Anda di halaman 1dari 141

Referat Abses

Leher Dalam
Pembimbing :
dr. Niken Ageng Rizki, Sp.THT-KL

Disusun oleh:
Helenia Putri (01073200145)
Jessica Clarensia (01073200144)
BAB I
Pendahuluan

● Abses leher dalam = penumpukan pus atau cairan nanah


dalam ruang potensial yang berada di antara fasia leher
dalam
● Disebabkan:
○ Infeksi gigi & mulut (43%)
○ Tenggorok (14,6%)
○ Infeksi kulit terutama dari leher (5,1%)
○ Trauma (9%)
○ Tuberkulosis (5,1%)
○ Benda asing (3,9%)
○ dan lain-lain.
Pendahuluan

● Penyebaran infeksi: hematogen, limfogen, dan celah antar


ruang leher dalam
○ Bakteri = Polimikrobial (aerob, anaerob, anaerob fakultatif)
● Gejala klinis secara umum: demam, nyeri, terdapat
pembengkakan, trismus, disfagia, odinofagia
● Tatalaksana secara umum: pembuangan cairan nanah secara
menyeluruh, kultur bakteri, dan uji kepekaan antibiotik -> lama ->
antibiotik empiris
Pendahuluan
● Resisten = ampicillin/amoxicillin, gentamicin, dan ampicillin
sulbactam
● Komplikasi = sepsis, pembuntuan jalan napas, dan infeksi
mediastinum
● Pentingnya sebagai dokter umum untuk mengetahui kasus ini
karena pasien datang sudah dalam keadaan kesulitan bernapas
yang diakibatkan oleh absesnya sehingga penting untuk
mengetahui tatalaksana awal.
BAB II
Tinjauan Pustaka

Anatomi leher:
● Lapisan fasia
○ Fasia superfisial
○ Fasia servikal profunda:
■ Lapisan selubung
■ Lapisan visera
■ Lapisan prevertebral
Tinjauan Pustaka

● Ruang Fasia Leher


○ Ruang Parafaring
○ Ruang Bukal
○ Ruang Submandibula
○ Ruang Sublingual
○ Ruang Peritonsil
○ Ruang Bahaya
Tinjauan Pustaka

● Ruang Fasia Leher


○ Ruang Retrofaring
○ Ruang Prevertebra
○ Ruang Mastikator
○ Ruang Parotis
○ Ruang Karotis
○ Ruang Pretrakea
Tinjauan Pustaka

● Sistem limfatik leher:


○ Sistem limfatik merupakan komponen sistem peredaran darah,
kekebalan, dan metabolisme
● Fungsi:
○ Menjaga keseimbangan cairan
○ Memfasilitasi penyerapan lemak makanan dari saluran pencernaan ke aliran darah
untuk metabolisme atau penyimpanan
○ Meningkatkan dan memfasilitasi kekebalan tubuh
Tinjauan Pustaka

● Kelenjar getah bening dibagi menjadi


kelenjar getah bening yang
superfisial dan dalam:
○ Kelenjar getah bening superfisial
Tinjauan Pustaka
● Kelenjar getah bening dibagi menjadi
kelenjar getah bening yang superfisial dan
dalam:
○ Kelenjar getah bening dalam
Epidemiologi (RSUD Dr. Soetomo)

● Rasio perempuan : laki-laki = 1:1,7


● Usia = 3-82 (46-60) tahun
● Anak-anak : infeksi tonsil
● Dewasa : infeksi gigi (70%) dan DM (23,1%)
Diabetes Mellitus

● Hiperglikemia -> ganggu sel imun -> sel imun tidak mengenali
patogen, mensupresi produksi sitokin, mengurangi pengerahan
leukosit, disfungsi neutrofil, disfungsi makrofag, disfungsi sel natural
killer, mengurangi antibodi dan komplemennya, mengurangi
fagositosis, membuat disfungsi pada sel imun, serta membuat
kegagalan untuk membunuh patogen
● Lebih berpotensi untuk terinfeksi polimikrobial
● 2,7x-7,2x lebih berisiko terkena Staphylococcus Aureus
Abses
Bakteri masuk Sel imun Abses

Bakteri akan masuk ke Sel darah putih datang Terbentuk rongga, diisi oleh
dalam jaringan leher dan melawan bakteri -> nanah <- Sel yang sudah mati,
dalam <- rongga mulut inflamasi dan banyak sel darah putih, bakteri
(gigi) melalui limfatik jaringan yang mati
Menyebar lewat bidang fasia
-> memperluas ruang
potensial

Faktor = trauma, pembedahan di area kepala dan leher, penyakit pada gigi,
perawatan pada gigi, pasien dengan daya tahan tubuh rendah
(immunocompromised), serta penyalahgunaan obat-obatan intravena
Pola Bakteri

Anaerob fakultatif: Streptococcus


Pyogenic
Staphylococcus Sp.

● Staphylococcus Aureus (28%) = Paling banyak & potensial jadi invasif ->
koagulase (+) = menggumpalkan fibrin & terakumulasi di sekitar bakteri ->
pelindung + beberapa punya kapsul -> sulit dimusnahkan -> nyeri hebat,
terlokalisir, cepat menyebar
● Staphylococcus Epidermidis (28%) = koagulase (-), flora normal saluran
napas atas -> biasanya pada kasus trauma dan immunocompromised ->
komplikasi = supurasi pada vena -> trombosis
Streptococcus Sp.

● Streptococcus Viridan (39%), Streptococcus alfa hemolytic (14%),


Streptococcus beta hemolytic (14%), dan Streptococcus
Pneumonia (6,8%)
● Gejalanya bervariasi
● Grup A -> dapat terjadi glomerulonefritis dan demam rematik
(ruam kulit, sendi bengkak, karditis) akibat dari reaksi
hipersensitivitas
Pseudomonas Aeruginosa (4,9%)

● Bakteri oportunistik, invasif


● Infeksi nosokomial
● Pus hijau kebiruan
Bakteri Anaerob

● Sekret yang berbau busuk (akibat dari metabolisme anaerob),


infeksi di bagian proksimal dari permukaan mukosa, adanya gas di
dalam jaringan, dan hasil biakan aerob negatif.
● Prevotella (1,2%) + Peptostreptococcus (4,9%) = flora normal di
mukosa dan banyak terdapat di kulit.
● Bacteroides (22%) merupakan flora normal di usus
Infeksi Abses
Ruang Leher
Dalam
Abses Peritonsil(Quinsy)

● Paling banyak
● Lanjutan dari infeksi tonsil / kelenjar mukus
Weber (kelenjar ludah minor dan terletak
superior tonsil)
● Etiologi = Virus dan Streptococcus Sp.
Gejala

● Demam
● Nyeri tenggorok,
● Mulut berbau
● Odinofagia
● Hipersalivasi
● Otalgia
● Trismus -> Iritasi M. Pterigoid Interna
● Regurgitasi
● Suara bergumam
Pemeriksaan Fisik

● Palatum mole terlihat membengkak -> supurasi daerah sekitar


● Arkus faring tidak simetris
● Pembengkakan peritonsil
● Uvula terdorong ke sisi yang sehat
● Sulit membuka mulut karena nyeri
● Tonsil hiperemis
● Terdapat detritus (Jarang)
Imaging

● Untuk menegakkan diagnosis


● Baku emas = tomografi komputer -> lebih jelas kalau di bagian
inferior
● USG -> bisa dalam kasus gawat darurat -> identifikasi ruang abses
sebelum aspirasi
Terapi

● Edukasi rajin kumur-kumur mulut dengan air hangat


● Antibiotik
● Obat simtomatik
● Aspirasi jarum -> murah, dengan anestesi lokal -> tidak maksimal
-> penyembuhan lebih lama & risiko tinggi untuk infeksi ulang
● Drainase abses + tonsilektomi
Tonsilektomi

● Mengurangi infeksi berulang


● 2-3 minggu setelah drainase abses (setelah infeksi tenang)
● Jenis:
○ A chaud (bersama dengan drainase abses)
○ A tiede (3-4 hari setelah drainase abses)
○ A froid (4-6 minggu setelah drainase abses)
Komplikasi

● Dijelaskan di bagian belakang


● Bisa ke daerah intrakranial = trombus sinus kavernosus, meningitis,
abses otak
Abses Parafaring

● Kedua terbanyak pada orang dewasa


● Penyebaran dari infeksi faring, tonsil, adenoid,
gigi, parotis, kelenjar limfatik
Gejala

● Demam
● Nyeri tenggorok -> memburuk saat menggerakkan leher
● Odinofagia
● Disfagia
● Trismus -> Proximal (peritonsil, parafaring, parotid,
submandibular)
Pemeriksaan Fisik

● Pembengkakan daerah para faring & sekitar angulus mandibula


● Dinding lateral faring terdorong ke medial
● Angulus mandibula tidak teraba
● Tidak perlu imaging kecuali meragukan
Terapi

● Antibiotik
● Obat simtomatik
● Pembedahan eksplorasi jika tidak ada perbaikan setelah diberikan
antibiotik selama 24-48 jam
Abses Retrofaring

● 90% terjadi pada anak usia <5 tahun -> ruang retrofaring masih
berisi kelenjar limfa (Rouviere) -> 2-5 buah/sisi -> menampung
aliran limfa dari hidung, sinus paranasal, nasofaring, faring, tuba
eustachius, dan telinga tengah -> atrofi di usia 3-4 tahun
● Ada ISPA
● Pada dewasa akibat limfadenitis retrofaring, TB vertebra servikalis,
trauma dinding belakang faring oleh benda asing/prosedur medis
● Bakteri = Streptococcus sp., MRSA, dan Staphylococcus Aureus
Gejala

● Demam
● Nyeri tenggorok
● Odinofagia
● Disfagia
● Kaku pada leher
● Perubahan suara
● Sesak napas -> sumbatan hipofaring
Pemeriksaan Fisik

● Stridor -> infeksi mengenai laring


● Bengkak/benjolan pada posterior faring (biasa unilateral)
● Mukosa hiperemis
Imaging

● Untuk menegakkan diagnosis


● Foto rontgen:
○ Pelebaran retrofaring: >7mm (anak & dewasa)
○ Pelebaran ruang retrotrakeal: >14mm (anak), >22mm
(dewasa)
Terapi

● Antibiotik IV lalu dilanjut 2 minggu PO saat rawat jalan


● Obat simtomatik
● Pembedahan: pungsi & insisi abses melalui laringoskopi pada
posisi trendelenburg
● Hati-hati saat intubasi endotrakeal -> abses pecah
● Abses luas -> trakeostomi
● Rawat inap sampai gejala & tanda infeksi reda
Abses Submandibula

● Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan submaksila yang dipisahkan
oleh muskulus milohioid
● Ruang submaksila terbagi lagi menjadi ruang submental dan ruang submaksila
lateral oleh muskulus digastrikus anterior.
● Pada kebanyakan kasus, abses ini timbul akibat penjalaran infeksi dari gigi, dasar
mulut, faring, obstruksi duktus Wharton (saluran sekresi dari kelenjar
submandibularis), kelenjar liur, atau kelenjar limfe submandibula.
Gejala
● Nyeri pada rongga mulut
● Trismus
● Hipersalivasi.
Pemeriksaan Fisik
● Lidah terangkat ke atas dan terdorong ke belakang
● Namun angulus mandibula dapat diraba
Imaging
● Baku emas dengan tomografi komputer
○ Foto rontgen pada bagian leher AP dan lateral, serta toraks.
● Pada leher terlihat:
○ Pembengkakan jaringan lunak
○ Cairan di dalam jaringan
○ Udara di subkutis
○ Pendorongan trakea.
● Untuk melihat perluasan, ultrasonografi merupakan alat yang murah dan cepat.
Selain itu, dapat menggunakan foto panoramik untuk menilai posisi & abses
pada gigi.
Komplikasi

● Gambaran pneumotoraks dan pneumomediastinum.


Terapi
● Antibiotik
● Drainase abses
● Pembedahan eksplorasi
○ Pasien harus dirawat inap selama 1-2 hari sampai gejala dan tanda infeksi reda
Angina Ludovici

● Variasi dari abses submandibula yang berbahaya.


● Mengeluarkan serosanguineous (cairan berwarna bening
kemerahan) dengan atau tanpa pus serta penyebarannya
hanya secara perkontinuitatum (menuju jaringan di
sekelilingnya)
● Dapat terjadi secara bilateral pada lebih dari satu rongga
serta mengenai fasia, jaringan ikat dan otot, tetapi tidak
menginfeksi kelenjar.
Gejala
● Riwayat sakit gigi & mencabut gigi, ● Pembengkakan di daerah sublingual

● Riwayat sickle cell anemia dan submandibula & hiperemis.


● Riwayat trauma ● Hipersalivasi

● Riwayat tindikan pada frenulum ● Trismus

lidah ● Disfonia

● Demam ● Disfagia
● Onset cepat
Pemeriksaan Fisik

● Ditekan terasa keras dan nyeri.


● Membuat lidah terangkat ke atas-belakang -> jalan napas
tersumbat
● Disfonia
● Stridor
● Penurunan keadaan umum serta kesadaran.
Terapi

● Menjaga agar tidak ada sumbatan pada jalan napas


● Pasien merasa sesak & kesulitan bernapas -> trakeostomi tanpa
tunggu komplikasi lebih lanjut
● Antibiotik
● Pembedahan eksplorasi
● Pengobatan terhadap infeksi gigi -> cegah rekurensi
Abses Prevertebra /
Retrofaring
Tuberkulosis
● Kronik
● Di garis tengah belakang fascia prevertebra
● Dari penyakit TB di KGB retrofaring -> berasal dari KGB
servikalis profunda
● Bisa bilateral/unilateral
Tanda & Gejala

● Mengganjal di tenggorokan
● Terkadang ada disfagia
● Pada PF : tonjolan di dinding faring posterior, pembesaran KGB leher
Imaging

● Untuk menegakkan diagnosis


● Foto rontgen:
○ TB pada spina servikalis
Terapi

● Drainase abses
● Obat anti tuberkulosis
Abses Bezold

● Komplikasi yang sangat jarang akibat otitis media / mastoiditis


● 5 tempat berkumpul:
a. Di bawah muskulus sternokleidomastoideus dan mendesak otot tersebut
ke arah lateral.
b. Mengikuti otot posterior muskulus digastrikus dan menimbulkan
pembengkakan di antara ujung (tip) mastoid dengan sudut rahang.
c. Berupa benjolan pada bagian atas segitiga posterior leher.
d. Dapat berisi pus sampai ke celah parafaring.
e. Dapat berisi pus yang mengikuti jalannya arteri karotis
Tanda & Gejala

● Nyeri hebat di pinggir wajah dekat telinga


● Demam
● Trismus
● Pada pemeriksaan fisik dapat terlihat keluarnya pus di muara duktus
stensen apabila parotis ditekan dari luar
Terapi & komplikasi

● Antibiotik
● Drainase abses
● Komplikasi = N. fasialis tertekan/infeksi -> paresis fasialis -> bisa
meluas ke ruang parafaring
Abses Parotis

● Obstruksi duktus Stensen (saluran sekresi dari kelenjar parotis) atau

supurasi dari kelenjar getah bening intraparotis


Imaging

● Untuk menegakkan diagnosis


● Tomografi komputer di bagian mastoid -> identifikasi letak dan
batas abses
Terapi

● Antibiotik
● Analgesik
● Operasi mastoidektomi apabila dari mastoid
● Drainase
Pemeriksaan
Penunjang
Rontgen Servikal Lateral & Antero-Posterior

● Kecurigaan abses prevertebra, submandibula, retrofaring


○ Pembengkakan jaringan lunak pada daerah prevertebra
○ Adanya benda asing
○ Ada atau tidaknya deviasi trakea
○ Gambaran udara di subkutan
○ Air fluid levels
○ Erosi dari korpus vertebra
Rontgen Panoramik
● Kasus abses leher dalam yang dicurigai berasal dari gigi
● Waktu yang tepat:
○ Dokter gigi mencurigai adanya abses di bagian bawah gigi atau
○ Saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter umum ataupun spesialis, terdapat
karies gigi yang sudah merusak keseluruhan enamel dari gigi
● Infeksi ini menyebar ke saluran akar dan terus menuju ke bawah hingga terdapat
foramen lalu akan membentuk abses.
● Pada 10 hari pertama dari awal abses terbentuk, rontgen panoramiks masih bisa
terlihat normal.
○ Gambarannya adalah lesi hipodens berbatas tegas atau terdapat di distal akar
gigi dengan ukuran 10 - 22 mm, gigi karies, dan dapat ditemukan soket kosong
yang mengindikasikan adanya ekstrasi baru-baru ini untuk kasus infeksi
Rontgen Toraks

● Untuk mengevaluasi mediastinum dengan kecurigaan mediastinitis, emfisema


subkutis, empiema, benda asing pada jalan napas bagian bawah, deviasi trakea,
dan pneumonia yang mungkin berasal dari aspirasi
Tomografi Komputer

● Menggunakan kontras merupakan pemeriksaan baku emas pada kasus abses leher
dalam.
● Meningkatkan estimasi sebesar 70% terhadap luasnya abses
● Gambarannya:
○ Lesi hipodens di mana lebih “putih” dibandingkan dengan air, namun lebih
“hitam” dibandingkan dengan jaringan sekitarnya dengan batas (kapsul) yang
terlihat jelas apabila menggunakan kontras
○ Terkadang ada air fluid levels.
Tomografi Komputer

● Memberikan gambaran lokasi dan besar dari lesinya


● Mengevaluasi jalur napas bagian atas -> memberikan informasi agar dokter
dapat menentukan metode yang terbaik untuk mempertahankan jalan napas
(intubasi endotrakeal atau trakeostomi)
Pemeriksaan Darah Laboratorium
● Pemeriksaan darah lengkap.
● Hasil pada umumnya orang yang terinfeksi akan terjadi:
○ Leukositosis (left-shift)
○ Pemeriksaan untuk sepsis
■ Melalui pemeriksaan fisik
■ Lab: D-dimer, C-reactive protein, lactate, dan procalcitonine
○ Jika sudah terjadi sepsis
■ Kultur darah
■ Kultur dari nanah di area yang terinfeksi
■ Pemeriksaan resistensi dan sensitif dari berbagai obat-obatan antibiotik.
Pemeriksaan Darah Laboratorium
● Pemeriksaan elektrolit
○ Bila asupan makan pasien berkurang akibat rasa nyeri
● Tes pembekuan darah sebelum operasi
● Gula darah sewaktu dan puasa untuk pengecekkan diabetes mellitus
● Ureum dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal
● SGOT dan SGPT untuk mengetahui fungsi hati
Diagnosis Banding

01 02
Nyeri di leher dengan bentuk leher tidak
Nyeri di leher disertai demam
simetris
Meningitis, pneumonia atipikal,
atau pendarahan pada Fraktur atau dislokasi pada tulang
subarachnoid belakang bagian servikal,
hematoma, atau adanya massa.

03
Disfagia atau odinofagia
yang signifikan
Epiglotitis akut, trakeitis,
benda asing, esofagitis akut
Tatalaksana
Antibiotik
Penatalaksanaan

● Terapi antibiotik:
○ Sebagian besar diakibatkan oleh Streptococcus sp.
■ Penicillin G Procaine atau Procaine Benzylpenicillin (golongan beta laktam)
● Jalur pemberiannya melalui intravena atau intramuskular
● Dosis 2,4-4,8 gram sehari yang terbagi menjadi 4 dosis untuk
dewasa.
Penatalaksanaan
● Untuk bayi prematur dan neonatal di bawah 1 minggu:
○ Dosis 50 mg/kg bb/hari dalam 2 dosis.
● Untuk bayi 1-4 minggu
○ Dosis 75 mg/kg bb/hari dalam 3 dosis.
● Untuk anak umur 1 bulan - 12 tahun
○ Dosisnya 100 mg/kg bb/hari dalam 4 dosis.
● Obat ini diberikan selama 10 hari di mana jika dilakukan pembedahan, termasuk 2
hari setelah operasi.
Penatalaksanaan
● Efek samping: ○ Suara serak
○ Bengkak atau gatal di daerah ○ Nyeri tenggorokan
yang disuntik ○ Diare
○ Demam ○ Takikardi
○ Mual dan muntah ○ Kebas pada lengan dan kaki.
○ Kesulitan bernapas dan
menelan
○ Lemas ● Kontraindikasinya adalah pasien
○ Menggigil dengan riwayat asma dan penyakit
ginjal
● Disebabkan oleh mikroba dengan gram negatif seperti Pseudomonas,
○ Gentamicin
■ Jalur pemberiannya melalui intramuskular atau infus dengan dosis
2-5 mg/kg bb/hari dibagi menjadi 4 dosis.
○ Untuk bayi di bawah 2 minggu
■ Dosis 3 mg/kg bb/hari diberikan dua kali
○ Untuk anak umur 2 minggu sampai 12 tahun
■ Dosis 2 mg/kg bb/ hari diberikan tiga kali sehari
○ Obat ini tidak diperbolehkan untuk diminum lebih dari 7 hari.
○ Efek sampingnya adalah gangguan vestibuler dan pendengaran serta
nefrotoksisitas. Hindari pemberian pada pasien dengan gangguan ginjal
berat dan bayi.
● Antibiotik dengan spektrum luas
○ Sefepim
■ diberikan melalui intramuskular atau intravena dengan dosis 1-6 gram/hari
setiap 12 jam untuk orang dewasa.
■ Untuk anak-anak dosisnya adalah 100-150 mg/kgBB/hari setiap 12 jam.
■ Obat ini diberikan selama 7-10 hari.
■ Efek samping: penurunan kesadaran, diare, sakit kepala, demam, gatal,
nyeri perut, adanya bercak putih di dalam mulut atau bibir.
■ Kontraindikasinya: penyakit ginjal, hati, dan gangguan pencernaan.
● Meropenem
○ Intramuskular atau intravena dengan dosis 500 mg - 1 g setiap 8 jam
untuk orang dewasa.
○ Untuk anak-anak diberikan 10-20 mg/kg bb setiap 8 jam.
○ Efek samping: mual, muntah, sakit perut, diare, sakit kepala, dan nyeri
di area suntikan.
○ Kontraindikasi: Gangguan fungsi hati dan ginjal, pernah trauma pada
bagian kepala, dan adanya komorbid
● Antibiotik spektrum luas untuk pasien dengan DM
○ Kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol (kotrimoksazol).
○ Jalur pemberiannya melalui intravena atau oral dengan dosis 0,96-1,44 g setiap
12 jam.
○ Untuk bayi 6 minggu - 5 bulan dosisnya 120 mg/hari.
○ Untuk anak usia 6 bulan - 5 tahun dosisnya 240 mg/hari. Untuk usia 6 - 12
tahun dosisnya 480 mg/hari
○ Obat ini diberikan selama 10 - 14 hari.
○ Efek samping: muntah, diare, sakit perut, pembengkakan lidah, gatal, sakit
kepala, demam, sakit tenggorokan, sianosis, mudah memar, ikterik, nyeri sendi,
kalium menjadi tinggi, dan tidak nafsu makan.
○ Kontraindikasi: pasien anemia megaloblastik akibat defisiensi asam folat,
gangguan pada ginjal, dan defisiensi glukosa-6-fosfat.
● Bakteri gram positif dan MRSA serta bakteri anaerob
○ Klindamisin dari golongan makrolida.
■ Jalur pemberiannya melalui oral dengan dosis 150-300 mg setiap 6 jam.
■ Pada anak di bawah 12 tahun diberikan 8-16 mg/kg bb/hari yang dibagi
dalam 3-4 dosis
■ Diberikan selama 7-10 hari.
■ Efek samping: gangguan pencernaan, muncul rasa seperti logam di mulut,
nyeri saat menelan, nyeri sendi, ruam, sulit menelan, suara parau,
berkurangnya jumlah urin, ikterik, pembengkakan, dan sesak napas.
■ Kontraindikasi: pasien dengan gangguan pencernaan dan yang sedang
terapi dengan obat-obatan penghambat neruomuskular (pelemas otot).
● Metronidazol ditambahkan apabila diduga infeksi diakibatkan oleh bakteri anaerob
fakultatif.
○ Jalur pemberiannya melalui oral dan intravena dengan dosis awal 800 mg, lalu
dilanjutkan dengan 400 mg setiap 8 jam untuk orang dewasa.
○ Untuk anak-anak dapat diberikan 7,5 mg/kg bb setiap 6-8 jam.
○ Diberikan selama 7 hari.
○ Efek samping: sensasi panas, perih, atau menyengat, rasa kebas atau
kesemutan, batuk, hidung tersumbat, sakit tenggorokan, sakit kepala, mual,
kulit kering, gatal, dan terasa logam pada lidah.
○ Kontraindikasi:obat antikoagulan, gangguan fungsi hati dan ginjal, dan kulit
yang sensitif dengan matahari.
Terapi
Medikamentosa
Analgesik & Antipiretik
● Non-opioid (ketorolac, paracetamol, dan ibuprofen)
○ Ketorolac (Analgesik kuat, antipiretik lemah)
■ Diberikan pasca operasi.
■ Oral, intravena, atau intramuskular.
■ Dosis ketorolac
● Orang dewasa:
○ Oral adalah 20 mg lalu dilanjutkan 10 mg/hari setiap 4-6
jam.
○ IV diberikan 30 mg dosis tunggal atau 30 mg setiap 6 jam.
○ IM diberikan 60 mg dosis tunggal atau 30 mg setiap 6 jam.
○ Diberikan maksimal selama 5 hari.
■ Efek sampingnya adalah mengantuk, pusing, sakit kepala,
perubahan sensorik, berkeringat, mulut kering, haus, kejang, atau
nyeri dada.
■ Kontraindikasinya adalah gangguan jantung, ginjal, pembuluh
darah, pernapasan, atau DM
○ Parasetamol:
■ Oral, intravena, maupun rektal.
■ Dosis untuk orang dewasa adalah 325-650 mg setiap 4-6 jam atau 1000 mg setiap
6-8 jam.
■ Dosis untuk bayi neonatal hingga 10 hari adalah 20 mg/kg bb dilanjutkan dengan
10 mg/kg bb setiap 6 jam.
■ Dosis untuk balita dan anak-anak adalah 7,5-15 mg/ kg bb setiap 6 jam.
■ Efek samping: mual, muntah, urin berwarna gelap, ikterik, nyeri di bagian perut,
kelelahan, berkeringat, atau pucat.
■ Kontraindikasinya adalah anak-anak, gangguan hati, defisiensi G6PD, malnutrisi,
atau dehidrasi
○ Ibuprofen
■ Oral
■ Dosis 200-800 mg diulang setiap 3-4 kali sehari untuk orang dewasa.
■ Dosis untuk anak-anak di atas 6 bulan adalah 4-10 mg/kg bb setiap 6-8
jam.
■ Efek samping: perut kembung, mual, muntah, diare, konstipasi, sakit
maag, demam, sakit kepala, penurunan fungsi ginjal, atau gangguan
irama jantung
■ Kontraindikasi: adalah riwayat perdarahan pada saluran cerna, gagal
jantung, pasien dengan riwayat bypass jantung, gangguan ginjal, hati,
atau kehamilan trimester ketiga.
● Opioid
○ Fentanyl.
■ Intramuskular atau intravena maupun patch
■ Dosis 1-2 mcg/kg bb sebelum operasi dan 50-100 mcg melalui
intramuskular, diulang setiap 1- 2 jam bila perlu.
■ Patch atau transdermal, ada 4 dosis, yaitu: 25, 50, 75, dan 100 yang
artinya sebanyak dosis tersebut setiap jamnya akan dilepaskan untuk 72
jam.
■ Efek samping: Depresi napas, otot menjadi kaku, tekanan darah
menurun, detak jantung menurun, mual, muntah, dan berhalusinasi.
■ Kontraindikasi: pasien dengan riwayat depresi pernapasan, cedera
kepala, dan asma akut
Terapi
Pembedahan
Insisi
● Sebelum operasi: anamnesis kembali, pemeriksaan fisik, sudah ada
hasil dari semua pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan ->
menjelaskan dan menandatangani informed consent:
○ Pilihan pengobatan
○ Tujuan operasi
○ Manfaat
○ Indikasi
○ Teknik operasi secara umum
○ Komplikasi
Insisi

● Berpuasa selama kurang lebih:


○ 8 jam sebelum operasi untuk makanan berat,
○ 6 jam sebelum operasi untuk makanan yang sangat ringan,
teh, dan juga susu,
○ 2 jam sebelum operasi untuk air
● Terapi cairan pengganti
Drainase
● Tabung -> mengeluarkan nanah, darah, atau cairan lainnya dari luka atau
fokus infeksi.
● Indikasinya :
○ Menghilangkan ruangan yang mati
○ Mengevakuasi dan mencegah penumpukan cairan atau gas.
● Drainase ini terpasang bisa satu hari sampai berminggu-minggu -> bagian
fokus infeksi akan terus memproduksi nanah
● 57% pasien dipasangkan drainase selama 3 hari saja
● Indikasi pelepasan: cairan yang keluar sudah berhenti atau kurang dari 25
ml dalam satu hari.
Drainase
● Terbagi menjadi:
○ Terbuka vs Tertutup
○ Aktif vs Pasif
● Setelah terpasang:
○ Di sekitar drain harus sering dibersihkan -> mengurangi risiko infeksi
dan iritasi kulit
○ Secara akurat selalu mengukur dan mencatat jumlah cairan yang
keluar (drain tertutup) -> Menggantikan cairan yang hilang dengan
tambahan cairan intravena
○ Memonitor perubahan dari cairan.
Drainase
● Komplikasi :
○ Infeksi
○ Reaksi hipersensitivitas
○ Kurangnya resistensi dari jaringan sekitarnya
○ Rasa tidak nyaman dan nyeri
○ Tabung yang tertekuk dan terobstruksi
○ Diameter terlalu kecil sehingga cairan yang terlalu kental tidak dapat keluar
○ Erosi dan menimbulkan lubang yang permanen
○ Menyebabkan akumulasi dari cairan apabila terdapat kesalahan pada
pemasangan
Drainase Terbuka vs Tertutup
● Terbuka: menampung cairan di kasa / tas stoma
● Tertutup: menampung cairan di wadah -> risiko infeksi lebih
sedikit
Drainase Aktif vs Pasif
● Aktif: Mengandung penghisap
○ Keuntungan: Menjaga luka tetap kering -> efisien mengeluarkan cairan, tidak
perlu dipantau terus-menerus
○ Kerugian: daya penghisap terlalu tinggi -> melukai jaringan, dapat tersumbat
akibat jaringan
● Pasif: Aliran cairan berdasarkan perbedaan tekanan, gravitasi, dan meluap antara
tubuh dengan lingkungan.
○ Keuntungan: cairan keluar secara alami, mengeliminasi ruangan yang mati,
lebih cepat dalam penyembuhan luka
○ Kerugian: bergantung pada gravitasi sehingga posisi drain harus diperhatikan
terus-menerus dan mudah untuk tersumbat
Tipe-tipe
Drainase
Jackson-Pratt: Jenis drainase sistem Penrose: Jenis drainase sistem terbuka yang

tertutup yang aktif. Alat ini menarik pasif. Paling sering digunakan karena

cairan berlebih dengan penghisap hanya terdiri dari tabung karet yang sangat

bertekanan negatif yang konstan. elastis. Namun, alat ini paling sering
menimbulkan reaksi alergi.
Terapi luka dengan tekanan negatif: Jenis Tabung T: Jenis drainase sistem tertutup yang

drainase sistem tertutup yang aktif. Alat pasif. Menggunakan tabung “Kehr’s” yang

ini membuat luka sembuh dengan cepat dipasangkan di saluran empedu umum atau

terutama yang lukanya luas, luka bakar, di ureter dan di ujungnya terdapat kantong

luka akibat diabetes, atau luka kronik. kecil.


Tabung pada dada (chest tube): Jenis Redivac: Jenis drainase sistem tertutup yang

drainase sistem tertutup yang aktif. aktif. Biasa digunakan untuk

Digunakan pada kasus hemotoraks, mengeluarkan darah dari bawah kulit

pneumotoraks, efusi pleura, atau seperti pada operasi mastektomi atau

empiema. tiroidektomi.
Tabung endotrakeal: Digunakan untuk
Pigtail : Drainase ini biasa dipasangkan di
mempertahankan jalan napas. Indikasinya
dalam paru, ginjal, atau empedu oleh
adalah pasien tidak dapat bernapas sendiri dan
seorang radiologis.
butuh ventilator. Bahannya terbuat dari plastik
yang semi kaku dan di ujung distal terdapat
balon untuk menjaga agar tidak terjadi aspirasi
ke dalam paru juga menjaga agar tabung tidak
bergerak. Di ujung distal terhubung dengan
Ambu-bag atau ventilator.
Davol: Jenis drainase sistem tertutup yang aktif. Terbuat dari silikon yang lembut dan kenyal
serta radiopak pada rontgen. Didesain untuk mengurangi trauma pada jaringan dan
penyumbatan.
Terdiri dari 3 lapisan, bagian dalam untuk mengeluarkan cairan, bagian tengah untuk memfilter
udara dan mengurangi risiko infeksi, bagian luar bisa digunakan untuk irigasi dan memasukkan
obat-obatan.
Nasogastric Tube (NGT)

● Tabung ini masuk melalui hidung dan berakhir di lambung atau duodenum.
● Indikasi:
○ Untuk mengambil sampel dari dalam lambung
○ Makan
○ Bilas lambung
○ Memasukkan obat-obatan.
● Komplikasinya:
○ Epistaksis
○ Erosi pada bagian ruang hidung dan nasofaring
○ Penetrasi ke esofagus
○ Masuk ke dalam intracranial
○ Aspirasi.
Levin tube yang paling sering digunakan. Sump/Salem terdiri dari dua lapisan yang radiopak.
Hanya terdiri dari satu lapisan dan berfungsi Lapisan pertama untuk menghisap isi lambung dan

untuk mencegah akumulasi cairan dan gas di lapisan kedua yang berwarna biru, berbentuk seperti
ekor babi untuk membuka ruangan agar
dalam usus selama operasi, mencegah mual,
mempertahankan aliran udara atmosfer ke dalam
muntah, dan distensi dengan cara
perut. Biasa digunakan untuk mencegah luka pada
memperlambat gerakan peristaltik.
dinding lambung.
Moss tube: Tabung ini terdiri dari tiga lapisan. Sengstaken-Blakemore: Tabung ini terdiri dari
Lapisan pertama merupakan balon untuk tiga lapisan. Lapisan pertama merupakan
menjaga NGT tetap di dalam lambung. balon yang menjaga di esophagogastric
Lapisan kedua untuk memasukkan junction. Lapisan kedua juga balon untuk
makanan dan lapisan ketiga untuk aspirasi menekan varises dan lapisan ketiga untuk
serta bilas lambung. aspirasi serta bilas lambung.
Nutriflex tube: Berbentuk seperti NGT Minnesota tube : Mirip dengan Sengstaken-
Levin namun dilapisi dengan kawat yang
berbentuk spiral sehingga lebih fleksibel Blakemore hanya perbedaannya terdapat di
dan tahan. Berfungsi untuk memberi lapisan yang ada empat.
asupan makanan, radiopak, sudah dilapisi
dengan lubrikan, diaktifkan oleh sekresi
lambung, dan tidak melukai dinding
lambung.
Terapi Lainnya
Rawat Inap & Jalan
● Indikasi rawat inap:
○ Muntah berlebihan
○ Tidak dapat makan atau minum
○ Tanda dan gejala dehidrasi berat
○ Terlihat sangat lemas
○ Tanda-tanda vital tidak normal dan membahayakan
○ Sesak napas
○ Demam di atas 40 C
○ Ingin melakukan tindakan pembedahan keesokan harinya
○ Pemberian obat-obatan yang mengharuskan melalui intravena
○ Adanya tanda-tanda komplikasi dari abses leher dalam
● Jika tidak ada indikasi seperti di atas maka pasien dapat rawat jalan
Rawat Inap & Jalan

● Untuk masalah DM, -> dikonsulkan kepada dokter spesialis


penyakit dalam.
● Untuk masalah pada gigi -> dikonsulkan ke dokter gigi
Terapi Cairan

● Mengganti cairan yang keluar dari tubuh pasien.


● Perlu dilakukan penilaian ABCDE (airway, breathing, circulation,
disability, exposure), -> menilai penyebab kekurangan cairan.
● Pemberian cairan rumatan pasien dapat menggunakan rumus
holiday-segar atau rumus 4-2-1.
Terapi Cairan

Menghitung tetes cairan IV:

Tetes/ menit = Volume ml x jumlah tetes


(makrodrip/mikrodrip) / waktu (jam) x 60 (menit)

Dimana makrodip digunakan untuk anak-anak (60 tetes/menit) dan


mikrodrip digunakan untuk dewasa (20 tetes/menit).
Terapi Cairan

● Pemeliharaan cairan dapat menggunakan koloid dan kristaloid.


● Cairan kristaloid = normal saline dan ringer laktat -> komposisi
seperti cairan ekstraseluler -> kristaloid akan lebih banyak
menyebar ke ruang interstitial , ¼ di plasma -> untuk resusitasi
defisit cairan di ruang interstisial
● Cairan koloid = cairan pengganti plasma / “plasma expander”. ->
mengandung partikel onkotik dan karenanya menghasilkan
tekanan onkotik -> cenderung bertahan agak lama dalam ruang
intravaskuler -> mengembalikan volume plasma secara efektif dan
efisien
KOMPLIKASI
Penyebaran Perikontinuinatum
Obstruksi
● Biasa disebabkan abses ruang retrofaringeal.
○ Insiden puncak abses ruang retrofaringeal terjadi pada usia 3-5 tahun
○ Tidak memiliki gejala spesifik: leher sakit, leher kaku, kurangnya konsumsi cairan,
odinofagia, demam, lemas, dan bengkak di bagian leher.
○ Tanda yang menunjukkan adanya gangguan jalan nafas: suara meredam, stridor,
gangguan pernapasan, dan obstructive sleep apnea.
Obstruksi
○ Terapi:
■ Menjaga jalan nafas
■ Obat antibiotik IV dan operasi
drainase
■ Pada kasus yang gawat dimana
jalan nafas atas tertutup oleh abses,
penggunaan trakeostomi darurat
diperlukan
Aspirasi Abses
● Biasa disebabkan oleh abses retrofaring.
● Aspirasi dapat terjadi secara spontan atau saat pemasangan endotracheal tube.
● Pasien dengan aspirasi dapat datang dengan gejala takikardi, takipnea, rales, lemas,
penurunan kesadaran, demam, nyeri dada, dan hipoksemia
Aspirasi Abses
● Terapi:
○ Evaluasi jalan nafas (airway, breathing, circulation)
○ Pemberian oksigen
○ Monitor jantung
○ Pulse oximeter
○ Penggantian cairan IV sesuai indikasi
○ Penyedotan cairan melalui orofaring/trakeal dapat dilakukan namun harus melihat
indikasi pasien
Sepsis
● Sepsis adalah keadaan darurat medis yang menggambarkan respons imunologis sistemik tubuh
terhadap proses infeksi yang dapat menyebabkan disfungsi organ dan kematian.
● Sepsis menjadi salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien sakit kritis
Sepsis
● Diagnosis:
○ PCT
○ Leukositosis/ leukopenia
○ Trombositopenia),
○ Pemeriksaan laktat
○ C- Reactive Protein (CRP)
○ D-dimer
○ Proadrenomedullin (ProADM)
○ Myocardial biomarkers
● Analisis Sequential (Sepsis-related) Organ Failure (SOFA) (pemeriksaan analisa gas darah,
bilirubin, creatinine)
Mediastinitis Nekrotikan
● Penjalaran dari ruang leher yang berhubungan dengan mediastinum yaitu ruang
retrofaring, ruang bahaya, ruang prevertebra, dan ruang karotis.
○ Menyebar dari vaskuler dan ruang pre-trakeal.
○ Infeksi dapat menyebar lebih cepat karena gravitasi, pernafasan, dan tekanan
negatif intratoraks.
● Mediastinitis merupakan penyebab utama kematian pada kasus infeksi ruang leher dalam
● Gejala tidak spesifik: edema pada leher bagian bawah, takikardi, dispnea, hipoksia,
nekrosis jaringan dan nyeri dada yang berasal dari nyeri pleura.
● Bila terlambat ditangani mediastinitis nekrotikans ⇒ sepsis ⇒ kegagalan fungsi organ ⇒
kematian.
Mediastinitis Nekrotikans
● Diagnosis dapat ditegakkan dengan CT-scan dada dengan kontras
○ Kumpulan cairan
○ Abses
○ Infiltrasi gas ke jaringan lunak.
● Pengobatan:
○ Irigasi⇒ pemasangan drain
○ Trakeostomi ⇒ harus hati-hati karena risiko aspirasi
○ Pemberian antibiotik dengan dosis tinggi IV (aerob dan anaerob)
Fasiitis Nekrotikans
● Infeksi jaringan lunak
○ Nekrosis jaringan yang luas
○ Adanya gas pada jaringan subkutan, fasia, kulit dan jaringan dalam.
○ Infeksi ini juga dapat menimbulkan gas yang berbau pada jaringan subkutan.
○ DM dan HIV dapat menjadi faktor predisposisi
Fasiitis Nekrotikans
● Gejala:
○ Perubahan warna kulit
○ Demam
○ Takikardia
○ Dehidrasi
○ Hipotensi
○ Sianosis jaringan lunak & nekrosis jaringan
● Diagnosis yang digunakan adalah CT- scan
● Terapi dengan :
○ Operasi debridement agresif dan debridement serial dari setiap nekrosis yang
berlangsung
○ Antibiotik intravena (IV)
○ Trakeostomi
Sindrom Lemierre
● Infeksi pada faring ⇒ berkomplikasi pada vena jugularis interna⇒ emboli septik.
○ Dapat menyebar ke paru, sendi, kulit, jaringan lunak, dan organ lain.
● Gejala:
○ Takikardia
○ Hipotensi,
○ Saturasi oksigen yang rendah (< 95%).
● Pemeriksaan laboratorium:
○ Leukositosis (neutrositosis) dan meningkatnya
○ ↑ C-reactive protein (CRP)
Sindrom Lemierre
● Pemeriksaan imaging: trombosis pada vena internal jugular.
● Diagnosis:
○ Adanya riwayat infeksi traktus aerodigestif
○ Tanda-tanda trombosis vena jugularis interna
○ Abses pada paru dan sendi
● Terapi:
○ Antibiotik (penisilin, karbapenem) dan metronidazole.
○ Durasi pemberian antibiotik 10 hari hingga 8 minggu namun rata-rata diberikan selama 4 minggu.
○ Diberikan IV sampai pasien terkontrol baru oral
Komplikasi yang Melibatkan Arteri Karotis
● Menyebar ke ruang karotis merupakan ⇒ arteri karotis dan vena jugularis
interna, n. Vagus, dan trunkus simpatikus servikal
● Komplikasi:
○ Perdarahan arteri karotis
○ Trombosis
○ Pseudoaneurisma ⇒ oklusi pada arteri dan gangguan serebrovaskular
○ Sepsis.
● Terapi pasien harus dirawat dan diberikan antibiotika dosis tinggi secara
intravena.
Prognosis
● Prognosis baik bila ditangani dengan benar dan tepat waktu.
○ Namun bergantung pada imunitas dan derajat keparahan infeksi
pasien.
● Angka mortalitas pasien abses leher dalam 1-25%.
● Pasien yang pengobatannya tertunda dapat mengalami banyak komplikasi
dan masa pemulihan yang lebih lama.
● Tidak ada kecenderungan kambuh.
BAB III
Kesimpulan
● Umur 46-60 tahun.
● Pada orang dewasa -> penyebaran infeksi dari gigi
● Pada anak-anak -> infeksi dari tonsil.
● Terjadi di ruang-ruang dalam rongga leher -> dilapisi oleh fasia yang dibagi menjadi dua:
fasia superfisial dan dalam -> mengelilingi bagian leher dalam.
● Terdapat ruang-ruang di dalam regio leher dalam -> berpotensi menjadi tempat terjadinya
abses leher dalam: ruang parafaring, ruang bukal, ruang submandibula, ruang sublingual,
ruang peritonsil, ruang bahaya, ruang retrofaring, ruang prevertebra, ruang mastikator, ruang
parotis, ruang karotis, dan ruang pretrakea.
Kesimpulan
● Gejala klinis secara umum: demam, nyeri, trismus, disfagia, odinofagia, dan terdapat
pembengkakan di area yang terinfeksi.
● Bakteri: Klebsiella pneumoniae, Streptococcus anginosus, dan Staphylococcus aureus ->
antibiotik dosis tinggi dan juga tetap dibutuhkan drainase dari abses.
● Pemeriksaan penunjang: rontgen servikal lateral dan antero-posterior, rontgen toraks, tomografi
komputer, pemeriksaan darah laboratorium, dan terkadang dibutuhkan rontgen panoramiks.
● Diagnosis bandingnya bergantung dari tanda dan gejalanya.
● Tatalaksananya secara umum adalah pembuangan cairan nanah secara menyeluruh, kultur bakteri,
dan uji kepekaan antibiotik -> kultur bakteri dan uji kepekaan antibiotik membutuhkan waktu
yang lama -> antibiotik diberikan berdasarkan data pola bakteri yang sering mengakibatkan
infeksi (empiris).
Kesimpulan
● Dibutuhkan terapi medikamentosa lainnya -> analgesik dan antipiretik serta terapi cairan.
● Komplikasi:
○ Mediastinitis nekrotikans = infeksi ruang leher menyebar sampai ke mediastinum
○ Fasiitis nekrotikans = infeksi menyebar ke jaringan lunak servikal dan menyebabkan
nekrosis jaringan,
○ Sindrom lemierre = tromboflebitis pada vena jugularis interna
○ Bakteremia dan komplikasi yang melibatkan arteri karotis -> ancaman untuk vena
jugularis interna, n. Vagus, trunkus simpatikus servikal, dan arteri karotis.
Referensi
1. Noviladi, Pulungan MR. Pola Kuman Abses Leher Dalam. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fak
Kedokt Univ Andalas Padang. 2019;1–9.
2. Fascial Layers - Deep - Superficial - TeachMeAnatomy [Internet]. 2018 [dikutip 7 Maret 2021]. Tersedia pada:
https://teachmeanatomy.info/neck/misc/fascial-layers/
3. Axial Head & Neck [Internet]. 2019 [dikutip 7 Maret 2021]. Tersedia pada:
http://spinwarp.ucsd.edu/NeuroWeb/Anatomy/ent-12.html
4. Pathology Outlines - Staging [Internet]. 2018 [dikutip 7 Maret 2021]. Tersedia pada:
https://www.pathologyoutlines.com/topic/thyroidstaging.html
5. Arliando MA, Utama DS. Prevalensi Abses Leher Dalam di RSUP dr . Mohammad Hoesin Palembang Periode 1 Januari
2012 – 31 Desember 2015. Maj Kedokt Sriwij. 2017;(3):124–33.
6. Berbudi A, Rahmadika N, Tjahjadi AI, Ruslami R. Type 2 Diabetes and its Impact on the Immune System. Curr Diabetes
Rev [Internet]. 28 Oktober 2019 [dikutip 5 Maret 2021];16(5):442–9. Tersedia pada: /pmc/articles/PMC7475801/
7. Rijal S, Romdhoni AC. Bacteria Pattern, Results of Antibiotic Sensitivity Test, and Complications of Deep Neck Abscess
Patients in Dr. Soetomo General Hospital. Biomol Heal Sci J. 2018;1(2):124.
8. Sathasivam P. Head and neck infections in diabetic patients. J Assoc Physicians India [Internet]. 2018 [dikutip 6 Maret
2021];66(September):84–8. Tersedia pada: https://www.japi.org/s2a4c434/head-and-neck-infections-in-diabetic-patients
9. National Health Service. Abscess - Causes - NHS [Internet]. 2019 [dikutip 7 Maret 2021]. Tersedia pada:
https://www.nhs.uk/conditions/abscess/causes/
10. Sharma K, Das D, Joshi M, Barman D, Sarma AJ. Deep Neck Space Infections-A Study in Diabetic Population in a Tertiary
Care Centre. Indian J Otolaryngol Head Neck Surg [Internet]. 1 Maret 2018 [dikutip 5 Maret 2021];70(1):22–7. Tersedia
pada: /pmc/articles/PMC5807292/
Referensi
11. Andika Retno. Jurnal Sinusitis Bakterial. 2017 [dikutip 26 September 2018]; Tersedia pada: https://dokumen.tips/documents/jurnal-
sinusitis-bakterial-andika-retno.html
12. Yang S-W. Deep neck abscess: an analysis of microbial etiology and the effectiveness of antibiotics. Infect Drug Resist [Internet]. 2018
[dikutip 6 Maret 2021];1. Tersedia pada: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3108716/
13. clinical junior.com - quinsy peritonsillitis management treatment incision drainage [Internet]. 2020 [dikutip 7 Maret 2021]. Tersedia
pada: http://www.clinicaljunior.com/entoncallquinsy.html
14. Novialdi, Prijadi J. Diagnosis dan penatalaksanaan abses peritonsil. Diagnosis dan Penatalaksanaan Abses Peritonsil. 2016;1–10.
15. Chen Z, Liu J, Zhao J, Han J, Yang D. Transoral approach for draining parapharyngeal space abscesses involving multiple maxillofacial
spaces. Otorhinolaryngol Neck Surg. 2019;4(5).
16. Thomas K, Gupta M, Gaba S, Gupta M. Tubercular Retropharyngeal Abscess With Pott’s Disease in an Elderly Male Patient. Cureus
[Internet]. 24 Mei 2020 [dikutip 7 Maret 2021];12(5). Tersedia pada: https://www.cureus.com/articles/32779-tubercular-retropharyngeal-
abscess-with-potts-disease-in-an-elderly-male-patient
17. Lizar EN, Yotosudarmo H, Imanto M. Abses Parafaringeal , Submandibular dan Subtracheal dengan Komplikasi Fistula Faringokutan
Parapharyngeal , Submandibular and Subtracheal Abscess with Pharyngocutaneus Fistule. Majority. 2017;6(3):69–74.
18. Martínez-Laguna D, Farran-Aragonés A. Ludwig’s angina. FMC - Form Médica Contin en Atención Primaria [Internet]. 2019 [dikutip 7
Maret 2021];13(4):237–8. Tersedia pada: https://smilecreationdental.com/patient-education/true-dental-emergency/ludwigs-angina/
19. Al-Baharna H, Al-Mubaireek H, Arora V. Bezold’s abscess: A case report and review of cases over 14 years. Indian J Otol [Internet]. 1
Juli 2018 [dikutip 7 Maret 2021];22(3):148. Tersedia pada: http://www.indianjotol.org/text.asp?2016/22/3/148/187978
20. Photograph of a patient with parotid abscess prior to treatment. | Download Scientific Diagram [Internet]. [dikutip 7 Maret 2021].
Tersedia pada: https://www.researchgate.net/figure/Photograph-of-a-patient-with-parotid-abscess-prior-to-treatment_fig1_7590619
Referensi
21. Dental abscess | Radiology Reference Article | Radiopaedia.org [Internet]. 2020 [dikutip 6 Maret 2021]. Tersedia
pada: https://radiopaedia.org/articles/dental-abscess
22. Almuqamam M, Gonzalez F, Kondamudi N. Deep Neck Infections - StatPearls - NCBI Bookshelf [Internet].
StatPearls. 2021 [dikutip 7 Maret 2021]. Tersedia pada: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513262/
23. Kim YJ, Kim JD, Ryu HI, Cho YH, Kong JH, Ohe JY, et al. Application of radiographic images in diagnosis and
treatment of deep neck infections with necrotizing fasciitis: A case report. Imaging Sci Dent [Internet]. 2021 [dikutip
6 Maret 2021];41(4):189–93. Tersedia pada: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3251794/
24. Sepsis Alliance. Testing for Sepsis [Internet]. 2020 [dikutip 7 Maret 2021]. Tersedia pada:
https://www.sepsis.org/sepsis-basics/testing-for-sepsis/
25. PUSAT INFORMASI OBAT NASIONAL [Internet]. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. 2020
[dikutip 7 Maret 2021]. Tersedia pada: http://pionas.pom.go.id/monografi/benzilpenisilin-penisilin-g
26. BRAWIJAYA U. ANALGESIK, ANTIINFLAMASI, ANTIPIRETIK [Internet]. 2020 [dikutip 7 Maret 2021].
Tersedia pada: http://vlm.ub.ac.id/pluginfile.php/45436/mod_resource/content/1/ANALGESIK%2C
ANTIINFLAMASI DAN ANTIPIRETIK nofan.pdf
27. Auret K, Schug SA. Pain management for the cancer patient - Current practice and future developments. Best Pract
Res Clin Anaesthesiol [Internet]. Desember 2013 [dikutip 27 April 2018];27(4):545–61. Tersedia pada:
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S1521689613000967
28. Asyari A. Penatalaksanaan Abses Submandibula dengan Penyulit Uremia dan Infark Miokardium Lama. Bagian
Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fak Kedokt Univ Andalas Padang. 2019;2(Gambar 1):1–7.
29. Charles HW. Abscess Drainage. Semin Intervent Radiol [Internet]. 1 Desember 2018 [dikutip 7 Maret
2021];29(4):325–36. Tersedia pada: /pmc/articles/PMC3577622/
30. Jackson Pratt (JP) Drain | Saint John’s Cancer Institute [Internet]. 2019 [dikutip 6 Maret 2021]. Tersedia pada:
https://www.saintjohnscancer.org/melanoma/patient-resources/jackson-pratt-jp-drain/
Referensi
31. Developments in chest tube management – Thoracic Surgery [Internet]. 2019 [dikutip 6 Maret 2021]. Tersedia pada:
https://thoracics.org/2015/08/24/developments-in-chest-tube-management/
32. Clinical Guidelines (Nursing) : Pleural and mediastinal drain management after cardiothoracic surgery [Internet]. 2020 [dikutip 6 Maret
2021]. Tersedia pada:
https://www.rch.org.au/rchcpg/hospital_clinical_guideline_index/Pleural_and_mediastinal_drain_management_after_cardiothoracic_surge
ry/
33. LEVIN’S TUBE [Internet]. 2020 [dikutip 7 Maret 2021]. Tersedia pada: https://www.mnvmedical.com/en/levins-tube-xml-
265_1494_1501_1503_1505-13848.html
34. Nasogastric Tubes and Sump Tubes by CR Bard | Medline Industries, Inc. [Internet]. 2019 [dikutip 7 Maret 2021]. Tersedia pada:
https://punchout.medline.com/product/Nasogastric-Tubes-By-CR-Bard/Gastric-Sump-Tubes/Z05-PF28440?
question=&index=P7&indexCount=7
35. bntube – Moss Tubes, Inc. [Internet]. 2018 [dikutip 7 Maret 2021]. Tersedia pada: https://www.mosstubes.com/product/mark-iv-nasal-
tube/bntube/
36. Sengstaken-Blakemore Tube | medCampus [Internet]. 2018 [dikutip 7 Maret 2021]. Tersedia pada:
https://www.medcampus.io/medpixx/sengstaken-blakemore-tube-5de2b0908e1f4c00011bfe92
37. PVC Evacuator Kits and Wound Drains | Healthcare Supply Pros [Internet]. 2019 [dikutip 6 Maret 2021]. Tersedia pada:
https://surgicalsupplies.healthcaresupplypros.com/buy/closed-wound-drainage/pvc-evacuator-kits-and-wound-drains
38. Sugawara E, Nikaido H. Rawat Inap. Airlangga [Internet]. 2019 [dikutip 7 Maret 2021];58(12):7250–7. Tersedia pada:
https://rsgm.unair.ac.id/index.php/instalasi-pendukung/rawat-inap
39. Salam SH. Dasar-dasar Terapi Cairan dan Elektrolit. Bahan Kuliah FK Unhas. 2018;2:1–21.
40. LeRiger MM, Miler V, Tobias JD, Raman VT, Elmaraghy CA, Jatana KR. Potential for severe airway obstruction from pediatric
retropharyngeal abscess. Int Med Case Rep J [Internet]. 23 November 2017 [dikutip 7 Maret 2021];10:381–4. Tersedia pada:
/pmc/articles/PMC5703170/
Referensi
41. Lin J, Wu XM, Feng JX, Chen MF. Retropharyngeal abscess presenting as acute airway obstruction in a 66-year-old woman: A case
report. World J Clin Cases [Internet]. 2019 [dikutip 7 Maret 2021];7(22):3838–43. Tersedia pada: /pmc/articles/PMC6887600/
42. Ibrahim MIS, Nik Mohd NK, Mohamad A, Shukri NM. Sudden rupture of an acute retropharyngeal abscess in children: A grave lesson.
Egypt J Ear, Nose, Throat Allied Sci. 1 Juli 2018;17(2):119–21.
43. Sanivarapu RR, Gibson J. Aspiration Pneumonia [Internet]. StatPearls. StatPearls Publishing; 2021 [dikutip 7 Maret 2021]. Tersedia
pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29261921
44. Gyawali B, Ramakrishna K, Dhamoon AS. Sepsis: The evolution in definition, pathophysiology, and management. SAGE Open Med
[Internet]. Januari 2019 [dikutip 7 Maret 2021];7:205031211983504. Tersedia pada: /pmc/articles/PMC6429642/
45. Figures [Internet]. 2018 [dikutip 7 Maret 2021]. Tersedia pada:
https://www.medscape.com/content/2004/00/49/32/493246/493246_fig.html
46. Ma C, Zhou L, Zhao JZ, Lin RT, Zhang T, Yu LJ, et al. Multidisciplinary treatment of deep neck infection associated with descending
necrotizing mediastinitis: a single-centre experience. J Int Med Res [Internet]. 1 Desember 2019 [dikutip 7 Maret 2021];47(12):6027–40.
Tersedia pada: /pmc/articles/PMC7045650/
47. Wallace HA, Perera TB. Necrotizing Fasciitis [Internet]. StatPearls. StatPearls Publishing; 2021 [dikutip 7 Maret 2021]. Tersedia pada:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28613507
48. Gore MR. Odontogenic necrotizing fasciitis: A systematic review of the literature [Internet]. Vol. 18, BMC Ear, Nose and Throat
Disorders. BioMed Central Ltd.; 2018 [dikutip 7 Maret 2021]. Tersedia pada: /pmc/articles/PMC6094465/
49. Kusuma YA, Sunarso B. PENATALAKSANAAN ABSES RETROFARING DENGAN KOMPLIKASI MEDIASTINITIS DAN
EMPIEMA TORAKS. THT-KL vol5 [Internet]. 2018 [dikutip 7 Maret 2021]; Tersedia pada: http://www.journal.unair.ac.id/download-
fullpapers-thtkl5ecd4e1d4cfull.pdf
50. Salami A, Assouan C, Garba I, Konan E. An unusual cause of Lemierre Syndrome. J Stomatol Oral Maxillofac Surg. 1 September
2019;120(4):358–60.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai