada Plasenta
Disfungsi plasenta merupakan factor penyebab terjadinya komplikasi pada
kehamilan postterm dan meningkatnya risiko pada janin. Penurunan funsi plasenta
dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasenta laktogen.
Perubahan yang terjadi pada plasenta adalah sebagai berikut:
-

Penimbunan kalsium
Pada kehamilan postterm terjadi peningkatan kalsium pada plasenta.Hal
ini dapat menyebabkan gawat janin dan bahkan kematian janin intrauterine

yang dapat meningkat sampai 2-4 kali lipat.


Selaput vaskulosinsisial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang.
Keadaan ini dapat menurunkan mekanisme transport plasenta.

24

Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan

fibrinoid, fibrosis, thrombosis intervili, dan infark vili.


Perubahan biokimia.
Adanya insufisiensi plasenta menyebabkan protein plasenta dan kadar
DNA di bawah normal, sedangkan konsentrasi RNA meningkat. Transport
kalsium tidak terganggu, aliran natrium, kalium, dan glukosa menurun.
Pengangkutan bahan dengan berat molekul tinggi seperti asam amino,
lemak dan gama globulin biasanya mengalami gangguan sehingga dapat
mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin intrauterin.

Pengaruh pada Janin


Beberapa pengaruh kehamilan postterm terhadap janin antara lain sebagai
berikut:
- Berat janin
Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka terjadi
penurunan berat janin.Dari penelitian Vorherr tampak bahwa sesudah umur
kehamilan 36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan
tampak adanya penurunan sesudah 42 minggu.Namun, seringkali pula
plasenta masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin
bertambah terus sesuai dengan bertambahnya umur kehamilan. Zwerdling
menyatakan bahwa rata-rata berat janin lebih dari 3600 gram sebesar
44,5% pada kehamilan postterm, sedangkan pada kehamilan genap bulan
(term) sebesar 30,6%. Risiko persalinan bayi dengan berat lebih dari 4000
gram pada kehamilan postterm meningkat 2-4 kali lebih besar dari
-

kehamilan term.
Sindroma Postmaturitas
Dapat dikenali pada neonatus dengan ditemukannya beberapa tanda seperti
gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput seperti kertas
(hilangnya lemak subkutan), kuku tangan dan kaki panjang, tulang
tengkorak lebih keras, hilangnya verniks kaseosa dan lanugo, maserasi
kulit terutama daerah lipat paha dan genital luar, warna coklat kehijauan
atau kekuningan pada kulit dan tali pusat, muka tampak menderita dan
rambut kepala banyak atau tebal. Tidak seluruh neonatus kehamilan
postterm

menunjukkan

tanda

postmaturitas

tergantung

fungsi

25

plasenta.Umumnya didapat sekitar 12-20 % neonatus dengan tanda


postmaturitas pada kehamilan postterm. Berdasarkan derajat insufisiensi
plasenta yang terjadi, tanda postmaturitas ini dapat dibagi dalam 3 stadium
yaitu:
Stadium I: Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi
berupa kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas.
Stadium II: Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada
kulit.
Stadium III: disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali
-

pusat.
Gawat janin atau kematian perinatal
Gawat janin atau kematian perinatal menunjukkan angka meningkat
setelah kehamilan 42 minggu atau lebih, sebagian besar terjadi
intrapartum. Umumnya disebabkan oleh:
Makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia apda
persalinan, fraktur klavikula, palsi Erb-Duchene, sampai kematian

bayi.
Insufisiensi plasenta yang berakibat:
Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion, hipoksia janin,
keluarnya mekonium yang berakibat dapat terjadi aspirasi mekonium

pada janin.
Cacat bawaan: terutama akibat hipoplasia adrenal dan anensefalus.

3.7 Komplikasi
Risiko Neonatus
Kehamilan postterm berhubungan dengan peningkatan mortalitas
dan morbiditas fetus dan neonatus. Angka mortalitas perinatal,
didefinisikan sebagai kelahiran mati ditambah dengan kematian neonatus
dini, dan pada kehamilan 42 minggu angka ini lebih tinggi 2 kali lipat
dibanding kehamilan aterm atau sama tingginya dengan kehamilan
preterm. Pada kehamilan 43 minggu angka ini menjadi 4 kali lebih tinggi
dan pada kehamilan 44 minggu angka ini meningkat hingga 5-7 kali lebih
tinggi. Penyebab tingginya angka mortalitas perinatal ini adalah
insufisiensi uteroplasenta, aspirasi mekonium, dan infeksi intrauterine.

26

Morbiditas janin juga meningkat pada kehamilan yang berlangsung


hingga 41 minggu. Kelainan yang mungkin terjadi seperti meconium
aspiration syndrome (MAS), makrosomia dan dismaturitas. Kehamilan
postterm juga merupakan faktor risiko independen terhadap rendahnya pH
tali pusat (neonatal acidemia), skor Apgar yang rendah pada menit ke-5
dan neonatal encephalopathy, dan kematian bayi di tahun pertama
kehidupan.
Sindrom aspirasi mekonium mengacu pada gangguan pernapasan
dengan takipnea, sianosis, dan penurunan fungsi paru pada bayi baru lahir
akibat paparan terhadap mekonium dalam rahim. Hal ini tampak lebih
sering terjadi pada neonatus postterm.

Di Amerika Serikat kejadian

sindrom aspirasi mekonium telah menunjukkan penurunan 4 kali lipat


antara tahun 1990 dan 1998 (dari 5,8% menjadi 1,5% pada bayi lebih dari
37 minggu; P <0,003). Hal ini terjadi terutama akibat penurunan angka
kehamilan postterm. Intervensi konvensional seperti amnio-infusion atau
pengisapan nasofaring dan orofaring rutin pada mekonium di perineum
saat persalinan telah berkontribusi dalam penurunan angka ini.
Bayi postterm lebih besar dari bayi aterm dan memiliki insiden
janin makrosomia yang lebih tinggi (2,5-10% di postterm dibandingkan
0,8-1% pada jangka). Makrosomia janin didefinisikan sebagai berat janin
4,5 kg (ACOG, 2000), terkait dengan persalinan lama, disproporsi
kepala panggul, dan distosia bahu. Distosia bahu dikaitkan dengan risiko
cedera ortopedi (misalnya fraktur pada humerus dan klavikula) dan juga
cedera syaraf seperti cedera pleksus brakialis dan cerebral palsy.
Sekitar 20% janin postterm mengalami sindrom dismaturitas, yang
mengacu pada bayi dengan karakteristik restriksi pertumbuhan intrauterin
kronis akibat insufisiensi utero-plasenta. Gambaran yang terlihat berupa
kulit tipis yang terkelupas (deskuamasi berlebihan), tubuh kurus
(kekurangan gizi), rambut dan kuku panjang, oligohidramnion dan
keluarnya mekonium. Kehamilan ini meningkatkan risiko kompresi tali
pusat dari oligohidramnion, aspirasi mekonium, dan komplikasi neonatal
seperti hipoglikemia, kejang, dan insufisiensi pernapasan.

27

Meskipun banyak usaha telah dilakukan pada kehamilan postterm,


beberapa risiko seperti lahir mati, keluarnya mekonium, dan neonatal
acidaemia meningkat kejadiannya pada minggu ke-41 dan bahkan pada
minggu ke-40 kehamilan dibandingkan minggu ke-39 kehamilan. Sebuah
studi dari Skotlandia yang diterbitkan tahun 2010 menunjukkan
peningkatan risiko bayi lahir mati (baik secara keseluruhan dan lahir mati
yang tidak dapat dijelaskan) terutama setelah 39 minggu kehamilan.
Yudkin dkk. (1987) juga membuktikan bahwa risiko bayi lahir mati yang
tidak dapat dijelaskan meningkat empat kali lipat setelah 39 minggu
sampai maksimum pada 41 minggu. Tingkat aspirasi mekonium dan
neonatal acidaemia meningkat seperti pada progress kehamilan aterm di
atas 38 minggu. Morbiditas neonatal termasuk cedera saat persalinan juga
meningkat setelah 38 minggu.
Risiko Maternal
Kehamilan postterm dikaitkan dengan risiko signifikan terhadap
ibu. Terdapat peningkatan risiko: 1) distosia persalinan (9-12%
dibandingkan 2-7% pada aterm); 2) laserasi perineum yang berat terkait
dengan makrosomia (robekan derajat 3 & 4) (3,3% dibandingkan 2,6%
pada aterm); 3) peningkatan seksio sesaria (14% dibandingkan 7% aterm).
Persalinan sesar dikaitkan dengan peningkatan risiko endometritis dan
perdarahan.Morbiditas ibu juga meningkat pada kehamilan setelah 42
minggu. Komplikasi seperti korioamnionitis, laserasi perineum yang
parah, persalinan sesar, perdarahan postpartum, dan endomiometritis
meningkat progresif setelah 39 minggu kehamilan.

28

BABIV
ANALISISKASUS
Ny. DT usia 19 tahun G1P0A0 dengan hamil usia 43 minggu datang ke IGD
RSMH karena mau melahirkan.Sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit, os
mengeluh perut mulas yang menjalar ke pinggang makin lama semakin sering dan
kuat. Riwayat keluar darah lendir (+), riwayat keluar air-air (-). Os mengaku
kontrol kehamilan setiap bulan di bidan.Os mengaku hamil lewat waktu dan
gerakan janin masih dirasakan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari bawah
processus xyphoideus (32 cm), letak memanjang, punggung kanan, presentasi
kepala, penurunan 4/5,His 2x/10 menit/25 detik, DJJ 132 x/menit, TBJ 2900
gram. Pada pemeriksaan dalam, dari vaginal toucher didapatkan portio lunak, eff
100 %, pembukaan 3 cm, ketuban (+), kepala, UUK kanan depan.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan pasien baru
pertama kali hamil, belum pernah melahirkan, dan tidak pernah abortus.
Berdasarkan HPHT pasien tanggal 19 September 2015, usia kehamilan Ny. RBW
memasuki 43 minggu. Kehamilan postterm menurut WHO (World Health
Organization)a dalah suatu kehamilan 42 minggu (complete week) atau lebih yang
dihitung berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT). Dari pemeriksaan USG

30

didapatkan kesan hamil 43 minggu janin tunggal hidup presentasi kepala. Dengan
demikian, kehamilan yang dialami pasien ini merupakan kehamilan postterm.
Diagnosis kehamilan postterm juga didukung dari temuan tanda postterm
pada neonatus yaitu hilangnya verniks kaseosa dan lanugo,rambut panjang dan
kuku panjang.
Selain itu, dari anamnesis pasien mengeluh perut mulas yang menjalar ke
pinggang makin lama semakin sering dan kuat, riwayat keluar darah lendir
(+),pada pemeriksaan luar didapatkan his 2x/10 menit/25 detik, pada pemeriksaan
dalam didapatkan portio lunak, letak anterior, eff 100 %, pembukaan 3 cm,
ketuban (+), kepala, UUK kanan depan, sehingga dapat diketahui bahwa pasien
sudah mengalami inpartu kala I fase laten.

Dari anamnesis didapatkan bahwa os mengaku gerakan anak masih


dirasakan.Kemudian dari pemeriksaan fisik didapatkan janin dengan presentasi
kepala dan USG didapatkan tampak janin tunggal hidup presentasi kepala.Dengan
demikian diagnosis Ny. DT adalah G1P0A0 hamil 43minggu inpartu kala I fase
laten, janin tunggal hidup presentasi kepala. Tatalaksana pada kasus ini adalah
partus per vaginam dinilai dari Bishop Score >6.

DAFTAR PUSTAKA
1. Abdul BS, Trijatmo R, Gulardi HW [Editor]. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo Edisi Keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2010.
2. Cunningham FG, et al. Postterm Pregnancy. Williams Obstetric, 22st ed.
Mc.Graw Hill Publishing Divisions, New York; 2005.
3. Wiknjosastro. H., Ilmu Kebidanan, edisi III, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Kehamilan Lewat Waktu, Jakarta, 2002 hal: 317320.
4. Cunningham, F.G et al. 2005. Breech Presentation and Delivery In:
Williams Obstetrics. 22st edition. New York: Mc Graw Hill Medical
Publising Division, 509-536.
5. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas kedokteran Universitas
Padjajaran Bandung. 1982. Obstetri Patologi. Penerbit : Elstar Offset.
Bandung.
6. Shaver D.C. et al, Clinical Manual Of Obstetrics, 2 nd Edition, Mc Graw
International Editions, 1993 page 313-321.
7. Pengurus besar POGI, Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi,
bagian 1, Balai penerbit FKUI, 2003, hal 70-71.
8. Rosa C. 2001. Postdate Pregnancy in: Obstetrics and Gynecology
Principles for Practice, McGraw-Hill. New York, America: 388-395.
9. Decherney A, Nathan L, Goodwin T,Leufer N, Current Diagnosis and
Treatment Obstetrics & Gynacology 10th edition; McGraw-Hill, 2007 page
187-189.

Anda mungkin juga menyukai