Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 1

“OSTEOARTHRITIS PADA ARTICULATIO GENU”

OLEH:

LAZULA TOYA DAMARA (20181880006)

DAMARA OKY CAESARIO (20181880007)

AINUR ROFIK (20181880002)

MELITA NURLI RISTAKA (20181880022)

RAHMAWATI (20181880019)

AHMAD FAUZAN HAMID (20181880034)

LEVINA RIHADATUL AISY (20181880024)

AYU NUR AS’ARI (20181880035)

NOVIA RAHMAWATI (20181880038)

PROGRAM STUDI S-1 KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH


SURABAYA

2019/202

1|Page
HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan tutorial ini telah disetujui pada,

Hari :
Tanggal :

Dosen Tutor

dr. Ilham Wildan Ahmad

2|Page
DAFTAR ISI

Halaman persetujuan ...............................................02


Daftar isi ................................................03
Bab 1 Pendahuluan ................................................04

Bab 2 Tinjauan Pustaka ..........................................07

2.1 Anatomi .............................................07


2.2 Histologi .............................................13
2.2.1 Histologi Persendian ........................14
2.2.2 Jaringan Tulang Rawan ....................16
2.3 Fisiologi ............................................16
2.4 Biokimia ............................................20
2.5 Osteoartritis ............................................22
2.5.1 Etiologi .......................................22

2.5.2 Patofisiologi ................................24

2.5.3 Patogenesis ................................25


2.5.4 Diagnosis & Penatalaksanaan .....26
2.6 Kedokteran Islam ......................................30
Bab 3 Final Concept Map .......................................33
Bab 4 Pembahasan ..................................................35
Bab 5 Kesimpulan ...................................................37
Daftar Pustaka .........................................................38

3|Page
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 SKENARIO

Ny. A, 55 th, datang ke poli dalam RSSK Sepanjang dengan keluhan nyeri
lutut sebelah kiri. Keluhan dirasakan sudah sebulan ini, dan memberat
seminggu terakhir ini. Nyeri dirasakan lebih berat terutamajika penderita
habis beraktivitas dan berkurang jika penderita beristirahat. Jika penderita
bangun tidur, kadang terasa kaku, tapi keluhan ini dirasakan tidak lama,
sekitar 10 menitan. Akhir-akhir ini penderita juga merasakan Bbnya
bertambah. Dan juga jika penderita sedang menaiki tangga, terkadang
terdengar bunyi “krek” di lutut kiri tersebut.

Riwayat DM disangkal
Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat trauma disangkal

DIAGNOSIS FISIK:
Keadaan umumcukup, compos mentis, BB kg, TB kg, BMI
TD 120/80, Nadi 110 x/menit, RR 20 x/menit, temperature 36,8
Thorax : rh-/- whz -/-
Abdomen : supel, meteorismus-, H/L ttb
Extremitas : Status lokalis: genu tumor/rubor/dolor/functio lessa
D/S : -/-/-/-
Krepitus genu -/+
Edema -/-

LABORATORIUM:

Hb 13,5 g/dl
PCV 35.000
Leukosit 5.000/mL

4|Page
Trombosit 200.00/mL

Radiologis:
Xphoto genu sinistra: tidak didapatkan penyempitan ruang sendi genu.
Didapatkan osteofit marginal.

1.2 TUJUAN PEMBELAJARAN


a. Mahasiswa dapat mengetahui struktur anatomi articulatio genu
b. Mahasiswa dapat memahami histologi dari hormon prostaglandin
c. Mahasiswa dapat memahami histologi dari jaringan yang berperan dalam
perbaikan kartilago hialin

d. Mahasiswa dapat mengerti fisiologi dari sendi terasa kaku ketika bangun
tidur

e. Mahasiswa dapat mengerti fisiologi dari nyeri memberat setelah


beraktivitas dan berkurang setelah istirahat

f. Mahasiswa dapat mengerti fisiologi dari rasa nyeri padahal tidak


didapatkan penyempitan ruang sendi

g. Mahasiswa dapat mengetahui biokimia dari kondrosit dan jalur biosintesis


glikosamin

h. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dari osteofit marginal


i. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dari nyeri yang hanya pada
lutut sebelah kiri

j. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dari pengaruh jangka waktu


keluhan pada keluhan pasien

k. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dari mekanisme terjadinya


bunyi “krek” saat pasien menaiki tangga
l. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dari pengaruh obesitas dengan
keluhan pasien

5|Page
m. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dari pengaruh peningkatan
nadi dengan keluhan pasien

n. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dari pengaruh Diabetes


Militus dengan keluhan pasien
o. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dari faktor wanita lebih
beresiko terkena osteoartritis

p. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dari faktor umur menjadi


penyebab osteoartritis

q. Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari keluhan utama serta


pembagiannya

r. Mahasiswa dapat mengetahui jumlah leukosit dan hasil laboratorium pada


orang normal

s. Mahasiswa dapat mengetahui apa itu osteoartrhitis


t. Mahasiswa dapat mengetahui mengapa osteoarthritis kurang tepat jika
disebut sebagai penyakit degeneratif

6|Page
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
ANATOMI GENU

REGIO GENU

Di posterior dari condylus lateralis femoris dapat ditemukan tendo insertio m.


Biceps femoris. N. Peroneus communis dapat diraba membelok ke anterior pada
capitulum fibulae. Dalam keadaan flexio pada articulatio genu, ligamentum
collaterale fiburale dapat diraba seperti struktur yang kaku di posterior dari tractus
iliotibialis.

Bila dilakukan flexio pada articulatio genu, maka akan tampak cekungan di
bagian posterior regio genu, yaitu fossa poplitea. Dibagian inferior fossa poplitea
terlihat kedua capita m. Gastrocnemius membentuk tonjolan. (Drake, 2012)

7|Page
Sumber gambar (Netter, 2015)

Sumber gambar (Netter, 2015)

SENDI GENU

Sendi genu adalah sendi synovialis terbesar pada tubuh manusia. Pada
dasarnya sendi genu adalah sendi ginglymus/ engsel yang fungsinya terutama flexi
dan ekstensi. Sendi genu terdiri dari :

 Persendian di antara femur dan tibia, untuk menopang berat tubuh, dan
 Persendian di antara patella dan femur.

FACIES ARTICULARIS

Facies articularis/ permukaan sendi tulang-tulang yang berkontribusi pada


sendi genus ditutup oleh tulang rawan hyalin. Permukaan utama yang terlibat
meliputi :

 Kedua condylus femoris, dan


 Permukaan yang berhadapan pada aspectus superior kedua condylus tibiae.

8|Page
MENISCI

Merupakan tulang rawan fibrosa berbentuk huruf-C, terdapat dua macam


meniscus yaitu meniscus medialis yang terletak di medial dan meniscus lateralis
yang terletak lateral.

Meniscus medialis terlekat di sekeliling tepinya pada capsula articularis sendi


genus dan pada ligamentum collaterale tibiae, sedangkan meniscus lateralis tidak
terlekat pada capsula. Sehingga, meniscus lateralis lebih mudah bergerak
dibandingkan meniscus medialis.

Sumber gambar (Netter, 2015)

MEMBRANA SYNOVIALIS DAN MEMBRANA FIBROSUM

Membrana synovialis sendi genu melekat pada tepi-tepi facies articularis dan
pada tepi-tepi luar bagian superior dan inferior menisci. Ke arah anterior, membrana
synovialis dipisahkan dari ligamentum patellae oleh bantalan lemak corpus
adiposum infrapatellare.

9|Page
Membrana fibrosum sendi genu luas dan sebagian terbentuk dan diperkuat
oleh perpanjangan tendo musculi yang mengelilinginya. Pada umumnya,
membrana fibrosum menutupi cavitas articularis dan area intercondylaris :

 Pada sisi medial sendi genu, membrana fibrosum menyatu dengan


ligamentum collaterale tibiale dan dilekatkan oleh permukaan dalamnya
pada meniscus medialis
 Ke arah lateral, permukaan luar membrana fibrosum dipisahkan oleh suatu
ruangan dari ligamentum collaterale fibulare dan permukaan dalam
membrana fibrosum tidak melekat pada meniscus lateralis
 Ke arah anterior, membrana fibrosum melekat pada tepi-tepi patella dan
membrana fibrosum diperkuat oleh perluasan tendo dari musculus vastus
medialis dan musculus vastus lateralis.

Sumber gambar (Netter, 2015)

LIGAMENTUM

Ligamenta utama yang berkaitan dengan sendi genus adalah ligamentum


patellae, ligamentum collaterale tibiale (mediale), ligamentum collaterale fibulare
(laterale), ligamentum cruciatum anterius dan ligamentum cruciatum posterius.

10 | P a g e
11 | P a g e
FOSSA POPLITEA

Fossa poplitea terletak di bagian posterior regio genu. Batas superiornya


adalah m. Biceps femoris di lateral dan mm. Semitendinosus et semimembranosus
di medial. Batas inferiornya adalah m. Plantaris dan caput laterale m.
Gastrocnemius di lateral serta caput mediale m. Gastrocemius di medial.

ANASTOMOSIS DI SEKELILING ARTICULATIO GENU


Anastomosis ini dilakukan oleh arteriae atau cabang arteria, yaitu a. Poplitea
dengan cabangnya aa. Genu superiores et aa. Genu inferiores; a. Femoralis dengan
cabangnya a. Genu descendens; r. Descendens a. circumflexa femoris lateralis dan
aa. Recurrentes tibiales anterior et posterior.

12 | P a g e
2.2 Histologi

Histologi Persendian Genu

Gambar : persendian diatrosi genu, sumber (Mescher, 2014)

Sendi adalah area tempat melekatnya antara tulang satu dan lainnya serta
dikuatkan dengan jaringan ikat lain. (Mescher, 2014) Dengan adanya sendi pada
perlekatan tulang sehingga memungkinkan terjadinya beberapa pergerakan. Pada
tubuh manusia terdapat dua jenis sendi yang dibedakan berdasarkan kemampuan
dalam pergerakannya. Sinatrosis merupakan sendi yang memiliki pergeakan yang
lebih sedikit sedangkan Diatrosis merupakan jenis sendi yang memungkinkan
gerakan bebas tulang-tulangyang terkai, seperti sendi jari, lutut, dan siku (Mescher,
2014).

Persendian diatrosis dikatakan sebagai sendi sinovial karena pada


persendian ini terdapat banyak cairan sinovial yang fungsinya sebagi pelumas agar
sendi dapat bergerak bebas. Terdapat empat komponen penting pada persendian
diatrosis yaitu, kapsul sendi, rongga sendi, tulang rawan sendi, dan membran
sinovial.

13 | P a g e
Gambar : Histologi regio genu, sumber (Mescher, 2014)

a. Kapsul Sendi

Kapsul sendi merupakan komponen sendi yang menyatu dengan


ligamen yang tertanam dalam periosteum kedua tulang. Kapsula persendian
terbagi menjadi dua lapian yakni, lapisan luar yang terdiri dari jaringan ikat
dan lapisan dalam yang disebut membrana sinovial. (Amindariati, 2016)

b. Rongga Sendi
Rongga sendi adalah suatu ruang tertutup yang terdapat di antara
kartilago sendi yang berisi banyak sekali cairan sinovial yang kental dan
bening sebagai pelumas dan penahan goncangan, ruangan ini dikeliling oleh
membran sinovial
c. Tulang Rawan Sendi

Tulang rawan sendi ialah tulang rawan yang melapisi permukaan


dari tulang tulang pada suatu persendian, tidak dilapisi oleh perikondrium
karrna perikondriumnya telah berubah bentuk menjadi kantongan yang
melipat-lipat disebut dengan membrana sinovial (Amindariati, 2016)Pada

14 | P a g e
tulang rawan (kartilago) hyalin berisi sabut kolagen, kondrosit, kondroblast
, dan asam hyaluronat (Mescher, 2014)Serat kolagen tulang rawan sendir
terususn melengkung dengn puncaknya dekat permukaan terpapar dan tidak
seperti tulang rawan hyalin lainnya. Dengan adanya kolagen ini membantu
menyebarkan tekanan yang ada pada sendi itu. Tulan rawan sendi lentur dan
efesien menyerap tekanan mekanik intermiten yang dialami sendi itu
(Amindariati, 2016). Pada tulang rawan (kartilago) hyalin berisi sabut
kolagen, kondrosit, kondroblast , dan asam hyaluronat

Gambar : Histologi tulang rawan, sumber

(Amindariati, 2016)

d. Membrana Sinovial

Membran sinovial adalah jaringan ikat khusus yang melapisi kapsul


sendi dan berkontak dengan cairan sinovial sebagai pelumas, yang terutama
bertanggung jawab atas pemeliharaannya. Membrana sinovial menonjolkan
lipatan-lipatan kecil dalam trongga sendi dan lipatan tersebut mengandung
banyak pembuluh darah kecil. Ronga sendi mengelilingi tulang rawan sendi.
(Mescher, 2014)

Membrana sinovial dibagi menjadi tiga tipe berdasarkan tempat melekatnya


(Amindariati, 2016)

- Membrana sinovial tipe fibrous, apabila luarnya terdiri atas


jaringan ikat fibrous.
- Membrana sinovial tipe areolar, bila lapaisan larnya terdiri atas
jaringan luarnya terdiri atas jaringan areolar (jaringan ikat
kendor)
- Membrana sinovial tipe adiposa, bila lapisan luarnya terdiri atas
jaringan lemak.

15 | P a g e
2.3 Fisiologi

Nyeri terutama adalah mekanisme protektif untuk menimbulkan


kesadaran terhadap kenyataan bahwa sedang atau akan terjadi kerusakan
jaringan. Karena nilainya bagi kelangsungan hidup, nosiseptor (reseptor nyeri)
tidak beradaptasi terhadap stimulasi yang berulang atau berkepanjangan.
Simpanan pengalaman yang menimbulkan nyeri dalam ingatan membantu kita
menghindari kejadian-kejadian yang berpotensi membahayakan diri di

masa mendatang

Perangsangan nosiseptor menimbulkan persepsi nyeri serta respons


motivasional dan emosiaonal

Tidak seperti modalitas somatosensorik lain, sensasi nyeri disertai oleh


respons perilaku bermotif (misalnya menarik diri atau bertahan) serta reaki
emosional (misalnya mengangis atau tajut). Juga, tidak seperti sensasi lain,
persepsi subjektif nyeri dapat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu atau
sekarang (misalnya meningkatnya oerseposi nyeri yang menyertai rasa takut
akan dokter gigi atau berkurangnya persepsi nyeri pada seorang atket yang
cedera ketika sedang bertanding). Oleh sebab itu, nyeri adalah pengalaman
pribadi yang multidimensi
1. Kategori reseptor nyeri

Terdapat tiga kategori nosiseptor : nosiseptor mekanis berespons


terhadap kerusakan mekanis misalnya teesayat, terpukul, atau cubitan ;
nosiseptor suhu berespons terhadap suhu ekstrim, terutama panas ; dan
nosiseptor polimodal berespons sama kuat terhadap semua Janis rangsangan
yang merusak, termasuk bahan kimia iritan yang dikeluarkan oleh jaringan
yang cedera. Semua nosiseptor dapat ditingkatkan kepekaannya oleh adanya
prostaglandin, yang sangat meningkatkan respons resptor terhadap rangsangan
yang merusak (yaitu, terasa lebih akit jika ada prostaglandin). Prostaglandin
adalah kelompok khusus turunan asam lemak yang dipecah dari lapis ganda
lemak membrane plasma dan bekerja local setelah dibebaskan. Cedera jaringan
di antara hal lainnya, dapat menyebabkan pelepasan local prostaglandin.
Bahan-bahan kimia ini bekerja pada ujung perifer nosiseptor untuk

16 | P a g e
menurunkan ambang pengaktifan nosiseptor. obat golongan aspirin
menghambat pembentukan prostaglandin, yang ikut berperan menentukan sifat
analgesik (penghilang nyeri) obat ini

2. Serat nyeri aferen cepat dan lambat

Impuls nyeri yang berasal dari mosiseptor disalurkan ke SSP melalui salah
satu dari dua jenis serat aferen. Sinyal yang berasal dari nosiseptor yang
berespons terhadap kerusakan mekanis seperti terpotomg atau kerusakan suhu
seperti terbakar disalurkan melalui serat A-delta halus bermielin dengan
kecepatan hingga 30 m/dtk (jalur nyeri cepat). Impuls dari nosiseptor
polimodal yang berespons terhadap bahan yang dulepaskan ke CES dari
jaringan yang rusak disalurkan oleh serat C halus tak bermielin dengan
kecepatan yang lebih rendah yaitu 12 m/dtk atau kurang (jalur nyeri lambat).
Ingatlah kapan jari tangan anda terakhir kali terpotong atau terbakar. Anda
akan merasakan sentakan tajam nyeri pada awal yang segera diikuti oleh nyeri
yang lebih difus. Nyeri biasanya pertama kali dirasakan sebagai sensasi
tertusuk tajam yang singkat yang mudah diktahui lokasinya ; ini adalah nyeri
cepat yang berasal dari nosiseptor mekanis atau panas spesifik. Perasaan ini
diikuti oleh sensasi pegal tumpul yang lokalisasinya tidak jelas dan menetap
lebih lama disertai rasa ridak nyaman ; ini adalah nyeri lambat yang diaktifkan
oleh bahan-bahan kimia, terutama bradikinin, suatu bahan yang normalnya
inaktif dan menjadi aktif oleh enzim-enzim yang dikeluarkan ke dalam CES
dan jaringan yang rusak. Bradikinin dan senyawa-senyawa terkait tidak saja
memicu nyeri dengan merangsang nosiseptor polimodal, tetapi juga berperan
dalam respons peradangan terhadap cedera jaringan. Nyeri yang perlahan dan
menusuk ini bertahan dalam jangka waktu yang lama karena menetapnya
bahan-bahan kimia yang dilepaskan ini setelah terhentinya rangsangan
mekanis atau suhu penyebab kerusakan jaringan. Menariknya, reseptor perifer
serat C aferen diaktifkan oleh kapsaisin, bahan dalam cabai yang
menimbulkan rasa pedas. (Selain mengikat reseptor nyeri, kapsaisin berikatan
dengan reseptor suhu-karena itu, timbul rasa panas ketika kita makan cabai
pedas). Ironisnya, aplikasi local kapsaisin malah dapat mengurangi nyeri

17 | P a g e
klinis, kemungkinan besar dengan merangsang secara berlebihan dan merusak
nosiseptor yang berikatan dengannya.

3. Pemrosesan masukan nyeri di tingkat yang lebih tinggi.

Banyak struktur berperan dalam pemrosesan nyeri. Serat nyeri aferen primer,
jalur nyeri asendens di korda spinalis, dan daerah-daerah otak terlibat pada
persepsi nyeri. Serat-serat nyeri aferen promer bersinaps dengan antarneuron
ordo-kedua spesifik di tanduk dorsal korda spinalis. Sebagai respons terhadap
potensial aksi yang dipicu oleh rangsangan, serat-serat nyeri aferen
mengeluarkan neurotransmitter yang memengaruhi neuron-neuron berikutnya.
Dua neurotransmitter yang paling banyak diketahui adalah substansi P dan
glutamate. Substansi P yang unik bagi serat nyeri, mengaktifkan jakur-jalur
asendens yang menyalurkan sinyal nosiseptif ke tingkat lebih tinggi untuk
pemrosesan lebih lanjut. Jalur-jalur nyeri asendens memiliki tujuan berbeda-
beda di korteks, thalamus, dan formasio retikularis. Daerah pemrosesan
somatosensorik di korteks menentukan lokasi nyeri, sementara daerah-daerah
korteks lain ikut serta dalam komponen sadar pengalaman nyeri lainnya,
misalnya refleksi tentang kejadian. Nyeri tetap dapat dirasakan tanpa adanya
korteks, mungkin di tingkat thalamus. Formasio retikularis meningkatkan
derajat kewaspadaan yang berkaitan dengan rangsangan yang merusak.

Interkoneksi dari thalamus dan formasio retikularis ke hypothalamus


dan sistem limbic memicu respons perilaku dan emosi yang menyertai
pengalaman yang menimbulkan nyeri. Sistem limbic tampaknya penting dalam
mempersepsikan aspek nyeri yang tidak menyenangkan.

Glutamat, neurotransmiter lain yang dikeluarkan dari terminal nyeri aferen


primer, adalah neurotransmiter eksitatorik utama. Glutamat bekerja pada dua
reseptor membrane plasma berbeda di antarneuron eksitatorik tanduk dorsal,
dengan dua efek berbeda. pertama, pengikatan glutamat dengan reseptor
AMPA-nya menyebabkan perubahan permeabelitas yang akhirnya
menyebabkan pembentukan potensial aks di sel tanduk dorsal. Potensial aksi
ini menyalurkan pesan nyeri ke pusat- pusat yang lebih tinggi. Kedua,
pengikatan glutamate dengan reseptor NMDA-nya menyebabkan masuknya

18 | P a g e
ca2+ ke dalam sel tanduk dorsal. Jalur ini tidak terlibat dalam tranmisi pesan
nyeri. ca2+ memicu sistem caraka kedua yang membuat sel tanduk dorsal lebih
peka dari pada biasanya. Hipereksitabilitas ini ikut berperan meningkatkan
sensitivitas daerah yang cedera terhadap pajanan rangsangan nyeri berikutnya
atau bahkan rangsangan tak- nyeri biasa, misalnya sentuhan ringan.
Bayangkanlah betapa peka kulit Anda yang mengalami luka bakar, bahkan
terhadap kain baju Anda. Mekanisme lain juga berperan menyebabkan
supersensitivita suatu daerah yang cedera. Sebagai contoh, responsivitas
reseptor perifer pendeteksi nyeri dapat ditingkatkan sehingga reseptor tersebut
bereaksi lebih kuat terhadap rangsangan berikutnya. Kepekaan yang
berlebihan ini mungkin bertujuan untuk mengurangi aktivitas yang dapat
semakin merusak atau mengganggu penyembuhan daerah yang cedera.
Hipersensitivitas ini biasanya mereda setelah cedera sembuh. Nyeri kronik,
yang persisten dan kadang- kadang sangat mengganggu,kadang terjadi tanpa
kerusakan jaringan. Berbeda dengan nyeri akut yang menyertai cedera jaringan
perifer, yang berfungsi sebagai mekanisme protektif normal untuk memberi
tahu tubuh akan kerusakan yang terjadi atau akan terjadi, keadaan nyeri kronik
abnormal terjadi akibat hipersensitivitas berkepanjangan di dalam jalur- jalur
tranmisi nyeri di saraf perifer atau

SSP, yaitu nyeri dirasakan karena terbentuknya sinyal abnormal di


dalam jalur- jalur nyeri tanpa adanya rangsangan nyeri biasa. Bukti terkini
membuktikan bahwa eksitabilitas yang abnormal dan menetap di antara neuron
di jalur nyeri yang mengarah ke nyeri kronik adalah hasil saling memengaruhi
antara neuron yang terlibat, sel glia (terutama mikroglia dan astrosit ), dan sel
imun. Sel- sel ini melepaskan banyak tipe caraka kimia antar sel yang ditujukan
untuk menolong, seperti dengan meningkatkan kekuatan sinaptik atau dengan
mendorong penyembuhan sebagai respon terhadap jarinngan yang cedera.
Namun, banyak molekul ini meningkatkan eksitabilitas neuron yang terlibat,
suatu keadaan yang dapat bertahan lama setelah kerusakan awal disembuhkan.
Dengan melepas reaksi yang berlebihan terhadap rangsangan yang biasanya
terlalu ringan untuk memicu respons, neuron yang sangat sensitif terus
berlanjut dalam mencetuskan dan menghantarkan sinyal nyeri yang tampaknya
terjadi secara spontan tanpa adanya kerusakan jaringan yang nyata. Nyeri

19 | P a g e
kronik kadang- kadang digolongkan sebagai nyeri neuropatik. Pada populasi
global, 15- 20 % orang dewasa menderita kelainan ini.

2.4 Biokimia
Glukosa dan glikosamin memasuki tubuh, yang prosesnya dibagi menjadi dua :

1. Yang pertama, glukosa melewati proses glikolisis dengan ATP oleh


enzim Hexokinase dan hasilnya sebagian ada yang jadi ADP dan ada
yang melanjutkan diri menjadi Glukosa-6-fosfat kemudian melanjutkan
diri menjadi Fruktosa-6-fosfat lalu dibagi menjadi dua proses. Yang
pertama, Fruktosa-6-fosfat mengalami glikolisis dan hasil akhirnya
menjadi Piruvate. Lalu proses yang kedua, Fruktosa-6-fosfat dikatalisis
dengan Glutamin oleh Glutamin : Fruktosa-6-fosfat-amidotransferase
lalu hasilnya ada yang sebagian yang menjadi Glukosa dan sebagiannya
lagi menjadi Glukosamin-6-fosfat.

2. Yang kedua, Glikosamin mengalami glikolisis bersama ATP dan


menghasilkan ADP dan Glucosamin-6-fosfat. Lalu, melanjutkan diri
menjadi Asetil Glukosamin-6-fosfat. Lalu, melanjutkan diri menjadi
Asetil Glukosamin-1-fosfat. Lalu bereaksi dengan Uridin yang
menghasilkaan Pi dan Uridin Asetil Glukosamin. Hasil akhir dari
Uridin Asetil Glukosamin adalah Proteoglikan, Glikolipid, dan
Glikoprotein

Pusat peran asetilglukosamin-6-fosfat (GlucN-6-P) dalam metabolisme


gula amino dan sintesis proteoglikan,glikolipid,glikoprotein.
Singkatan :
• Gluc = glukosa
• GlucN = Glukosamin
• Gluc-6-P = Glukosa-6-fosfat
• Fruc-6-P = Fruktosa-6-fosfat

20 | P a g e
• GlucNAc-6-P = Asetilglukosamin-6-fosfat
• GlucNAc-1-P = Asetilglukosamin-1-fosfat
• UDP = Uridin
• GluN = Glukosamin
• GFAT = Glutamin : fruktosa-6-fosfat-amidotransferase
Info :
o Proteoglikan : komponen penting dari kartilago artikuler o
Glukosamin : meningkatkan sintesi proteoglikan sehingga
menghambat kerusakan tulang rawan yang disebabkan oleh
osteoartritis. Membantu menjaga keseimbangan antara proses
katabolik dan anabolik tulang rawan

o Tidak semua enzim pro akan hal ini. Ada beberapa enzim yang
malah merusak. Diantaranya :

 Lisozom protease (cathepsin)


 Metalloprotease (stromelisin,kolagenase, dan gelatinase) cukup
besar

o Proteoglikan mengubah afinitas dari matriks tulang rawan untuk


mempermudah kemampuan H2O untuk mengalir kedalam / keluar
permukaan sendi.

o Glukosamin mengambil bagian dalam sintesis glikosaminoglikan


dan proteoglikan oleh kondrosit Kesimpulan :

Glukosamin mempunyai efek positif dalam meringankan rasa nyeri


dan memperbaiki sendi tulang penderita osteoartritis.

21 | P a g e
2.5 OSTEOARTHRITIS
2.5.1 Etiologi
Faktor Risiko
1. Osteoarthritis
Faktor Intrinsik Faktor Ekstrinsik
Usia (jarang pada usia < 40, sering Obesitas
pada usia > 70 tahun )
Jenis kelamin ( perempuan lebih sering Trauma
terkena OA lutut, sementara laki – laki
sering terkena OA panggul)
Suku bangsa / Ras Faktor Pekerjaan, aktivitas fisik, dan
olahraga yang sering dilakukan
Gangguan pertumbuhan
Herediter

- Perbedaan ras Perbedaan ras menunjukkan distribusi sendi OA yang terkena,


misalnya rata-rata wanita dengan Ras Afrika-Amerika terkena OA lutut lebih tinggi
daripada wanita ber ras Kaukasia. Ras Afrika hitam, China, dan Asia-Hindia
menunjukkan prevalensi OA panggul dari pada ras Eropa-Kaukasia. Dan adanya
faktor perubahan gaya hidup orang eropa yang berganti kepola hidup vegetarian
yang mengakibatkan adanya perbedaan antara ras eropa dan ras asia dalam
terjangkit OA.
- Usia Gejala dan tanda pada radiologi OA lutut sangat banyak dideteksi sebelum
usia 40 tahun. Bertambahnya usia, insiden OA juga semakin meningkat. Insiden
meningkat tajam pada usia sekitar 55 tahun.
- Faktor genetik Faktor genetik merupakann faktor penting. Anak perempuan
dengan ibu yang memiliki OA berisiko lebih tinggi dari pada anak laki-laki karena
OA diwariskan diwariskan kepada anak perempuan secara dominan sedangkan
pada laki-laki diwariskan secara resesif. Selain itu genetik menyumbang terjadinya
OA pada tangan sebanyak 65%, OA panggul sebanyak 50%, OA lutut sebanyak
45%, dan 70% OA pada cervical dan spina lumbar.
- Obesitas Obesitas merupakan faktor penting terkait perkembangan OA pada lutut
tetapi hubungan ini lebih kuat pada wanita. Risiko terjadinya OA dua kali lebih
besar pada orang dengan berat badan berlebih dari pada kelompok orang dengan
berat badan normal. Selain itu dilihat dari perubahan radiologis, obesitas
merupakan prediktor ketidakmampuan yang progresif. Tetapi hubungan ini tidak
jelas pada OA panggul dan OA tangan.

22 | P a g e
- Riwayat bedah lutut atau trauma Trauma pada sendi merupakan faktor risiko
berkembangnya penyakit OA. Hal ini dikarenakan kemungkinan adanya kerusakan
pada mayor ligamen, tulang pada sekitar sendi tersebut. Trauma merupakan faktor
risiko pada OA lutut karena kerusakannya bisa menyebabkan perubahan pada
meniskus, atau ketidakseimbangan pada anterior ligamen krusial dan ligamen
kolateral.
- Aktivitas berat yang berlangsung lama Penggunaan sendi dalam aktivitas berat
yang berlangsung lama menjadi faktor risiko berkembangnya penyakit OA.
Pekerjaan seperti kuli angkut barang, memanjat menyebabkan peningkatan OA
lutut, hal ini biasanya terjadi pada laki-laki. Selain itu kebiasaan yang membungkuk
terlalu lama seperti petani, atau tukang cuci meningkatkan risiko terjadinya OA
panggul. Altet olahraga wanita ataupun lelaki menunjukkan faktor risiko besar
terjadinya OA lutut dan panggul. (Maharani, 2013)
2. Reumatid Arthritis
No. Penyebab
1 Riwayat keluarga
2 Jenis kelamin
3 Hormon
4 Umur
5 Lingkungan
6 Merokok
7 Bakteri / virus

Penyebab pasti rheumatoid arthritis belum diketahui, tetapi penelitian telah


menunjukkan bahwa beberapa faktor yang dapat menyebabkan RA yaitu :
a. Riwayat keluarga.
Apabila terdapat anggota keluarga yang terkena RA, maka beresiko tinggi terkena
RA.
b. Jenis kelamin.
Perempuan memiliki resiko 2 sampai 3 kali lebih sering terkena RA dibandingkan
pria.
c. Hormon.
Peningkatan hormon juga dapat berpengaruh misalnya gejala RA meningkat selama
kehamilan, wanita yang pernah menggunakan kontrasepsi oral memiliki penurunan
dalam resiko RA. Hal ini karena adanya perubahan profil hormon, placental
corticotropinreleasing hormone secara langsung menstimulasi sekresi
dehidroepiandrosteron (DHEA) yang merupakan androgen utama pada wanita yang
dikeluarkan oleh sel-sel adrenal fetus. DHEA merupakan substrat penting dalam
sintesis (Th2) dan menghambat respon imun seluler (Th1). Oleh karena pada

23 | P a g e
rheumatoid arthritis Th1 lebih dominan sehingga estrogen dan progesteron
memiliki efek yang berlawanan terhadap perkembangan rheumatoid arthritis.
d. Umur.
RA umumnya mulai berkembang pada saat usia 40 – 60 tahun. Tetapi pada anak
kecil bisa juga terjadi yang biasa disebut dengan Juvenile rheumatoid arthritis.
e. Lingkungan.
Perubahan iklim dapat memperburuk gejala pada RA.
f. Merokok.
Kebiasaan merokok dapat memicu peningkatan terkena RA dan kekambuhan pada
RA. Karena merokok dapat memperlabat proses bekerjanya obat untuk RA.

3. Gout Arthritis
a. Usia
Pada umumnya serangan gout arthritis yang terjadi pada laki-laki untuk pertama
kalinya pada usia 40-69 tahun, sedangkan pada wanita serangan gout arthritis
terjadi pada usia lebih tua dari pada laki-laki, biasanya terjadi pada saat menopause.
Wanita memiliki hormon estrogen, hormon inilah yang dapat membantu proses
pengeluaran asam urat melalui urin sehingga asam urat didalam darah dapat
terkontrol.
b. Jenis kelamin
Laki-laki memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi dari pada wanita, sebab wanita
memiliki hormon ektrogen.
c. Konsumsi purin yang berlebih
Konsumsi purin yang berlebih dapat meningkatkan kadar asam urat di dalam darah,
serta mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi purin.
d. Konsumsi alkohol
e. Penyakit dan obat-obatan (Maharani, 2013)

2.5.2 Patofisiologi
Osteoarthritis ialah suatu penyakit sendi yang ditandai oleh adanya kelainan pada
tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang di dekatnya. Tulang rawan (kartilago)

24 | P a g e
adalah bagian dari sendi yang melapisi ujung dari tulang, untuk memudahkan
pergerakan dari sendi. Kelainan pada kartilago akan berakibat tulang bergesekan
satu sama lain, sehingga timbul gejala kekakuan, nyeri dan pembatasan gerakan
pada sendi (Nur, 2009)
Tulang rawan (kartilago) sendi dibentuk oleh sel kondrosit dan matriks
ekstraseluler, yang terutama terdiri dari air (65%-80%), proteoglikan, dan jaringan
kolagen. Kondrosit berfungsi mensintesis jaringan lunak kolagen tipe II untuk
penguat sendi dan proteoglikan untuk membuat jaringan tersebut elastis, serta
memelihara matriks tulang rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap
terjaga dengan baik. Kartilago tidak memiliki pembuluh darah sehingga proses
perbaikan pada kartilago berbeda dengan jaringan-jaringan lain. Di kartilago, tahap
perbaikannya sangat terbatas mengingat kurangnya vaskularisasi dan respon
inflamasi sebelumnya . (Nur, 2009)
Kartilago yang mengalami degenerasi yang disebabkan oleh rusaknya kondrosit
dan merupakan reaksi terjadi pembentukan tulang di daerah tepi serta subkondrium
sendi. Kartilago tersebut menjadi lunak dengan seiring pertambahan usia dan terjadi
penyempitan rongga sendi yang menyebabkan pergesekan antar tulang kemudian
terjadi cedera mekanis. Cedera mekanis ini akan mengakibatkan tulang yang yang
bergesekan mengalami erosi yang akan menimbulkan sklerosis atau penebalan
pengerasan tulang. (Kowalak, 2011)
Erosi kartilago menghasilakan serpihan kartilago yang akan mengiritasi lapisan
synovial yang kemudian menjadi jaringan fibrous dan membatasi pergerakan sendi.
Cairan synovial dapat terdorong merembes ke keluar memasuki defek pada tulang
sehingga terbentuk kista. (Kowalak, 2011)

2.5.3 Patogenesis
OA terbentuk pada 2 keadaan :
1. Sifat biomaterial kartilago sendi dan tulang subkondral normal, tetapi
terjadi beban berlebihan terhadap sendi, sehingga jaringan rusak.
2. Beban yang ada secara fisiologis normal, tetapi sifat bahan kartilago atau
tulang kurang baik.

25 | P a g e
2.5.4 Diagnosis & Penatalaksanaan

Manifestasi Klinis:

• Nyeri sendi: Keluhan utama


Diperberat oleh pemakaian sendi dan berkurang saat istirahat

• Kaku sendi
Saat bangun tidur pagi hari atau setelah inaktivitas. Berlangsung <30 menit

• Hambatan gerak sendi


• Krepitus: sendi bunyi saat digerakkan
• Pembengkakan sendi

Penegakan diagnosis:

1. Anamnesis:
• Nyeri berangsur-angsur
• Tidak adanya inflamasi (kaku sendi <30 menit)
• Nyeri sendi saat beraktivitas
2. Pemeriksaan Fisik:
• Tentukan BMI

26 | P a g e
• Adakah kelemahan/ atrofi otot?
• Gaya berjalan/ pincang?
• Lingkup gerak sendi (ROM)
• Nyeri tekan sendi

• Penonjolan tulang Deformitas

3. Pemeriksaan Radiologis:
Gambaran sendi yang mengarah pada OA:

• Celah sendi menyempit (asimetris)


• Sklerosis subkondral
• Adanya kista pada tulang
• Osteofit disekitar sendi: nodus Heberden (pada DIP) dan nodus Bouchard
(pada PIP)

• Struktur anatomi sendi berubah

Kriteria Diagnosis Osteoarthritis


Berdasarkan Etiologi
1. Primer/Idiopatik (timbul sendiri tanpa diketahui penyebabnya)
1.1 Berdasarkan Lokasi Sendi menurut ACR :
OA Lutut, ada beberapa kriteria:
o Kriteria Diagnosis (Klinis)
- Krepitus
- Kaku sendi < 30 menit
- Umur > 50 tahun
- Nyeri tekan tepi tulang
- Tidak hangat pada sinovium -sendi lutut. o Kriteria Klinis dan
Radiologis

- Adanya osteofit dengan kriteria di atas (diagnosis klinis).

o Kriteria Klinis dan Laboratoris


- usia > 50 tahun
- kaku < 30 menit

27 | P a g e
- Krepitus pada gerak aktif
- Nyeri tekan pada tepi tulang
- Pembesaran tulang
- tidak teraba hangat sinovium sendi yang terkena, sesuai OA
- LED < 40 mm/jam
- RF < 1:40
2. Sekunder
2.1 Metabolik
2.2 Trauma
2.3 Kelainan Anatomi / Struktur Sendi
2.4 Inflamasi

Tanda / Gejala Gout Arthritis


Kemerahan Pada sendi

Pembengkakan / Pada sendi


nyeri Metatarsofalangeal Tanda / Gejala Rheumatoid Arthritis
pertama Pembengkakan √
Hiperurisemia √
Nyeri Sendi √
Inflamasi Maksimal Timbul dalam waktu 1
hari Kaku Pada pagi hari
Sendi Pembengakkan asimetris Destruksi Membran synovial
persendian
Serangan Artritis Ditemukan lebih dari 1 Perbandingan
Akut serangan Perempuan dengan 3:1
Cairan Sendi Monosodium Urat laki-laki
Faktor-faktor Genetik, infeksi
bakteri,virus, kebiasaan
merokok
Artritis 3 daerah persendian /
lebih
Nodul Reumatoid √

Timbul Mendadak / berangsur-


angsur

28 | P a g e
TATALAKSANA
Osteoathritis
Tujuan penatalaksanaan pada OA untuk mengurangi tanda dan gejala OA,
meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan kebebasan dalam pergerakan sendi,
serta memperlambat progresi osteoartritis. Spektrum terapi yang diberikan meliputi
fisioterapi, pertolongan ortopedi, farmakoterapi, pembedahan, rehabilitasi.
a. Terapi konservatif
Terapi konservatif yang bisa dilakukan meliputi edukasi kepada pasien, pengaturan
gaya hidup, apabila pasien termasuk obesitas harus mengurangi berat badan, jika
memungkinkan tetap berolah raga (pilihan olah raga yang ringan seperti bersepeda,
berenang).
b. Fisioterapi Fisioterapi untuk pasien OA termasuk traksi, stretching, akupuntur,
transverse friction (tehnik pemijatan khusus untuk penderita OA), latihan stimulasi
otot, elektroterapi.
c. Pertolongan ortopedi Pertolongan ortopedi kadang-kadang penting dilakukan
seperti sepatu yang bagian dalam dan luar didesain khusus pasien OA, ortosis juga
digunakan untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi sendi (Altman R,
2013)
d. Farmakoterapi
- Analgesik / anti-inflammatory agents. COX-2 memiliki efek anti inflamasi
spesifik. Keamanan dan kemanjuran dari obat anti inflamasi harus selalu dievaluasi
agar tidak menyebabkan toksisitas. Contoh: Ibuprofen : untuk efek antiinflamasi
dibutuhkan dosis 1200-2400mg sehari. Naproksen : dosis untuk terapi penyakit
sendi adalah 2x250375mg sehari. Bila perlu diberikan 2x500mg sehari. -
Glucocorticoids Injeksi glukokortikoid intra artikular dapat menghilangkan efusi
sendi akibat inflamasi. Contoh: Injeksi triamsinolon asetonid 40mg/ml suspensi
hexacetonide 10 mg atau 40 mg. - Asam hialuronat - Kondroitin sulfat - Injeksi
steroid seharusnya digunakan pada pasien dengan diabetes yang telah
hiperglikemia. Setelah injeksi kortikosteroid dibandingkan dengan plasebo, asam
hialuronat, lavage (pencucian sendi), injeksi kortikosteroid dipercaya secara
signifikan dapat menurunkan nyeri sekitar 2-3 minggu setelah penyuntikan.
e. Pembedahan
- Artroskopi merupakan prosedur minimal operasi dan menyebabkan rata infeksi
yang rendah (dibawah 0,1%). Pasien dimasukkan ke dalam kelompok 1 debridemen
artroskopi, kelompok 2 lavage artroskopi, kelompok 3 merupakan kelompok
plasebo hanya dengan incisi kulit. Setelah 24 bulan melakukan prosedur tersebut
didapatkan hasil yang signifikan pada kelompok 3 dari pada kelompok 1 dan 2.
- Khondroplasti : menghilangkan fragmen kartilago. Prosedur ini digunakan untuk
mengurangi gejala osteofit pada kerusakan meniskus.

29 | P a g e
- Autologous chondrocyte transplatation (ACT)
- Autologous osteochondral transplantation (OCT)

2.6 Kedokteran Islam


Dalil-dalil

 Sabar dan ikhlas menghadapi sakit

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa, buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira

30 | P a g e
kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah
mereka mengucapkan: “Inna lillahi wa innaa ilaihi raaji’un”. Mereka itulah yang
mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari rabbnya, dan mereka
itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Al-Baqarah 155-157)

“Apabila seorang hamba sakit atau sedang melakukan safar, Allah akan
menuliskan baginya pahala seperti saat ia lakukan ibadah di masa sehat dan
bermukim”. (HR. Bukhari)

“Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya. Pasti akan
hapuskan kesalahannya, sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya”. (HR. Al-

Bukhari No. 5661 dan Muslim No. 651)

 Tidak melebih-lebihkan makan dan minum

31 | P a g e
“Makan dan minumlah kalian, namun jangan berlebih-lebihan (boros) karena Allah
tidak mencintai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (Al-A’raf 31)

“Janganlah sekali-kali makan dan minum selalu kenyang karena sesungguhnya


hal tersebut dapat merusak tubuh dan menyebabkan malas mengerjakan salat, dan
sederhanakan kalian dalam kedua hal tersebut, karena sesungguhnya hal ini lebih
baik bagi tubuh, dan menjauhkan diri dari sifat israf (berlebihan)”. (HR. Bukhari)

 Semua penyakit di dunia ada obatnya

“Dan apabila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkanku”. (Asy-Syu’ara 80)

“Dan jika Allah, menimpakan suatu bencana kepadamu, tidak ada yang dapat
menghilangkannya selain Dia , dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu,
maka Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu” (Al-An’am 17)”

32 | P a g e
BAB 3
FINAL CONCEPT MAP

Basic Science
Anatomi: articultio genu
Histologi: kartilago hialin
dan hormon prostaglandin

Fisiologi: Nyeri
Biokimia: Kondro sit dan
biosintesis glikosamin

Patofisiologi: Cairan synovial


osteosit marginal, krepitus
genu, kaku sendi

33 | P a g e
OSTEOARTRITIS

-Nyeri lutut - Krepitus -Osteofit


genu Marginal
- Kaku sendi

Komplikasi Fak tor resiko:

1.) Malaligment - Wanita


2.) Intervertebral disc
- Usia
displacement
3.) Diskus - Jenis kelamin
Intervertebral
- Obesitas

Treatment:
Prognosis
1.)Tahap I (Terapi non farmakologis )
Pasien yang menderita
2.) Tahap II (Terapi farmakologis )
Osteoartritis tidak dapat
pulih seperti semula 3.) Tahap III (Indikasi tindakan lanjut )
karena jaringan perbaikan
sering tidak sekuat
kartilago hialin. Sehingga
hanya bisa mengurangi
sign symptoms yang
dirasakan pasien dengan
obat anti nyeri.

34 | P a g e
BAB 4

PEMBAHASAN

Seorang pasien wanita berumur 55th dengan diagnosis osteoartritis yaitu


sekelompok penyakit yang overlap dengan etiologi yang berbeda, namun
mengakibatkan kelainan biologis, morfologis,dan gambaran klinis yang sama.

Dasar diagnosa yang kami gunakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan penunjang juga adanya pemeriksaan radiologi. Bertujuan agar
dapat membedakan kasus osteoartriritis dan diagnosa banding.

Pada kasus, pasien merupakan seorang wanita dan juga mengalami obesitas.
Hormon estrogen pada wanita mempengaruhi mekanisme pembentukan
remodelling bone. Lalu, obesitas menyebabkan keluhan pasien adanya nyeri
dan kaku pada lutut.

Dengan adanya nyeri lutut kiri, bunyi “krek” , ditemukan krepitus genu, dimana
genu tumor/rubor/dolor/functio lessa -/-/-/- serta didapatkan osteofit marginal.

Perubahan tulang subchondral yang mengikuti degenerasi tulang rawan sendi


meliputipeningkatan densitas tulang subchondral, pembentukan rongga-rongga
yang menyerupai kista yang mengandung jaringan myxoid, fibrous, atau
kartilago. Respon ini muncul paling sering pada tepi sendi tempat pertemuan
tulang dan tulang rawan yang berbentuk bulan sabit (crescent).Peningkatan
densitas tulang merupakan akibat dari pembentukan lapisan tulang baru pada
trabekula biasanya merupakan tanda awal dari penyakit degenerasi sendi pada
tulang subchondral, tapi pada beberapa sendi rongga–rongga terbentuk
sebelum peningkatan densitas tulang secara keseluruhan.

Pada stadium akhir dari penyakit, tulang rawan sendi telah rusak seluruhnya,
sehingga tulang subchondral yang tebal dan padat kini berartikulasi dengan
permukaan tulang “denuded” dari sendi lawan. Remodeling tulang disertai

35 | P a g e
dengan kerusakan tulang sendi rawan mengubah bentuk sendi dan dapat
mengakibatkan shortening dan ketidakstabilan tungkai yang terlibat.
Pada sebagian besar sendi sinovial, pertumbuhan osteofit diikuti dengan
perubahan tulang rawan sendi serta tulang subchondral dan metafiseal.
Permukaan yang keras, fibrous, dan kartilaginis ini biasanya muncul di tepi-
tepi sendi. Osteofit marginal biasanya muncul pada permukaan tulang rawan,
tapi dapat muncul juga di sepanjang insersi kapsul sendi (osteofit kapsuler).
Tonjolan tulang intraartikuler yang menonjol dari permukaan sendi yang
mengalami degenerasi disebut osteofit sentral.Sebagian besar osteofit marginal
memiliki pernukaan kartilaginis yang menyerupai tulang rawan sendi yang
normal dan dapat tampak sebagai perluasan dari permukaan sendi. Pada sendi
superfisial, osteofit ini dapat diraba, nyeri jika ditekan, membatasi ruang gerak,
dan terasa sakit jika sendi digerakkan.

Tiap sendi memiliki pola karakter yang khas akan pembentukan osteofit di
sendi panggul, osteoarthritis biasanya membentuk cincin di sekitar tepi
acetabulum dan tulang rawan femur. Penonjolan osteofit sepanjang tepi inferior
dari permukaan artikuler os humerus biasanya terjadi pada pasien dengan
penyakit degenartif sendi glenohumeral. Osteofit merupakan respon terhadap
proses degerasi tulang rawan sendi dan remodelling tulang sudkhondral,
termasuk pelepasan sitokini anabolik yang menstimulasi proliferasi dan
pembentukan sel tulang dan matrik kartilageneus.

Berdasarkan kasus pada skenario didapatkan diagnosis OA lutut yang sesuai


dengan kriteria American Collage Rheumatologi 1986, yaitu:

1. Umur > 50 tahun

2. Kaku sendi < 30 menit

3. Nyeri tulang atau kaku

4. Krepitus pada gerakan aktif dan osteofit

36 | P a g e
BAB 5

KESIMPULAN
5.1 Diagnosa skenario
Berdasarkan skenario tersebut, dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, pasien terdiagnosa osteoartritis.

5.2 Jawaban singkat dari Tujuan Pembelajaran


Dari skenario tersebut disiplin ilmu yang dapat penulis pelajari adalah
anatomi articulatio genu, histologi persendian, fisiologi nyeri pada lutut,
biokimia pembentukan senyawa pada tulang rawan, penyakit
osteoarthtritis beserta etiologi, faktor resiko, gejala klinis dan
penatalaksanaannya dan dapat mengaitkan kasus osteoarthtritis dengan
kedokteran islam.

37 | P a g e
DAFTAR PUSAKA
Altman R, A. B., 2013. Development of criteria for the clasification and repoting of osteo
arthritis of the knee. s.l.:s.n.

Drake, R., 2012. Gray's Basic Anatomy. 1 ed. Singapore: Elsevier.

Histologi, D. A. d., 2016. Anatomi 1. 14 ed. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas


airlangga.

Kowalak, J., 2011. Buku ajar patologi. Jakarta: EGC.

Maharani, 2013. faktor-faktor resiko osteoathritis lutut. Osteoathritis.

Netter, F., 2015. Atlas of human Anatomy. 6 ed. Singapore: Elsevier Inc.

Nur, M., 2009. Pengaruh Peningkatan Kualitas Hidup Penderita Osteoarthritis Terhadap
Perkembangan Industri Olahraga.

Rosani & Isbagio H., 2016. Gangguan Muskuloskeletal. Makassar: Salemba Medika.

38 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai