Anda di halaman 1dari 37

REFERAT

FRAKTUR TERBUKA

DI SUSUN OLEH

Kevin Prathama

PEMBIMBING

Dr. Hendar Nugrahadi Priambodo, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD KOJA


UNIVERISTAS YARSI PERIODE
10 SEPTEMBER – 17 OKTOBER 2018
BAB I
PENDAHULUAN

Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan


penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Selain mencegah infeksi
juga diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak.
Beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka
yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debridemen yang
berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta
pemberian antibiotik yang adekuat. Sepertiga dari pasien fraktur terbuka biasanya
mengalami cidera multipel. 1
Fraktur terbuka terjadi dalam banyak cara, dan lokasi serta tingkat keparahan
cideranya berhubungan langsung dengan lokasi dan besarnya gaya yang mengenai
tubuh. Fraktur terbuka dapat disebabkan oleh luka tembak, trauma kecelakaan lalu
lintas, ataupun kecelakaan kerja yang berhubungan dengan himpitan pada jaringan
lunak dan devitalisasi.2
Fraktur terbuka sering membutuhkan pembedahan segera untuk membersihkan
area mengalami cidera. Karena diskontinuitas pada kulit, debris dan infeksi dapat
masuk ke lokasi fraktur dan mengakibatkan infeksi pada tulang. Infeksi pada tulang
dapat menjadi masalah yang sulit ditangani. Gustilo dan Anderson melaporkan bahwa
50,7 % dari pasien mereka memiliki hasil kultur yang positif pada luka mereka pada
evaluasi awal. Sementara 31% pasien yang memiliki hasil kultur negatif pada awalnya,
menjadi positif pada saat penutupan definitf. Oleh karena itu, setiap upaya dilakukan
2
untuk mencegah masalah potensial tersebut dengan penanganan dini.

2
BAB II
ANATOMI, HISTOLOGI, FISIOLOGI, DAN BIOKIMIA TULANG

Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai 5 fungsi utama,
yaitu:

1. Membentuk rangka badan


2. Sebagai tempat melekat otot
3. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat
dalam, seperti otak, sumsum tulang belakang, jantung dan paru-paru
4. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan garam
5. Sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hematopoetik untuk
memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel darah putih dan trombosit 6

Tulang dalam garis besarnya dibagi atas:7

 Tulang panjang, yang temasuk adalah femur, tibia, fibula, humerus, ulna.
Tulang panjang (os longum) terdiri dari 3 bagian, yaitu epiphysis, diaphysis,
dan metaphysis. Diaphysis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang
berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari
tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang
besar. Metaphysis adalah bagian tulang yang
melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini
terutama disusun oleh trabekular atau sel
spongiosa yang mengandung sel-sel
hematopoetik. Metaphysis juga menopang
sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas
untuk perlekatan tendon dan ligamen pada
epiphysis. Epiphysis langsung berbatasan

3
dengan sendi tulang panjang. Seluruh tulang dilapisi oleh lapisan fibrosa yang
disebut periosteum.
 Tulang pendek, contohnya antara lain tulang vertebra dan tulang-tulang carpal
 Tulang pipih, antara lain tulang iga, tulang skapula, tulang pelvis

Tulang terdiri atas bagian kompak pada bagian luar yang disebut korteks dan bagian
dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekular dan di luarnya dilapisi oleh
periosteum. Berdasarkan histologisnya maka dikenal:

 Tulang imatur (non-lamellar bone, woven bone, fiber bone), tulang ini pertma-
tama terbentuk dari osifikasi endokondral pada perkembangan embrional dan
kemudian secara perlahan-lahan menjadi tulang yang matur dan pada umur 1
tahun tulang imatur tidak terlihat lagi. Tulang imatur ini mengandung jaringan
kolagen dengan substansi semen dan mineral yang lebih sedikit dibandingkan
dengan tulang matur.
 Tulang matur (mature bone, lamellar bone)
o Tulang kortikal (cortical bone, dense bone, compacta bone)
o Tulang trabekular (cansellous bone, trabecular bone, spongiosa)

Secara histolgik, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam jumlah sel,
jaringan kolagen, dan mukopolisakarida. Tulang mature ditandai dengan sistem
Harversian atau osteon yang memberikan kemudahan sirkulasi darah melalui korteks
yang tebal. Tulang matur kurang mengandung sel dan lebih banyak substansi semen
dan mineral dibanding dengan tulang imatur.

4
Tulang terdiri atas bahan
antar sel dan sel tulang. Sel
tulang ada 3, yaitu osteoblas,
osteosit, dan osteoklas.
Sedang bahan antar sel terdiri
dari bahan organik (serabut
kolagen, dll) dan bahan
anorganik (kalsium, fosfor,
dll). Osteoblas merupakan
salah satu jenis sel hasil
diferensiasi sel mesenkim yang sangat penting dalam proses osteogenesis dan osifikasi.
Sebagai sel osteoblas dapat memproduksi substansi organik intraseluler atau matriks,
dimana kalsifikasi terjadi di kemudian hari. Jaringan yang tidak mengandung kalsium
disebut osteoid dan apabila kalsifikasi terjadi pada matriks maka jaringan disebut
tulang. Sesaat sesudah osteoblas dikelilingi oleh substansi organik intraseluler, disebut
osteosit dimana kradaan ini terjadi dalam lakuna.
Osteosit adalah bentuk dewasa dari osteoblas yang berfungsi dalam recycling garam
kalsium dan berpartisipasi dalam reparasi tulang. Osteoklas adalah sel makrofag yang
aktivitasnya meresorpsi jaringan tulang. Kalsium hanya dapat dikeluarkan dari tulang
melalui proses aktivitas osteoklasis yang mengilangkan matriks organik dan kalsium
secara bersamaan dan disebut deosifikasi. Jadi dalam tulang selalu terjadi perubahan
dan pembaharuan.8,9
Tulang dapat dibentuk dengan dua cara: melalui mineralisasi langsung pada matriks
yang disintesis osteoblas (osifikasi intramembranosa) atau melalui penimbunan matiks
tulang pada matriks tulang rawan sebelumnya (osifikasi endokondral).
Struktur tulang berubah sangat lambat terutama setelah periode pertumbuhan tulang
berakhir. Setelah fase ini perubahan tulang lebih banyak terjadi dalam bentuk
perubahan mikroskopik akibat aktivitas fisiologis tulang sebagai suatu organ biokimia

5
utama tulang. Komposisi tulang terdiri atas: substansi organik (35%), substansi
anorganik (45%), air (20%). Substansi organik terdiri atas sel-sel tulang serta substansi
organik intraseluler atau matriks kolagen dan merupakan bagian terbesar dari matriks
(90%), sedangkan sisanya adalah asam hialuronat dan kondrotin asam sulfur. Substansi
anorganik terutama terdiri atas kalsium dan fosfor dan sisanya oleh magnesium,
sodium, hidroksil, karbonat, dan fluorida. Enzim tulang adalah alkali fosfatase yang
diproduksi oleh osteoblas yang kemungkinan besar mempunyai peranan penting dalam
produksi organik matriks sebelum terjadi kalsifikasi.

6
BAB III
PEMBAHASAN FRAKTUR TERBUKA

A. Pengertian
Fraktur terbuka adalah fraktur dimana terdapat hubungan fragmen
fraktur dengan dunia luar, baik ujung fragmen fraktur tersebut yang menembus
dari dalam hingga ke permukaan kulit atau kulit dipermukaan yang mengalami
penetrasi suatu objek yang tajam dari luar hingga kedalam. Fraktur terbuka
sering timbul komplikasi berupa infeksi. Infeksi bisa berasal dari flora normal
di kulit ataupun bakteri pathogen khususnya bakteri gram (-). Golongan flora
normal kulit, seperti Staphylococus, Propionibacterium acne , Micrococus dan
dapat juga Corynebacterium. Selain dari flora normal kulit, hasil juga
menunjukan gambaran bakteri yang bersifat pathogen, tergantung dari paparan
(kontaminasi) lingkungan pada saat terjadinya fraktur. 4
Karena energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan jenis patah tulang,
pasien sering memiliki luka tambahan, beberapa berpotensi mengancam
nyawa, yang memerlukan pengobatan. Terdapat 40-70% dari trauma berada di
tempat lain dalam tubuh bila ada fraktur terbuka. Fraktur terbuka mewakili
spektrum cedera: Pertama, masalah mendasar dasar patah tulang; kedua,
pemaparan dari patah tulang terhadap lingkungan; dan kontaminasi dari situs
fraktur. 5

7
B. Klasifikasi

Menurut Gustilo dan Anderson, fraktur terbuka dibagi menjadi 3 kelompok :


1. Grade I : Luka kecil kurang dari 1cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan
dari fragmen tulang yang menembus kulit. Terdapat sedikit kerusakan jaringan dan
tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang
terjadi biasanya bersifat simple, transversal, oblik pendek atau sedikit komunitif.

2. Grade II : Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang
hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan
sedikit kontaminasi fraktur.

8
3. Grade III : Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit
dan struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini biasanya di
sebabkan oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi. Tipe 3 di bagi dalam 3
subtipe:

 Tipe IIIA : Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat
laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat segmental atau
komunitif yang hebat

 Tipe IIIB: fraktur disertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan dan
kehilangan jaringan, terdapat pendorongan periost, tulang terbuka, kontaminasi
yang hebatserta fraktur komunitif yang hebat.

9
 Tipe IIIC: fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang
memerlukan perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan
lunak.10

Gambar 1. KlaKlasifikasi Fraktur Terbuka Berdasarkan Gustilo dan Anderson

C. Etiologi
Fraktur terbuka disebabkan oleh energi tinggi trauma, paling sering dari
pukulan langsung, seperti dari jatuh atau tabrakan kendaraan bermotor. Dapat juga
disebabkan oleh luka tembak, maupun kecelakaan kerja. Tingkat keparahan cidera
fraktur terbuka berhubungan langsung dengan lokasi dan besarnya gaya yang mengenai
tubuh. Ukuran luka bisa hanya beberapa milimeter hingga terhitung diameter. Tulang
mungkin terlihat atau tidak terlihat pada luka. Fraktur terbuka lainnya dapat
mengekspos banyak tulang dan otot, dan dapat merusak saraf dan pembuluh darah
sekitarnya. Fraktur terbuka ini juga bisa terjadi secara tidak langsung, seperti cidera
tipe energi tinggi yang memutar. 2, 5

10
D. Patofisiologi

E. Penyembuhan Fraktur

Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan. Tidak


seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan
parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan
fraktur merupakan dasar untuk mengobati fragmen fraktur. Proses penyembuhan pada
fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan

11
untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting
seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam penyembuhan,
selain faktor biologis yang juga merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam
penyembuhan fraktur. Proses penyembuhan fraktur berbeda pada tulang kortikal pada
tulang panjang serta tulang kanselosa pada metafisis tulang panjang atau tulang-tulang
pendek, sehingga kedua jenis penyembuhan fraktur ini harus dibedakan.

F. Proses Penyembuhan Fraktur

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu:

1. Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang
melewati kanalikuli dalam sistem harvesian mengalami robekan pada daerah
fraktur dan akan membentuk hematoma di antara kedua sisi fraktur. Hematoma
yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat
mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat
terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur
akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin
avaskuler tulang yang matipada sisi sisi fraktur segera setelah trauma. Waktu
terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 – 3 minggu.

12
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik
yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk suatu kalus eksterna serta
pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler
dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum,
maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak
berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan
fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi
pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat
dari tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan
hematoma suatu daerah fraktur.
Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang
meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus belum
mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen. Pada fase ini
dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir pada
minggu ke 4 – 8.
3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel
dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk
tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan
perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang
imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan
radiologis pertama terjadi penyembuhan fraktur.
4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah
menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi
struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap. Pada fase

13
3 dan 4 dimulai pada minggu ke 4 – 8 dan berakhir pada minggu ke 8 – 12
setelah terjadinya fraktur.
5. Fase remodelling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang
menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada
fase remodelling ini, perlahan-lahan akan terjadi resorbsi secara osteoklasik dan
tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-
lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan
berisi sistem harvesian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan u
ntuk membentuk ruang sumsum. Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke
8 – 12 dan berakhir sampai beberapa tahun dari terjadinya fraktur.

G. Waktu Penyembuhan Fraktur


Waktu penyembuhan fraktur bervariasi secara individual dan berhubungan dengan
beberapa factor penting pada penderita, antara lain:
1. Umur penderita
Waktu penyembuhan tulang pada anak – anak jauh lebih cepat pada orng
dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktivitas proses osteogenesis pada
daerah periosteum dan endoestium dan juga berhubungan dengan proses
remodeling tulang pada bayi pada bayi sangat aktif dan makin berkurang
apabila unur bertambah
2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur
Lokalisasi fraktur memegang peranan sangat penting. Fraktur metafisis
penyembuhannya lebih cepat dari pada diafisis. Disamping itu konfigurasi
fraktur seperti fraktur tranversal lebih lambat penyembuhannya dibanding
dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak.

14
3. Pergeseran awal fraktur
Pada fraktur yang tidak bergeser dimana periosteum intak, maka
penyembuhannya dua kali lebih cepat dibandingkan pada fraktur yang bergeser.
Terjadinya pergeseran fraktur yang lebih besar juga akan menyebabkan
kerusakan periosteum yang lebih hebat.
4. Vaskularisasi pada kedua fragmen
Apabila kedua fragmen memiliki vaskularisasi yang baik, maka penyembuhan
biasanya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur vaskularisasinya jelek
sehingga mengalami kematian, maka akan menghambat terjadinya union atau
bahkan mungkin terjadi nonunion.
5. Reduksi dan Imobilisasi
Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih
baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah
pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang akan mengganggu
penyembuhan fraktur.
6. Waktu imobilisasi
Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi
union, maka kemungkinan untuk terjadinya nonunion sangat besar.
7. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lemak.
Bila ditemukan interposisi jaringan baik berupa periosteal, maupun otot atau
jaringan fibrosa lainnya, maka akan menghambat vaskularisasi kedua ujung
fraktur.
8. Adanya infeksi
Bila terjadi infeksi didaerah fraktur, misalnya operasi terbuka pada fraktur
tertutup atau fraktur terbuka, maka akan mengganggu terjadinya proses
penyembuhan.
9. Cairan Sinovia
Pada persendian dimana terdapat cairan sinovia merupakan hambatan dalam
penyembuhan fraktur.

15
10. Gerakan aktif dan pasif anggota gerak
Gerakan pasif dan aktif pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi
daerah fraktur tapi gerakan yang dilakukan didaerah fraktur tanpa imobilisasi
yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi.
Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu – 4 bulan. Waktu penyembuhan pada
anak secara kasar setengah waktu penyembuhan daripada orang dewasa.
Perkiraan penyembuhan fraktur pada orang dewasa dapat di lihat pada table berikut :
LOKALISASI WAKTU PENYEMBUHAN (minggu)
Phalang / metacarpal/ metatarsal / kosta 3–6
Distal radius 6
Diafisis ulna dan radius 12
Humerus 10 – 12
Klavicula 6
Panggul 10 – 12
Femur 12 – 16
Condillus femur / tibia 8 – 10
Tibia / fibula 12 – 16
Vertebra 12

H. Penilaian Penyembuhan Fraktur


Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara klinis dan union
secara radiologik. Penilaian secara klinis dilakukan dengan pemeriksaan daerah fraktur
dengan melakukan pembengkokan pada daerah fraktur, pemutaran dan kompresi untuk
mengetahui adanya gerakan atau perasaan nyeri pada penderita. Keadaan ini dapat
dirasakan oleh pemeriksa atau oleh penderita sendiri. Apabila tidak ditemukan adanya
gerakan, maka secara klinis telah terjadi union dari fraktur.

16
Union secara radiologik dinilai dengan pemeriksaan roentgen pada daerah fraktur dan
dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya
trabekulasi yang sudah menyambung pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat
dilihat adanya medulla atau ruangan dalam daerah fraktur

I . Diagnosis
Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan
anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat karena fraktur tidak
selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:

1. Syok, anemia atau pendarahan


2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau
organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen
3. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.
Pemeriksaan Lokal
 Inspeksi (Look) Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang
abnormal,angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal
yang penting adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki
hubungan dengan fraktur, cedera terbuka, keadaan vaskularisasi
 Palpasi (Feel) Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Adanya cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat
o Temperatur setempat yang meningkat.
o Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.

17
o Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara
hati-hati.
o Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota
gerak yang terkena.
o Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal
daerah trauma , temperatur kulit.
o Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui
adanya perbedaan panjang tungkai.

 Pergerakan (Movement). Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan,


tetapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi
– sendi di bagian distal cedera. Pergerakan dengan mengajak penderita untuk
menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah
yang mengalami trauma. Pada pederita dengan fraktur, setiap gerakan akan
menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara
kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak
seperti pembuluh darah dan saraf.
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta
gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis.
Kelaianan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan
masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk
pengobatan selanjutnya.

Pemeriksaan Radiologis
Macam-macam pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk menetapkan
kelainan tulang dan sendi :

18
o Foto Polos
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun
demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi
serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan bidai yang bersifat radiolusen untuk
imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Tujuan
pemeriksaan radiologis :
 Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
 Untuk konfirmasi adanya fraktur
 Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmenserta
pergerakannya
 Untuk menentukan teknik pengobatan
 Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
 Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
 Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
 Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru.

Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan beberapa prinsip dua (rule of 2):


 dua posisi proyeksi (minimal AP dan lateral)
 2 sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, dibawah dan diatas sendi
yang mengalami fraktur
 2 anggota gerak
 2 trauma, pada trauma hebat sering menyebabkan fraktur pada 2 daerah tulang.
Misal: fraktur kalkaneus dan femur, maka perlu dilakukan foto pada panggul
dan tulang belakang
 2 kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya tulang skafoid foto
pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-
14 harikemudian.

19
Pemeriksaan radiologis lainnya:
o CT-Scan. Suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail mengenai bagian
tulang atau sendi, dengan membuat foto irisan lapis demi lapis.
o MRI, dapat digunakan untuk memeriksa hampir seluruh tulang, sendi, dan jaringan
lunak. mRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi cedera tendon,ligamen, otot,
tulang rawan dan tulang.
o Radioisotop scanning
o Tomografi
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu ditanyakan
apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang terkena dan lokasinya, apakah
sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri. Konfigurasi fraktur dapat
menentukan prognosis serta waktu penyembuhan fraktur.

J. Penatalaksanaan
Kasus fraktur biasanya terjadi akibat adanya trauma oleh karena itu sebelum dilakukan
pengobatan definitif suatu fraktur, maka perlu dilakukan penatalaksaan sesuai dengan
prinsip trauma, sebagai berikut:

Penilaian awal (primary survey / survei awal)

Survei awal bertujuan untuk menilai dan memberikan pengobatan sesuai dengan
prioritas berdasarkan trauma yang dialami. Fungsi-fungsi vital penderita harus
dinilai secara tepat dan efisien. Penanganan penderita harus terdiri atas evaluasi
awal yang cepat serta resusitasi fungsi vital, penangan trauma dan identifikasi
keadaan yang dapat menyebabkan kematian.
A: Aiway (saluran napas), penilaian terhadap patensi jalan napas. Apabila terdapat
obstruksi jalan napas, maka harus segera dibebaskan. Apabila dicurigai kelaian
vertebra servikalis maka dilakukan pemasangan collar neck.

20
B: Breathing (pernapasan), perlu diperhatikan dan dilihat secara keseluruhan
daerah thorak untuk menilai ventilasi. Jalan napas yang bebas bukan berarti
ventilasi cukup. Bila ada gangguan atau instabilitas kardiovaskuler, respirasi, atau
gangguan neurologis, kita harus melakukan ventilasi dengan bantuan alat
pernapasan berupa kantong yang disambung dengan masker atau pipa endotrakeal.

C: Circulation (sirkulasi), sirkulasi adalah kontrol perdarahan meliputi 2 hal: a)


Volume darah dan output jantung; b) perdarahan baik perdarahan luar maupun
perdarahan dalam, perdarahan luar harus diatasi dengan balut tekan.

D: Disability (evaluasi neurologis), evaluasi neurologis secara cepat setelah satu


survei awal, dengan menilai tingkat kesadaran, besar dan reaksi pupil.
Menggunakan metode AVPU: A (alert / sadar), V (vokal / adanya respon terhadap
stimuli vokal), P (painful, danya respon terhadap rangsang nyeri), U (unresponsive
/ tidak ada respon sama sekali). Hasinya dapat diketahui GCS (glasgow coma
scale).

E: Exposure (kontrol lingkungan), untuk melakukan pemeriksaan secara teliti


pakaian penderita perlu dilepas (pada pasien tidak sadarkan diri), selain itu perlu
dihindari terjadinya hipotermi.

Prinsip penatalaksanaan fraktur secara umum

 Ada enam prinsip umum pengobatan fraktur :


1. Jangan membuat keadaan lebih jelek
2. Pengobatan berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat
3. Seleksi pengobatan dengan tujuan khusus
- Menghilangkan nyeri
- Memperoleh posisi yang baik dari fragmen

21
- Mengusahakan terjadinya penyambungan tulang
- Mengembalikan fungsi secara optimal
4. Mengingat hukum – hukum penyembuhan secara alami
5. Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan
6. Seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individual
Prinsip pengobatan fraktur secara umum adalah 4R:

1. Recognition (diagnosis dan penilaian fraktur): mengetahui dan menilai keadaan


fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis. Perlu
diperhatikan: lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai
untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengobatan.
2. Reduction (reduksi fraktu apabila perlu). Restorasi fragmen fraktur dilakukan
untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima. Posisi yang baik adalah
alignment yang sempurna dan aposisi yang sempurna. Angulasi < 5o pada
tulang panjang anggota gerak bawah dan lengan atas dan angulasi sampai 10o
pada humerus dapat diterima. Terdapat kontak sekurang-kurangnya 50%, dan
over riding < 0,5 inchi pada fraktur femur. Adanya rotasi tida dapat diterima
dimanapun lokasinya.
3. Retention, imobilisasi fraktur
4. Rehabilitation, mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur tebuka:10
1. Obati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan.
2. Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat
menyebabkan kematian.
3. Berikan antibiotic dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah
operasi.
4. Segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik

22
5. Ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya
6. Stabilisasi fraktur.
7. Biarkan luka tebuka antara 5-7 hari
8. Lakukan bone graft autogenous secepatnya
9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena

Tahap-Tahap Pengobatan Fraktur Terbuka 4,5,10

1. Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan nacl fisiologis
secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.

2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)

Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat


pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan
subkutaneus, lemak, fascia, otot dan fragmen2 yang lepas. Debridement adalah
pengangkatan jaringan yang rusak dan mati sehingga luka menjadi bersih. Untuk
melakukan debridement yang adekuat, luka lama dapat diperluas, jika diperlukan
dapat membentuk irisan yang berbentuk elips untuk mengangkat kulit, fasia serta
tendon ataupun jaringan yang sudah mati. Debridement yang adekuat merupakan
tahapan yang penting untuk pengelolaan. Debridement harus dilakukan sistematis,
komplit serta berulang. Diperlukan cairan yang cukup untuk fraktur terbuka,
menggunakan cairan normal saline.

3. Pengobatan fraktur itu sendiri

Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau reduksi
terbuka dengan fiksasi eksterna tulang. Fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi
dengan fiksasi eksterna.

4. Penutupan kulit

23
Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari
terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini dilakukan apabila
penutupan membuat kulit sangat tegang. Dapat dilakukan split thickness skin-graft
serta pemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada
luka yang dalam. Luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak
lebih dari 10 hari. Kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary closure.
Yang perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakan yang
mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.

5. Pemberian antibiotik

Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan


dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan sesuadah tindakan operasi.
Pemberian antibiotika adalah efektif mencegah terjadinya infeksi pada pada
fraktur terbuka. Untuk fraktur terbuka antibiotika yang dianjurkan adalah
golongan cephalosporin dan dikombinasi dengan golongan aminoglikosida.

6. Pencegahan tetanus

Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. Pada
penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid
tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin (manusia).

Operasi / Pembedahan

Prinsip debridement adalah untuk membersihkan kontaminasi yang terdapat di sekitar


fraktur dengan melakukan pengangkatan terhadap jaringan yang non viabel dan
material asing, seperti pasir yang melekat pada jaringan lunak. Dilakukan penilaian
pada sekitar jaringan sekitar tulang, cedera pembuluh darah, tendon, otot, saraf.
Debridement jaringan otot dipertimbangkan jika otot terkontaminasi berat dan
kehilangan kontraktilitas. Debridement pada tendon mempertimbangkan kontraktilitas

24
tendon, sedangkan debridement pada kulit dilakukan hingga timbul perdarahan. Pada
fraktur terbuka grade IIIb dan IIIc dilakukan serial debridement yang diulang dalarn
selang waktu 24-72 jam untuk tercapainya debridement definitif.

Tehnik Operasi

Sebelum dilakukan debridement, diberikan antibiotik profilaks yang dilakukan di


ruangan emergency. Yang terbaik adalah golongan sefalosforin. Biasanya dipakai
sefalosforin golongan pertama. Pada fraktur terbuka Gustilo tape III, diberikan
tambahan berupa golongan aminoglikosida, seperti tobramicin atau gentamicin.
Golongan sefalosforin golongan ketiga dipertimbangkan di sini. Sedangkan pada
fraktur yang dicurigai terkontaminasi kuman clostridia, diberikan penicillin.

Peralatan proteksi diri yang dibutuhkan saat operasi adalah google, boot dan sarung
tangan tambahan. Sebelum dilakukan operasi, dilakukan pencucian dengan povine
iodine, lalu drapping area operasi. Penggunaan tidak dianjurkan, karena kita akan
melakukan pengamatan terhadap perdarahan jaringan. Debridement dilakukan pertama
kali pada daerah kulit. Kemudian rawat perdarahan di vena dengan melakuan
koagulasi. Buka fascia untuk menilai otot dan tendon. Viabilitas otot dinilai dengan
4C, “Color, Contractility, Circulation and Consistency. Lakukan pengangkatan
kontaminasi canal medullary dengan saw atau rongeur. Curettage canal medulary
dihindarkan dengan alasan mencegah infeksi ke arah proksimal. Irigasi dilakukan
dengan normal saline. Penggunaan normal saline adalah 6-10 liter untuk fraktur
terbuka grade II dan III. Tulang dipertahankan dengan reposisi. Bisa digunakan
ekternal fiksasi pada fraktur grade III.

Penutupan luka dilakukan jika memungkinkan. Berdasarkan jumlah jaringan lunak


yang hilang, luka-luka kompleks (complex wound) dapat ditutupi dengan
menggunakan metode yang berbeda, yakni :

25
a. Lokal Flap
Jaringan otot dari ekstremitas yang terlibat diputar untuk menutupi fraktur.
Kemudian diambil sebagian kulit dari daerah lain dari tubuh (graft) dan
ditempatkan di atas luka.
b. Free Flap
Beberapa luka mungkin memerlukan transfer lengkap jaringan. Jaringan ini sering
diambil dari bagian punggung atau perut. Prosedur free flap membutuhkan bantuan
dari seorang ahli bedah mikrovaskuler untuk memastikan pembuluh darah
terhubung dan sirkulasi tetap berjalan. 5

Pada fraktur tipe III yang tidak bisa dilakukan penutupan luka, dilakukan rawat luka
terbuka, hingga luka dapat ditutup sempurna.

Komplikasi Operasi

Komplikasi debridement hampir tidak ada. Komplikasi terjadi berupa infeksi pada
jaringan lunak dan tulang hingga sepsis pasca operasi. Mortalitas berhubungan dengan
syok hemoragik dan adanya fat embolism.

Perawatan Pasca Bedah

Antibiotika post operasi dilanjutkan hingga 2-3 hari pasca debridement. Kultur pus,
jika ada pus, lakukan kultur pus. Pada fraktur terbuka grade yang memerlukan
debridement ulangan, maka akan dilakukan debridement ulangan hingga jaringan
cukup sehat dan terapi definitive terhadap tulang bisa dimulai. Pada penutupan luka
yang tertunda, dilakukan pemasangan split thickness skin flap, vascularized pedicle
flaps (seperti gastrocnemeus flap) dan free flaps seperti fasciocutaneus flaps atau
myocutaneus flaps. Dilakukan penilaian terhadap kondisi jaringan setiap hari dan
pemberian antibiotika, hingga jaringan sehat dan terapi definitif terhadap tulang bisa
dimulai.

26
Terapi Definitif Fraktur Terbuka

Hal ini penting untuk menstabilkan patah tulang sesegera mungkin untuk mencegah
kerusakan jaringan yang lebih lunak. Tulang patah dalam fraktur terbuka biasanya
digunakan metode fiksasi eksternal atau internal. Metode ini memerlukan operasi.
a. Fiksasi Internal
Selama operasi, fragmen tulang yang pertama direposisi (dikurangi) ke posisi
normal kemudian diikat dengan sekrup khusus atau dengan melampirkan pelat
logam ke permukaan luar tulang. Fragmen juga dapat diselenggarakan bersama-
sama dengan memasukkan batang bawah melalui ruang sumsum di tengah tulang.
Karena fraktur terbuka mungkin termasuk kerusakan jaringan dan disertai dengan
cedera tambahan, mungkin diperlukan waktu sebelum operasi fiksasi internal
dapat dilakukan dengan aman. 13

b. Fiksasi Eksternal
Fiksasi eksternal tergantung pada cedera yang terjadi. Fiksasi ini digunakan
untuk menahan tulang tetap dalam garis lurus. Dalam fiksasi eksternal, pin atau
sekrup ditempatkan ke dalam tulang yang patah di atas dan di bawah tempat
fraktur. Kemudian fragmen tulang direposisi. Pin atau sekrup dihubungkan ke
sebuah lempengan logam di luar kulit. Perangkat ini merupakan suatu kerangka
stabilisasi yang menyangga tulang dalam posisi yang tepat.13,14
Amputasi 15

Pada beberapa kasus, amputasi menjadi pilihan terapi. Immediate amputation biasanya
diindikasikan pada keadaan berikut:

 Fraktur terbuka derajat IIIC dimana lesi tidak dapat diperbaiki dan iskemia
sudah terjadi >8 jam
 Anggota gerak yang mengalami crush berat dan jaringan viable yang tersisa
untuk revaskularisasi sangat minimal

27
 Kerusakan neurologis dan soft tissue yang berat, dimana hasil akhir repair
tidak lebih baik dari penggunaan prosthesis.
 Cedera multipel dimana amputasi dapat mengontrol perdarahan dan
mengurangi efek sistemik/life saving
 Kasus dimana limb salvage bersifat life-threatening dengan adanya
penyakit kronik yang berat, seperti diabetes mellitus dengan gangguan
vaskular perifer berat dan neuropati
 Kondisi bencana / mass disaster

Tabel Mangled Extremity Severity Score

G. Komplikasi Fraktur Terbuka

Pada fraktur terbuka dapat menyebabkan terjadinya berbagai macam


komplikasi. Komplikasi yang terjadi pada patah tulang terbuka bisa berupa komplikasi
lokalis maupun generalis. Komplikasi langsung dapat berupa kehilangan darah, shock,
fat embolism, dan kegagalan kardiovaskular. Komplikasi lokalis yang terjadi dapat
dibagi menjadi komplikasi dini yaitu yang terjadi bersamaan dengan terjadinya patah
tulang atau dalam minggu pertama dan komplikasi lambat.15

28
Komplikasi Dini :
1. Lesi Vaskuler
Trauma vaskular dapat melibatkan pembuluh darah arteri dan vena.
Perdarahan yang tidak terdeteksi atau tidak terkontrol dengan cepat akan
mengarah kepada kematian pasien, atau bila terjadi iskemia akan berakibat
kehilangan tungkai, stroke, nekrosis dan kegagalan organ multipel.
Keparahan trauma arteri bergantung kepada derajat invasifnya
trauma, mekanisme, tipe, dan lokasi trauma, serta durasi iskemia.
Gambaran klinis dari trauma arteri dapat berupa perdarahan luar, iskemia,
hematoma pulsatil, atau perdarahan dalam yang disertai tanda-tanda syok.
Gejala klinis paling sering pada trauma arteri ekstremitas adalah iskemia
akut. Tanda-tanda iskemia adalah nyeri terus-menerus, parestesia,
paralisis, pucat, dan poikilotermia. Pemeriksaan fisik yang lengkap,
mencakup inspeksi, palpasi, dan auskultasi biasanya cukup untuk
mengidentifikasi adanya tanda-tanda akut iskemia.
Adanya tanda trauma vaskular pada fraktur terbuka merupakan
suatu indikasi harus dilakukan eksplorasi untuk menentukan adanya
trauma vaskular. Kesulitan untuk mendiagnosis adanya trauma vaskular
sering terjadi pada hematoma yang luas pada patah tulang tertutup. Tanda
lain yang bisa menyertai trauma vaskular adalah adanya defisit neurologis
baik sensoris maupun motoris seperti rasa baal dan penurunan kekuatan
motoris pada ekstremitas. Aliran darah yang tidak adekuat dapat
menimbulkan hipoksia sehingga ekstremitas akan tampak pucat dan dingin
pada perabaan. Pengisian kapiler tidak menggambarkan keadaan sirkulasi
karena dapat berasal dari arteri kolateral, namun penting untuk
menentukan viabilitas jaringan.
Komplikasi yang dapat terjadi karena trauma vaskuler antara lain
thrombosis, infeksi, stenosis, fistula arteri-vena, dan aneurisma palsu.
Trombosis, infeksi, dan stenosis merupakan komplikasi yang dapat terjadi

29
segera pascaoperasi, sedangkan fistula arteri-vena dan aneurisma palsu
merupakan komplikasi lama. Rekomstruksi pembuluh darah harus
ditangani secara sungguh-sungguh dan teliti sekali karena bila terjadi
kesalahan teknis operasi karena ceroboh atau penatalaksanaan pasca bedah
yang kurang terarah, akan berakibat fatal bagi kelangsungan hidup
ekstremitas berupa amputasi, atau terjadi emboli paru.
2. Sindroma Kompartemen
Patah tulang pada lengan kaki dapat menimbulkan hebat sekalipun
tidak ada kerusakan pembuluh besar. Perdarahan, edema, radang, dan
infeksi dapat meningkatkan tekanan pada salah satu kompartemen
osteofasia. Terjadi penurunan aliran kapiler yang mengakibatkan iskemia
otot, yang akan menyebabkan edema lebih jauh, sehingga mengakibatkan
tekanan yang lebih besar lagi dan iskemia yang lebih hebat. Lingkaran
setan ini terus berlanjut dan berakhir dengan nekrosis saraf dan otot dalam
kompartemen setelah kurang lebih 12 jam.
Meningkatnya tekanan jaringan menyebabkan obstruksi vena dalam
ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan terus meningkat hingga tekanan
arteriolar intramuskuler bawah meninggi. Pada titik ini, tidak ada lagi
darah yang akan masuk ke kapiler, menyebabkan kebocoran ke dalam
kompartemen, sehingga tekanan dalam kompartemen semakin meningkat.
Penekanan saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat. Bila
terjadi peningkatan intra kompartemen, tekanan vena meningkat. Setelah
itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini
penghantaran oksigen juga akan terhenti, Sehingga terjadi hipoksia
jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan
nervus, yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel komponen tersebut.
Secara klasik terdapat 5 P yang menggambarkan gejala klinis sindroma
kompartemen, yaitu:
a. Pain

30
b. Paresthesia
c. Pallor
d. Paralysis
e. Pulseness Osteomyelitis Akut
3. . Gas Gangren
Keadaan yang mengerikan ini ditimbulkan oleh infeksi klostridium,
terutama C. welchii. Organisme anaerob ini dapat hidup dan berkembang
biak hanya dalam jaringan dengan tekanan oksigen yang rendah; karena
itu, tempat utama infeksinya adalah luka yang kotor dengan otot mati yang
telah ditutup tanpa debridemen yang memadai. Toksin yang dihasilkan
oleh organisme ini menghancurkan dinding sel dan dengan cepat
mengakibatkan nekrosis jaringan, sehingga memudahkan penyebaran
penyakit itu.
4. Septic Arthritis
Septic arthritis merupakan proses infeksi bakteri piogenik pada
sendi yang jika tidak segera ditangani dapat berlanjut menjadi kerusakan
pada sendi. Artritis septik karena infeksi bakterial merupakan penyakit
yang serius yang cepat merusak kartilago hyalin artikular dan kehilangan
fungsi sendi yang irreversibel.
Penyebab artritis septik merupakan multifaktorial dan tergantung
pada interaksi patogen bakteri dan respon imun hospes. Proses yang terjadi
pada sendi alami dapat dibagi pada tiga tahap yaitu kolonisasi bakteri,
terjadinya infeksi, dan induksi respon inflamasi hospes. Kolonisasi bakteri
Sifat tropism jaringan dari bakteri merupakan hal yang sangat penting
untuk terjadinya infeksi sendi. S.aureus memiliki reseptor bervariasi
(adhesin) yang memediasi perlengketan efektif pada jaringan sendi yang
bervariasi. Adhesin ini diatur secara ketat oleh faktor genetik, termasuh
regulator gen asesori (agr), regulator asesori stafilokokus (sar), dan sortase

31
Gejala klasik artritis septik adalah demam yang mendadak, malaise,
nyeri lokal pada sendi yang terinfeksi, pembengkakan sendi, dan
penurunan kemampuan ruang lingkup gerak sendi. Sejumlah pasien hanya
mengeluh demam ringan saja. Demam dilaporkan 60-80% kasus, biasanya
demam ringan, dan demam tinggi terjadi pada 30-40% kasus sampai lebih
dari 39̊ C. Nyeri pada artritis septik khasnya adalah nyeri berat dan terjadi
saat istirahat maupun dengan gerakan aktif maupun pasif.
Evaluasi awal meliputi anamnesis yang detail mencakup faktor
predisposisi, mencari sumber bakterimia yang transien atau menetap
(infeksi kulit, pneumonia, infeksi saluran kemih, adanya tindakantindakan
invasiv, pemakai obat suntik, dll), mengidentifikasi adanya penyakit
sistemik yang mengenai sendi atau adanya trauma sendi.
5 Osteomielitis Akut
Osteomielitis akut adalah infeksi tulang yang terjadi secara
akut.yang bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah)
dari fokus infeksi di tempat lain (misalnya Tonsil yang terinfeksi, lepuh,
gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran
hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma dimana
terdapat resistensi rendah kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80%
infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada
osteomielitis meliputi Proteus, Pseudomonas dan Ecerichia coli. Terdapat
peningkatan insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negatif
dan anaerobik. Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat
terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan stadium I) dan sering
berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superfisial.
Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah
pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat
penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.

32
Respons inisial terhadap infeksi adalah peningkatan vaskularisasi
dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh darah terjadi
pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang
sehubungan dengan peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak
atau sendi di sekitarnya, kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal,
kemudian akan terbentuk abses tulang.15

Komplikasi Lambat :
1. Penyembuhan Terlambat
Pada patah tulang panjang yang sangat tergeser dapat terjadi robekan
pada periosteum dan terjadi gangguan pada suplai darah intramedular.
Kekurangan suplai darah ini dapat menyebabkan pinggir dari patah tulang
menjadi nekrosis. Nekrosis yang luas akan menghambat penyembuhan tulang.
Kerusakan jaringan lunak dan pelepasan periosteum juga dapat mengganggu
penyembuhan tulang.
2. Non-Union
Bila keterlambatan penyembuhan tidak diketahui, meskipun patah
tulang telah diterapi dengan memadai, cenderung terjadi non-union. Penyebab
lain ialah adanya celah yang terlalu lebar dan interposisi jaringan.
3. Malunion
Bila fragmen menyambung pada posisi yang tidak memuaskan, seperti
contoh angulasi, rotasi, atau pemendekan yang tidak dapat diterima.
Penyebabnya adalah tidak tereduksinya patah tulang secara cukup, kegagalan
mempertahankan reduksi ketika terjadi penyembuhan, atau kolaps yang
berangsur-angsur pada tulang yang osteoporotik atau kominutif
4. Gangguan pertumbuhan
Pada anak-anak, kerusakan pada fisis dapat mengakibatkan
pertumbuhan yang abnormal atau terhambat. Patah tulang melintang pada
lempeng pertumbuhan tidak membawa bencana; patahan menjalar di sepanjang

33
lapisan hipertrofik dan lapisan berkapur dan tidak pada daerah germinal maka,
asalkan patah tulang ini direduksi dengan tepat, jarang terdapat gangguan
pertumbuhan. Tetapi patah tulang yang memisahkan bagian epifisi pasti akan
melintasi bagian fisis yang sedang tumbuh, sehingga pertumbuhan selanjutnya
dapat asimetris dan ujung tulang berangulasi secara khas; jika seluruh fisis
rusak, mungkin terjadi perlambatan atau penghentian pertumbuhan sama sekali.
Golden periode penanganan fraktur terbuka adalah kurang dari 6-8 jam
dikarenakan proses dan pola pertumbuhan bakteri yang terjadi pada luka fraktur
terbukanya. Umumnya jenis bakteri yang sering ditemui pada luka adalah
golongan bakteri Staphylococcus. Staphylococcus aureus yang patogenik dan
yang bersifat invasif menghasilkan koagulase dan cenderung untuk
menghasilkan pigmen kuning dan menjadi hemolitik.
Setelah berjalan 6 jam pasca kejadian fraktur terbuka, bakteri
Stapylococcus aureus dapat mengadakan ikatan secara kimiawi ke dinding sel-
sel yang seharusnya mengalami penyembuhan berupa hematom, inflamasi dan
rekonstruksi. Setelah mengalami ikatan, bakteri ini akan mengeluarkan
enterotoksin dan eksotoksin yang akhirnya dapat menyebabkan osteomyelitis.15

K. Perawatan Lanjut Dan Rehabilitasi Fraktur


Ada lima tujuan pengobatan fraktur

1. Menghilangkan nyeri
2. Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dari fragmen fraktur
3. Mengharapkan dan mengusahakan union
4. Mengembalikan fungsi secara optimal dengan cara mempertahankan fungsi otot
dan sendi, mencegah atrofi otot, adhesi dan kekakuan sendi, mencegah terjadinya
komplikasi seperti dekubitus, trombosis vena, infeksi saluran kencing serta
pembentukan batu ginjal.

34
5. Mengembalikan fungsi secara maksimal merupakan tujuan akhir fraktur. Sejak
awal penderita harus dituntun secara psikologis untuk membantu penyembuhan
dan pemberian fisioterapi untuk memperkuat otot-otot serta gerakan sendi baik
secara isometrik (latihan aktif statik) pada setiap otot yang berada pada lingkup
fraktur serta isotonik yaitu latihan aktif dinamik pada otot-otot tungkai dan
punggung. Diperlukan pula terapi okupasi.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Kenneth J.K., Joseph D.Z. Handbook of Fractures, 3rd Edition. Pennsylvania.


2006.
2. Thomas M. S., Jason H.C. Open Fractures. Mescape Reference (update 2012,
May 21). Available from http://emedicine.medscape.com/article/1269242-
overview#aw2aab6b3. Accessed 25 September 2018
3. Jonathan C. Open Fracture. Orthopedics (update 2012, May 27). Available
from http://orthopedics.about.com/cs/ brokenbones/g/openfracture.htm.
Accessed 25 September 2018
4. Sugiarso. Pola Kuman Penderita Fraktur Terbuka. Universitas Sumatera Utara.
2010. Available from
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27630/6/Cover.pdf. Accessed
25 September 2018
5. American Academy of Orthopaedics Surgeons. 2011. Open Fractures.
Available from http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00582. Accessed
15 Agustus 2013
6. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Ed: Ke-6. Jakarta: EGC.
7. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Struktur dan Fungsi Tulang, Edisi
ke-3. Jakarta: PT Yarsif Watampone. 2008; 6-11.
8. Carlos Junqueira, Jose Carniero, Robert Kelley. 1998. Histologi Dasar. Jakarta
: EGC.
9. Ott S. Bone Growth and Remodelling. 2008. Available from:URL:
depts.washington.edu/bonebio/ASBMRed/growth.html. Accessed 25
September 2018
10. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Trauma, Fraktur Terbuka, Edisi ke-
3. Jakarta: PT Yarsif Watampone. 2008; 317-478.

36
11. Brien PJO dan Mosheiff R.Open Fractures-Principles. Available From:[URL]:
http://www.aopublishing.org/ . Accessed 25 September 2018
12. Court-Brown CM, Brewster N (1996) Epidemiology of open fractures. Court-
Brown CM, McQueen MM, Quaba AA (eds), Management of open
fractures. London: Martin Dunitz, 25-35.
13. Lakatos R dan Herbenick MA. General Principles of Internal Fixation.
2009[cited 2011 Feb 2]. Available
from:URL:http://emedicine.medscape.com/article/1269987-overview.
Accessed 25 September 2018
14. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Internal Fixation and External
Fixations for Fractures. Available from:URL:
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00196. Accessed 25 September
2018
15. Apley A.G., Nagayam S., Solomon L., Warwick D. 2001. Apley’s System of
Orthopaedics and Fractures: Arnold

37

Anda mungkin juga menyukai