Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Abortus adalah penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar

rahim yaitu usia kurang dari 20 minggu dengan berat janin kurang dari 500 gram

(Bennett & Brown, 1997; Enkin, 2000; Wiknjosastro, 2002). Angka abortus sulit di

tetapkan, sekitar 15 – 20 % kehamilan yang diketahui secara klinis berakhir menjadi

abortus spontan, dan 80 % terjadi pada trimester pertama dan satu dari tujuh wanita

mengalami abortus sekitar minggu ke-14 usia gestasi (Bennett & Brown, 1997).

Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu abortus spontan dan abortus

provokatus. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis dan

disebabkan oleh faktor faktor alamiah. Abortus provokatus adalah abortus yang

terjadi akibat tindakan atau disengaja, baik dengan memakai obat obatan maupun alat

– alat (Mochtar, 1998). Berbagai faktor diduga sebagai penyebab abortus diantaranya

adalah faktor janin, faktor ibu dan faktor eksternal. Abortus karena faktor janin bisa

disebabkan oleh kelainan kromosom (Farrer, 2001). Faktor ibu seperti usia, paritas,

mempunyai riwayat keguguran sebelumnya, infeksi pada daerah genital, penyakit

kronis yang diderita ibu, bentuk rahim yang kurang sempurna, mioma, gaya hidup

yang tidak sehat. (Cuningham, et al., 2005; Smith, 1998;Wiknjosastro, 2002,).

Risiko abortus semakin meningkat dengan bertambahnya paritas dan usia ibu.

Ibu yang berusia dibawah 20 tahun risiko terjadinya abortus kurang dari 2%. Risiko

meningkat 10% pada usia ibu lebih dari 35 tahun dan mencapai 50% pada usia ibu

lebih dari 45 tahun. Peningkatan risiko abortus ini diduga berhubungan dengan

abnormalitas kromosom pada wanita usia lanjut (Cunningham, 2012). Abortus dapat

menyebabkan perdarahan yang hebat dan dapat menimbulkan syok, perforasi, infeksi,

1
dan kerusakan faal ginjal (renal failure) sehingga mengancam keselamatan ibu.

Kematian dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan secara cepat dan tepat

(Wiknjosastro, 2008). Angka kematian ibu pada tahun 2013 di Indonesia yang

disebabkan oleh abortus sebesar 1,6%. ( Rizka,, 2017).

B. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian Abortus

2. Mengetahui etologi terjadinya Abortus

3. Mengetahuin Patofisiologi terjadinya Abortus

4. Mengetahui macam – macam Abortus serta komplikasi terjadinya abortus

5. Mengetahui bagaimana tata laksna dari macam macam Abortus.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu abortus spontan dan abortus

provokatus. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis dan

disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Abortus provokatus adalah abortus yang

terjadi akibat tindakan atau disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun

alat-alat (Amru sofian, 2013).

Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia

luar, tanpa mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di dunia luar bila

berat badannya telah mencapai lebih daripada 500 gram atau umur kehamilan lebih

daripada 20 minggu (Enkin,2000).

Abortus merupakan mekanisme alamiah yang menyebabkan terhentinya

proses kehamilan sebelum berumur 20 minggu. Penyebabnya dapat oleh karena

penyakit yang diderita si ibu ataupun sebab-sebab lain yang pada umumnya

berhubungan dengan kelainan pada sistem reproduksi(Enkin,2000).

B. Epidemiologi

Abortus merupakan salah satu masalah kesehatan. “Unsafè abortion”

menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Menurut world health

organization (WHO) diperkirakan 4,2 juta abortus dilakukan setiap tahun di Asia

Tenggara, dengan perincian 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura, antara

750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia, antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina,

antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand (Darmawati, 2016).

3
Di Afrika, dilaporkan bahwa sekitar 28% seluruh kematian ibu berhubungan

dengan abortus. Sementara, di Tanzania dan Adis Adaba masing-masing sebesar 21%

dan 54%. Hal ini merupakan bagian kecil dari kejadian yang sebenarnya, sebagai

akibat ketidakterjangkauan pelayanan kedokteren moderen yang ditandai oleh

kesenjangan informasi. (Darmawati, 2016).

C. Etiologi

Secara umum, terdapat tiga faktor yang boleh menyebabkan abortus spontan

yaitu faktor fetus, faktor ibu sebagai penyebab abortus dan faktor paternal. Lebih dari

80 persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan, dan kira-kira setengah

dari kasus abortus ini diakibatkan oleh anomali kromosom. Setelah melewati trimester

pertama, tingkat aborsi dan peluang terjadinya anomali kromosom berkurang

(Cunningham et al., 2005).

1. Faktor fetus

Berdasarkan hasil studi sitogenetika yang dilakukan di seluruh dunia, sekitar 50

hingga 60 persen dari abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama

mempunyai kelainan kariotipe. Kelainan pada kromosom ini adalah seperti

autosomal trisomy, monosomy X dan polyploidy (Lebedev et al., 2004).

Abnormalitas kromosom adalah hal yang utama pada embrio dan janin yang

mengalami abortus spontan, serta merupakan sebagian besar dari kegagalan

kehamilan dini. Kelainan dalam jumlah kromosom lebih sering dijumpai daripada

kelainan struktur kromosom. Abnormalitas kromosom secara struktural dapat

diturunkan oleh salah satu dari kedua orang tuanya yang menjadi pembawa

abnormalitas tersebut (Cunningham et al., 2005).

2. Faktor Paternal

4
Translokasi kromosom dalam sperma dapat menyebabkan zigote mempunyai

terlalu sedikit atau terlalu banyak bahan kromosom, sehingga mengakibatkan

abortus (Cunningham et al., 2005).

3. Faktor ibu

Faktor ibu seperti usia, paritas, mempunyai riwayat keguguran sebelumnya,infeksi

pada daerah genital, penyakit kronis yang diderita ibu, bentuk rahim yang kurang

sempurna, mioma, gaya hidup yang tidak sehat. (Cuningham, et al., 2005; Smith,

1998;Wiknjosastro, 2002,).

Selain 3 hal di atas, Abortus bisa disebabkan oleh kelainan ovum, faktor genetik,

kelainan kongeintal uterus, kelainan genetalia pada ibu, autoimun, defek fase

luteal, infeksi, hematologik, antagonis rhesus, lingkungan dan bisa juga

disebabkan oleh penyakit dari bapak. ( Amru sofian, 2013).

D. Patofisiologi

Pada awal terjadinya abortus terjadi perdarahan pada desidua basalis sehingga

embiro lepas partial atau total, di ikuti nekrosis jaringan sekitarnya. Kemudian

plasenta menjadi tidak berfungsi. Hasil konsepsi yang terlepas sebagian atau

seluruhnya akan menjadi benda asing dalam uterus. Hal ini yang menyebabkan uterus

berkontraksi untuk mengeluarkan isinya, diikuti oleh cervix dan pengeluaran sebagian

atau seluruh hasil konsepsi. Hasil konsepsi yang dikeluarkan dapat berupa brigted

ovum (kantong amnion berisi air ketuban tanpa janin), mola crueta ( janin di lipuyin

oleh lapisan bekuan darah), mola carnosa (bekuan darah telah diserap dan sisanya

mengalami organisasi sehingga tampak seperti daging), mola tuberose ( amnion

tampak benjot – benjot akibat hematom antara lapisan amnion dan chorion).(Amru

Sofian,2013).

5
E. Macam Macam Abortus

1. Menurut (Sarwono 2012), Terjadinya Abortus terbagi menjadi :

- Abortus spontan

Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor faktor mekanis

ataupun medisinalis, semata mata disebabkan oleh faktor alamiah.

- Abortus provokatus ( medisinalis dan kriminalis)

Adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat – obatan maupun

alat – alat. Abortus ini terbagi menjadi :

a. Abortus medisinalis

Abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan jika kehamilan

dipertahankan dapat membahayakan jiwa ibu.

b. Abortus kriminalis

Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan – tindakan yang tidak

legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.

2. Menurut gambaran klinis, dibagi menjadi :

- Abortus iminens (keguguran mengancam)

Keguguran yang mengancam, pada saat abortus iminens ini belum terjadi

keguguran, sehingga kehamilan dapat dipertahkan. Ditandai dengan adanya

perdarahan pervaginam, astium uteri nya masih tertutup. Hasil konsepsi masih

baik di dalam kandungan. (Sarwono 2012),

- Abortus insipien

Adalah proses keguguran yang sedang berlangsung. Ditandai dengan adanya

rasa sakit karena telah terjadi kontraksi rahim untuk mengeluarkan hasil

konsepsi. Hasil konsepsi masih ada didalam uterus (sedang dalam tahap

6
pengeluaran ). Ostium sudah ditemukan terbuka dan kehamilan sudah tidak

dapat dipertahankan lagi(Sarwono 2012).

- Abortus inkomplet (keguguran bersisa)

Sebagian hasil konsepsi pada abortus ini sudah keluar, yang tertinggal hanya

plasenta saja. Gejala pada abortus ini biasanya pendarah pervaginam yang

hebat, sakit perut, mulas – mulas, dan biasanya darah yang keluar adalah darah

stokel (darah beku). (Sarwono 2012),

- Abortus komplit

Seluruh hasil konsepsi sudah keluar dari kavum uteri sehingga rongga rahim

pada abortus ini telah kosong(Sarwono 2012).

- Missed abortion (Tertunda)

Janin yang telah mati tapi masih berada di dalam rahim. Hal ini biasanya

diketahui dari pemeriksaan USG, dengan tidak ditemukan adanya gerak

jantung janin. Janin ini bisa keluar dengan sendirinya 2-3 bulan sesudah fetus

mati. Bisa juga terjadi mengering dan menipis yang disebut fetus papyraceus.

Gejalanya biasanya dijumpai aminore, pendarahan yang sedikit-sedikit tapi

berulang. Selama observasi fundus tidak bertambah tinggi tetapi tambah

rendah. Pada pemeriksaan dalam serviks tertutup dan ada perdarahan

sedikit(Sarwono 2012).

3. Klasifikasi abortus lainnya

- Abortus habitualis

Adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali berturut-turut.

Penyebabnya adalah reaksi imunologik dan inkompetensi servik.

7
Inkompetensi servik adalah keadaan dimana servik tidak dapat

menerima beban untuk tetap bertahan menutup sehingga osteum uteri

akan terbuka(Sarwono 2012).

- Abortus septik

Abortus yang disertai dengan infeksi pada peredaran tubuh atau

peritonium. Gejalanya biasanya demam tinggi tampak sakit dan lelah,

takikardia, perdarahan pervaginam yang bau, uterus membesar dan

lembut, nyeri tekan, serta tekanan darah mnurun. Hasil laboratorium

biasanya disertai leukositosis(Sarwono 2012).

- Kehamilan anembrionik (brightted Ovum)

Merupakan kehamilan dimana tidak terbentuk sejak awal walaupun kantong

gestasi sudah terbentuk. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan USG.

(Sarwono, 2012 ).

F. Diagnosa Abortus

Menurut WHO (1994), setiap wanita pada usia reproduktif yang mengalami

dua daripada tiga gejala seperti di bawah harus dipikirkan kemungkinan terjadinya

abortus:

i. Perdarahan pada vagina.

ii. Nyeri pada abdomen bawah.

iii. Riwayat amenorea.

Ultrasonografi penting dalam mengidentifikasi status kehamilan dan

memastikan bahwa suatu kehamilan adalah intrauterin. Apabila ultrasonografi

transvaginal menunjukkan sebuah rahim kosong dan tingkat serum hCG kuantitatif

lebih besar dari 1.800 mIU per mL (1.800 IU per L), kehamilan ektopik harus

8
dipikirkan. Ketika ultrasonografi transabdominal dilakukan, sebuah rahim kosong

harus menimbulkan kecurigaan kehamilan ektopik jika kadar hCG kuantitatif lebih

besar dari 3.500 mIU per mL (3.500 IU per L). Rahim yang ditemukan kosong pada

pemeriksaan USG dapat mengindikasikan suatu abortus kompletus, tetapi diagnosis

tidak definitif sehingga kehamilan ektopik disingkirkan (Megawati, 2017).

Menurut dr Amru Sofian, 2013, diagnosa abortus menurut gambaran klinis

adalah seperti berikut:

1. Abortus Iminens (Threatened abortion)

Anamnesis – perdarahan sedikit dari jalan lahir dan nyeri perut tidak ada atau

ringan.

Pemeriksaan dalam – fluksus ada (sedikit), ostium uteri tertutup, dan besar uterus

sesuai dengan umur kehamilan.

Pemeriksaan penunjang – hasil USG.

2. Abortus Insipiens (Inevitable abortion)

Anamnesis – perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri / kontraksi rahim.

Pemeriksaan dalam – ostium terbuka, buah kehamilan masih dalam rahim, dan

ketuban utuh (mungkin menonjol).

3. Abortus Inkompletus atau abortus kompletus

Anamnesis – perdarahan dari jalan lahir (biasanya banyak), nyeri / kontraksi rahim

ada, dan bila perdarahan banyak dapat terjadi syok.

Pemeriksaan dalam – ostium uteri terbuka, teraba sisa jaringan buah kehamilan.

4. Abortus Tertunda (Missed abortion)

Anamnesis - perdarahan bisa ada atau tidak.

Pemeriksaan obstetri – fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan dan bunyi

jantung janin tidak ada.

9
Pemeriksaan penunjang – USG, laboratorium (Hb, trombosit, fibrinogen, waktu

perdarahan, waktu pembekuan dan waktu protrombin).

4. Abortus habitualis (recurrent abortion)

Histerosalfingografi – untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus submukosa

dan anomali kongenital.

BMR dan kadar yodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak

gangguan glandula thyroidea.

5. Abortus Septik (Septic abortion)

Adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar jaringan yang telah ditolong di luar

rumah sakit.

Pemeriksaan : kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan dan

sebagainya.

Tanda-tanda infeksi alat genital : demam, nadi cepat, perdarahan, nyeri tekan dan

leukositosis.

kelihatan sakit berat, panas tinggi, menggigil,nadi kecil dan cepat, tekanan darah

turun sampai syok.

G. Penatalaksanaan jenis – jenis Abortus:

Menurut Sarwono, 2012. Penatalaksanaan abortus adalah sebagai berikut:

1. Abortus iminen :

- kehamilan di pertahankan

- tidak perlu pengobatan khusus

- istirahat yang cukup

- jangan melakukan hubungan suami istri berlebihan

- jika perdarahan berhenti pantau kondisi ibu

10
- Lakukan pemeriksaan ulang bila perdarahan terjadi lagi.

- Jika perdarahan tidak berhenti lakukan pemeriksaan janin dengan USG

2. Abortus insipien :

- Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan resiko dan rasa tidak

nyaman selama tindakan evakuasi dan memberikan informasi mengenai

kontrasepsi pasca abortus.

- Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu : lakukan evakuasi dengan

Aspirasi Vakum Manual ( AVM ). Jika evakuasi tidak dapat dilakukan segera:

 Berikan ergometrin 0,2mg IM (dapat diulang 15 menit bila perlu)

 Rencanakan evakuasi segera

- Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu :

 Tunggu pengeluaran halis konsepsi secara spontan dan evakuasi sisa

hasil konsepsi dari dalam uterus

 Bila perlu, berikan infus oxitocyn 20 IU dalam 500 ml NaCl 0,9% atau

RL dengan kecepatan 40 TPM untuk membantu pengeluaran hasil

konsepsi

3. Abortus inkomplet

- Lakukan konseling

- Jika perdarahan ringan / sedang dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu,

gunakan jari atau forsep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang

mencuat dari serviks.

- Jika pendarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan

evakuasi isi uterus dengan aspirasi vakum manual. Kuret dilakukan jika AVM

tidak tersedia,

11
- Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam

1 liter Nacl 0,9 persen atau RL dengan kecepatan 40 tbm untuk membantu

mengeluarkan hasil konsepsi.

- Lakukan evaluasi tanda tanda vital , perdarahan pervaginam, tanda akut

abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar HB

setelah 24 jam. Bila kadar HB baik ibu dapat diperbolehkan pulang.

4. Abortus Komplit

- Tidak dilakukan evakuasi lagi , observasi keadaan ibu

- Lakukan konseling untuk memberikan dukungan pada ibu, serta

mengedukasikan kontrasepsi terbaik pasca keguguran.

- Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferosus 600 mg/ hari

selama 2 minggu. Jika anemia berat lakukan transfusi.

- Evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu

5. Missed abortion (Tertunda)

- Lakukan konseling

- Usia kehamilan < 12 minggu evakuasi dengan sendok kuret / AVM

- Usia kehamilan 12- 16 minggu : pastikan serviks terbuka, sebelum dilakukan

dilatasi dan kuretase .

- Usia kehamilan 16- 22 minggu : lakukan pematangan serviks lalu evakuasi

dengan infus oksitosin hingga terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Bila dalam 24

jam evakuasi tidak terjadi, evaluasi kembali sebeleum merencakan evakuasi

lebih lanjut.

- Lakukan evaluasi tanda tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2

jam. Bila kondisi ibu baik, pindhkan ibu ke ruang perawatan.

12
6. Abortus Habitualis

- Penangannya sama tergantung jenis abortus yang terjadi

7. Abortus septik

- Kuretase dilakukan jika keadaan tubuh telah membaik minimal 6 jam setelah

antibiotik adekuat diberikan.

8. Kehamilan anembrionik (brightted Ovum)

- Dilakukan Dilatasi dan Curetase.

H. Komplikasi Abortus

Menurut Sarwono, 2012. Komplikasi yang bisa disbeebkan oleh abortus adalah

sebagai berikut:

1. Perdarahan :

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil

konsepsi dan jika perlu pemberian trnsfusi darah. Kematian karena perdarahan

dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.

2. Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi

hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diama-amati dengan

teliti. Jika ada tanda bahaya , perlu segera dilakukan laparotomi, dan

tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu

histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam

menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas.

Mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kemih atau usus. Dengan

adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparotomi harus segera

dilakukan untuk menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil

tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.

13
3. infeksi

infeksi terbatas pada desidua, apabila infeksi meyebar lebih jauh, terjadilah

peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok

4. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena

infeksi berat (syok endoseptik).

I. Penatalaksanaan pasca Abortus

Untuk mencegah abortus berulang, pada pasien yang telah mengalami abortus,

di anjurkan untuk melakukan pemeriksaan TORCH (toxoplasma, Rubella,

Cytomegalovirus, dan herpes virus) lewat pengambilan darah. Terapi disesuaikan

dengan hasil laboratorium tersbut. (Sarwono, 2012).

14
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Subjective
 Identitas :
Nama : ny. Ilvia
Umur : 25 tahun
Alamat : dsn. Watu – Bantaran – Probolinggo.
Pekerjaan : Guru SD
Pendidikan : S-1
Suku : Madura
Agama : Islam

 Keluhan Utama : Keluar darah pervaginam


 RPP / RPS : Pasien datang ke POLI jam 10.00, Pasien merasa keluar
darah dari vagina sejak 2 hari yang lalu . Awalnya hanya berupa flek.
Sebelumnya, pasien mengatakan baru dateng dari perjalanan jauh. Tanggal 25
September keluar darah menggumpal yang banyak disertai nyeri perut bagian
bawah. Pasien tidak merasakan pusing, sesak , mual ataupun muntah. Pasien
mengatakan sedang hamil 1 bulan . tidak diketahui penyebabnya tiba tiba
sudah mengalami pendarahan pada vagina.
 RPD : DM (-) HT (-) Asma (-)
 RPK : DM (-) HT (-) Asma (-)
 R. Alergi : Tidak ada alergi makanan ataupun obat.
 R. Konstrasepsi: ( -)
 R. Persalinan : (-)
 R. Pernikahan : suami ke 1 . ( lama menikah 8 bulan )
 HPHT : 18 – 08 – 2018
 Tp : 25 – 05 - 2019
 Menerche : 13 tahun
 R. Menstruasi : Teratur dengan siklus 28 hari. Durasi 5-6 hari.

15
B. Objective

 KU : Baik
 Kesadaran : Composmentis
 Kepala : a/i/c/d : -/-/-/-
Normochepali, rambut hitam, tidak mudah rontok

 Tanda Tanda Vital :


tensi : 110/70 mmhG
nadi : 80x/menit
suhu : 36,5oc
RR : 16x/menit

 Status Obstetri :
Inspeksi : Tidak ada luka bekas operasi
Auskultasi : DJJ : tidak terdengar
Palpasi :Tidak teraba

 Pemeriksaan Penunjang :
Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hasil Range
HB 13,7 12- 26
Leukosit 11.800 4000-11.000
Trombosit 287.000 150000-450000
HbsAg Negatif negatif

USG : terdapat sisa kehamilan u/ 2,6 x 2. 4 , uterus anteflexi.

Gambar 3.1 Hasil USG yang dilakukan di POLI.

16
C. Assesment
GIPOOOOO UK 6- 7 minggu dengan Abortus Incomplate

D. Planning
Pro Dilatasi dan Curetase

E. Prognosis
Prognosis nya baik jika disesuikan dengan penanganan jenis – jenis abortus.

F. Follow Up

Tabel 3.2 Follow Up pasien (27 – September– 2018 )


Ny. I 22 tahun G1P0000 uk 6-7 minggu dengan Abortus Incomplate.
10.00 Observasi :
Masih keluar darah pervaginam sedikit
His ( tidak teraba )
Djj (tidak terdengar)
TD : 110/70
RR : 16x/mnt
Suhu : 36, 5
Nadi 80x/mnit
10.40 Observasi :
Keluar darah pervaginam
His ( tidak teraba )
Djj (tidak terdengar)
TD : 110/70
RR : 17x/mnt
Suhu : 36, 5
Nadi 82x/mnit
Dilakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui lebih jelas
keadaan rahim ibu
11.30 - Dilakukan persiapan D and C
- pemasangan baju Ok, Topi OK
- pemasangan infus dan menjelaskan prosedur D and C
kepada pasien dan keluaga pasien/
12.00 - pasien di kirim ke ruangan OK
- dilakukan dilatase dan kuretase

12.30 Dilatasi dan Curetase selesai


Pasien di kirim keruang perawatan untuk observasi
selanjutnya

17
14.00 Observasi :
Pasien mengatakan sedikit mual dan muntah

TD : 100/70
RR : 17x/mnt
Suhu : 36
Nadi 78x/mnit
18.00 Observasi :
Masih keluar darah sedikit pervaginam, mual muntah (+)

TD : 110/70
RR : 17x/mnt
Suhu : 36, 5
Nadi 82x/mnit

Tabel 3.3 Follow Up pasien (28 – September – 2018 )


Ny. I 25 tahun G1P0000 uk 6- 7 minggu dengan Abortus Incomplate.
07.00 Observasi :
Pasien tidak ada keluhan

TD : 110/70
RR : 17x/mnt
Suhu : 36, 5
Nadi 82x/mnit
11.00 Observasi :
Pasien di indikasikan untuk pulang dan diberikan surat control.

TD : 110/70
RR : 17x/mnt
Suhu : 36, 5
Nadi 82x/mnit
13.00 Observasi :
Dilakukan Up infus

Dan pasien pulang.

18
BAB IV

ANALISA KASUS

Pasien datang ke POLI jam 10.00 pada tanggal 27 – 09- 2018 karena keluar darah

dari vagina sejak 2 hari yang lalu. Awalnya pasien tidak mengetahui jika sedang hamil,

karena keluar berupa flek kemerahan dari vagina, pasien menggunakan test pack dan

hasilnya postif 2. Tetapi darah yang keluar semakin banyak dan mengggumpal, darah keluar

terus menerus disertai nyeri perut bagian bawah. Pasien mengatakan awalnya pernah

perjalanan jauh sebelum terjadi flek kemerahan. Sampai saat ini darah masih terus keluar.

Pasien tidak merasakan pusing, sesak , mual ataupun muntah. Pasien tidak mengetahui

penyebab terjadinya pendarahan terhadap dirinya.

Di POLI pasien dilakukan pemeriksaan oleh dokter , baik secara anamnesis

(Wawancara), pemeriksaan fisik (VT ), VT di lakukan dan didapatkan sudah terdapat

pembukaan. Dan dilakukan USG untuk menilai kondisi rahim saat ini, menurut dokter Sp.OG

dari anamnesis , pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pasien

terdiagnosis dengan Abortus Incomplet. Berikut adalah hasil USG nya :

Gambar 4.1 Hasil USG Ny. Ilvia

19
Abortus adalah penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar rahim yaitu

usia kurang dari 20 minggu dengan berat janin kurang dari 500 gram(Sarwono, 2012).

Menurut gejala klinisnya abortus dapat dibagi menjadi berbagai bagai jenis , salah satunya

adalah abortus Incomplate, Abortus incomplate adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi

, tetapi sebagian hasil konsepsi masih tertinggal di dalam. Abortus incomplete ditandai

dengan keluar darah flek hingga menggumpal , ostium uterinya sudah terbuka. Dan hasil

konsepsinya sudah banyak yg keluar tapi masih ada yg tertiggal di dalam. (Sarwono, 2012).

Faktor resiko terjadinya Abortus secara garis besar ada 3 hal, yaitu; faktor dari janin

(fetal), faktor dari IBU (maternal), dan faktor dari AYAH (paternal).

Faktor janin (fetus) yaitu terdiri dari kelainan genetik(kromosom), sedangkan faktor

maternal mungkin dari kebiasaan ibu (merokok, minum alkohol, penyakit yang diderita oleh

ibu seperti hipertensi, pneumonia, dll). Bisa juga terjadi antahagonis rhesus antara ibu dan

bayi. Faktor paternal (ayah) terjadi karena faktor usia ayah dan kebiasaan orang tua merokok

ataupun mempunyai penyakit kronis seperti TBC. Abortus juga bisa terjadi karena trauma

(benturan, atau kejadian KDRT ).

Dalam kasus Abortus pada Ny. Ilvia (primi gravida) belum jelas penyebabnya; di

tinjau dari faktor maternalnya : Siklus menstruasi Ny. Ilvia memiliki siklus mesntruasi nya

lancar, teratur dengan siklus 28 hari selama 5-6 hari. Ny. Ilvia sebelumnya tidak pernah

mendertia penyakit penyakit kronis seperti hipertensi, asma, infeksi yang tinggi seperti

pneumonia ataupu tifoid. Kondisi Ny. Ilvia sebelum hamil dalam kondisi yang baik. Ny. Ilvia

juga tidak merokok maupun minum minuman alkohol.

Ny. Ilvia tidak memiliki riwayat penggunaan kontrasepsi, jadi kemungkinan penyebab

karena hormonal ini bisa disingkirkan. Karena wanita yang mengkonsumsi pil kontrasepsi

20
dalam jangka waktu panjang dapat berpengaruh pada siklus hormonal alaminya. Hal ini

menyebabkan rahim tidak mampu menahan kehamilan pada saat pertama hamil.

Hal yang paling penting ialah Ny. Ilvia sejak awal tidak menyadari kehamilan. Tidak

sedikit wanita yang tidak menyadari bahwa dirinya sedang dalam kondisi hamil. Itu

sebabnya, wanita cenderung tidak berhati-hati dalam beraktivitas sehari – hari, aktivitas

sexual, maupun aktifitas dalam mengkonsumsi makananan.

Anthagonis rhesus kemungkinan besar tidak terjadi pada Ny ilvia dan bayinya,

dikarenakan Ny. Ilvia dan suami sama sama WNI. Anthagonis rhesus kemungkinan terjadi

jika beda Warga negara.

Ditinjau dari segi umur ny. Ilvia (25 th). Merupakan umur yang tidak berisiko untuk

hamil. Karena menurut penelitian yang dilakukan (Winda, 2015) Ibu primigravida dengan

umur berisiko (<20, >35 tahun) akan memiliki peluang 4,333 kali untuk terjadinya abortus

dibanding dengan ibu primigravida dengan umur tidak berisiko (20 – 35 tahun).

Dari hasil USG yang dilakukan di POLI kandungan RSUD. Dr muhhamd saleh –

Probolinggo. Kondisi rahim Ny. Ilvia dalam keadaan baik. Tidak mengalami kelainan pada

uterusnya. Letak uterusnya dalam keadaan fisiologis yaitu Anteroversiofleksio. Baik pada

tuba faloppinya ataupun indung telurnya dalam keadaan baik. Berikut hasil USG yang telah

dilakukan ;

21
Gambar 4.2 Hasil USG ny. Ilvia

Faktor resiko lainnya yang kemungkinan terjadi ialah faktor paternal, dimana suami

Ny.ilvia merokok aktif sejak umur 17 tahun. Dan keadaan dimana ny. Ilvia pernah menjalani

perjalanan jauh ketika sedang hamil mungkin menjadi salah satu penyebab terjadinya abortus,

yaitu trauma. Baik benturan saat sedang berada di dalam mobil ataupun karena kelelahan.

Ditinjau dari faktor fetus yaitu terjadi kelainan genetik(kromosom) mungkin saja

bisa terjadi, tetapi pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan pada fetus nya.

Tanggal 27- 09- 2018 pasien langsung di indikasikan untuk MRS di rsud dr.

Mohammad Saleh Probolinggo untuk dilakukan dilatasi dan curetase. Dilakukan perbaikan

KU pada pasien dengan pemberian infus RL .

Pasien di lakukan Dilatase dan Curetase pada tanggal 27-09-2018 pada jam 12.00

WIB. Setelah Dilatase dan Curetase pasien di pindahkan ke ruang perawatan, keluhan pasien

berupa keluar darah pervaginam sedikit disertasi rasa mual dan muntah. Dilakukan perbaikan

keaadaan umum pada ibu sehingga keadaan ibu lebih membaik.

22
Tanggal 28-09-2018 keadaan pasien sudah baik , tidak ada keluhan. Pasien sudah bisa

ke kamar mandi sendiri, sudah bisa mobilisasi sendiri. Jadi pasien di indikasikan untuk

pulang disertai dengan surat kontrol untuk memantui keadaan ibu .

23
BAB V

KESIMPULAN

1. Berdasarkan analisa data pasien , dengan keluhan keuar darah pervaginam pada usia
kehamilan 6-7 mingu, darah yang keluar berupa darah menggumpal , maka dapat
disimpulkan gejala gejala terjadinya Abortus.
2. Dari pemeriksaan yang telah dilakukan, baik anamnesis, pemeriksaan fisik maupun
pemeriksaan penunjang, pasien terdiagnosa dengan Abortus Incomplate.
3. Pasien di anjurkan untuk dilakukan Dilatase dan Kuretase untuk mengambil sisa sisa
jaringan hasil konsepsi yang masih tertinggal di uterus.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Darmawati. 2016. Recognize the Abortion And Its Related Factors.

2. Kusuma, Aulia. 2016. faktor-faktor yang melatarbelakangi kejadian abortus


imminens pada ibu hamil di sukadana kabupaten kayong utara.
3. Pratiwi, Rizka. 2017. faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian abortus incomplete
di rsud muntilan tahun 2016.
4. Megawati, Jernita and januar, rico. 2017. causal factors of abortus spontaneous
occurance in dr. mohammad hoesin general state hospital palembang
5. Ilmu Kebidanan Sarwono. 2012. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
6. Ilmu Bedah Kebidanan. 2000. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
7. Ilmu Kandungan Edisi ke 3. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
8. Dr. Amru sofian,Sp.OG. 2013. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
9. Bennett, V Ruth & Brown, Lind K (1997).Myles Textbook for Midwifes. (13th ed).
Edinburg.
10. Enkin, Murray. (2000). A Guide to Effective Care in Pregnancy and Childbirth. (3
thed). Oxford University Press.
11. Farrer, Helen. (2001). Perawatan Maternitas.Edisi 2. Jakarta: EGC.
12. Winkjosastro, H. (2002). Ilmu Kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
13. Cuningham, G.F., Gant,F.N., Leveno, J.K., Gilsstrap III, C.L., Hauth, C.J.,Wenstrom.
D.K., (2005). Obstetri William. Edisi 21. Jakrata : EGC
14. Smith, S.L., ( 1998 ). Reproductive Health: A High-Flying Concern Occupational
Hazards. Cleveland: May 1998. Vol.60, Iss. 5; pg. 41, 1 pgs..

25

Anda mungkin juga menyukai