Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Ketuban pecah dini (KPD) atau premature rupture of the membrane (PROM)
adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya proses persalinan, yang dapat
terjadi pada usia kehamilan cukup bulan atau kurang bulan. Ketuban pecah dini
berhubungan dengan 30-40% kelahiran preterm yang merupakan penyebab kematian
serta kesakitan yang penting baik bagi maternal maupun perinatal. 1,2, 3
Selaput ketuban normalnya pecah secara spontan pada waktu proses
persalinan yaitu pada akhir kala I atau awal kala II, diakibatkan oleh kontraksi uterus
yang berulang-ulang. Ketuban yang pecah sebelum mulainya persalinan dengan usia
kehamilan sebelum 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm.4
Insidens KPD ini didapatkan sebanyak 10% dari semua kehamilan, dimana
sebagian besar kasus terjadi pada umur kehamilan lebih dari 37 minggu.1,6
Sampai saat ini masih banyak pertentangan mengenai penatalaksanaan
ketuban pecah dini yang bervariasi dari tidak melakukan apapun sampai pada
tindakan yang berlebihan.5

1
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. M
TL/Umur : 5 Mei 1984 / 33 tahun
Alamat : Kemuning, Palembang
Bangsa : Sumatera
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : IRT
MRS : 12 September 2017 pukul 23:00 WIB
No. RM : 1023887

II. ANAMNESIS (Tanggal 12 September 2017)


Keluhan Utama
Hamil kurang bulan dengan perdarahan dari kemaluan.

Riwayat Perjalanan Penyakit


2 jam SMRS, os mengeluh perdarahan dari kemaluan, warna merah
segar. Riwayat perut mulas yang menjalar ke pinggang (-). Riwayat keluar
darah lendir (-). Riwayat keluar air-air disangkal. Riwayat nyeri perut (-).
Riwayat trauma (-), riwayat post coital (-), Riwayat minum obat dan jamu (-).
Riwayat merokok dan minum alkohol (-), riwayat demam selama hamil (-). Os
mengaku hamil kurang bulan dan gerakan janin masih dirasakan.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat darah tinggi sebelum hamil (-). Riwayat darah tinggi saat hamil
sebelumnya (-). Riwayat darah tinggi hamil ini (-).

2
- Riwayat kencing manis (-), asma (-), alergi (-).
- Riwayat anemia (-).

Status Sosial Ekonomi : Menengah


Status Gizi : Sedang
Status Perkawinan : Menikah 1 kali, lama 9 Tahun.
Status Reproduksi : Menarche umur 13 tahun, siklus haid teratur
28 hari lama 6 hari, HPHT 27 Februari 2017.
Status Persalinan : G4P3A0
1. Anak ke-1 : Lahir 2009, laki-laki, cukup
bulan, pervaginam ditolong bidan, BBL
3000 g, sehat.
2. Anak ke-2 dan ke-3 : Lahir 2015,
perempuan, kembar, cukup bulan,
pervaginam di RSMH, BBL 2100g dan
2200g, sehat.
3. Anak ke-4 : Lahir 2016, laki-laki, cukup
bulan, pervaginam ditolong bidan, BBL
2700 g, sehat.
4. Anak ke-5 : Hamil ini.

III. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 12 September 2017)


PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
BB : 50 kg
TB : 150 cm
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84 x/ menit, regular, isi/kualitas cukup
Respirasi : 20 x/menit, reguler
Suhu : 36,5oC

3
PEMERIKSAAN KHUSUS
KEPALA : Normocephali.
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-), pupil isokor 3mm, refleks cahaya (+/+).
Hidung : Deformitas (-), sekret (-), perdarahan (-).
Telinga : Liang telinga lapang.
Mulut : Perdarahan gusi (-), mukosa mulut dan bibir pucat (+),
stomatitis (-), cheilitis (-).
Lidah : Atropi papil (-), lidah kotor (-).
Faring/Tonsil : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1.

LEHER : Tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran


kelenjar tiroid.

THORAX
PARU
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi intercostal, subkostal,
suprasternal (-).
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri.
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru.
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-), wheezing (-).

JANTUNG
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba, tidak ada thrill.
Perkusi : Jantung dalam batas normal.
Auskultasi : HR 82x/mnt, regular, BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

4
ABDOMEN
Inspeksi : Cembung, massa (-), scar (-), strie albicans, linea nigra (+).

EKSTREMITAS
Atas : Akral dingin (-), pucat (+), koilonikia (-)
Bawah : Akral dingin (-), pucat (+), edema pretibial (-/-)

PEMERIKSAAN OBSTETRIK
Pemeriksaan Luar
Tinggi fundus uteri antara pusat dan processus xyphoideus (23 cm),
memanjang, punggung kanan, kepala, floating, HIS (-), DJJ: 132 kali/menit,
TBJ: 1550 gram

Inspekulo
Portio livide, OUE tertutup, fluor (-), fluxus (+), darah tak aktif, E/L/P (-)

VT
Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN TAMBAHAN


Pemeriksaan Laboratorium (12 September 2017)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI
Hb 8,6g/dl 11,4-15,0 g/dl
RBC 3,24 juta/m3 4,0-5,7 juta/m3

5
WBC 7,3 x 103/m3 4,73-10,89 x 103/m3
Ht 27 % 33-45 %
Trombosit 301 x 103/m3 189-436 x 103/m3
RDW-CV 13,40 11-15
Diff. Count
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 2 1-6%
Netrofil 53 50-70%
Limfosit 38 20-40%
Monosit 7 2-8%

Pemeriksaan USG IRD


Kesan : Janin Tunggal Hidup. Presentasi kepala. Plasenta corpus posterior
meluas menutupi OUI.
Biometri janin BPD: 7,23, HC: 85,20, AC: 24,69, FL: 5,38cm, EFW 1389
gram, ketuban cukup sp 8,4 cm.

V. DIAGNOSIS KERJA
G4P3A0 hamil 28 minggu belum inpartu perdarahan ante partum et causa
plasenta previa totalis + anemia sedang, janin tunggal hidup presentasi kepala.

VI. RENCANA PEMERIKSAAN


-

VII. PROGNOSIS
Prognosis Ibu : dubia ad bonam
Prognosis Janin : dubia ad bonam

VIII. TATALAKSANA
Non Farmakologi
Observasi denyut jantung janin, tanda vital ibu, HIS, tanda-tanda inpartu
Ekspektatif
Transfusi darah
Farmakologi
IVFD Ringer Laktat gtt XX/menit

6
Nifedipin 10mg/6 jam
Injeksi dexamethasone 6 mg/12 jam

IX. FOLLOW UP (13 September 2017)


S : hamil kurang bulan dengan keluar darah dari kemaluan
O: KU : Sedang Sens : compos mentis TD : 110/70 mmHg
N : 84x/m RR : 18 kali/menit T : 36,2oC

Status Obstetri
PL : Tinggi fundus uteri antara pusat dan processus xyphoideus (23
cm), memanjang, punggung kanan, kepala, floating, HIS (-),
DJJ: 134 kali/menit, TBJ: 1550 gram
Inspekulo: Portio livide, OUE tertutup, fluor (-), fluxus (+), darah tak
aktif, E/L/P (-)
A: G4P3A0 hamil 28 minggu belum inpartu perdarahan ante partum et causa
plasenta previa totalis + anemia sedang, janin tunggal hidup presentasi kepala.

P: Non Farmakologi
Observasi denyut jantung janin, tanda vital ibu, HIS, tanda-tanda inpartu
Ekspektatif
Transfusi darah PRC 1 kolf
Farmakologi
IVFD Ringer Laktat gtt XX/menit
Nifedipin 10mg/6 jam
Injeksi dexamethasone 6 mg/12 jam

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

KETUBAN PECAH DINI

I. DEFINISI

Ketuban pecah dini ( KPD) atau spontaneus/ early/ premature rupture of the
membrane (PROM) mempunyai bermacam-macam batasan/ teori/ definisi. Ketuban
pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum proses persalinan yang dapat terjadi
pada kehamilan preterm dan pada kehamilan aterm. Ketuban pecah dini preterm
adalah ketuban yang pecah sebelum kehamilan 37 minggu dan tidak sedang dalam
masa persalinan.1 Ada teori yang menghitung berapa jam sebelum in partu, dan ada
juga yang menyatakan dalam ukuran pecahnya ketuban sebelum inpartu , yaitu bila
pembukaan serviks pada kala I kurang dari 2 cm pada primipara dan pada multipara

8
kurang dari 5 cm. Namun pada prinsipnya adalah ketuban yang pecah sebelum
waktunya.3

II. EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian KPD di RSOB pada tahun 2006, seluruh partus spontan
dengan komplikasi 147 pasien, terdapat 31% (47 pasien) yang mempunyai riwayat
KPD. Dan dari seluruh partus secara Seksio sesarea sejumlah 386 pasien yang atas
indikasi KPD sekitar 12% (50 pasien).(2,3)
Sedangkan pada Januari Juni 2007 seluruh partus spontan dengan
komplikasi 300 pasien, terdapat 39% (117 pasien) yang mempunyai riwayat KPD.
Dan dari seluruh partus secara Seksio sesarea sejumlah 552 pasien yang atas indikasi
KPD sekitar 20% (111 pasien).

III. ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI

Penyebab dari ketuban pecah dini masih belum diketahui secara pasti. Ada
banyak teori mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, infeksi, inkompetensi
serviks, gemelli, hidramnion, kehamilan preterm, disproporsi sefalopelvik serta
perubahan pada selaput ketuban baik secara biomekanik dan fisiologik. Pada sebagian
besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65 %). 3,5
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban adalah karena hilangnya elastisitas
yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar.
Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan
kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar
kolagen. Kolagen pada selaput ketuban terdapat pada amnion di daerah lapisan
kompakta, fibroblast serta pada korion di daerah lapisan retikuler dan trofoblas,
dimana sebagian besar jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel
amnion sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan
kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 dan prostaglandin.

9
Adanya infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan
enzim protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini
menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada
selaput korion/ amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah, dan mudah pecah
spontan. Selain itu mediator tersebut membuat uterus berkontraksi sehingga
membran mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.3,7
Taylor,dkk telah menyelidiki bahwa ketuban pecah dini ada hubungannya
dengan hal-hal sebagai berikut 6
Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah.
Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, servisitis, dan vaginitis
terdapat bersama-sama dengan motilitas rahim.
Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban).
Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis).
Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah multipara, malposisi,
disproporsi, cervix incompten, dll.
Ketuban pecah dini artificial (amniotomi), dimana ketuban dipecahkan terlalu
dini.

Amnion
Cairan amnion normalnya jernih dan menumpuk didalam rongga amnion akan
meningkat jumlahnya seiring dengan perkembangan kehamilan sampai aterm, saat
terjadi penurunan volume cairan amnion pada banyak kehamilan normal. Pada
kehamilan aterm rata-rata terdapat 1000ml cairan amnion, walaupun jumlah ini
bervariasi dari beberapa mililiter sampai pada beberapa liter pada keadaaan abormal
(oligohidramnion, polihidramnion atau hidramnion)
Normalnya ketuban pecah secara spontan pada waktu proses persalinan yaitu
pada akhir kala I atau awal kala II, diakibatkan oleh kontraksi uterus yang berulang-
ulang.1,4 Pada banyak kasus obstetrik, pecahnya ketuban secara dini pada kehamilan

10
dini merupakan penyebab tersering pelahiran preterm. Secara umum air ketuban
mempunyai fungsi 1) melindungi janin terhadap trauma dari luar, 2 )memungkinkan
janin bergerak dengan bebas, 3) melindungi suhu tubuh janin, 4) meratakan tekanan
di dalam uterus pada partus, sehingga serviks membuka, dan 5)membersihkan jalan
lahir- jika ketuban pecah dengan cairan yang steril, dan mempengaruhi keadaan
dalam vagina sehingga bayi kurang mengalami infeksi. Volume air ketuban pada
hamil cukup bulan 1000-1500 ml, warna putih, agak keruh, serta mempunyai bau
yang khas agak amis dan manis. Mempunyai berat jenis 1.008, terdiri dari 80% air,
dan sisanya terdiri dari garam anorganik serta bahan organic, protein 2,6% sebagian
besar albumin.3

Patofisiologi
1. Ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung
antara ruang intraamnion dengan dunia luar
2. Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan
penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang
intraamnion
3. Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin
menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal)
4. Tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan
dalam yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi.
Kuman yang sering ditemukan : Streptococcus, Staphylococcus (gram
positif), E.coli (gram negatif), Bacteroides, Peptococcus (anaerob).

III. FAKTOR PREDISPOSISI


Kehamilan multiple : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)
Riwayat persalinan preterm sebelumnya : resiko 2-4x
Terdapat riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya

11
Tindakan senggama : tidak berpengaruh terhadap resiko, kecuali jika higiene
buruk, predisposisi terhadap infeksi.
Kekurangan vitamin dan mineral, merokok
Perdarahan pervaginam : trimester pertama (resiko 2x), trimester kedua/ketiga
(20x)
Bakteriuria : resiko 2x (prevalensi 7%)
pH vagina di atas 4.5 : resiko 32%
Serviks tipis/kurang dari 39 mm : resiko 25%
Flora vagina abnormal : resiko 2-3x
Fibronectin > 50 ng/ml : resiko 83%
Kadar CRH (corticotrophin releasing hormone) maternal tinggi, misalnya
pada stress psikolologis dapat menjadi stimulasi persalinan preterm.

IV. DIAGNOSIS
Diagnosis harus ditegakkan secara tepat dan efisien. Pemeriksaan yang
berulang pada vagina, baik itu pemeriksan dalam ataupun inspekulum tidak boleh
terlalu sering dilakukan untuk mengurangi terjadinya infeksi.
A. Gejala subjektif
Pasien dengan ketuban pecah dini mengeluh adanya keluar air ketuban warna
putih keruh, jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus
banyak. Kebocoran cairan jernih dari vagina merupakan gejala yang khas. Dapat
disertai demam jika sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan.
Tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus.
Riwayat haid pasien, umur kehamilan pasien diperkirakan dari hari haid
terakhir dan umur kehamilan lebih dari 20 minggu.
B. Pemeriksaan Fisik
Kadang-kadang agak sulit atau meragukan apakah ketuban sudah pecah atau
belum, terutama bila pembukaan kanalis servikalis belum ada atau kecil.
Pemeriksaan umum

12
Suhu nomal kecuali bila disertai infeksi suhu ibu dapat mencapai >3 8 C, dan
dapat juga disertai takikardi.
Pemeriksaan abdomen :
Uterus lunak dan tidak nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan
dibandingakan dengan tinggi yang diharapkan menurut hari haid terakhir. Palpasi
abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi maupun cakapnya
bagian presentasi.
Pemeriksaan pelvis
Memeriksa adanya cairan yang berisi mekoneum. Verniks kaseosa, rambut,
lanugo, atau bila telah terinfeksi dan berbau.
Inspekulo: Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa
adanya cairan amnion dalam vagina. Lihat dan perhatikan apakah memang air
ketuban keluar dari ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput ketuban
yang sudah pecah. Gunakan kertas lakmus: bila menjadi biru (basa) adalah air
ketuban, bila merah adalah urin. Karena cairan alkali amnion mengubah pH
asam normal vagina, kertas nitrazin dapat dipakai untuk mengukur pH vagina.
Kertas nitrazin menjadi biru bila ada cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak
pasti, adanya lanugo, atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering
(ferning) dapat membantu.Bila kehamilan belum cukup bulan, penentuan
rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi
kematangan paru janin. Bila ada kecurigaan infeksi, apusan diambil dari
kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks terhadap streptokokus beta
grup B, klamidia, dan gonorea (pada populasi tertentu).
Pemeriksaan vagina steril menentukan penipisan dan dilatasi serviks.
Pemeriksaan vagina juga mengidentifikasi bagian presentasi janin dan
menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari
kecuali jika pasien jelas berada dalam masa persalinan atau telah ada
keputusan untuk melahirkan.
Pemeriksaan pH forniks posterior adalah basa.

13
Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten
= LP = lag period. Makin muda umur kehamilan, makin panjang LP-nya. Sedangkan
lamanya persalinan lebih pendek, yaitu primi 10 jam dan multi 6 jam.5,8,9
Jika pasien mengalami infeksi intraamnion, dari pemeriksaan fisik didapatkan
0
suhu maternal >38 C, takikardi fetal, nyeri pada fundus, discharge vagina yang
purulen, takikardi maternal.1

C. Pemeriksaan penunjang
1. Tes lakmus (tes nitrazine)
PH normal vagina 4,5-5,5, cairan amnion bersifat basa yaitu pH antara 7,0-
7,5, maka kertas lakmus merah berubah menjadi biru. Pemeriksaan ini
mempunyai sensitivitas mendekati 90%. False dapat terjadi apabila ada :
larutan antiseptic, darah, urine, atau infeksi pada vagina.
2. 2. Tes fern/Pakis
Kristalisasi dari cairan amnion yang sering membentuk gambaran daun
pakis, terdapat lanugo dan skuama anukleat. Perdarahan pervaginum dapat
menyebabkan gambaran ini sulit terlihat.

3. Tes evaporasi
Diambil sample dari endoserviks kemudian dipanaskan sampai menguap,
bila cairan putih yang tertinggal maka tes (+), bila warna cokelat maka
membrane masih intak.
4. USG

14
Pemeriksaan ini sebenarnya tidak terlalu diperlukan, tetapi dapat digunakan
untuk mengukuran diameter biparietal, sirkumferensia tubuh janin, dan
panjangnya femur untuk memberikan perkiraan umur kehamilan, posisi
janin, lokasi plasenta, memperkirakan berat janin, menghitung indeks cairan
amnion, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
Diameter biparitel lebih dari 9,2cm pada pasien nondiabetes atau plasenta
tingkat III biasanya berhubungan dengan maturitas paru janin. Sonografi
dapat mengidentifikasi kehamilan ganda, anomali janin, atau melokalisasi
kantong cairan amniosentesis.
5. Amniosintesis
Digunakan untuk mengetahui rasio lesitin-sfingomielin dan fosfotidigliserol
yang berguna untuk mengevaluasi kematangan janin.
6. Protein C-reaktif
Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan awal
korioamnionitis.
7. Laboratorium
Hitung darah lengkap dengan apusan darah: Leukositosis >15000/mm3
dengan peningkatan bentuk batang pada apusan tepi menunjukkan infeksi
intrauterine.
8. Nilai bunyi jantung janin dengan stetoskop Laenec atau dengan fetal phone
atau CTG. Bila ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu, bunyi jantung
janin akan meningkat.

V. DIAGNOSIS BANDING
1. Fistula vesiko vaginal dengan kehamilan
2. Stress inkontinensia

VI. KOMPLIKASI

15
Komplikasi pada Preterm KPD :
Infeksi pada fetus dan neonatal
Infeksi maternal
Prolaps/kompressi tali pusat
Gagalnya induksi pada persalinan sehingga dilakukan Sectio Caesarae
Melahirkan dalam waktu 1 minggu
Respiratory Distress Syndrome
Chorioamnionitis
Abruptio Plasenta
Kematian fetus antepartum
Komplikasi pada Term KPD :
Persalinan preterm
Infeksi fetus dan neonatus
Infeksi maternal
Prolaps/kompressi tali pusat
Gagalnya induksi pada persalinan sehingga dilakukan Sectio Caesarae
Deformasi pada fetus
Hypoplasia pada pulmonary (dengan early, severe oligohydramnion)

Infeksi intrapartum adalah infeksi yang terjadi dalam masa persalinan / in partu.
Disebut juga korioamnionitis, karena infeksi ini melibatkan selaput janin. Pada
ketuban pecah 6 jam, risiko infeksi meningkat 1 kali. Ketuban pecah 24 jam, risiko
infeksi meningkat sampai 2 kali lipat. Protokol : paling lama 2 x 24 jam setelah
ketuban pecah, harus sudah partus. Ditandai seperti demam (37), maternal dan
fetal takikardia, leukositosis, nyeri tekan pada uteri dan bau yang tidak enak (foul
odor) dari amnion dapat digunakkan untuk menegakkan diagnosa. Bila terdapat
setidaknya 2 dari gejala klinik tersebut maka dapat dikatakan menderita
korioamnionitis. Sekitar 20% dari pasien KPD kemungkinan terkena korioamnionitis
dan hal ini berbanding terbalik dengan umur gestasi (UCLA series), kemungkinan

16
terkena korioamnionitis semakin besar pada kehamilan kurang dari 28 minggu atau
berat janin kurang dari 2000 gram. Hal ini mungkin disebabkan karena imunitas yang
berasal dari cairan amnion masih rendah, begitu juga dengan fetusnya pada
kehamilan muda. Insiden terjadinya infeksi korioamnionitis pada pasien KPD
berhubungan dengan lamanya waktu masa laten dari terjadinya KPD hingga
terjadinya persalinan. Bakteri penyebab terjadinya korioamnionitis biasanya
streptococcus grup B. Pasien dengan jumlah leukosit 18.500/mm 3 dan shift to the left
dapat dicurigai adanya korioamnionitis, ditambah dengan penilaian terhadap C-
reaktive protein (CRP) darah yang dinilai normalnya pada kehamilan adalah 0,7- 0,9
mg/dl dan terjadinya peningkatan ini terlihat 2 3 hari sebelum timbulnya gejala
klinis.(6,7)

Pulmonary hypoplasia
Penyakit ini sering timbul bila KPD terjadi pada kehamilan kurang dari 26 minggu
dan masa laten diperpanjang hingga 5 minggu. Yang nantinya dapat berkembang
menjadi multiple pneumothoraks dan interstisial emphysema. Biasanya penyakit ini
akan beakibat kematian, namun bayi yang dapat bertahan akan menderita kronik
bronkopneumothorak displasia. Diagnosis perinatalnya dapat ditegakkan dengan
mengukur rasio antar lingkar torak dengan abdomen. Rasio ini akan tetap konstan
selama masa kehamilan dan bila lebih dari 0,89 maka prognosisnya baik.
Gawat Janin
Prolapsus tali pusat lebih sering terjadi pada kasus KPD. KPD preterm yang inpartu
mempunyai 8,5% insiden gawat janin dibandingkan 1,5% pada persalinan pretarem
tanpa KPD. Yang biasanya terjadi adalah timbulnya variabel deselerasi akibat
kompresi pada tali pusat yang disebabkan oleh keadaan oligohidramion. Dan sebagai

17
konsekuensinya adalah banyaknya pasien dengan KPD yang harus dilakukan seksio
cesaria.
Fetal Deformitas
Deformitas muka dan tulang mungkin terjadi karena lamanya KPD. Seperti pada
pulmonary hipoplasia, kebanyakan pada kasus ini muncul pada KPD sebelum 26
minggu dan setelah masa laten 5 minggu atau lebih..

VII. PENATALAKSANAAN
Anjuran mengenai penatalaksanaan optimum dari kehamilan dengan
komplikasi ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan janin, tanda infeksi
intrauterin, dan populasi pasien. Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau
preterm dengan atau tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit.8 Penanganan
ketuban pecah dini pada kehamilan cukup bulan sering ditujukan untuk mengurangi
komplikasi yang terjadi pada ibu hamil dan janin. Terdapat dua jenis penatalaksanaan,
yaitu penangan aktif, yaitu segera dilakukan terminasi kehamilan dengan konsekuensi
meningkatkan resiko seksio sesaria dan penanganan konservatif yaitu diterminasi
kehamilannya jika terjadi infeksi, yang umumnya meningkatkan resiko terjadinya
infeksi pada ibu dan janin. Beberapa ahli berpendapat bahwa resiko infeksi dapat
terjadi setiap saat setelah ketuban pecah dan infeksi janin mungkin sudah terjadi
walaupun belum ada tanda-tanda infeksi pada ibu, sehingga atas dasar alasan tersebut
mereka lebih memilih penanganan aktif, yaitu melakukan induksi segera setelah
diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan. Sebaliknya ada yang berpendapat bahwa
resiko infeksi baru meningkat secara bermakna setelah periode waktu tertentu.
Penanganan aktif akan meningkatkan persalinan operatif, padahal hampir 90% kasus
KPD akan terjadi persalinan spontan dalam waktu 24 jam, sehingga berdasarkan
alasan tersebut mereka lebih memilih menunggu terjadinya persalinan spontan. Bila
dalam waktu tertentu belum ada tanda persalinan, dilakukan induksi persalinan. 5

Penanganan

18
o Rawat rumah sakit.
o Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, pikirkan solusio plasenta.
o Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) berikan antibiotik:
Ampisilin 2 gr I.V./6 jam, ditambah dengan gentamisin 5 mg/kgBB
I.V./24 jam
Jika persalinan pervaginam, hentikan antibiotika pasca persalinan.
Jika persalinan dengan seksio sesarea, lanjutkan antibiotika dan
berikan metronidazol 500 mg I.V./8 jam sampai bebas demam selama
48 jam.
o Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu:
Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin, yaitu
ampisilin 4x500 mg selama 7 hari ditambah eritromisin 250 mg/oral 3
kali per hari selama 7 hari.
Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk memperbaiki kematangan
paru janin. Berikan betametason 12 mg I.M. dalam 2 dosis/12 jam atau
deksametason 6 mg I.M. dalam 4 dosis/6 jam. (Jangan berikan
kortikosteroid jika ada infeksi).
Lakukan persalinan pada kehamilan 37 mg.
Jika terdapat his dan darah lendir, kemungkinan terjadi persalinan
preterm.
o Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan > 37 minggu:
Jika ketuban telah pecah > 18 jam, berikan antibiotika profilaksis
untuk mengurangi resiko infeksi streptokokus grup B. Berikan
ampisilin 2 gr I.V./6 jam, atau penisilin G 2 juta unit I.V./6 jam sampai
persalinan, jika tidak ada infeksi pasca persalinan hentikan antibiotika.
Nilai serviks. Jika serviks sudah matang lakukan induksi persalinan
dengan oksitosin. Jika belum, matangkan dengan prostaglandin dan
infus oksitosin atau lahirkan dengan seksio sesarea.

19
o Jika terdapat infeksi dan umur kehamilan < 37 minggu :
Komplikasi tersering yang timbul pada pasien masa ini adalah
khorioamnionitis. Induksi dengan oxitocyn harus dilakukan bila serviks telah
matang. Namun biasanya serviks belum matang dan induksi biasanya berakhir
dengan seksio. Oleh karena itu lebih baik dilakukan penatalaksanaan
menunggu yang dikombinasikan dengan terapi antibiotika. Hal tersebut dapat
menurunkan angka mortalitas perinatal, morbiditas infeksi neonatal dan
insiden HMD (Hyalin Membran Disease). Antibiotika yang dipergunakan
Ampicillin sulbactam 2x1,5 gr i.v, per 6 jam.

BAB IV
ANALISIS MASALAH

Penegakan diagnosis pada pasien dapat diketahui dari anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien mengaku
sedang hamil 28 mingu dengan perdarahan dari kemaluan warna merah segar sejak 2
jam SMRS. Hal ini menunjukkan bahwa pasien mengalami perdarahan antepartum
yang didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi pada usia kehamilan >24 minggu
dan sebelum dimulainya persalinan. Perdarahan antepartum dapat disebabkan oleh
berbagai macam hal, tetapi yang paling sering menyebabkan perdarahan antepartum
adalah solusio plasenta dan plasenta previa. Pada kasus ini, pasien mengaku
perdarahan yang berwarna merah segar dan tidak ada nyeri perut, ini menunjukkan
kemungkinan bahwa perdarahannya disebabkan oleh plasenta previa. Pasien berusia
33 tahun dan multipara, multiparitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
plasenta previa. Kemudian riwayat perut mulas yang menjalar ke pinggang disangkal.
Riwayat keluar air-air disangkal. Riwayat nyeri perut disangkal. Riwayat trauma disangkal,

20
riwayat post coital disangkal, Riwayat minum obat dan jamu disangkal. Riwayat merokok
dan minum alkohol disangkal, riwayat demam selama hamil disangkal. Pasien mengaku
hamil kurang bulan dan gerakan janin masih diasakan. Hal tersebut menunjukkan belum ada
tanda-tanda inpartu dengan kehamilan preterm dan janin tunggal hidup.
Pada pemeriksaan obstetrik, didapatkan tinggi fundus uteri antara pusat dan
processus xyphoideus (23 cm), memanjang, punggung kanan, kepala, floating, HIS (-), DJJ:
132 kali/menit, TBJ: 1550 gram. Dari hasil inspekulo portio livide, OUE tertutup, fluor (-),
fluxus (+), darah tak aktif, E/L/P (-). Hal ini mendukung terjadinya perdarahan yang berasal
dari plasenta previa.
Dari pemeriksaan USG, didapatkan kesan janin tunggal hidup, presentasi kepala,
plasenta corpus posterior meluas menutupi OUI. Biometri janin BPD: 7,23, HC:
85,20, AC: 24,69, FL: 5,38cm, EFW 1389 gram, ketuban cukup SP 8,4 cm. Ini
menunjukkan bahwa perdarahan yang terjadi disebabkan oleh plasenta previa totalis,
karena plasenta corus posteriornya meluas menutupi OUI. Pemeriksaan laboratorium
menunjukkan Hb 8,6 g/dL yang termasuk dalam kriteria anemia dalam kehamilan
trimester ketiga (<11 g/dL). Anemia pada kasus ini karena adanya perdarahan ante
partum yang disebabkan oleh plasenta previa totalis.
Pertimbangan tatalaksana pada kasus ini adalah observasi tanda vital ibu,
denyut jantung janin, his dan kemajuan persalinan. Hal ini dilakukan untuk menilai
apakah terjadi tanda-tanda ancaman syok atau tidak, misalnya kesadaran yang menurun,
tekanan darah yang menurun (hipotensi), takikardi, nadi sulit diraba, takipnea, oliguria
sampai anuria, akral dingin dan lembab, dan tanda-tanda lain. Selanjutnya dipasang jalur
intravena dan dilakukan transfusi darah PRC 1 kolf karena Hb 8,6 g/dl. Injeksi dexamethason
6mg/12 jam yang diberikan pada pasien ini ditujukan untuk mempercepat pematangan paru
janin dan diberikan nifedipine 10mg/6 jam sebagai tokolitik. Pemeriksaan vagina hanya
boleh dilakukan setelah kemungkinan plasenta previa disingkirkan, karena dengan VT pada
plasenta previa, ditakutkan terjadi perdarahan yang lebih hebat. Dan karena pada pasien ini
kemungkinan plasenta previa sudah ditegakkan, maka tidak dilakukan VT.

21
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

1. Wilkes, P.T, Premature Ruptur of Membrane, 2004 available at www.


emedicine. com / med/med/topic.3246.htm
2. Antonius BM (ed), Ketuban Pecah Dini dan Infeksi Intrapartum, Kuliah
ObstetriGinekologi FKUI, www.geocities.com/yosemite/rapids
http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt11.html
3. Svigos, J.M, Robinson, J.S, Vigneswaran,R. Premature Rupture of the
Membranes, High Risk Pregnancy Management Options, W.B Saunders
Company, London, 1994, h.163-171
4. Standard Operating procedure Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP
Fatmawati No. HK.00.07.1.358. Ketuban Pecah Dini, Agustus, 2002
5. Elder, M.G, et al. Preterm Premature Rupture of Membranes, Preterm
Labor, 1st ed, Churchill Livingstone Inc. New York, 1997, hal 153-164
6. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Ketuban
Pecah Dini , Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi, Jakarta,
1991, hal. 39-40.

22
7. Abdul Bari Saifuddin, Prof., dr., SpOG, MPH, (ed) Ketuban Pecah Dini,
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo-POGI, Jakarta, 2002, hal M112-115
8. Arif M, Kuspuji T, dkk, (ed) Ketuban Pecah Dini, Kapita Selekta
Kedokteran, Jilid I, Edisi ke-3, Penerbit Media Aesculapius FKUI, Jakarta,
2001, hal 310-313

1. Chalik TMA. 2010. Perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan. Dalam:
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4, Cetakan I. Jakarta: Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hlm. 492-502.
2. Sastrawinata S. Obstetri patologi ilmu kesehatan reproduksi. Edisi ke-2.
Jakarta: EGC; 2005. hlm. 83-91.
3. Sumapraja S dan Rachimhadi T. 2005. Perdarahan antepartum. Dalam:
Wiknjpasienastro H. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hlm. 365-85.
4. Dutta DC. Text book of obstetrics including perinatology and contraception.
Edisi ke-6. Calcuta; Central: 2004. Hlm. 243-9.
5. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Antepartum
Haemorrhage. Green-top Guideline No 63. 2011.

6. Bauer ST, Bonanno C. Abnormal placentation. Semin Perinatol 2009. 33:88-


95.

7. Cunningham G, Leveno JK, Bloom LS, Hauth CJ, Gilstrap L, et al. Williams
Obstetrics. 23rd Edition. The McGraw Hill Companies. United States of
America. 2009.

23
8. Faiz AS,Ananth CV. Etiology and risk factors for placenta previa: an overview
and meta-analysis of observational studies. J Matern Fetal Neonatal Med
2003;13:17590.

9. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Placenta Praevia,


Placenta Praevia Accreta and Vasa Praevia: Diagnosis and Management.
Green-top Guideline No. 27. London: RCOG; 2011.

10. Calleja-Agius J, Custo R, Brincat M, et al. Placental abruption and placenta


praevia. Eur Clin Obstet Gynaecol 2006;2:121-7.

11. Yang Q,Wen SW, Phillips K, Oppenheimer L, Black D,Walker MC.


Comparison of maternal risk factors between placental abruption and placenta
previa. Am J Perinatol 2009;26:27986.

12. Walfish M, Neuman A, Wlody D. Maternal haemorrhage. British Journal of


Anaesthesia. 2009. 103:47-56.

13. Sinha P, Kuruba N. Ante-partum haemorrhage: An update. Journal of


Obstetrics and Gynaecology. 2008;28(4):377- 81.

24

Anda mungkin juga menyukai