Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Ibadah haji adalah rukun Islam yang kelima dan merupakan kewajiban umat
islam untuk berhaji minimal sekali seumur hidup. Hal ini dianjurkan kepada umat
muslim yang mampu dalam arti luas, yaitu mampu secara jasmani maupun rohani
(mampu secara fisik maupun mental/ istithaah) dan juga mampu secara finansial,
dalam arti memiliki dana yang cukup untuk menjalankan ibadah haji1.
Masyarakat muslim Indonesia yang menunaikan ibadah haji mencapai 200
ribu orang lebih setiap tahunnya, dengan risiko kesehatan yang masih cukup tinggi.
Proporsi jemaah haji risiko tinggi berkisar 30-45%, sebagian besar karena usia
lanjut dan penyakit metabolik terbanyak berupa hipertensi dan diabetes melitus
berkisar 25-37%2. Kota Palembang menjadi salah satu kota di Indonesia dengan
jumlah jamaah haji yang terkategori risiko tinggi (yaitu jamaah haji dengan usia
lebih dari 60 tahun, menderita penyakit menular tertentu, wanita hamil, menderita
penyakit kronis dan penyakit tertentu) dan tingginya jumlah jamaah yang
meninggal dunia waktu menunaikan ibadah haji pada tahun 2015-20162.
Profil jemaah haji Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir cenderung tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Sebanyak 55 s/d 56% jemaah haji Indonesia
merupakan ibu rumah tangga dengan tingkat pendidikan masih tergolong rendah
sampai menengah. Berdasarkan data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu
Kesehatan (Siskohatkes), hampir setiap tahun sekitar 60 s/d 67% dari total jemaah
haji yang berangkat ke Tanah Suci, tergolong dalam kelompok Risiko Tinggi (Risti)
yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan jemaah haji dalam
menjalankan ibadahnya di Tanah Suci. Angka kesakitan dan kematian cenderung
berfluktuatif, namun masih dapat dinyatakan tinggi3.
Secara umum, Istithaah Kesehatan Jemaah Haji didefinisikan sebagai
kemampuan jemaah haji dari aspek kesehatan yang meliputi fisik dan mental yang
terukur dengan pemeriksaan dan pembinaan yang dapat dipertanggungjawabkan
sehingga jemaah haji dapat menjalankan ibadahnya sesuai tuntunan agama Islam3.

1
Penanganan masalah kesehatan jamaah selama ibadah haji perlu di
tingkatkan dari tahun ke tahun terutama dalam bidang kesehatan jamaah. Dinas
Kesehatan sangat berperan penting untuk dijadikan suatu wadah yang berkerja
sama dengan Puskesmas yang berada sesuai domisilinya masing-masing untuk
melayani pemeriksaan kesehatan jamaah. Pelayanan kesehatan calon jamaah haji
meliputi perencanaan sebelum keberangkatan, pelaksanaan, pemeriksaan, dan
perbaikan3.
Secara umum, kondisi kesehatan jemaah haji dipengaruhi oleh faktor risiko
internal dan faktor risiko eksternal. Faktor risiko internal antara lain usia,
pendidikan (mayoritas jemaah haji Indonesia adalah lulusan sekolah dasar dan
menengah), penyakit yang dideritanya (umumnya degeneratif dan penyakit kronis),
dan perilaku jemaah haji. Sedangkan faktor risiko eksternal, yang mempengaruhi
kejadian penyakit dan dapat memperberat kondisi kesehatan jemaah antara lain
lingkungan fisik (suhu dan kelembaban udara, debu), sosial, psikologis, serta
kondisi lainnya yang mempengaruhi daya tahan tubuh jemaah haji. Faktor risiko
terutama faktor risiko internal sangat berhubungan dengan karakteristik atau profil
jemaah haji Indonesia3.
Penyakit degeneratif, metabolik dan kronis masih mendominasi sebagai
penyakit yang diderita oleh jemaah haji terutama jemaah haji dengan usia lanjut.
Setiap tahunnya, jemaah haji Indonesia yang wafat di Arab Saudi sebagian besar
disebabkan oleh penyakit jantung, pernapasan, ginjal, metabolik,dan hipertensi3.

1.1 Rumusan Masalah


Bagaimana distribusi calon jemaah haji tahun 2018 di Puskesmas
Dempo Palembang?

1.2 Tujuan Penelitian


1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui distribusi distribusi calon jemaah haji tahun 2018 di
Puskesmas Dempo Palembang

2
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui jumlah calon jemaah haji tahun 2018 di Puskesmas Dempo
Palembang
2. Mengetahui distribusi calon jemaah haji tahun 2018 berdasarkan jenis
kelamin di Puskesmas Dempo Palembang.
3. Mengetahui distribusi calon jemaah haji tahun 2018 berdasarkan usia di
Puskesmas Dempo Palembang.
4. Mengetahui distribusi calon jemaah haji tahun 2018 berdasarkan
pendidikan di Puskesmas Dempo Palembang.
5. Mengetahui distribusi calon jemaah haji tahun 2018 berdasarkan
pekerjaan di Puskesmas Dempo Palembang.
6. Mengetahui distribusi calon jemaah haji tahun 2018 berdasarkan hasil
tes kebugaran di Puskesmas Dempo Palembang.
7. Mengetahui distribusi calon jemaah haji tahun 2018 berdasarkan hasil
tes kesehatan di Puskesmas Dempo Palembang.

1.3 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian dapat dijadikan data sebagai bahan rujukan dan
pembanding untuk penelitian selanjutnya.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi yang berguna
bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kedokteran.

1.5.2 Manfaat Praktis


Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan penulis khususnya kepada seluruh dokter umum agar dapat
mencegah komplikasi yang ditimbulkan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jemaah Haji


2.2.1. Pengertian Jemaah Haji
Secara bahasa (Etimologi), Jemaah diambil dari kata
jama’a, artinya mengumpulkan sesuatu dengan mendekatkan
sesuatu dengan mendekatkan sebagian dengan sebagian lain. Seperti
kalmia jama’tuhu (saya telah mengumpulkannya); fajtama’a (maka
berkumpulah). Kata tersebut juga berasal dari kata iftima’
(perkumpulan). Jemaah juga berarti kaum yang bersahabat dalam
suatu masalah4.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) jemaah atau
jemaah yang mana dalam penulisan yang benar atau sesuai Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD) adalah jemaah (je· ma·ah) yaitu
adalah kumpulan atau rombongan orang beribadah, orang banyak
atau public.5
Demikian pula pengertian jemaah secara istilah
(Terminologi), jemaah mempunyai arti yang berbeda-beda sesuai
dengan konteks kalimat dan kaitannya. Pertama, dikaitkan dengan
kata “ahlu sunnah” sehingga menjadi ahlu sunnah wal jemaah,
yang berarti golongan yang mengikuti sunah dan tradisi Nabi
Muhammad SAW serta berada dalam kumpulan kaum muslim.
Kedua, istilah jemaah dikaitkan dengan ijma’ sebagai sumber
hukum. Ijma’ merupakan hasil kesepakatan jemaah dalam suatu
masalah yang di dalamnya terdapat silang pendapat. Ketiga, istilah
jemaah dengan imam atau pemimpin, yang berarti komunitas kaum
muslimin (jemaah) yang dipimpin seorang imam.
Istilah jemaah juga berkaitan dengan masalah shalat,
terutama dalam pelaksanaan shalat jum’at yang harus mencukupi
jumlah 40 orang. Sehingga jika jumlah ini tidak terpenuhi, maka

4
shalatnya tidak sah. Mazhab-mazhab lain berpendapat bahwa jika
pengertian jemaah telah terpenuhi – ditinjau dari segi jumlahnya,
tiga orang atau lebih, termasuk imam – maka sholat jum’at sah. Hal
ini disebutkan arti dari istilah jemaah itu sendiri, yaitu jamak,
6
banyak, atau lebih dari tiga orang.
Sebagai salah satu dari rukun Islam yang kelima, pengertian
haji diambil dari etimologi bahasa Arab dimana kata haji
mempunyai arti qashad, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja.
Menurut istilah syara’ haji ialah sengaja mengunjungi Ka’bah untuk
melaksakan serangkaian amal ibadah sesuai dengan syarat dan
7
rukun tertentu. Sedangkan pengertian jemaah haji adalah Warga
Negara Indonesia beragama Islam yang telah mendaftarkan diri dan
melunasi biaya BPIH pada kantor Kemeng/Kabupaten/Kota
berdasarkan kuota yang tersedia untuk menunaikan ibadah haji
sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan pemerintah
8
Indonesia.

2.2.2. Klasifikasi Jemaah Haji


Sebagaimana pengertian jemaah haji yang telah disebutkan.
Klasifikasi jemaah haji Indonesia menurut tingkat kondisi
kesehatannya adalah sebagai berikut:
a Jemaah haji mandiri adalah jemaah haji yang memiliki
kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji tanpa tergantung
kepada bantuan alat/obat dan orang lain.
b Jemaah haji observasi adalah jemaah haji yang memiliki
kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji dengan bantuan
alat atau obat.
c Jemaah haji pengawasan adalah jemaah haji yang memiliki
kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji dengan bantuan

5
alat atau obat dan orang lain.
d Jemaah haji tunda adalah jemaah haji yang kondisi
kesehatannya tidak memenuhi syarat untuk mengikuti
perjalanan haji.
e Jemaah haji resiko tinggi adalah jemaah haji dengan kondisi
kesehatan yang secara epidemiologi beresiko sakit dan atau
mati selama perjalanan ibadah haji, meliputi :
1) Jemaah haji lanjut usia.
2) Jemaah haji penderita penyakit menular tertentu yang tidak
boleh terbawa keluar dari Indonesia berdasarkan peraturan
kesehatan yang berlaku.
3) Jemaah haji wanita hamil.
4) Jemaah haji dengan ketidakmampuan tertentu
9
terkait penyakit kronis dan atau penyakit tertentu lainnya.

2.2. Kebijakan Menteri Kesehatan Mengenai Jemaah Haji


Sebagaimana kita ketahui, Menterian Kesehatan
mengeluarkan Permenkes baru terkait Kesehatan Haji, berupa
Permenkes Nomor 15 Tahun 2016 Tentang Istit{a’ah
Kesehatan Jemaah Haji. Istita’ah Kesehatan Jemaah Haji
merupakan kemampuan Jemaah Haji dari aspek kesehatan
yang meliputi fisik dan mental yang terukur dengan
pemeriksaan. Beberapa yang yang baru pada Permenkes
Nomor 15 Tahun 2016 Tentang Istit{a’ah Kesehatan Jemaah
Haji adalah pada pembagian kriteria penetapan Status
Kesehatan Jemaah haji.10
Beberapa dasar hukum yang menjadi latar belakang
Permenkes ini diantaranya :
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia

6
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Ibadah Haji

3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

4. Undang-Undang nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa

5. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang


Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji

6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 442 Tahun


2009 Tentang PedomanPenyelenggaraan Kesehatan
Haji Indonesia;
7. Peraturan Menteri Agama Nomor 14 Tahun
2012 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler
8. Peraturan Menteri Agama Nomor 15 Tahun
2012 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus

Beberapa pengertian yang termaktub (Pasal 1) Dalam Peraturan


Menteri ini antara lain:11
1. Jemaah haji adalah Warga Negara Indonesia, beragama Islam dan telah
mendaftarkan diri untuk menunaikan ibadah haji sesuai dengan
persyaratan yang di tetapkan.
2. Istit{a’ah adalah kemampuan Jemaah Haji secara jasmaniah, ruhaniah,
pembekalan dan keamanan untuk menunaikan ibadah haji tanpa
menelantarkan kewajiban terhadap keluarga.
3. Istit{a’ah Kesehatan Jemaah Haji adalah kemampuan Jemaah Haji dari
aspek kesehatan yang meliputi fisik dan mental yang terukur dengan
pemeriksaan yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga Jemaah Haji
dapat menjalankan ibadahnya sesuai tuntunan Agama Islam.12
4. Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji adalah rangkaian kegiatan penilaian
status kesehatan Jemaah Haji yang diselenggarakan secara komprehensif.
5. Pembinaan Istit{a’ah Kesehatan Haji adalah serangkaian kegiatan

7
terpadu, terencana, terstruktur dan terukur, diawali
dengan Pemeriksaan Kesehatan pada saat mendaftar menjadi Jemaah
Haji sampai masa keberangkatan ke Arab Saudi.
 Pada Pasal 2 disebutkan, Pengaturan Istit{a’ah Kesehatan Haji
bertujuan untuk terselenggaranya Pemeriksaan Kesehatan dan
Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji agar dapat menunaikan ibadahnya
sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam.13
 Pada Pasal 3, Terhadap Jemaah Haji harus dilakukan Pemeriksaan
Kesehatan dan Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji dalam rangka
Istit{a’ah Kesehatan Haji.
 Pasal 5, Pemeriksaan Kesehatan dilakukan sebagai dasar pelaksanaan
Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji dalam rangka Istit{a’ah Kesehatan
Jemaah Haji.
 Pada Pasal 6, beberapa tahap pemeriksaan kesehatan jemaah haji
meliputi beberapa tahap berikut:
1. Tahap pertama; di puskesmas dan/atau rumah sakit pada saat jemaah
Haji melakukan pendaftaran untuk mendapatkan nomor porsi.
2. Tahap kedua; dilaksanakan oleh Tim Penyelenggara Kesehatan
Haji Kabupaten/Kota di puskesmas dan/atau rumah sakit pada saat
pemerintah telah menentukan kepastian keberangkatan Jemaah
Haji pada tahun berjalan.
3. Tahap ketiga. dilaksanakan oleh PPIH Embarkasi Bidang Kesehatan
di embarkasi pada saat Jemaah Haji menjelang
pemberangkatan.Pasal 7, Berdasarkan Pemeriksaan Kesehatan tahap
pertama ditetapkan status kesehatan Jemaah Haji Risiko Tinggi atau
tidak Risiko Tinggi. Status Kesehatan Risiko Tinggi ditetapkan bagi
Jemaah Haji dengan kriteria:

1. berusia 60 tahun atau lebih; dan/atau\

2. memiliki faktor risiko kesehatan dan gangguan kesehatan yang


potensial menyebabkan keterbatasan dalam melaksanakan ibadah haji.

8
Penetapan Status Kesehatan Jemaah Haji Risiko Tinggi dituangkan
dalam surat keterangan hasil Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji
yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh dokter pemeriksa kesehatan
haji (Pasal 8).14
 Pada Pasal 9 disebutkan, Berdasarkan Pemeriksaan kesehatan tahap
kedua ditetapkan Istit{a’ah Kesehatan Jemaah Haji. Istit{a’ah
Kesehatan Jemaah Haji meliputi:
1. Memenuhi Syarat istit{a’ah Kesehatan Haji.
2. Memenuhi Syarat istit{a’ah Kesehatan Haji dengan pendampingan
3. Tidak Memenuhi Syarat istit{a’ah Kesehatan Haji untuk Sementara;
atau
4. Tidak Memenuhi Syarat istit{a’ah Kesehatan Haji.
 Pasal 10: Jemaah Haji yang ditetapkan memenuhi syarat Istit{a’ah
Kesehatan Haji merupakan Jemaah Haji yang memiliki kemampuan
mengikuti proses ibadah haji tanpa bantuan obat, alat, dan/atau orang
lain dengan tingkat kebugaran jasmani setidaknya dengan kategori
cukup wajib berperan aktif dalam kegiatan promotif dan preventif
 Sementara penentuan tingkat kebugaran dilakukan melalui
pemeriksaan kebugaran yang disesuaikan dengan karakteristik
individu Jemaah Haji. Jemaah Haji yang ditetapkan memenuhi syarat
istit{a’ah Kesehatan Haji dengan pendampingan merupakan Jemaah
Haji dengan kriteria (Pasal 11):
1. berusia 60 tahun atau lebih; dan/atau
2. menderita penyakit tertentu yang tidak masuk dalam kriteria
3. Tidak memenuhi syarat istit{a’ah sementara dan/atau tidak
memenuhi syarat Istit{a’ah.
 Jemaah Haji yang ditetapkan tidak memenuhi syarat istit{a’ah
kesehatan haji merupakan Jemaah Haji dengan kriteria (Pasal 12):
1. Tidak memiliki sertifikat vaksinasi Internasional (ICV) yang sah;
Menderita penyakit tertentu yang berpeluang sembuh, antara lain
tuberkulosis sputum BTA positif, Resistance, Diabetes Melitus

9
Tidak Terkontrol, Hipertiroid, HIV-AIDS dengan Diare Kronik,
Stroke Akut, Perdarahan Saluran Cerna, Anemia Gravis;
2. Suspek dan/atau konfirm penyakit menular yang berpotensi
wabah;
3. Psikosis Akut;
4. Fraktur tungkai yang membutuhkan Immobilisasi;
5. Fraktur tulang belakang tanpa komplikasi neurologis; atau
6. Hamil yang diprediksi usia kehamilannya pada saat keberangkatan
kurang dari 14 minggu atau lebih dari 26 minggu

Selanjutnya pada pasal 13 disebutkan, berbagai kriteria Jemaah Haji


yang ditetapkan Tidak Memenuhi Syarat istit{a’ah Kesehatan Haji
merupakan Jemaah Haji, antara lain :
1. Kondisi klinis yang dapat mengancam jiwa, antara lain
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) derajat IV, Gagal
Jantung Stadium IV, Chronic Kidney DiseaseStadium IV
dengan peritoneal dialysis/ hemodialisis reguler, AIDS
stadium IV dengan infeksi oportunistik, Stroke
Haemorhagic luas;
2. Gangguan jiwa berat antara lain skizofrenia berat, dimensia
berat, dan retardasi mental berat;
3. Jemaah dengan penyakit yang sulit diharapkan
kesembuhannya, antara lain keganasan stadium akhir,
Tuberculosis Totaly Drugs Resistance (TDR), sirosis
atauhepatoma decompensata.

 Pasal 17, Pembinaan Kesehatan dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan


Kesehatan Jemaah Haji. Pembinaan Kesehatan merupakan upaya untuk
mempersiapkan Istit{a’ah Kesehatan Haji. Sedangkan jenis dan metode
Pembinaan Kesehatan meliputi kegiatan penyuluhan, konseling, latihan
kebugaran, pemanfaatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu), pemanfaatan

10
media massa, penyebarluasan informasi, kunjungan rumah, dan manasik
kesehatan.15

 Berdasarkan periode pelaksanannya (Pasal 18), Pembinaan dalam rangka


istit{a’ah Kesehatan Jemaah Haji terdiri atas Pembinaan Istit{a’ah
Kesehatan Jemaah haji masa tunggu, dan Pembinaan istit{a’ah Kesehatan
Jemaah haji masa keberangkatan; Sedangkan pelaksanaan Pembinaan
Kesehatan, dilakukan secara terintegrasi dengan program kesehatan di
kabupaten/kota, antara lain keluarga sehat, pencegahan penyakit
menular, Posbindu penyakit tidak menular, pembinaan kelompok olah raga
dan latihan fisik, serta Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Lansia.
 Pada Pasal 19 disebutkan bahwa Pembinaan istit{a’ah Kesehatan Jemaah
Haji masa tunggu dilakukan terhadap seluruh Jemaah Haji setelah
memperoleh nomor porsi yang disesuaikan dengan hasil Pemeriksaan
Kesehatan.
 Pada pasal 20, Pembinaan masa keberangkatan dilakukan kepada Jemaah
Haji yang akan berangkat pada tahun berjalan. Jemaah haji yang dimaksud
merupakan Jemaah Haji dengan penetapan:
1. memenuhi syarat istit{a’ah Kesehatan Haji;
2. memenuhi syarat istit{a’ah Kesehatan Haji dengan pendampingan; atau
tidak memenuhi syarat istit{a’ah Kesehatan Haji untuk sementara.
Pada pedoman teknis ini disebutkan bahwa pemeriksaan
kesehatan merupakan upaya identifikasi status kesehatan sebagai
landasan karakterisasi, prediksi dan penentuan cara eliminasi faktor
risiko kesehatan. Sementara tujuan Umum pemeriksaan kesehatan haji
adalah terselenggaranya pemeriksaan, perawatan, dan pemeliharaan
kesehatan jemaah haji sebelum keberangkatan melalui pendekatan etika,
moral, keilmuan, dan profesionalisme dengan menghasilkan kualifikasi data
yang tepat dan lengkap sebagai dasar pembinaan dan perlindungan
kesehatan jemaah haji di Indonesia dan pengelolaan kesehatan jemaah haji
di Arab Saudi.

11
Ruang Lingkup pemeriksaan kesehatan jemaah haji adalah
penilaian statu kesehatan bagi jemaah haji yang telah memiliki nomor porsi
sebagai upaya penyiapan kesanggupan ber-haji melalui mekanisme baku
pada sarana pelayanan kesehatan terstandar yang diselenggarakan secara
kontinum (berkesinambungan) dan komprehensif (menyeluruh) Sedangkan
sasaran pemeriksaan kesehatan jemaah haji meliputi:16
1. Petugas pemeriksa kesehatan jemaah haji
2. Pengelola program kesehatan haji
3. Instansi pemerintah di semua jenjang administrasi yang bertanggung
jawab dalam penyelenggaraan kesehatan haji
4. Organisasi profesi terkait penyelenggaraan haji
5. Lembaga Swadaya Masyarakat terkait penyelenggaraan haji

2.3. Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji


Pada pemeriksaan kesehatan tahap pertama,secara garis besar
dijelaskan sebagai berikut Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama
adalah upaya penilaian status kesehatan pada seluruh jemaah haji,
menggunakan metode pemeriksaan medis yang dibakukan untuk
mendapatkan data kesehatan bagi upaya-upaya perawatan dan
pemeliharaan, serta pembinaan dan perlindungan. Pelaksanaan
pemeriksaan dilakukan oleh oleh Tim Pemeriksa Kesehatan di Puskesmas
yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Fungsi
Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama antara lain:
a Identifikasi, karakterisasi dan prediksi, serta penentuan metode
eliminasi faktor risiko kesehatan jemaah haji.
b Dasar upaya perawatan dan pemeliharaan kesehatan, serta upaya-upaya
pembinaan dan perlindungan kesehatan jemaah haji.
Pemeriksaan kesehatan dilakukan sesuai protokol standar profesi
kedokteran meliputi pemeriksaan medis dasar sebagai berikut :17
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik

12
c. Pemeriksaan penunjang
d. Penilaian kemandirian
e. Tes Kebugaran

Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua adalah upaya


penilaian status kesehatan terhadap jemaah haji tahun
berjalan untuk memperoleh data status kesehatan terkini
bagi evaluasi upaya perawatan, pemeliharaan, pembinaan
dan perlindungan, serta rekomendasi penetapan status
kelaikan pemberangkatan haji. Data kesehatan terkini
diperoleh melalui kompilasi data perawatan, pemeliharaan
dan rujukan. Pemeriksaan kesehatan rujukan dilaksanakan
oleh Tim Pemeriksa Kesehatan di Rumah Sakit. Penetapan
rumah sakit dan Tim Pemeriksa Kesehatan dilakukan
oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.

Fungsi pemeriksaan kesehatan tahap kedua, antara lain untuk :


1. Menyediaan data status kesehatan jemaah yang lengkap dan terkini melalui
kompilasi hasil pemeriksaan kesehatan tahap pertama, pemeriksaan dalam
rangka perawatan dan atau pemeliharaan, serta pemeriksaan rujukan.
2. Identifikasi, karakterisasi dan prediksi, serta penentuan metode eliminasi faktor
risiko kesehatan jemaah haji.
3. Dasar upaya perawatan dan pemeliharaan kesehatan, serta upaya-upaya
pembinaan dan perlindungan kesehatan jemaah haji.
Berdasarkan dua tahap pemeriksaan kesehatan haji diatas kemudian
digunakan sebagai alat untuk penetapan kelayakan kesehatan jamaah
haji.Penetapan Kelaikan Kesehatan merupakan upaya penentuan kelaikan
jemaah haji untuk mengikuti perjalanan ibadah haji dari segi kesehatan, dengan
mempertimbangkan hasil Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama dan Kedua
melalu pertemuan yang dibuat khusus untuk keperluan tersebut oleh Tim
Pemeriksa Kesehatan Puskesmas, Tim Pemeriksa Kesehatan Rumah Sakit, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Dinas Kesehatan Provinsi selambat- lambatnya

13
dua minggu sebelum operasional perjalanan ibadah haji. Status kesehatan
dikategorikan menjadi 4, yaitu Mandiri, Observasi, Pengawasan dan Tunda.
Berdasarkan pedoman teknis ini, juga disebutkan, berdasarkan peraturan
Kesehatan Internasional disebutkan jenis-jenis penyakit menular tertentu sebagai
alasan pelarangan kepada seseorang untuk keluar-masuk antar negara, yaitu ;18

1. Penyakit Karantina: (1).Pes (plague); (2). Kolera (cholera); (3).Demam


kuning (yellow fever); (4).Cacar (small pox); (5). Tifus bercak wabahi
(typhus anthomaticus infectiosa/louse borne typhus); (6).Demam balik-
balik (louse borne relapsing fever); (7).Penyakit menular lain yang
ditentukan kemudian.

2. Penyakit menular, yang menjadi perhatian WHO: (1).Tuberkulosis paru


dengan BTA positip; (2).Kusta tipe multi basiler; (3).SARS (Severe
Acute Respiratory Syndrome); (4).Avian influenza (AI); (5). Influenza
A baru (H1N1); (6).Penyakit menular lain yang ditentukan kemudian.

3. Ketentuan Keselamatan Penerbangan; a). Penyakit tertentu yang berisiko


kematian dikarenakan ketinggian/ penerbangan; b). Usia kehamilan;

Jemaah haji dinyatakan tidak memenuhi syarat apabila:


1. Status kesehatan termasuk kategori Tunda.
2. Mengidap salah satu atau lebih penyakit menular tertentu pada saat
di embarkasi.
3. Tidak memenuhi persyaratan keselamatan penerbangan.

Dalam pedoman teknis pemeriksaan kesehatan haji ini juga dilampirkan


beberapa dasar hukum dan pedoman antara lain:
1. Keputusan Bersama Menteri Agama Republik Indonesia Dan
Menteri Kesehatan Dan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia
Nomor 458 Tahun 2000 dan Nomor 1652.A/Menkes-
Kesos/SKB/XI/2000 Tentang Calon Haji Wanita Hamil untuk

14
Melaksanakan Ibadah Haji Surat Pernyataan Jemaah Haji Wanita
Pasangan Usia Subur(PUS).
2. Petunjuk Pengisian Buku Kesehatan Jemaah Haji (BKJH)
3. Surat Rujukan Pemeriksaan Kesehatan
4. Surat Rujukan Balik Pemeriksaan Kesehatan
5. Surat Keterangan Pengobatan
6. Hasil Pemeriksaan Kesehatan Puskesmas
7. Hasil Pemeriksaan Kesehatan Rujukan
8. Hasil Pemeriksaan Kesehatan Rujukan

Sesuai Keputusan Bersama Menteri Agama Republik Indonesia dan


Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Republik indonesia tentang
calon haji wanita Hamil untuk melaksanakan ibadah haji, antara lain
disebutkan bahwa calon haji wanita hamil yang diijinkan untuk menunaikan
ibadah haji harus memenuhi persyaratan :
1. Telah mendapat suntikan vaksinasi meningitis paling lama 2 (dua)
tahun sebelum keberangkatan haji dengan bukti International
Certivicate of Vaccination (ICV) yang sah.
2. Pada saat berangkat dari embarkasi usia
kehamilan mencapai sekurang¬kurangnya 14 (empat
belas) minggu dan sebanyak-banyaknya 26 (dua puluh enam)
minggu.
3. Tidak tergolong dalam kehamilan risiko tinggi, baik untuk ibu serta
janinnya, yang dinyatakan dengan keterangan dari dokter spesialis
kebidanan dan penyakit kandungan yang memiliki surat ijin praktik.
4. Menyerahkan surat pernyataan tertulis di atas kertas bermeterai
yang ditandatangani oleh yang bersangkutan dan diketahui oleh
suaminya atau pihak keluarganya yang lain sebagaimana contoh
Pemeliharaan kebugaran jasmani bagi Jemaah haji
dimaksudkan sebagai sarana mencapai dan menjamin kondisi
kesehatan yang optimal menjelang keberangkatan sampai kembali

15
ke Tanah Air. Pelaksanaannya dapat secara mandiri dan kelompok,
berkesinambungan sejak di daerah asal , di perjalanan, embarkasi/
debarkasi haji , selama di Arab Saudi dan setelah kembali ke Tanah
Air.

2.4 Tes Kebugaran18


Komponen Kebugaran Jasmani, terdiri dari 2 kelompok yaitu:
1. Kebugaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan (Health related
fitness) Terdiri dari daya tahan jantung-paru, daya tahan dan kekuatan otot,
fleksibilitas dan komposisi tubuh.
a) Daya tahan Jantung-Paru (Cardiorespiratory Endurance) merupakan
komponen yang terpenting dalam penilaian status kebugaran jasmani
atau stamina seseorang dan sangat dibutuhkan dalam kegiatan ibadah
haji. besarnya daya tahan jantung-paru diukur dengan menilai volume
oksigen maksimal yang dapat digunakan oleh tubuh (V02max).
b) Kekuatan dan Daya Tahan Otot (Muscle Strength and Endurance)
adalah kemampuan otot untuk melakukan kontraksi yang berulang-
ulang terhadap suatu beban submaksimal dan maksimal dalam jangka
waktu tertentu merupakan kemampuan untuk mengatasi kelelahan dan
penurunan kekuatan otot ini akan mengganggu keseimbangan tubuh
dan peningkatan risiko jatuh. Pada kegiatan ibadah haji kekuatan dan
daya tahan otot sang at diperlukan pada tungkai, lengan dan punggung
misalnya sa at melakukan tawaf, melontar jumroh, naik turun tangga,
kegiatan yang banyak berdiri dan berjalan, membawa barang bawaan
dll.
c) Fleksibilitas/Kelenturan (Flexibility) adalah kemampuan persendian
untuk melakukan gerakan dalam ruang gerak sendi secara maksimal.
keleluasaan gerak tubuh pada persendian sangat dipengaruhi oleh
elastisitas otot, tendon dan ligamen sekitar sendi serta sendi itu sendiri.
mem.pengaruhi postur tubuh seseorang, mempermudah gerak tubuh,

16
mengurangi kekakuan, meningkatkan keterampilan dan mengurangi
risiko terjadinya cedera.
d) Komposisi tubuh (Body composition) terdiri dari massa tubuh tanpa
lemak dan lemak tubuh. Parameternya terdiri dari: Indeks massa tubuh
adalah berat badan yang diukur dalam satuan kg dibagi tinggi badan
dalam meter kuadrat yang menggambarkan proporsi berat badan
terhadap tinggi badan. Ukuran Lingkar Pinggang
2. Kebugaran jasmani yang berhubungan dengan keterampilan (Skill related
fitness) terdiri dari komponen kecepatan gerak, kelincahan, keseimbangan,
waktu/ kecepatan reaksi, koordinasi dan daya ledak otot.
Berdasarkan hal tersebut di atas , komponen kebugaran jasmani yang
penting bagi jemaah haji adalah : 1. Daya tahan jantung-paru
(kardiorespirasi) 2. Kekuatan dan daya tahan otot 3. Kelenturan 4.
Keseimbangan 5. Oaya ledak otot (power)

2.4.Latihan Fisik Bagi Jemaah Haji18


Jemaah haji sebaiknya tetap melakukan aktivitas fisik di rumah setiap hari
secara teratur disesuaikan dengan kondisi kesehatan . Sementara bagi jemaah haji
yang bekerja tetap melakukan aktivitas fisik di tempat kerja seperti naik turun
tangga, berjalan cepat antar ruangan, dll.
Kebugaran jasmani yang baik dapat dicapai dengan menambah aktivitas
fisik dengan latihan fisik sebelum, selama dan setelah beribadah haji secara baik,
benar, terukur dan teratur. Jemaah haji risiko tinggi yang akan melakukan latihan
fisik harus dengan pertimbangan medis yang cukup dengan prinsip aman dan
memberikan manfaat yang optimal, sehingga dapat meningkatkan kondisi fisik
jemaah haji.

2.4.1 Manfaat Latihan Fisik 18


a) Mengendalikan atau mengendalikan berat badan , sehingga menurunkan
risiko menjadi obesitas ;
b) Mencegah, menurunkan atau mengendalikan tekanan darah tinggi ;

17
c) Mencegah, menurunkan atau mengendalikan gula darah pad a penderita
diabetes tipe 2;
d) Memperkuat otot jantung dan meningkatkan kapasitas jantung ;
e) Mengurangi risiko penyakit pembuluh darah tepi ;
f) Meningkatkan kadar kolesterol HDL;
g) Menurunkan kadar kolesterol LDL;
h) Mencegah atau mengurangi terkena risiko osteoporosis pada wanita;
i) Membantu mengendalikan stress dan mengurangi kecemasan serta depresi
dan menirnbulkan rasa percaya diri khususnya pada kegiatan yang
dilakukan secara berkelompok;
j) Memperbaiki fleksibiltas otot dan sendi serta memperbaiki postur tubuh
sehingga. dapat mencegah nyeri punggung bawah;
k) Meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga mengurangi risiko penyakit
menular (misalnya influenza);
l) Meningkatkan kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap perubahan
suhu dan kelembaban lingkungan (aklimatisasi).

2.4.2 Kontra Indikasi Latihan18


a. Kontra Indikasi mutlak : Pada kondisi ini jemaah haji sama sekali tidak
dianjurkan untuk melakukan latihan fisiko 1. Ada kelainan EKG istirahat , dengan
adanya kemungkinan infark 2. Angina pectoris tidak stabll 3. Aritmia Ventrikel
tidak terkontrol 4. Hipertensi tidak terkontrol 5. Diabetes tipe 2 yang tidak
terkontrol atau Diabetes tipe 1 6. Thrombophlebitis 7. I nfeksi akut 8. Psikosis
b. Kontra Indikasi relatif : Pada kondisi ini jemaah haji dapat melakukan latihan
fisik dengan pengawasan tenaga kesehatan terlatih. 1. Gangguan elektrolit darah 2.
Hipertensi 160/ 100 mmHg 3. Kadar gula darah sewaktu 250 mg/dL 4. Penyakit
infeksi kronis (TBC aktif ) 5. Gangguan neuromuskular, muskuloskeletal atau
radang sendi

18
2.4.3 Prinsip- Prinsip Latihan Fisik18
a. Perlu menerapkan prinsip latihan fisik yang baik, benar, terukur, dan teratur
untuk mencegah timbulnya dampak yang tidak diinginkan.
b. Latihan fisik terdiri dari latihan pemanasan, latihan inti dan diakhiri dengan
latihan pendinginan. Latihan pemanasan dan latihan pendinginan berupa
peregangan dan relaksasi otot serta sendi serta dilakukan secara hati-hati dan tidak
berlebihan.
c. Frekuensi latihan fisik dilakukan 3-5 x/minggu dengan selang 1 hari istirahat.
d. Latihan fisik dilakukan pada intensitas ringan-sedang dengan denyut nadi : 70-
80% x Denyut Nadi Maksima (DNM) untuk jemaah haji sehat dan 60-70% x
Denyut Nadi Maksimal (DNM) untuk jemaah haji risti. DNM = 220 - umur.
e. Latihan fisik dilakukan secara bertahap dan bersifat individual, namun dapat
dilakukan secara mandiri dan berkelompok
f. Latihan fisik bagi jemaah haji risti dilakukan di bawah pengawasan tenaga
kesehatan yang terlatih dalam kesehatan olahraga.
Seorang jemaah haji sebelum melaksanakan program latihan fisik, terlebih dahulu
dilakukan pemeriksaan kesehatan terkait dengan kelayakan untuk mengikuti latih
an risiko Pemeriksan ini dapat digabungkan atau terpisah dengan pemeriksaan kes
ehatan I bagi jemaahhaji sebagai syarat dalam pendaftaran sebagai jemaah haji. Pe
meriksaan diawali dengan mengisi formulir kelaikan untuk melakukan program la
tihan fisik serta ada tidaknya kontra indikasi mutlak atau relatif dalam mengikuti l
atihan fisiko Pengisian formulir dapat dilakukan dengan panduan oleh seorang pet
ugas kesehatan (perawat atau bidan)

19
Keterangan :
A. Petugas menyiapkan formulir PARQ & You (Physical Activity Readiness
Questionnaire& You)dengan menanyakan identitas Jemaah haji seperti : nama,
jenis kelamin, umur, alamat d,;ln jenis pekerjaan .
B. Menanyakan ke 7 butir pertanyaan yang terdapat dalam formulir Par
Q & You dengan jawaban yang sebenarnya. Yaitu :

20
Bila terdapat satu atau lebih jawaban Ya, maka Jemaahhaji dikonsultasikan untuk
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter.
Pemeriksaan dilakukan untuk menentukan layak atau tidak dilakukan
pengukuran kebugaran jasmani berdasarkan ada tidaknya kontra indikasi . Jika
tidak layak, maka jemaah haji perlu mendapatkan penatalaksanaan pengobata
n yang sesuai dengan penyakitnya atau bila perlu merujuknya. Pengobatan dilak
ukan sampai Jemaah haji layak untuk dilakukan pengukuran kebugaran jasma
ni.
C. Bagi Jemaah haji usia > 40 tahun yang menjawab tidak dalam semua p
ertanyaan ParQ & You atau layak setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan,
maka dilakukan skrining EKG istirahat.
D. Jika pada skrining EKG istirahat ditemukan kelainan (tidak layak) maka
Jemaah haji diobati atau dirujuk dulu.
E. Jika pada skrining EKG istirahat tidak ditemukan kelainan (Iayak) dilanju
tkan dengan pengukuran kebugaran jasmani sesuai dengan syarat-
syarat pengukuran.
F. Jika pada EKG pembebanan selama pengukuran kebugaran jasmani ditem
ukan kelainan maka peserta dirujuk.

21
G. Hasil dari pengukuran kebugaran jasmani didapatkan tingkat kebugaran ja
smaninya.
H. Pemilihan program olahraga disesuaikan dengan Jemaah haji sehat dan Je
maah haji risiko tinggi
I. Pemantauan harus selalu dilakukan saat berolahraga maupun selama melak
sanakan program olahraga, seperti adanya keluhan, cedera, dll.
J. Evaluasi program dilakukan setelah program olahraga berlangsung selama 6 b
ulan, dengan melakukan pemeriksaan tingkat kebugaran kembali.

22
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis penelitian


Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat
deskriptif observasional dengan desain cross sectional (potong lintang).

3.2. Lokasi dan waktu penelitian


3.2.1. Lokasi
Penelitian dilakukan di bagian Instalasi Rekam Medik Puskesmas Dempo
Palembang.

3.2.2. Waktu
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober hingga November 2018

3.3. Populasi penelitian


3.3.1. Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh calon jemaah haji Puskesmas Dempo
Palembang tahun 2018.

3.4. Kriteria Inklusi


 Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah semua rekam medik
calon jemaah haji di Puskesmas Dempo Palembang tahun 2018.

3.5 Cara Pengambilan Data


Data diambil dari data elektronik rekam medis calon jemaah haji Puskesmas
Dempo Palembang tahun 2018.

23
3.6 Variabel Penelitian
3.6.1 Variabel Bebas (Independent Varible)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah profil sampel yaitu, jenis kelamin,
usia, pendidikan, pekerjaan, tes kebugaran dan hasil tes kesehatan.

3.6.2 Variabel Terikat (Dependent Variable)


Sebagai variabel terikat dalam penelitian ini adalah semua calon jemaah haji
di Puskesmas Dempo Palembang tahun 2018.

3.7 Definisi Operasional


No. Definisi Operasional Alat ukur Skala Ukur Keterangan
1 Jenis Jenis kelamin pasien Rekam Nominal 1. Pria
kelamin medik 2. Wanita
2. Usia Usia calon jemaah Rekam Ordinal 1. <40
haji di Puskesmas medik 2. 41-50
Dempo Palembang 3. 51-60
4. >60
3. Pendidikan Pendidikan calon Rekam Nominal 1. SD
jemaah haji di medik 2. SMP
Puskesmas Dempo 3. SMA
Palembang 4. Sarjana
4. Pekerjaan Pekerjaan calon Rekam Nominal 1. Pelajar
jemaah haji di medik /mahasiswa
Puskesmas Dempo 2. Ibu Rumah
Palembang Tangga
3. Pegawai
swasta
4. Petani/nelayan
5. TNI/POLRI
6. PNS

24
7. Pensiunan
8. Wiraswasta

5. Tes Hasil tes kebugaran Rekam Nominal 1. Tidak


kebugaran calon jemaah haji di medik dilakukan
Puskesmas Dempo 2. Kurang
Palembang 3. Cukup
4. Baik
6. Tes Hasil tes kesehatan Rekam Nominal 1. Dislipidemia
Kesehatan calon jemaah haji di medik 2. Hipertensi
Puskesmas Dempo 3. DM
Palembang 4. Hipotensi
5. Kardiomegali
6. Osteoartritis
7. Dispepsia
8. PPOK
9. Asma
10. HHD

3.8 Cara Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder rekam medik calon jemaah
haji di Puskesmas Dempo Palembang tahun 2018.

25
3.9 Kerangka operasional

Pengumpulan data sekunder (elektronik) calon jemaah haji di


Puskesmas Dempo Palembang tahun 2018.

Memenuhi kriteria inklusi

Memasukkan data hasil rekam medik

Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data

Kesimpulan

26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Dempo Palembang pada bulan


Oktober – November 2018. Sumber data pada penelitian ini adalah data sekunder
dengan melihat catatan rekam medik jemaah haji tahun 2018 yang melakukan
pemeriksaan tahap I dan tahap II Puskesmas Dempo Palembang
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat
yakni variabel jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, tes kebugaran dan
penyakit yang diderita. Berdasarkan penelitian, didapatkan 523 jemaah haji yang
datang ke Puskesmas Dempo Palembang. Hal ini berbeda dengan jumlah jemaah
haji yang datang ke Puskesmas Dempo Palembang tahun 2017 sebanyak 838 orang.
Hal ini terjadi karena adanya keterbatasan kuota haji yang ditentukan dari
pemerintah.

4.1 Hasil
4.1.1 Distribusi Calon Jamaah Haji Kota Palembang di Puskesmas Dempo Tahun
2018 Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.1 Distribusi Calon Jamaah Haji Kota Palembang di Puskesmas Dempo
tahun 2018
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 250 47
Perempuan 273 53
Total 523 100

Berdasarkan table 4.1, Distribusi Calon Jamaah Haji Kota Palembang


di Puskesmas Dempo Tahun 2018 berdasarkan jenis kelamin lebih didominasi
perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari tabel diatas yaitu

27
calon jemaah haji perempuan sebanyak 273 orang (53%) dan calon jemaah haji
laki-laki sebanyak 250 orang (47%).

4.1.2 Distribusi Calon Jamaah Haji Kota Palembang di Puskesmas Dempo tahun
2018 berdasarkan Usia

Tabel 4.2 Distribusi Calon Jamaah Haji Kota Palembang di Puskesmas Dempo
tahun 2018 berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Persentase (%)
<40 71 14
41-50 92 18
51-60 245 46
>60 115 22
Total 523 100
Dari tabel 4.2 distribusi calon jamaah haji Kota Palembang di Puskesmas
Dempo tahun 2018 berdasarkan Usia didapatkan hasil bahwa calon jemaah haji
terbanyak berada pada kisaran usia 51-60 tahun. Hal ini dapat dilihat dari 523 calon
jemaah haji, 71 orang berusia <40 tahun (14%), 92 orang berusia 41-50 orang
(18%), 245 orang berusia 51-60 tahun (46%), dan 115 orang berusia >60 tahun
(22%).
Walaupun didominasi oleh kelompok usia non lansia, namun jumlah lansia
(berumur lebih dari 60 tahun) yang mengikuti ibadah haji tahun 2018 tergolong
banyak yaitu berjumlah 115 orang (22%). Jamaah haji usia lanjut tersebut
memerlukan pengawasan yang lebih dari petugas haji khususnya terkait dengan
masalah kesehatannya.

4.1.3 Distribusi Calon Jamaah Haji Kota Palembang di Puskesmas Dempo tahun
2018 berdasarkan Pendidikan

Tabel 4.3 Distribusi Calon Jamaah Haji Kota Palembang di Puskesmas


Dempo tahun 2018 berdasarkan Pendidikan

28
Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
SD 132 25
SMP 103 20
SMA/SMU 132 25
Sarjana 156 30
Total 523 100
Dari tabel 4.3, distribusi calon jamaah haji Kota Palembang di Puskesmas
Dempo tahun 2018 berdasarkan Pendidikan menunjukkan bahwa calon jemaah haji
lebih banyak berasal dari sarjana. Hal ini dapat dilihat dari 523 calon jemaah haji,
132 orang berpendidikan SD (25%), 103 orang berpendidikan SMP (20%), 132
orang berpendidikan SMA (25%), dan 156 orang berpendidikan Sarjana (30%).

4.1.4 Distribusi Calon Jamaah Haji Kota Palembang di Puskesmas Dempo tahun
2018 berdasarkan Pekerjaan

Tabel 4.4 Distribusi Distribusi Calon Jamaah Haji Kota Palembang di Puskesmas
Dempo tahun 2018 berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
Pelajar/Mahasiswa 10 2
Ibu Rumah Tangga 150 29
Swasta 124 23
Petani/nelayan 20 4
BUMN/BUMD 25 5
Pedagang 29 6
ABRI/TNI/POLRI 5 1
PNS 115 21
Pensiunan 35 7
Wiraswasta 10 2
Total 523 100

29
Dari tabel 4.5, distribusi Calon Jamaah Haji Kota Palembang di Puskesmas
Dempo tahun 2018 berdasarkan Pekerjaan menunjukkan bahwa pekerjaan pasien
lebih banyak ibu rumah tangga. Hal ini dapat dilihat dari 523 calon jemaah haji, 10
orang merupakan pelajar/mahasiswa (2%), 150 orang merupakan ibu rumah tangga
(29%), 124 orang merupakan swasta (23%), 20 orang merupakan petani/nelayan
(4%), 25 orang merupakan BUMN/BUMD (5%), 29 orang merupakan pedagang
(6%), 5 orang merupakan ABRI/TNI/POLRI (1%), 115 orang merupakan PNS
(21%), 35 orang merupakan pensiunan (7%) dan 10 orang merupakan wiraswasta
(2%).

4.1.5 Distribusi Calon Jamaah Haji Kota Palembang di Puskesmas Dempo tahun
2018 berdasarkan Tes Kebugaran

Tabel 4.5 Distribusi Calon Jamaah Haji Kota Palembang di Puskesmas Dempo
tahun 2018 berdasarkan Kebugaran
Tes kebugaran Frekuensi Persentase (%)
Tidak dilakukan 58 11
Kurang 102 19
Cukup 318 61
Baik 45 9
Total 523 100

Dari tabel 4.5, distribusi Calon Jamaah Haji Kota Palembang di Puskesmas
Dempo tahun 2018 berdasarkan tes kebugaran menunjukkan bahwa calon peserta
haji terbanyak masuk dalam kategori cukup. Hal ini dapat dilihat dari 523 calon
jemaah haji, 58 orang merupakan tidak melakukan tes kebugaran (11%), 102 orang
masuk kategori kurang (19%), 318 orang masuk kategori cukup (61%), dan 45
orang masuk kategori baik.

30
4.1.6 Distribusi Calon Jamaah Haji Kota Palembang di Puskesmas Dempo tahun
2018 berdasarkan hasil tes kesehatan
Tabel 4.6 Distribusi Calon Jamaah Haji Kota Palembang di Puskesmas Dempo
tahun 2018 berdasarkan hasil tes kesehatan
Hasil tes
kesehatan Frekuensi Persentase (%)
Dislipidemia 303 58
Hipertensi 101 20
DM 37 7
Hipotensi 24 5
Kardiomegali 23 4
Osteoartritis 18 3
Dispepsia 13 2
PPOK 2 0,4
Asma 1 0,3
HHD 1 0,3
Total 523 100

Dari tabel 4.6, distribusi Calon Jamaah Haji Kota Palembang di Puskesmas
Dempo tahun 2018 berdasarkan hasil tes kesehatan menunjukkan bahwa penyakit
terbanyak calon peserta haji adalah dislipidemia. Hal ini dapat dilihat dari 523 calon
jemaah haji, 303 orang menderita dislipidemia (58%), 101 orang menderita
hipertensi (20%), 37 orang menderita DM (7%), 24 orang menderita hipotensi
(5%), 23 orang menderita kardiomegali (4%), 18 orang menderita osteoartritis, 13
orang menderita dispepsia (2%), 2 orang menderita PPOK (0,4%), 1 orang
menderita asma (0,3%) dan 1 orang menderita HHD (0,3).

31
4.2 Pembahasan
4.2.1 Karakteristik Jemaah Calon Haji kota Palembang Tahun 2018
Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Palembang menyatakan bahwa dari
jumlah penduduk Kota Palembang sebesar 8.160.901 jiwa yang terdiri dari
4.147.140 jiwa penduduk laki-laki dan 4.013.761 penduduk perempuan19.
Berdasarkan data tersebut dapat tergambar bahwa penduduk laki-laki kota
Palembang sedikit lebih banyak daripada Palembang. Namun, dalam penelitian ini
calon jemaah haji kota Palembang sedikit lebih banyak perempuan.
Usia merupakan karakteristik yang dimiliki jamaah haji yang membedakan
tingkat kedewasaan jamaah haji. Semakin tua dan beragamnya permasalahan pada
usia lanjut, semakin tidak patuh mereka terhadap pengobatan. Pada penderita usia
lanjut terdapat berbagai perubahan pada daya tahan tubuh dan perubahan anatomi
maupun fungsi pada sistem organ tubuh yang dapat menjadi alasan kenapa seorang
usia lanjut lebih mudah terkena infeksi dibanding usia muda2. Dalam artikel yang
ditulis Qomariah menunjukkan bahwa risiko kematian golongan umur tua lebih
tinggi dibandingkan dengan umur golongan muda. Proporsi kematian jamaah haji
umur 60 tahun atau lebih besar 74,6% sedangkan, angka kematian jamaah haji umur
dibawah 60 tahun sebesar 1,3% dan umur diatas 60 tahun sebesar 12,5%. Dengan
demikian risiko kematian jamaah haji umur diatas 60 tahun 10 kali lebih besar dari
kematian jamaah haji di bawah 60 tahun. Berdasarkan analisis ASDR (jumlah
kematian golongan umur tertentu/ jumlah jamaah golongan umur tertentu dikali
1.000) tampak bahwa kematian tertinggi terjadi pada golongan umur 81-91 tahun
(46,7%). Ada kecenderungan semakin tinggi golongan umur jamaah maka ASDR
akan semakin tinggi. Hal ini berarti bahwa semakin tua umur jamaah semain besar
pula risiko jamaah untuk meninggal. Oleh sebab itu, perlu adanya penanganan
khusus bagi jamaah calon haji kota Palembang yang memiliki 22 % jamaah calon
haji lansia baik terkait kesehatan maupun perilaku kesehatannya karena usia lanjut
memiliki daya tahan dan kondisi yang lemah sehingga lebih rentan menyebabkan
kematian20.
Berdasar tingkat pendidikan, sebagian besar jamaah haji berpendidikan
sarjana. Menurut Mantra dalam Lestari (2009), bahwa tingkat pendidikan formal

32
dari seseorang dapat dikatakan sebagai modal dasar baginya untuk lebih mudah
memahami sesuatu yang disampaikan kepadanya. Makin tinggi tingkat pendidikan
formal seseorang diharapkan ia akan lebih mudah menerima dan mengerti tentang
informasi-informasi yang diperolehnya. Orang dengan tingkat pendidikan yang
tinggi akan lebih mudah memahami apa yang dia dapatkan dibandingkan orang
dengan pendidikan yang rendah. Namun, kondisi kota Palembang tidak sama
dengan yang tergambar pada jamaah haji Indonesia yang pada tahun 2005, 2006,
dan 2007 yaitu pada tingkat pendidikan kurang dari atau sama dengan SD. Menurut
Purwanto dalam Lestari (2009) secara teori semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka semakin tinggi pula pengetahuannya, sebaliknya semakin rendah
tingkat pendidikannya maka semakin rendah pula tingkat pengetahuannya21.
Untuk jenis pekerjaan, sebagai perbandingan di Indonesia berdasarkan data
Profil Kesehatan Jamaah Haji Indonesia tahun 2008, menggambarkan bahwa
jamaah haji Indonesia pada tahun 2005, 2006 dan 2007 memiliki jenis pekerjaan
sebagai Ibu rumah tangga dan selanjutnya disusul bekerja disektor swasta. Hal ini
sama dengan kota Palembang yang menggambarkan ibu rumah tangga menempati
urutan pertama untuk pekerjaan jamaah haji kota Palembang tahun 201822.
Untuk tes kebugaran, kota Palembang sendiri terkategori cukup. Artinya
hampir rata-rata para peserta secara fisik mampu menjalankan ibadah haji dengan
baik.

4.2.2 Status Kesehatan Jamaah Calon Haji 20,22


Berdasarkan Risiko Tinggi Perkelompok Umur, dari data Profil Kesehatan
Haji tahun 2008 diketahui bahwa dalam lima belas tahun terakhir (1995-2008)
angka kematian jamaah haji Indonesia berkisar antara 2,0-3,9 per 1000 jamaah atau
0,5-0,9 per hari per 10.000 jamaah. Risiko wafat pada usia lanjut sangat tinggi.
Jamaah pada kelompok usia 60 tahun ke atas berkisar antara 20-25% dari
keseluruhan jamaah, tetapi sekitar 70% jamaah wafat terjadi pada kelompok usia
ini. Menurut Qomariah dalam artikelnya menyatakan bahwa dari 756 kematian
jemaah haji pada tahun 1997, ternyata hampir 91% disebabkan oleh karena penyakit
kardiovaskuler, penyakit paru, cerebro vaskuler, penyakit hati, diabetes melitus dan

33
sengatan panas yang diperkirakan mempunyai hubungan dengan kondisi awal di
tanah air, faktor lingkungan di Arab Saudi dan kegiatan fisik. Sedangkan 9%
lainnya disebabkan oleh miningitis, kecelakaan, dan lain-lain. Dilihat dari penyebab
kematian tersebut terdapat kecenderungan bahwa penyebab kematian tersebut
kemungkinan telah diderita oleh jamaah haji di tanah air mengingat penyebab
kematian adalah penyakit kronis. Proporsi jamaah haji risiko tinggi tiap tahunnya
berkisar 10-30 %, jamaah haji usia lanjut sekitar 28,78%, sedangkan hipertensi
berkisar 25-37%. Menurut Penelitian Arsyad Ramli Ali (2009) dari 305 jemaah haji
penyakit hipertensi menempati urutan yang pertama sebesar 44,9% (137 orang).
Kondisi status kesehatan jamaah haji ini tidak jauh beda dengan kota Palembang,
hal ini tergambar dari persentase hasil Pemeriksaan Kesehatan Jemaah haji tahun
2018. Semua jemaah calon haji yang mendapat status kesehatan Lansia (>=60
tahun) dan resiko tinggi pada pemeriksaan kesehatan tahap pertama akan
dilanjutkan untuk pemeriksaan tahap kedua. Hal ini bertujuan untuk lebih
memastikan kondisi jemaah calon haji kota Palembang tahun 2018 dan menjadi
bahan pertimbangan tim kesehatan untuk memberikan status kesehatan pada
jemaah calon haji.

34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap distribusi calon jemaah haji


Palembang periode 2018 di Puskesmas Dempo, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:

1. Berdasarkan distribusi data, didapatkan total calon jemaah haji Palembang


periode 2018 berjumlah 523 orang .
2. Distribusi calon jemaah haji Palembang periode 2018 berdasarkan jenis
kelamin, didominasi oleh perempuan (53%) daripada laki-laki (47%).
3. Distribusi calon jemaah haji Palembang periode 2018 berdasarkan usia,
diantaranya didominasi usia 51-60 tahun (46%) sedangkan usia <40 tahun
(14%), usia 41-50 tahun (18%), dan usia >60 tahun (22%).
4. Distribusi calon jemaah haji Palembang periode 2018 berdasarkan
pendidikan, diantaranya didominasi sarjana (30%) sedangkan SD (25%),
SMP (20%), dan SMA (25%).
5. Distribusi calon jemaah haji Palembang periode 2018 berdasarkan
pekerjaan, diantaranya didominasi ibu rumah tangga (29%) sedangkan
pelajar/mahasiswa (2%), pegawai swasta (23%), petani/nelayan (4 %),
pegawai BUMN/BUMD (5%), pedagang (6%), TNI/POLRI (1%), PNS
(21%), pensiunan (7%), dan wiraswasta (2%).
6. Distribusi calon jemaah haji Palembang periode 2018 berdasarkan hasil tes
kebugaran, diantaranya didominasi kategori cukup (61%) sedangkan tidak
dilakukan (11%), kurang (19%), dan baik (9%).
7. Distribusi calon jemaah haji Palembang periode 2018 berdasarkan status
kesehatan, diantaranya didominasi penyakit dislipidemia (58%) sedangkan
hipertensi (20%), DM (7%), hipotensi (5%), kardiomegali (4%),
osteoartritis (3%), dispepsia (2%), PPOK (0,4%), asma (0,3%), dan HHD
(0,3%).

35
5.2. Saran

1. Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini singkat dan data yang ada
kurang lengkap sehingga hasil penelitian yang didapatkan hanya berupa
gambaran distribusi calon jemaah haji sehingga diharapkan bagi peneliti
selanjutnya data yang diteliti lebih lengkap agar dapat menganalisis
hubungan antar variabel.
2. Dinas kesehatan Provinsi/Kota selaku tim pembina petugas kesehatan haji
Indonesia dapat memberikan intervensi berupa pemantauan dan pembinaan
secara berkala pada calon jemaah haji yang akan berangkat agar saat
pelaksanaan haji dapat menjadi haji istitaah.

36
DAFTAR ISI

1.
M. Shaleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesia, (Yogyakarta: LKIS,
2007), hlm V.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Analisis Kesehatan Haji
di Indonesia
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Pemeriksaan Dan
Pembinaan Kesehatan Haji Mencapai Istithaah Kesehatan Jemaah Haji
Untuk Menuju Keluarga Sehat” (Petunjuk Teknis Permenkes Nomor 15
Tahun 2016)
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2012. Pedoman Pembinaan
Kebugaran Jasmani Jemaah Haji Bagi Petugas Kesehatan di Puskesmas.
19. http://sidata.sumselprov.go.id/Dashboard/GetData/9/35,
20. Qomariah. 2001. Angka Kematian Jemaah Haji Indonesia. Media Litbang
Kesehatan Volume XI Nomor 2 tahun 2001). Jakarta : Litbangkes RI
21. Lestari, M. A. 2009. Hubungan Antara Karakteristik Pengetahuan dan
Sikap Masyarakat dengan Tindakan Pencegahan Penularan Penyakit
Tuberkulosis (Studi di Desa Ketowan Kecamatan Arjasa Kabupaten
Situbondo). Skripsi. Tidak Diterbitkan. Jember : Universitas Jember. 2009
22. Profil Kesehatan Haji Indonesia Tahun 2008. SUBDIT Kesehatan Haji
Direktorat SEPIM-KESMA.

37

Anda mungkin juga menyukai