“OSTEOMIELITIS”
Oleh :
Kelompok 5
Semester 3
Angkatan 2018
Ainur Rofik (20181880002)
Lazula Toya Damara (20181880006)
Damara Oky Caesario (20181880007)
Rahmawati (20181880019)
Melita Nurli Ristaka (20181880022)
Levina Rihadatul Aisy (20181880024)
Ahmad Fauzan Hamid (20181880034)
Ayu Nur As’ari (20181880035)
Novia Rahmawati (20181880058)
Sopia Sapitri (20181880045)
Dosen Tutor
2
DAFTAR ISI
3
2.5.6.2 Pemeriksaan fisik ............................................... 42
2.5.6.3 Pemeriksaan Penunjang ..................................... 42
2.5.7 Patologi Anatomi ............................................................ 44
2.6 Tata Laksana ............................................................................... 48
2.7 Komplikasi .................................................................................. 49
2.8 Prognosis ..................................................................................... 50
2.9 Kedokteran Islam ........................................................................ 50
BAB III. Final Concept Map ........................................................................... 52
BAB IV. PEMBAHASAN ............................................................................... 53
BAB V. PENUTUP ......................................................................................... 54
5.1 Simpulan...................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 55
4
DAFTAR GAMBAR
5
DAFTAR TABEL
6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Skenario
Topik Skenario : Muskuloskeletal
Judul Skenario :Kaki Bernanah
An. D, 5 tahun dating ke poki Orthopedi RSSK Sepanjan dengan keluhan
keluar cairan nanahdi tungkai bawah sebelah kanan. Sudah sejak seminggu
yang lalu.
1.2 Pemeriksaan Fisik
- Kesadaran : Compos Mentis
- Keadaan umum : Tampak Sakit
- Tekanan Darah : 110/80
- Nadi : 110x/menit
- RR : 20x/menit
- Temperature : 37 oC (low fever)
- Berat badan : 25 kg
- Tinggi badan : 95 cm
- BMI : 27,7 (Obesitas I)
- Kepala : Dalam Batas Normal
- Leher : Dalam Batas Normal
- Thorax : Rh/Wh: -/-
- Abdomen : supel (-), meteorismus (-), H/L ttb
- Extremitas :
Cruris Dextra:
- Tumor : (-)
- Rubor : (+)
- Dolor : (+)
- Functiolesa : (+)
- Kalor : (-)
Sinus : (+)
Pus : (+)
Edema : (+)
7
1.3 Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 13,5
PCU : 35.000/ ml
Leukosit : 30.000/ml
Trombosit : 20.000/ml
LED : 30
CRP : 20
b) Radiologi
X – ray : Dicontinuitas tibia
Callus : (-)
Squester : (+)
c) Kultur bakteri : Untuk mengetahui jenis bakteri yang menyebabkan
infeksi pada osteomyelitis.
8
12. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami manifestasi klinis
osteomielitis
13. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami penegakan diagnosa
osteomielitis
14. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tata laksana osteomielitis
15. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami differential diagnosis
16. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami komplikasi osteomielitis
17. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami prognosis osteomielitis
18. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami kedokteran Islam
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
10
Corpus tibia berbentuk segitiga pada penampang lintang dan memiliki 3
margo serta 3 facies. Margo anterior dan margo medialis , dan keseluruhan
facies medialis terletak subcutaneous dan dapat diraba dengan mudah. Margo
interosseus tibia terhubung oleh membrana interossei cruris, di seluruh
panjangnya kepada margo interossei fibula. Facies posterior ditandai oleh suatu
linea obliqua (linea musculi solei). Corpus tibiae meluas pada kedua ujung atas
dan bawah untuk menopang berat tubuh pada sendi genus dan sendi
talocruralis. Ujung distal tibia berbentuk seperti kotak persegi Panjang dengan
penonjolan tulang pada sisi medial (malleolus medialis). Pada malleolus
medialis tersebut bersendi dengan os talus untuk membentuk sebagian besar
dari sendi talocruralis. Permukaan posterior dari tibia ditandai doleh sulcus
verticalis(sulcus maleolaris), yang berlanjut ke inferior dan medial menuju
permukaan posterior malleolus medialis. Sulcus tersebut merupakan tempat
bagi tendo musculus tibialis posterior. Permukaan lateral ujung distal tibia
ditempati oleh incisura yang dalam dan berbentuk segitiga (incisura fibularis),
tempat ujung distal fibula dilekatkan oleh bagian membrana interossei cruris
yang menebal(Gray,2012).
2. Os Fibula
Corpu fibula berbentuk berbentuk seperti segitiga pada penampang
melintang dan memiliki tiga margo dan tiga facies sebagai tempat perlekatan
musculi, septum intermusculare cruris, dan ligamenta. Margo interoseus
fibulae menghadapa dan dilekatkan pada margo interoseus tibiae oleh
membrana interossei cruris. Septum intermusculare cruris melekat pada margo
anterior dan posterior. Facies medialis yang sempit menghadap ke
kompartemen anterior regio cruralis, facies lateralis menghadap ke
kompartemen lateralis regio cruralis, dan facies posterior menghadap ke
kompartemen posterior regio cruralis. Facies posterior ditandai oleh suatu
crista verticalis (crista medialis), yang membagi facies posterior menjadi dua
bagian yang masing -masing dilekatkan pada sebuah musculus flexorum
profundus yang berbeda. Ujung distal fibula meluas untuk membentuk
malleolus lateralis yang berbentuk seperti sekop. Permukaan posterior
malleolus lateralis ditandai oleh sebuah sulcus / cekungan dangkal untuk tendo
11
musculus fibularis lungus/ peroneus longus dan musculus fibularis
brevis/peroneus brevis(Gray,2012).
12
Musculi pada kompartemen posterior regio cruralis tersusun atas dua
kelompokyaitu superficialis dan profundus yang dipisahkan oleh lapisan fascia
profundus.
a. Kelompok Superficialis
Pada kelompok ini terdiri dari tiga musculus yaitu musculus
gastrocnemius, musculus plantaris, dan musculus soleus yang seluruhnya
berinsertio pada regio calcanea/tumit (calcaneus) pedis dan bekerja untuk
plantar pedis pada sendi talocruralis. Musculus gastrocnemius berorigo di caput
medial permukaan posterior tulang femur bagian distal tepat di superior dari
condyles medialis dan pada capur lateral permukaan posterolateralis bagian
atas condyles lateralis femur. Musculus plantaris berorigo pada bagian inferior
linea supracondylaris lateralis tulang femur dan ligamnetum popliteum
obliquum genus. Musculus soleus berorigo pada linea musculi solei dan margo
medialis tulang tibia; aspectus posterior capitulum fibulae dan permukaan yang
berdampingan pada collum dan corpus ossis femoris bagian proximal; arcus
tendinous diantara perlekataan pada tibia dan fibula. Keseluruhan musculi pada
kompartemen ini dipersarafi oleh nervus tibialis. Musculi tersebut bekerja
dengan menggerakkan tubuh ke depan pada saat pedis menapak ketika berjalan
dan dapat mengelevasi tubuh ke atas dengan tumpuan digiti pedis ketika berdiri
(berjinjit) (Gray,2012).
b. Kelompok Profundus
Pada kelompok profundus terdapat empat musculus diantaranya
musculus popliteus, flexor hallucis longus, flexor digitorum longus, dan tibialis
posterior. Musculus popliteus bekerja pada genus, sedangkan ketiga musculi
lainnya bekerja terutama pada pedis. Musculus popliteus berorigo di condyles
lateralis femur dan berinsertio pada permukaan posterior tulang tibia bagian
proximal yang berfungsi untuk menstabilkan sendi genus. Musculus flexor
hallucis longus berorigo pada facies posterior dan fibulae dan membrana
interossei cruris di dekatnya dan berinsertio pada permukaan planta phalanx
distalis hallux yang berfungsi untuk flexi hallux. Musculus flexor digitorum
longus beorigo pada sisi medialis facies posterior tibiae dan berinsertio pada
permukaan planta basis phalangis distalis pada 4 digiti pedis lateral yang
13
berfungsi flexi digiti 4-5. Musculus tibialis posterior berorigo pada permukaan
posterior membrana interossei cruris dan daerah-daerah yang dekat tulang tibia
dan fibula dan berinsertio pada tuberositas ossis navicularis dan daerah yang
berdekatan tulang cuneiforme mediale yang berfungsi sebagai Gerakan inversi
dan plantarflexi pedis. Keseluruhan musculus pada kompartemen ini
dipersarafi oleh nervus tibialis(Gray,2012).
14
berinsertio melalui perluasan digitalis dorsal menuju basis phalangis distalis
dan basis phalangis media 4 digiti pedis paling lateral yang berfungsi sebagai
extensi 4 digiti pedis paling lateral dan dorsoflexi pes. Musculus fibularis
tertius berorigo pada bagian distalis facies medialis fibulae dan berinsertio pada
permukaan dorsomedialis basis metatarsalis V yang berfungsi sebagai gerakan
dorsoflexi dan eversi pedis(Gray,2012).
c. Arterialisasi
15
Gambar 2.4: Arterialisasi pada Regio Cruris
Arteri poplitea merupakan suplai arteri utama pada regio cruralis dan
pedis. Arteri poplitea berjalan menuju kompartemen posterior regio cruralis
diantara musculus gastrocnemius dan musculus popliteus. Memasuki daerah
profundus kompartemen posterior regio cruralis yang dengan segera arteria
poplitea terbagi menjadi arteri tibialis anterior dan arteri tibialis
posterior(Gray,2012).
a. Arteri tibialis anterior
Berjalan kearah depan melalui appertura di bagian atas membrana
interossei cruris dan memasuki dan menyuplai kompartemen anterior regio
cruralis dan berjalan ke arah inferior menuju dorsalis pedis. Ke arah distal
arteri tibialis anterior mengeluarkan cabang arteria malleolaris anterior
medialis dan arteri malleolaris anterior lateralis yang berjalan ke posterior,
disekitar ujung-ujung distal tibia dan fibula, dan berhubungan dengan
pembuluh-pembuluh darah dari arteria tibialis posterior dan arteria fibularis
untuk membentuk suatu jalinan anastomosis di sekitar regio talocruralis
(Gray,2012).
b. Arteri tibialis posterior
Berjalan turun melalui daerah profundus kompartemen posterior regio
cruralis pada permukaan superficialis musculus tibialis posterior dan musculus
flexor digitorum longus selanjutnya arteri ini berjalan melalui canalis tarsi
dibelakang malleolus medialis dan menuju regio plantaris pedis. Arteri ini
memiliki dua cabang utama yaitu arteri circumflexa fibularis yang berjalan ke
arah lateral melalui musculus soleus dan disekitar collum fibulae untuk
beranastomosis dengan pembuluh-pembuluh darah yang mengelilingi genu dan
arteri fibularis yang berjalan sejajar dengan arah arteri tibialis, namun berjalan
turun di sepanjang sisi lateral kompartemen posterior berdekatan dengan crista
medialis pada facies posterior fibula (Gray,2012).
d. Drainase Vena
16
Umumnya venae profundae pada kompertemen posterior menyertai
arteriae (Gray,2012).
e. Persarafan
17
lateralis mempersarafi kulit pada permukaan medial dan planta regio calcanea
(Gray,2012).
Nervus fibularis superficialis merupakan salah satu dari dua cabang
utama nervus fibularis communs yang memasuki kompartemen lateralis region
cruralis dari fossa poplitea. Nervus ini berjalan mengelilingi collum fibulae dan
memasuki kompartemen lateralis dengan berjalan diantara perlekatan-
perlekatan dari musculus fibularis longus pada capitulum fibulae dan corpus
fibulae. Disini nervus fibularis communis terbagi menjadi dua cabang
terminalnya yaitu nervus fibularis superficialis dan nervus fibularis
profundus.nervus fibularis superficialis berjalan turun pada kompartemen
lateralis di sebelah dalam dari musculus fibularis longus dan fibularis brevis.
Sedangkan nervus fibularis profundus berjalan kearah anteromedial, melalui
septum intermusculare cruris menuju kompartemen anterior region
cruralis(Gray,2012).
18
pembuluh darah. Periosteum merupakan tempat melekatnya otot-otot rangka
(skelet) ke tulang dan berperan dalam memberikan nutrisi, pertumbuhan dan
reparasi tulang rusak.
b. Tulang Kompak (Compact Bone)
Pada lapisan kedua ini kita akan bertemu dengan tulang kompak. Tulang
ini teksturnya halus dan sangat kuat. Tulang kompak memiliki sedikit rongga
dan lebih banyak mengandung kapur (Calsium Phosfat dan Calsium Carbonat)
sehingga tulang menjadi padat dan kuat. Kandungan tulang manusia dewasa
lebih banyak mengandung kapur dibandingkan dengan anak-anak maupun
bayi. Bayi dan anak-anak memiliki tulang yang lebih banyak mengandung
serat-serat sehingga lebih lentur.Tulang kompak paling banyak ditemukan
pada tulang kaki dan tulang tangan.
c. Tulang Spongiosa (Spongy Bone)
Pada lapisan ketiga ada yang disebut dengan tulang spongiosa.Sesuai
dengan namanya tulang spongiosa memiliki banyak rongga.Rongga tersebut
diisi oleh sumsum merah yang dapat memproduksi sel-sel darah.Tulang
spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang disebut trabekula.
d. Sumsum Tulang (Bone Marrow)
Lapisan terakhir yang kita temukan dan yang paling dalam adalah
sumsum tulang. Sumsum tulang wujudnya seperti jelly yang kental. Sumsum
tulang ini dilindungi oleh tulang spongiosa seperti yang telah dijelaskan
dibagian tulangspongiosa.Sumsum tulang berperan penting dalam tubuh kita
karena berfungsi memproduksi sel-sel darah yang ada dalam tubuh.
2.2.2 Sel – Sel Tulang
Berikut adalah sel-sel yang terdpat pada tulang :
a. Osteoblas
Berasal dari sel mesenchym, tersusun berderet-deret secara epitelial
dipermukaan trabekula tulang muda. Bentuk kuboid sampai dengan piramid.
Inti besar, tampak nukleus. Sitoplasma sangat basofil. Memproduksi bahan
organik matrix tulang. Menghasilkan enzin alkaline fotfatase yang berperan
dalam proses kalsifikasi. Mepunyai juluran sitoplasma ke arah matrix dan antar
sel osteoblas.
19
b. Osteosit
Osteosit adalah osteoblast yang sudah terpendam di dalam matrix tulang.
Sitoplasma basofil, mepunyai cadangan makanan berupa glikogen. Osteosit
terletak di dalam lakuna, mepunyai juluran-juluran sitoplasma yang masuk ke
dalam kanalikuli. Inti gelap.
c. Osteoklas
Osteoklas adalah sel raksasa yang berinti banyak karena mempunyai fusi
dari beberapa sel monosit. Sitoplasma acidofil karena mengandung enzim acid
fosfatase. Sitoplasma tampak berbuih karena mempunyai banyak vakuola.
Banyak megandung lysosome.mengakibatkan demineralisasi matriks sehingga
terjadilah lekukan dipermukaan tulang yang di tempati olehnya (disebut lakuna
dari howship), anatar permukaan sel osteoklas dengan permukaan tulang
dihubungkan oleh fibril-fibril yang disebut ruffel’s fibers (Ruffled Border).
Gambar 2.6: Beda tulang kompakta dan spongiosa pada sebuah tulang
panjang. Bagian kiri mengilustrasikan pembagian tulang panjang berdasarkan
aksis longitudinalnya. Bagian kanan mengilustrasikan perbedaan antara tulang
kompakta dan tulang spongiosa. Sumber: Spence, 1990.
20
Gambar 2.7: Penampang melintang tulang matur. Tulang kompakta tersusun
lebih padat, berada di pinggiran tulang. Tulang spongiosa lebih longgar dengan
trabekula ireguler dan berada dekat sumsum tulang. Sumber: anonim.
21
Gambar 2.9: Histologi sel – sel tulang
a. Unsur organik : 35%, terdiri atas serat-serat osteokolagen yang diikat oleh
substansi semen yang terdiri atas glikosaminoglikans. Kondroitin sulfat sedikit
sehingga matriks tampak acidofil.
b. Unsur anorganik : 65%, terdapat dibagian semen terutama kalsium fosfst
dan sedikit kalsium karbonat. Matriks tulang tersusun lamel-lamel yang terjadi
secara ritmik.
22
b. Jaringan Tulang Dewasa = Jaringan Tulang bersabut Halus = Jaringan
Tulang Lameler = Mature Bone
Periosteum tipis, osteosit banyak, osteoblast sedikit, sabut kolagen halus.
Terdiri atas lamel-lamel. Sitem Havers sudah terbentuk. Lamel-lamel yang
terdapat pada tulang dewasa :
1. Lamel-lamel Havers
Adalah lamel-lamel yang melingkupi saluran havers secara kosentris.
Berbentuk bulat dan padat.
2. Lamel Intertitial
Adalah lamel-lamel yang terselip dinara sistem havers yang satu
dengan yang lain. Merupakan sisa-sisa sistem havers yang sudah rusak.
3. Outer Circmferential lamela = General Lamel
Adalah Lamel-lael yang yang terletak dipinggir tulang, sejajar dengan
tulang periosteum.
4. Inner Circumferential Lamel
Adalah lamel-lamel yang berdekatan dengan permukaan dalam tulang,
sejajar dengan endosteum.
23
Ujung-ujung juluran sitoplasma dari sel osteosit ditarik kembali ke
badan sel sehingga terbentuklah saluran-saluran halus yang kosong yang
disebut kanalikuli. Sebagian sel osteoblast mengalami pembelahan diri,
menjauhi pusat osifikasi dan membentuk jaringan tulang muda yang baru
sehingga akhirnya seluruh membran mengalami penulangan dan terjadilah
tulang yang berbentuk pipih.
2. Proses Osifikasi Sekunder
Terjadi pada pembentukan tulang panjang, perlu cetakan/model tulang
rawan hyalin. Menurut lokasinya dibedakan :
a. Proses Osifikasi pada daerah diafisis
Terbentuklah Periostal Bone Colar, ialah jaringan tulang yang
berbentuk manset yang mengitari bagian diafisis dari odel tulang rawan hyalin.
Proses ini di prakarsai oleh perikondrium sehingga disebut proses
Osifikasi Prikondral. Karena prosesnya berlangsung didalam membran
perikondrium, maka proses ini masih termasuk osifikasi primer.
Perikondriummenjadi sangat vaskuler, terbentuklah sel-sel osteogenik yang
akan berdiferensiasi menjadi sel-sel osteoblast, sehingga terjadilah proses
osifikasi primer yang mengelilingi bagian diafisis model tulang rawan.
b. Proses Osifikasi pada daerah epifisis
Tidak dibentuk Periostal Bone Colar.
Proses berjalan secara radier.
a. Zona Istirahat
Terdiri dari jaringan tulang rawan hyalin yang belum aktif
b. Zona Proliferasi
Zona yang aktif, kondrosit membelah diri, berjejal-jejal seperti berbaris
sejajar sumbu panjang model tulang rawan, dengan sedikit bahan antar sel dan
berbentuk pipih-pipih. Selama zona proliferasi ini masih aktif, model tulang
rawan terus bertambah panjang.
c. Zona Maturasi
24
Kondrosit gemuk-gemuk dan besar-besar, kaya Glykogen dan
menghasilkan enzym alkaline fosfatase.
d. Zona Kalsifikasi
Diendapkan bahan kapur didalam matrix sehingga matrix tampak lebih
gelap.
e. Zona Retrogresi
Kondrosit mati hancur karena kurang nutrisi, sebagian diresobsi sehingga
timbul lubang-lubang seperti sarang lebah yang disebut ruang sumsum primer.
f. Zona Osifikasi
Osteoblast memasuki ruang sumsum primer, meletakkan diri secara
epitelial ditepi sisa-sisa tulang rawan hyalin yang hancur. Dibentuk jaringan
tulang muda dengan kerangka sisa-sisa tulang rawan hyalin yang tidak di
resobsi.
g. Zona Resorbsi
Jaringan tulang muda yang dibentuk makin luas, kemudian tengahnya di
resorbsi sehingga terbentuk ruangan yang besar yang disebut ruang sumsum
sekunder yang dikelilingi oleh tulang muda.
25
meninggalkan daerah resorpsi, osteoblas akan menginvasi area tersebut dan
mulai proses formasi dengan cara menyekresi osteoid ( matriks kolagen dan
protein lain) yang kemudian mengalami mineralisasi (Gambar 6).
Gambar 2.10: Skema proses remodeling tulang. Dalam siklus ini, aktivitas
yang konstan dalam diferensiasi osteoblas dan osteoklas dari sel-sel
progenitornya merupakan tahap esensial dalam menjaga keseimbangan antara
resorpsi tulang lama dan formasi tulang baru. Sumber: Epstein,1995.
26
sumsum tulang membentuk kalus internal pada trabekula tulang dalam waktu
kurang lebuh satu minggu (Gambar 7-20).
27
baru secara mantap melekat pada tulang yang mati, terletak pada ruang
kosong di antar trabekula yang sedang berkembang, akan diserap, dan ruang
tersebut akan terisi oleh tulang baru. Pada akhirnya seluruh tulang yang mati
akan diresorpsi dan digantikan oleh tulang baru yang dibentuk oleh
osteoblas yang menginvasi area ini.
Pada skenario telah didapatkan bahwa pasien memiliki keluhan nyeri, luka
terbuka, keluar nanah, pasien mengalami osteomeilitis akibat bakteri
(Sthylococcus Aureus) penyebab terjadinya Osteomeilitis Patogenesis dari
osteomielitis telah dieksplorasi pada berbagai hewan percobaan; pada studi
28
ini ditemukan bahwa tulang yang normal sangat tahan terhadap infeksi, yang
hanya bisa terjadi sebagian besar diakibatkan oleh inokulum, trauma, atau
adanya benda asing. (Daniel, 2012).
Kuman bisa masuk tulang dengan berbagai cara, termasuk beberapa cara
dibawah ini :
Melalui aliran darah. Kuman di bagian lain dari tubuh misalnya,
dari pneumonia atau infeksi saluran kemih dapat masuk melalui aliran darah ke
tempat yang melemah di tulang. Pada anak-anak, osteomielitis paling umum
terjadi di daerah yang lebih lembut, yang disebut lempeng pertumbuhan,di kedua
ujung tulang panjang pada lengan dan kaki.Dari infeksi di dekatnya.Luka tusukan
yang parah dapat membawa kuman jauh di dalam tubuh. Jika luka terinfeksi,
kuman dapat menyebar ke tulang di dekatnya. Kontaminasi langsung. Hal ini
dapat terjadi jika terjadi fraktur sehingga terjadi kontak langsung tulang yang
fraktur dengan dunia luar sehingga dapat terjadi kontaminasi langsung. Selain itu
juga dapat terjadi selama operasi untuk mengganti sendi atau memperbaiki
fraktur.
Beberapa penyebab utama infeksi, seperti s.aureus, menempel pada
tulang dengan mengekspresikan reseptor (adhesins) untuk
komponen tulang matriks (fibronektin, laminin,
kolagen, dan sialoglycoprotein tulang); Ekspresi kolagen– binding adhesin
memungkinkan pelekatan patogen pada tulang rawan. Fibronektin–
binding adhesin dari S. Aureus berperan dalam penempelan bakteri untuk
perangkat operasi yang akan dimasukan dalam tulang, baru-baru ini
telah dijelaskan (Daniel, 2012).
S. Aureus yang telah dimasukan ke dalam kultur osteoblas dapat bertahan
hidup secara intraseluler. Bakteri yang dapat bertahan hidup secara intraseluler
(kadang-kadang merubah diri dalam hal metabolisme, di mana mereka muncul
sebagai apa yang disebut varian koloni kecil) dapat menunjukan adanya infeksi
tulang persisten. Ketika mikroorganisme melekat pada tulang pertama kali,
mereka akan mengekspresikan fenotip yang resiten terhadap pengobatan
antimikroba, dimana hal ini mungkin dapat menjelaskan tingginya angka
kegagalan dari terapi jangka pendek. (Daniel, 2012).
29
Remodeling ulang yang normal membutuhkan interaksi koordinasi yang
baik antara osteoblas dan osteoklas. Sitokin (seperti IL-1, IL-6, IL-15, IL
11dan TNF) yang dihasilkan secara lokal oleh sel inflamasi dan sel
tulang merupakan factor osteolitik yang kuat. Peran dari faktor pertumbuhan
tulang pada remodeling tulang normal dan fungsinya sebagai terapi masih belum
jelas. Selama terjadi infeksi, fagosit mencoba menyerang sel yang
mengandung mikroorganisme dan, dalam proses pembentukan
radikal oksigen toksik dan melepaskan enzim proteolitik yang melisiskan jaringan
sekitarnya. Beberapa komponen bakteri secara langsung atau tidak langsung
digunakan sebagai factor-faktor yang memodulasi tulang (bone modulating
factors) (Daniel,2012).
Kehadiran metabolit asam arakidonat, seperti prostaglandin E, yang
merupakan agonis osteoklas kuat dihasilkan sebagai respon terhadap patah
tulang, menurunkan jumlah dari inokulasi bakterial yang dibutuhkan untuk
menghasilkan infeksi. (Daniel,2012).
Nanah menyebar ke dalam pembuluh darah, meningkatkan tekanan intraosseus
dan mengganggu aliran darah. Nekrosis iskemik tulang
pada hasil pemisahan fragmen yang mengalami devaskularisasi, disebut sequestra.
Mikroorganisme, infiltrasi neutrofil, dan congesti atau thrombosis pembuluh
darah merupakan temuan histologis utama dalam osteomielitis akut. Salah satu
penampakan yang membedakan dari osteomielitis kronis adalah tulang yang
mengalami nekrotik, yang dapat diketahui dengan tidak adanya osteosit yang
hidup. (Daniel, 2012).
2.5 OSTEOMIELITIS
Osteomielitis adalah penyakit peradangan tulang dan sumsumnya yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme yaitu bakteri, mycobacterium, atau
jamur. Selain tulang, infeksi dapat meluas kejaringan sekitarnya. Osteomielitis
kebanyakan terjadi pada satu lokasi region tubuh, namun dapat terjadi
bersamaan pada lebih dari satu regio (multifokal), terutama pada pasien dengan
30
gangguan metabolic maupun sistem imun. Adanya proses infeksi maka tubuh
akan memberikan respon perlawanan dengan mengisolasi dan
menghancurkannya. Tanda-tanda osteomielitis yaitu berupa, nyeri, kemerahan
dan bengkak sekitar tulang yang terinfeksi serta berkurangnya fungsi (Butar-
Butar, 2018).
2.5.1 Etiologi
Penyebab tersering osteomielitis adalah Staphylococcus aureus. Pada
bayi baru lahir dan infant, selain S.aureus, penyebab lainya adalah
S.epidermidis, Streptococcus b hemoliticus dan E coli. Sumber infeksi
biasanya adalah pemasangan central venous catheters.Infeksi dapat terjadi
multifokal, dan setengah dari kasus menyebabkan septic arthritis sendi di
dekatnya. Pada anak, penyebab tersering adalah S.aureus, diikuti oleh
Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza type B dan Kinsella kingae.
Anak dengan penyakit sickle cell memiliki resiko lebih tinggi mengalami
osteomielitis, dengan penyebab utama Salmonela species, Saureus, Serratia
species, dan Proteus mirabilis (Butar-Butar, 2018).
Klasifikasi Osteomielitis
Kondisi akut terjadi pada infeksi baru (beberapa hari sampai minggu
pertama) dimana tanda- tanda radang akut terlihat jelas disertai demam,
malaise, dan iritabilitas pasien.
2. Kondisi Subakut
31
hilang timbul, dan keluarnya cairan dari lubang di kulit (draining sinus)
berulang. Deteksi dini saat kondisi akut dan terapi antibiotika spesifik yang
sesuai dapat berhasil. Untuk kondisi subakut dan kronis, diperlukan tindakan
bedah eksisi jaringan mati tulang.
Pada tipe contiguous-focus ini, infeksi dimulai dari korteks tulang bagian
luar, kemudian menyebar ke arah medulla tulang. Pada orang tua, septic
arthritis (paling sering lutut) dapat menyebabkan osteomielitis melalui
penyebaran dan infiltrasi panus ke epifisis dan metafisis sendi. Demam ringan,
nyeri di tempat infeksi dan luka berair mungkin terjadi.
2. Osteomielitis akibat penyebaran kuman melalui aliran darah
(hematogenik)
Pada anak-anak, metafisis tulang panjang tibia dan femur adalah yang
paling sering terkena, sedangkan pada orang dewasa, korpus vertebra lumbal,
diikuti torakal kemudian servikal secara berurutan menurut frekuensi adalah
yang sering terlibat. Osteomielitis vertebral pada orang dewasa memiliki gejala
32
yang tidak spesifik sehingga diagnosisnya sering terlambat. Pada orang muda
kondisi jarang fatal, namun pada orang tua, osteomielitis vertebral dapat
menjadi sumber bakteremia dan endokarditis dan menimbulkan kematian.
Sumber infeksi dapat berasal dari infeksi saluran napas, kulit maupun
saluran kemih, maupun pencernaan. Jenis ini kebanyakan terjadi pada anak
prepubertal dan pada orang tua. Pada anak-anak, bagian yang sering terinfeksi
adalah metafisis tulang panjang femur dan tibia. Pada orang tua, vertebra
lumbal
diikuti thorakal adalah bagian yang umumnya terlibat.
Dari sisi praktikal, klasifikasi yang banyak saat ini adalah berdasarkan
Cierny-Madder / University of Texas Medical Branch, yang menggabungkan
antara tipe infeksi dengan status imun dari pasien. Klasifikasi ini membantu
ahli bedah untuk menentukan jenis tindakan dan kapan harus dilakukan (Butar-
Butar, 2018).
33
The UTMB Staging System for Adult Osteomyelitis
Anatomic Type
I Medullary Osteomyelitis
II Superficial Osteomyelitis
III Localized Osteomyelitis
IV Diffuse Osteomyelitis
Physiologic Class
A Good Immune System and
Delivery
B Compromised locally (BL) or
systematically (BS)
C Requires suppressive or no
treatment; minimal disability;treatment
worse than disease; not a surgical
candidate
Clinical Stage
Type + Class = Clinical Stage
Example: Stage IV BS = a diffuse lesion in a systematically compromised host
Table 2.1: klasifikasi osteomielitis berdasarkan anatomi dan fisiologi.
2.5.3 Patofisiologi
34
Gambar 2.12: kategori osteomielitis.
Osteomeilitis merupakan infeksi tulang yang ditandai khas dengan
adanya kerusakan progresif akibat inflamasi setelah pembentukan tulang baru.
Osteomeilitis kronis dapat terjadi setelah fraktur terbuka atau setelah tindakan
operasi pada tulang. Dikatakan kroniis apabila infeksi tulang sudah berjalan
lama. Osteomeilitis ini ditandai dengan adanya nekrosis tulang pada pada
episentral yang disebut skuester yang kemudian di tutup oleh tulang baru
involucrum. (King, Rw.2013)
Infeksi pada tulang dapat menyebabkan terjadinya skuestrum yang
menghambat terjadinya resolusi dan penyembuhan spontan pada tulang.
Skuestrum ini merupakan tulang yang telah mati dan menjadi benda asing bagi
tulang dan mencegah terjadinya penutupan kloaka ( pad tulang) dan sinus
(pada kulit). Skuestrum diselimuti oleh involucrum yang tidak dapat keluar ata
dibersihkan dari medulla tulang kecuali dengan tindakan operasi. Proses
selanjutnya akan terjadi destruksi dan sklerosis tulang yang dapat terlihat pada
foto rontgen. (King, Rw.2013)
35
mengendap pada area dimana aliran pembuluh darah tersebut melambat. Ketika
bakteri telah menetap di daerah metafisis maka bakteri tersebut akan
berkembak biak dan menginvasi jaringan tulang dari daerah tersebut sehingga
terjadilah infeksi pada tulang (osteomeilitis) yang menyebabkan adanya reaksi
inflamasi. Pada saat reaksi inflamasi tubuh kita akan mengeluarkan respon
imunnya dengan mengeluarkan IL2 dan Makrofag Imflamasi Protein sebagai
tentara yang perperan pada saat terjadi peradangan (Mitchell. 2016). Cara kerja
kedua komponen ini adalah dengan melakukan fagositosis. Selain itu, reaksi
inflamasi juga mampuh menimbulkan rasa nyeri dikarenakan respon imun
tubuh kita mengeluarkan komponen imunnya berupa bradikinin, proteoglandin
dan sitokin sebagai mediato untuk aktivasi nosiseptor dimana nosiseptor ini
akan mengirimkan potensial aksi terhadap saraf sensorik yang berperan
merangsang nyeri. Tidak hanya itu, inflamasi ini juga menyebabkan reaksi
iskemik sehingga pasien merasakan demam.
b. Supuratif
Radang supuratif adalah radang yang menimbulkan nekrosis luquatif.
Nekrosis luquatif alah jaringan nekrosis yang sedikit sedikit mencair akibat
enzim untuk memberuk nanah. Radang supuratif ini terjadi setelah adanya
inflamasi pada area yang mengalami cidera ataupun luka. Ketika inflamasi
akan terjadi fagositosis oleh tentara imun kita terhadap bakteri-bakteri yang
menginvasi daerah yang terinfeksi tersebut sehingga sisa-sisa perlawanan yang
sudah mengalami nekrosis akan menumpuk dan berubah menjadi PUS(nanah)
yang kemudian terkumpul pada area luka tersebut tepatnya pada area medulla
tulang dan akan mencari celah untuk dapat keluar melalu berbagai cara, salah
satu caranya yaitu dengan membuat saluran sendiri yang disebuk juga denga
kloaka (King, Rw.2013).
c. Nekrosis
36
perluasan infeksi yang juga mengakibatkan penyempitan padaza area tersebut,
sehinga tekanan pada daerah intermedularis tersebut meningkat. Hal tersebut
menyebakan kolaps nya pembuluh darah kapiler pada area itu sehingga
terjadilah nekrosis pada tulang tersebut. (King, Rw.2013)
d. New bone formation
37
Gambar 2.13: Mekanisme terjadinya osteomyelitis.
38
2.5.4 Manifestasi Klinis
Gejala umum penderita osteomyelitis seperti demam, malaise, anoreksia,
rasa nyeri pada daerah tulang yang terlibat, kemerahan, berdenyut karena pus
yang tertekan, dan pembengkakan. (Overdoff, 2002)
Osteomielitis hematogenik akut pada anak
keluhan awal berupa nyeri di ujung tulang panjang yang persisten dengan
intensitas yang semakin berat, diikuti oleh demam, rewel, malaise. Biasanya
anak memiliki kecenderungan untuk tidak menggunakan atau menggerakan
ekstremitas yang terinfeksi, dan tidak membiarkan area yang terinfeksi
disentuh. Bisa didapatkan adanya riwayat cedera muskuloskeletal beberapa
hari sebelumnya, sehingga kadang keluarga pasien menyangka nyeri adalah
sprain atau patah tulang akibat cedera. Pada pemeriksaan lab ditandai adanya
peningkatan CRP, LED, dan Leukosit. Sesudah itu tanda peradangan mulai
nampak seperti edema, kemerahan, hangat, nyeri tekan pada jaringan tulang
sekitar sendi. Tanda- tanda lokal tersebut biasanya mereda setelah 5 sampai 7
hari, sehingga kadang disangka infeksi sudah membaik. (Chiappini E, 2012)
Osteomielitis hematogenik subakut
Pada kasus yang mendekati kronis didapatkan pus yang keluar dari kulit
melalui lubang yang dinamakan sinus. Sejalan dengan progresivitas menjadi
kronis, terjadi perubahan bentuk tulang, hiperpigmentasi kulit, jaringan parut
pada sinus yang menutup. Draining sinus berulang merupakan konfirmasi telah
terjadi proses kronik infeksi. Adanya squertum dan kalus pada tulang
Limfadenopati juga sering ditemukan walaupun bersifat tidak spesifik pada
39
osteomielitis. Perlu diingat bahwa gambaran klinis ini dapat berubah bila
pasien sudah mendapatkan antibiotik. (Chiappini E, 2012)
Osteomielitis pasca Trauma
40
Nyeri tekan, dan terasa hangat saat diraba, muncul bitnik-bintik merah, bahkan
menyebabkan kulit melepuh disertai bernanah atau berair berupa cairan kuning
atau bening. Pada orang yang memiliki riwayat trauma pada kulit, diabetes, dan
peredaran darah yang kurang lancar yakni kurangnya pasokan darah ke tungkai
memiliki risiko mengalami selulitis. (Tucker, 1998)
3. Septic Arthritis
Septik arthritis karena infeksi bacterial merupakan penyakit serius yang
cepat merusak kartilago hyaline articular dan kehilangan fungsi sendi yang
ireversibel. Kebanyakan septic arthritis terjadi pada sendi. Gejala klasik artritis
septik adalah demam yang mendadak, malaise, nyeri lokal pada sendi yang
terinfeksi, pembengkakan sendi, dan penurunan kemampuan ruang lingkup
gerak sendi. Sejumlah pasien hanya mengeluh demam ringan saja. Nyeri pada
artritis septik khasnya adalah nyeri berat dan terjadi saat istirahat maupun
dengan gerakan aktif maupun pasif. (Wayan, 2012)
41
Dibawa ke sangkal putung hanya diberi bobok.
42
terinfeksi (panjang infeksi intramedular yang aktif atau abses pada area yang
nekrosis, sequestrum dan fibrosis) dan untuk mengetahui jaringan kulit yang
terlibat contohnya area selulitis, abses dan sinus (Spiegel, 2014).
Gambar 2.16: (A) Media agar pada cawan petri. (B) terlihat koloni bakteri
yang tumbuh pada media agar.
43
2.5.7 Patologi Anatomi
Osteomielitis didefinisikan sebagai inflamasi tulang dan sumsum
tulang, tetapi umumnya disamakan dengan infeksi.
Osteomielitis bisa sekunder dari infeksi sistemik tetapi lebih sering
sebagai satu fokus penyakit primer; bisa berupa proses akut atau proses
kronik dari penyakit yang melemahkan. Walaupun setiap mikroorganisme
dapat menyebabkan osteomielitis, tetapi agen etiologik yang paling sering
ialah bakteri piogenik dan Mycobacterium tuberculosis.
Kasus osteomielitis akut paling banyak disebabkan oleh bakteri.
Organisme penyebab penyakit dapat mencapai tulang melalui tiga jalan
yaitu
(1) penyebaran hematogen (paling sering);
(2) perluasan dari infeksi jaringan lunak dan sendi di dekatnya;
(3) implantasi traumatik sesudah fraktur terbuka atau sesudah prosedur
ortopedik.
Secara keseluruhan, Staphylococcus aureus merupakan organisme
penyebab yang paling sering;
kecenderungan untuk menginfeksi tulang mungkin berhubungan
dengan ekspresi protein permukaan yang memungkinkan perlengketan ke
matriks tulang. Escherichia coli dan streptokokus grup B merupakan
penyebab osteomielitis akut yang penting pada neonatus dan Salmonella
merupakan patogen yang sering terutama pada orang dengan penyakit sel sabit.
Infeksi bakteri campuran, termasuk bakteri anaerob, khas bertanggung jawab
terhadap osteomielitis sekunder pada trauma tulang. Pada 50% kasus,
organismenya tidak bisa diisolasi.
Morfologi
44
karena itu, abses subperiosteal yang cukup besar dapat terbentuk dan
meluas ke tempat jauh sepanjang permukaan tulang. Terangkatnya periosteum
lebih lanjut merusak suplai darah ke tempat yang terkena, dan kedua
jenis luka supuratif dan luka iskemik dapat mengakibatkan nekrosis
sebagian tulang. Ruptur dari periosteum dapat menyebabkan abses pada
jaringan lunak di sekitarnya yang bisa membentuk draining sinus. Kadang-
kadang sekuester yang hancur, berupa fragmen dikeluarkan melalui traktus
sinus.Pada bayi (jarang pada dewasa), infeksi epifisis dapat menyebar ke
dalam sendi membentuk artritis supuratif, kadang-kadang dengan destruksi
yang ekstensif dari tulang rawan sendi dan cacat permanen. Proses yang sama
dapat mengenai vertebra, dengan infeksi yang merusak diskus
intervertebral dan menyebar masuk ke dalam vertebra didekatnya.Setelah
minggu pertama infeksi, sel radang kronik menjadi lebih banyak.
Pelepasan sitokin leukosit merangsang resorpsi tulang oleh osteoklas,
pertumbuhan jaringan ikat, dan pembentukan tulang di perifer. Tulang
reaktif atau tulang lamela dapat dideposit; apabila membentuk kerangka
jaringan yang hidup di sekitar sekuestrum, dinamakan involukrum.
Organisme yang hidup dapat menetap di dalam sekuestrum selama
bertahun-tahun setelah infeksi semula.
45
2. Perubahan jaringan lunak: Nekrosis jaringan lunak: Kriteria untuk
nekrosis jaringan lunak adalah apoptosis, eosinofilia jaringan, eksudasi fibrin
dan tekstur jaringan yang terbatas.
3. Pola infiltrat inflamasi: Neutrofilik granulosit infiltrat: Deposit difus
dan dikelompokkan (disebut mikroabses, ≥5 granulosit) dari granulosit
neutrofilik tersegmentasi dalam ruang medula yang biasanya sangat edema.
Granulosit neutrofilik adalah sitoplasmik PAS, positif granular kasar dan
menampilkan tekstur kromatin pyknotic yang montok. (Apoptosis granulosit
dengan fagositosis patogen dan NETosis). Secara imunohistokimia ada CD15
intensif, butiran kasar, dominan positif sitoplasma. Osteoklas juga dapat
dideteksi bersamaan dengan granulosit neutrofilik pada permukaan trabekuler
yang tidak teratur.
46
Gambar 2.17: Reaksi femur dari seorang pasien dengan ostemielitis kronik.
Tulang yang nekrotik (sekunder) terlihat di tengah dari sebuah draining sinus
yang dikelilingi oleh sebuah lingkaran tulang baru (involukrum).
47
2.6 TATA LAKSANA
Prinsip tata laksana meliputi :
1. Mengistirahatkan bagian yang terinfeksi
2. Pemberian antibiotik spektrum luas
3. Mengurangi nyeri dan sebagai tata laksana suportif
4. Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi
5. Mengeluarkan pus secepat dan sebersih mungkin serta mengurangi
tekanan intraoseus
6. Stabilisasi tulang apabila terjadi fraktur
7. Mengeradikasi jaringan avaskular dan nekrotik serta
mengembalikan kontinuitas apabila terjadi gap pada tulang
8. Memperthankan jaringan tulang pada kulit.
48
diberikan sampai sekurang-kurangnya tulang yang didebridement telah ditutupi
oleh jaringan lunak yang sudah ada vaskularisasinya, biasanya sekurang-
kurangnya selama 6 minggu setelah tindakan debridemen. Terapi adjuvan
untuk osteomielitis meliputi hyperbaric oxygen (HBO) dan terapi luka dengan
(NPWT).
2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita dapat ditemukan pada saat osteomielitis
kronisyang tak diobati atau setelah mendapat pengobatan penyakit. Ini
termasuk fraktur patologi, arthritis septik dengan destruksi sendi, kerusakan
physeal, nonunion atau kehilangan tulang segmental, dan perbedaan panjang
tulang (memendek atau terlalu panjang).
Fraktur patologis diakibatkan dari kehilangan integritas struktur tulang.
Resiko paling besar yang dapat terjadi selama tahap awal infeksi, sebelum
involucrum dibentuk, dan setelah sequestrektomi adanya involucrum yang
tidak adekuat. Fraktur mungkin dapat menjadi komplikasi lebih lanjut
49
disebabkan karena nonunion. Artritis septik dapat disebabkan karena destruksi
sendi, dengan atau tanpa sebluksasi atau dislokasi. Infeksi dapat secara
langsung merusak physis, menghasilkan sebagian atau seluruh physeal rusak,
penyebab utama deformitas angular progresif, perbedaan panjang tungkai, atau
keduanya. Pertumbuhan tulang berlebih dari stimulasi physeal dihubungkan
dengan hiperemia yang dapat menyebabkan perbedaan panjang tungkai. Jika
respon periosteal inadekuat, lalu nonunion dengan atau tanpa kehilangan tulang
segmental mungkin dapat diamati. Akhirnya, resiko jangka panjang dari
osteomielitis kronis adalah transformasi maligna (<1% dari kasus) dengan
sinus yang terjadi 20 sampai 30 tahun setelahnya. Diagnosis yang paling umum
adalah squamous cell carcinoma. Lesi tipe ini agresif, dan amputasi seringkali
diperlukan (Spiegel & Penny, 2014).
2.8 PROGNOSIS
Dubia et Bonam
Diagnosa yang dini serta penatalaksanaan yang tepat dan sesuai maka
pasien akan membaik.
50
َصا اِذَا الَّ ِذيْن ِ ٰۗ ر ِجعُ ْونَ اِلَ ْي ِه نَّـا َواِ ِ ّٰلِلِ اِنَّا لُ ْوا قَا ۙ ُّم
َ َ ص ْيبَة بَتْ ُه ْم ا
allaziina izaaa ashoobat-hum mushiibah, qooluuu innaa lillaahi wa innaaa
ilaihi rooji'uun
51
BAB III
FINAL CONCEPT MAP
Patofisiologi
52
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang anak D, usia 5 tahun datang bersama ibunya ke RSSK Sepanjang dengan
keluahan keluar nanah pada kaki sebelah kiri tepatnya pada 1/3 cruris dextra. Pada
hasil anamnesis pasien didapatkan bahwa pasien telah mengalami cidera pada tiga
minggu sebelumnya dan mengalami luka dan patah tulang terbuka. Pasien tidak
langsung dibawa ke rumah sakit oleh orang tuanya melaikan di bawa ke tukan
urut dan diberikan bobok dengan tujuan luka dan patah tulang dapat sembuh.
Kemudia diketahui setelan melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien terdapat
diskontinuitas pada tulang tibia pasien tersebut, selain itu juga terdapat skuester
dan callus pada hasil X-ray pasien tersebut juga terdapat nanah seraah sinur pada
daerah superficial kaki pasien. Berdasarkan hasil anamnesis diduga pasien
mengalami osteomeilitis kronis yaitu radang infeksi pada tulang yang disebabkan
oleh bakteri staphylococcus aerus yang menyebar secara hematogen atau melalui
aliran darah.
53
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Pada skenario ini dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut mengalami fraktur
terbuka yang disebabkan oleh trauma. Karena penanganan yang kurang tepat luka
pada fraktur tersebut menyebabkan bakteri masuk melalui pembuluh darah
sehingga terjadi infeksi pada tulang yang disebut dengan osteomyelitis.
Osteomyelitis pada pasien tersebut merupakan osteomyelitis kronis karena sudah
berlangsung lama.
54
DAFTAR PUSTAKA
Al- Qur’an
Drake, Richard L. dkk.2012. Dasar-Dasar Anatomy Gray. Indonesia: Elsevier.
Netter, Frank H. 2011. Netter Anatomy of Human 6. Philadelphia: Saunders
Elsevier.
Standring, Susan. 2016. Gray’s Anatomy The Anatomical Basis of Clinical
Practice Forty-First Edition. London, UK: Elsevier.
Amindariati, Sri. 2016. Diktat Histologi. Surabaya: Airlangga University Press.
Eroschenko,Victor P. 2016. Atlas Histologi diFiore dengan korelasi fungsionalya,
Ed 12. Jakarta :EGC.
Gartner, L.P., Hiaat, J.L., 2007. The Edition Of Color Text Book Of Histology.
Third Edition. Elsevier Inc. Singapore. Terjemahan Elsevier Singapore.
Buku Ajar Berwarna Histologi. Edisi Ketiga. Elsevier Inc. Singapore.
Sabri, M., Ayumi, D.N., Jalaludin, M., Hamny, Iskandar, C.D., Herrialfian.
(2019). The Effect Of Sipatah-patah ( Cissus quadrangularis Salisb) Extract
On The Femur Bone Density Of White Rat ( Rattus norvegicus) with Model
Ovariectomy, Jurnal Medika Veterinaria, 13(1), 5.
Sihombing, I., Wangko, S., Kalangi, S.J.R. (2012). Peran Estrogen Pada
Remodeling Tulang, Jurnal Biomedik, 4(3), S22-23.
Daniel, Lew, et al. 2012. “Review Article Current Concepts OSTEOMYELITIS”
available from
“http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/nejm199704033361406”
Sihombing, Wangko, Kalangi. 2012. Peran Estrogen Pada Remodeling Tulang.
Jurnal Biomedik, Volume 4, Nomor 3, Suplemen, Hlm. S18-28
55
http://medwalk.co.id/images/other/files/Diktat%20Osteomielitis.pdf
56