Anda di halaman 1dari 3

Adrenergik agonis

1. Salbutamol

merupakan obat yang menstimulasi reseptor β terutama

selektif pada reseptor β2 yang biasa digunakan sebagai terapi asma akut dan

asma akibat excercise karena merupakan bronkodilator poten yang

mempunyai onset cepat atau biasanya disebut sebagai Short Acting β2-

agonist (SABA). Formulasi dari salbutamol terdiri dari campuran rasemat

enansiomer-R dan enansiomer-S. Enansiomer-R memberikan aktivitas

bronkodilator beserta efek sampingnya sedang enansiomer-S memberikan

sifat inert (Qureshi et al., 2005). Efek pro-inflamasi diberikan oleh adanya

enansiomer-S yang bekerja berlawan dengan enansiomer-R dalam sebagai

antigen spesifik sel T yang menginhibisi proliferasi dan produksi sitokin

(Maier et al., 2007). Beberapa studi mengatakan bahwa enansiomer-S dapat

meningkatkan reaktivitas dari saluran nafas dengan beberapa mekanisme

yaitu, meningkatkan kalsium intraseluler, meningkatkan kepekaan saluran

nafas oleh adanya spasmogen dan memfasilitasi pelepasan asetilkolin dari

disfungsional autoreceptor muscarine prejunctional (Qureshi et al., 2005;

Maier et al., 2007). Enansiomer-S mempunyai klirens yang lebih lambat

diandingkan dengan enansiomer-R sehingga pengulangan dari penggunaan

salbutamol dapat meningkatkan akumulasi enansiomer-S yang kemudian

memberikan peningkatan efek samping yang tidak diinginkan dari

campuran rasemat tersebut. Sekarang mulai dikembangkan sediaan

salbutamol tunggal enansiomer-R

2. Terbutalin

adalah selektif β2-agonis, dengan profil yang mirip

dengan salbutamol, dan profil efek samping yang mirip dengan yang dari

salbutamol pada dosis setara yang juga termasuk SABA (Cathomas et al.,

2006). Terbutalin ada dalam dua bentuk stereoisometric tetapi hanya (-)-

enansiomer terbutalin yang aktif secara farmakologi. Studi farmakokinetik


telah dilakukan pada dua enansiomer dan rasemat. Ketika terbutalin digunakan secara inhalasi,
kurang dari 10% dari

obat ini diserap dalam saluran nafas. Sisanya ditelan dan diserap di saluran

pencernaan secara bervariasi. Bioavailabilitas puasa setelah dosis oral

dilaporkan sekitar 14 sampai 15% dan dikurangi dengan adanya makanan.

Terbutalin mengalami ekstensif metabolisme lintas pertama oleh sulfat (dan

beberapa glukuronida) konjugasi di hati dan dinding usus kemudian

diekskresikan dalam urin dan tinja.

3. Formoterol

adalah selektif β2-agonis yang mempunyai DOA yang

panjang (LABA) seperti salmeterol namun mempunyai OOA yang lebih

cepat hampir sama dengan salbutamol (Cathomas et al., 2006). Formoterol

tersedia dalam bentuk campuran rasemat dimana yang bekerja aktif adalah

R,R-enansiomer. Obat ini tidak direkomendasikan untuk terapi asma akut

(Sweetman, 2009). Formoterol dosis tunggal 12 dan 24 mcg secara inhalasi

memberikan efek bronkoproteksi terhadap EIB selama 12 jam dalam waktu

15 menit (Shapiro et al., 2002). Inhalasi formoterol sangat cepat di absorbsi dengan OOA cepat

dalam 3 menit dan DOA panajang seperti salbutamol yaitu 12 jam. Banyak

dimetabolisme oleh glukuronidasi dan O-demetilasi serta diekskresikan

melalui urin dalam bentuk obat utuh. Obat ini memiliki t1/2 eliminasi setelah

pemakaian secara inhalasi yaitu 10 jam (Sweetman, 2009). Sebanyak 40-60

% obat terikat oleh protein dan 31-38 % terikat oleh albumin.

Xanthine Derivate

1. Pentoxifilline

Sebagai obat anti fibrosis

2. Teofiline
Mekanisme kerja teofillin menghambat enzim nukleotida siklik

fosfodiesterase (PDE). PDE mengkatalisis pemecahan AMP siklik menjadi 5’AMP dan GMP siklik
menjadi 5’-GMP. Penghambatan PDE menyebabkan

penumpukan AMP siklik dan GMP siklik, sehingga meningkatkan tranduksi

sinyal melalui jalur ini. Teofilin merupakan suatu antagonis kompetitif pada

reseptor adenosin, kaitan khususnya dengan asma adalah pengamatan bahwa

adenosin dapat menyebabkan bronkokonstriksi pada penderita asma dan

memperkuat mediator yang diinduksi secara imunologis dari sel must paru-paru

(Goodman & Gilman, 2007). Teofilin merupakan perangsang SSP yang kuat,

merelaksasi otot polos terutama bronkus

3. Aminofiline

Mekanisme kerja obat ini adalah dengan menghambat

enzimfosfodiesterase, sehingga mencegah penguraian siklik AMP, sehingga kadar

siklik AMP intrasel meningkat. Hal ini akan merelaksasi otot polos bronkus dan

mencegah pelepasan mediator alergi seperti histamin dan leukotrin dari sel mast.

Selain itu metil ksantin juga menghambat bronkokonstriksi yang disebabkan oleh

prostaglandin dan memblok reseptor adenosin (Ikawati, 2006).

Indikasi obat ini adalah obstruksi jalan napas reversibel, asma akut berat,

sedangkan untuk efek sampingnya yaitu takikardia, palpitasi, mual, gangguan

saluran cerna, sakit kepala, insomnia, aritmia dan konvulsi terutama bila diberikan

intravena cepat (Anonim, 2000). Serta memiliki efek pada sistem saraf pusat dan

menurunkan tekanan pembuluh vena, sehingga menimbulkan berbagai reaksi

samping yang tidak diinginkan, karena itu teofilin digolongkan sebagai obat ketiga

untuk terapi asma. Selain itu, teofilin juga dapat berinteraksi dengan banyak obat

lain dan mempengaruhi klirens teofilin

Anda mungkin juga menyukai