Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Osteoporosis adalah penyakit tulang metabolik yang ditandai dengan
rendahnya massa tulang dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang, yang
menyebabkan berkurangnya kekuatan tulang dan peningkatan risiko patah
tulang akibat energi rendah atau patah tulang karena kerapuhan. Menurut
National Institutes of Health Consensus Development Panel on Osteoporosis,
osteoporosis didefinisikan sebagai “kelainan tulang yang ditandai dengan
melemahnya kekuatan tulang yang menyebabkan peningkatan risiko patah
tulang.” Selain itu, menurut kriteria Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
osteoporosis didefinisikan sebagai kepadatan mineral tulang (BMD) yang
terletak 2,5 standar deviasi (SD) atau lebih di bawah nilai rata-rata wanita
muda yang sehat (T-score < 2,5 SD) (Akkawi dan Zmerly, 2017).

B. ANATOMI TULANG
Tulang dalam garis besarnya dibagi menjadi:
1. Tulang Panjang
Yang termasuk tulang panjang misalnya seperti femur, tibia, fibula, ulna
dan humerus. Dimana daerah batasnya disebut diafisis dan daerah yang
berdekatan dengan garis epifisis disebut metafisis. Derah ini merupakan
suatu daerah yang sangat sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit,
oleh karena daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif dan
banyak mengandung pembuluh darah. Kerusakan atau kelainan
perkembangan daerah lempeng epifisis akan menyebabkan kelainan
pertumbuhan tulang.
2. Tulang Pendek
Contoh dari tulang pendek adalah antara lain tulang vertebra dan tulang-
tulang karpal.
3. Tulang Pipih
Yang termasuk tulang pipih antara lain tulang costae, tulang scapula, dan
tulang pelvis.
Secara makroskopis, komponen tulang dapat dilihat secara jelas pada
tulang panjang, seperti tulang femur dan humerus. Tulang panjang antara lain
terdiri atas:
1. Diafisis : bagian badan atau tubuh dari tulang. Diafisis merupakan bagian
utama tulang.
2. Epifisis : terletak di bagian proksimal dan distal tulang.
3. Metafisis : daerah diantara diafisis dan epifisis. Metafisis merupakan
tempat pertumbuhan tulang karena terdiri atas cakram epifiseal
(pertumbuhan) yang mengandung kartilago hialin, sehingga diafisis
tulang dapat memanjang.
4. Kartilago artikular : merupakan lapisan tipis dari kartilago hialin yang
menutupi bagian epifisis, di mana tulang membentuk artikulasi (sendi)
dengan tulang yang lain.
5. Periosteum : mengelilingi permukaan terluar tulang di mana bagian
tersebut tidak ditutupi oleh kartilago artikular. Tersusun atas lapisan
fibrosa luar yang tersusun atas jaringan ikat iregular dan lapisan
osteogenik dalam yang terdiri atas sel. Periosteum memberikan proteksi
terhadap tulang yaitu membantu penyembuhan fraktur, memberikan
nutrisi jaringan tulang, dan memberikan perlekatan untuk ligamen dan
tendon.
6. Cavitas medullar (Ruang medulla) : atau marrow cavity (ruang sumsum),
merupakan ruang silindris diantara diafisis yang mengandung sumsum
tulang lemak kuning pada orang dewasa.
7. Endosteum : membran tipis yang membatasi lapisan internal tulang pada
ruang medulla. Terdiri atas selapis sel dan sejumlah kecil jaringan ikat.
(Tortora dan Derrickson, 2014).
Gambar 2.1. Bagian Tulang Panjang (Tortora dan Derrickson, 2014).
Dilihat secara mikroskopis, tulang seperti jaringan ikat yang lain yang
terdiri atas matriks sekitar sel yang mengelilingi sel-sel terpisah. Terdapat
empat tipe sel pada jaringan tulang, yaitu : sel osteogenik, osteoblas, osteosit,
dan osteoklas.
1. Sel osteogenik : sel batang yang tidak terspesialisasi yang berasal dari
mesenkim. Sel osteogenik merupakan asal dari semua jaringan ikat tulang.
Sel ini dapat ditemukan pada bagian dalam periosteum, di dalam
endosteum serta di dalam kanal, diantara tulang yang mengandung
pembuluh darah.
2. Osteoblas : merupakan sel pembentuk tulang. Sel ini mensintesis dan
mensekresi serat kolagen dan komponen organik yang dibutuhkan untuk
membentuk matriks sekitar sel dari jaringan tulang dan menginisiasi
kalsifikasi. Osteoblas diperlukan untuk mineralisasi yaitu proses deposisi
hydroxyapatite dengan meregulasi konsentrasi kalsum dan fosfat.
3. Osteosit : osteoblas yang terpendam di matriks termineralisasi dalam
lakuna dinamakan osteosit. Sel tulang yang sudah matang, merupakan
jaringan tulang yang paling utama dan memelihara metabolisme, seperti
pertukaran nutrisi dan membuangnya ke darah.
4. Osteoklas : sel besar yang berasal dari penggabungan 50 monosit dan
terdapat pada endosteum. Sel ini dapat mengeluarkn enzim lisosomal dan
asam yang mencerna komponen protein dan mineral dari matriks tulang.
Proses ini dinamakan resorpsi, yang merupakan bagian dari pembentukan,
pemeliharaan dan penggantian tulang. Osteoklas juga membantu dalam
meregulasi kalsium darah.
(Tortora dan Derrickson, 2014).

Gambar 2.2. Sel-sel Tulang (Tortora dan Derrickson, 2014).


Matriks sekitar sel terdiri atas 25% air, 25% serat kolagen dan 50% garam
kristal mineral. 80% dari matriks yang tidak termineralisaasi merupakan serat
kolagen tipe 1 yang berasal dari molekul tropokolagen yang dihasilkan oleh
osteoblas. Terdapat pula protein non-kolagen dalam jumlah sedikit pada
matriks yang termineralisasi yang diperkirakan terlibat dalam regulasi sel
tulang dan matriks termineralisasi, protein tersebut antara lain: sialoprotein
(osteopontin), osteonectin, osteocalsin dan alkaline phosphatase. Garam
mineral yang terbanyak adalah kalsium fosfat [Ca 3(PO4)2] yang akan
membentuk kristal hydroxyapatite [Ca10(PO4)6 (OH)2] bersama dengan garam
mineral yang lain seperti kalsium karbonat (CaCO3) dan ion seperti
magnesium, fluoride, kalium dan sulfat (Solomon et al., 2010).

C. FISIOLOGI TULANG
1. Pembentukan dan Pertumbuhan Tulang
Proses pembentukan tulang disebut dengan proses osifikasi.Terdapat
dua cara dalam pembentukan tulang, dimana kedua proses tersebut
meliputi penggantian jaringan ikat yang ada dengan tulang tetapi berbeda
dengan proses pekembangan tulang. Proses osifikasi ini meliputi osifikasi
intramembran dan osifikasi endokondral.
a. Osifikasi intramembrane
Osifikasi intramembran merupakan proses pembentukan tulang
yang sederhana. Proses ini terjadi pada tulang datar seperti tengkorak
dan mandibula. Pada bagian di mana tulang akan terbentuk, suatu
pesan kimia spesifik akan menyebabkan sel mesenkim berkumpul dan
berdiferensiasi, pertama menjadi sel osteogenik dan kemudian
menjadi osteoblas pada pusat osifikasi. Osteoblas mensekresikan
matriks organik sekitar sel dari tulang hingga akhirnya ia sendiri
dikelilingi oleh matriks tersebut.
Sekresi matriks sekitar sel akan berhenti dan sel tulang yang
terperangkap didalamnya dinamakan dengan osteosit yang berada
pada lakuna. Lakuna memiliki sitoplasma yang memanjang menuju
kanalikuli dan memancar ke segala arah. Dalam beberapa hari,
kalsium dan garam mineral akan disimpan dan matriks sekitar sel akan
mengeras atau mengalami kalsifikasi. Dengan terbentuknya matriks
sekitar tulang, akan terbentuk trabekula yang menyatu satu dengan
yang lain untuk membentuk tulang spons. Pembuluh darah akan
tumbuh di antara trabekula dan mesenkim akan berkondensasi pada
bagian perifer tulang dan membentuk periosteum.

Gambar 2.3. Osifikasi Intramembran (Tortora dan Derrickson, 2014)


b. Osifikasi endokondral
Proses ini terjadi pada pembentukan tulang panjang seperti tulang
femur, dimana tulang akan menggantikan kartilago. Pada saat janin,
terjadi proses pembetukan kartilago, kondorosit-kondrosit yang
terbentuk pada akhirnya akan mati karena nutrisi tidak dapat berdifusi
secara cepat melalui matriks sekitar sel. Ketika kondrosit mati, akan
terbentuk lakuna dan suatu rongga, sehingga proses osifikasi primer
dimulai.
Terdapat arteri yang dapat berpenetrasi ke perikondrium dan
kartilago yang mengalami kalsifikasi melalui foramen nutrisi dibagian
tengah kartilago, hal ini menyebabkan perikondrium berdiferensiasi
menjadi osteoblas. Osteoblas akan terdeposit pada sisa matriks sekitar
sel kartilago untuk membentuk tulang trabekula. Proses ini dimulai
pada bagian periosteum dan akan berlanjut hingga ujung tulang.
Osifikasi primer ini akan meninggalkan lubang di bagian tengah, yaitu
rongga medulla (medullary cavity) pada bagian diafisis.
Ketika cabang arteri epifiisis memasuki epifisis, maka akan
dimulai pusat osifikasi sekunder, yaitu pada saat bayi akan lahir.
Proses ini terjadi seperti osifikasi primer, hanya saja tulang spons
tersisa pada bagian inferior epifisis dan tidak terbentuk rongga
medulla.Kartilago hialin yang menutupi epifisis akan menjadi
kartilago artikular, sedangkan kartilago yang tersisa di antara diafisis
dan epifisis akan menjadi lempeng pertumbuhan, yang akan
bertanggung jawab pada proses pemanjangan tulang.
(Solomon et al., 2010; Tortora dan Derrickson, 2014).

Gambar 2.4. Osifikasi Endokondral (Tortora dan Derrickson, 2014)


2. Resorbsi Tulang
Resorpsi tulang dilakukan oleh osteoklas dibawah pengaruh sel
stroma (osteoblas) dan kedua pengaktif lokal dan sistemik. Terdapat pula
pengaruh hormon PTH (parathormon) secara tidak langsung yang
memiliki efek pada metabolit vitamin D, 1,25-dihydroxycholecalciferol
[1,25(OH)D31 dan osteoblas.
Proliferasi sel progenitor osteoklas membutuhkan faktor
diferensiasi osteoklas yang dihasilkan oleh osteoblas stromal setelah
stimulasi dari PTH, glukokortikoid atau sitokin pro inflamasi. Diketahui
bahwa receptor activator of nuclear factor-ligand (RANKL) akan
berikatan dengan dengan reseptor RANK pada prekursor osteoklas
dengan adanya macrophage colony-stimulating factor (M-CSF) sebelum
dewasa penuh dan resorpsi osteoklas dimulai.
Diperkirakan bahwa osteoblas mulanya menyiapkan daerah
resorpsi dengan memindahkan osteoid dari permukaan tulang sementara
matriks yang lain bertindak sebagai pembangkit osteoklas. Selama
resorpsi, setiap osteoklas membentuk tanda perlekatan pada permukaan
tulang dimana membran sel melipat ke pinggiran diantara asam
hidroklorik dan enzim proteolitik disekresikan. Pada pH mineral yang
rendah ini, matriks akan larut dan komponen organik akan rusak oleh
enzim lisosom. Ion kalsium dan fosfat akan diabsorpsi ke dalam vesikel
osteoklas dan akan dikeluarkan ke cairan sekitar sel dan kemudian
mengalir ke darah (Solomon et al., 2010; Tortora dan Derrickson, 2014).
DAFTAR PUSTAKA

Lewis JR, Radavelli-Bagatini S, Rejnmark L et al (2015) The effects of calcium


supplementation on verified coronary heart disease hospitalization and death
in postmenopausal women: a collaborative meta-analysis of randomized
controlled trials. J Bone Miner Res 30:165–175.
Akawwi, I., Zmerly, H. 2018. Osteoporosis: Current Concepts. Joints. Vol. 6(2):
122-127.
Andarini, S., Suryana, B.P.P., Praja, D.W. 2020. Hubungan antara Usia, Body
Mass Index dan Jenis Kelamin dengan Osteoporosis. Majalah Kesehatan.
Vol 7(1): 34-40.
Barnsley, J., Buckland, G., Chan, P.E., Ong, A., Ramos, A.S., Baxter, M., Laskou,
F., Dennison, E.M., Cooper, C., Harnish, P.P. 2021. Pathophysiology and
Treatment of Osteoporosis: Challenges for Clinical Practice in Older
People. Aging Clinical and Experimental Research. Vol. 33: 759-773.
Chung M, Tang AM, Fu Z et al (2016) Calcium intake and cardiovascular disease
risk: an updated systematic review and metaanalysis. Ann Intern Med
165:856–866
Cosman F, Crittenden DB, Adachi JD et al (2016) Romosozumab treatment in
postmenopausal women with osteoporosis. N Engl J Med 375:1532–1543.
Florio M, Gunasekaran K, Stolina M et al (2016) A bispecific antibody targeting
sclerostin and DKK-1 promotes bone mass accrual and fracture repair. Nat
Commun 7:11505
Grech A, Breck J, Heidelbaugh J (2014) Adverse effects of testosterone
replacement therapy: an update on the evidence and controversy. Ther Adv
Drug Saf 5:190–200
Hadaita, N.T., Johan, A., Batubara, L. 2019. Hubungan antara IMT, Kadar SGOT
dan SGPT Plasma dengan Bone Mineral Density pada Lansia. Jurnal
Kedokteran Diponegoro. Vol. 8 (1): 343-356.
Harvey NC, Biver E, Kaufman JM et al (2017) The role of calcium
supplementation in healthy musculoskeletal ageing : an expert consensus
meeting of the european society for clinical and economic aspects of
osteoporosis, osteoarthritis and musculoskeletal diseases (ESCEO) and the
international foundation for osteoporosis (IOF). Osteoporos Int 28:447–462.
Jhamaria, NL., Udawat M, Baneri P, Kabra SG. 1983. The Trabecular Pattern of
the Calcaneum as an Index of Osteoporosis. Journal Bone Joint Surgery.
Vol. 65: 196-198.
Kasper, D.L, Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J.L.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. USA: Mc Graw Hill.
Limbong, E., Syahrul, F. 2015. Rasio Risiko Osteoporosis Menurut Indeks Massa
Tubuh, Paritas, dan Konsumsi Kafein. J Berk Epidemiol. Vol. 3:194–204.
Miller PD, Hattersley G, Riis BJ et al (2016) Effect of abaloparatide vs placebo on
new vertebral fractures in postmenopausal women with osteoporosis: a
randomized clinical trial. JAMA 316:722–733.
Montazerifar, F., Karajibani, M., Alamian, S., Sandoughi, M., Zakeri, Z.,
Dashipour, A.R. 2014. Age, Weight and Body Mass Index Effect on Bone
Mineral Density in Postmenopausal Women. Heal Scope. Vol. 3(2):1–5.
Rizzoli R (2021) Vitamin D supplementation: upper limit forsafety revisited?
Aging Clin Exp Res 33:19–24.
Saag KG, Petersen J, Brandi ML et al (2017) Romosozumab or alendronate for
fracture prevention in women with osteoporosis. N Engl J Med 377:1417–
1427.
Setyawati, B., Muda, D., Kota, D.I., Julianti, E.D., Adha, D. 2013. Faktor yang
Berhubungan dengan Densitas Mineral Tulang Perempuan Dewasa Muda di
Kota Bogor. Vol. 36(2):149–56.
Solomon, L., Marwick, D., Nagayam, S. 2010. Apley’s System of Orthopaedics
and Fractures 9th ed. Great Britain: Hodder Arnold.
Taie, W.A.M., Al Rasheed AM. 2014. The Correlation of Body Mass Index, Age,
Gender with Bone Mineral Density in Osteopenia and Osteoporosis : A
Study in the United Arab Emirates. Clin Med Diagnostics. Vol. 4(3):42–54.
Tang BM, Eslick GD, Nowson C (2007) Use of calcium or calcium in
combination with vitamin D supplementation to prevent fractures and bone
loss in people aged 50 years and older: a meta-analysis. Lancet 370:657–
666.
Tortora, G.J., Derrickson, B. 2014. Principles of Anatomy and Physiology 12th ed.
USA: John Wiley&Sons Inc.
Weaver CM, Alexander DD, Boushey CJ et al (2016) Calcium plus vitamin D
supplementation and risk of fractures: an updated meta-analysis from the
National Osteoporosis Foundation. Osteoporos Int 27:367–376.
Zullo AR, Zhang T, Lee Y et al (2019) Effect of bisphosphonates on fracture
outcomes among frail older adults. J Am Geriatr Soc. 67:768–776.

Anda mungkin juga menyukai