Anda di halaman 1dari 10

Referat

Gangguan Kepribadian Ambang

Disusun
Oleh:
Bara
Kerinduan
11.2015.155

Pembimbing:
dr. Desmiarti, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRI S TE N KRIDA WACANA

RUMAH SAKIT J I WA DR( SOEHARTO HEERDJAN

PERI OD E ) * Maret )016 — / 0

April )016 DAFTAR ISI

Daftar
Isi....................................................................................................................
2

Kata
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................#

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................5

2.1. Etiologi 5
2.2. Epidemiologi 9
2.3. Patofisiologi 9
2.#. Gam)aran Klinis.............................................................................15
2.5. Diagnosis 15
2.*. Diagnosis )anding......................................................................................................1*
2.+. Prognosis 1+
2.8. Terapi..............................................................................................1+
BAB III KESIMPULAN......................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan 4ang Maha Esa karena rahmat dan
karunia-Nya yang mem)erikan kesehatan, keselamatan, dan mem)im)ing penulis sehingga
dapat menyelesaikan referat ini dengan )aik dan tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini penulis juga mengu7apkan terima kasih kepada dr. Desmiarti,
Sp.KJ selaku pem)im)ing. Tujuan pem)uatan referat ini merupakan salah satu syarat dari
kepaniteraan klinik di RSJ dr. Soeharto Heerdjan.

Penulis menyadari )ahwa pem)uatan referat ini masih )anyak kekurangan dan masih
jauh dari sempurna. 8 l e h karena itu penulis akan sangat ter)uka dan dengan senang hati
menerima segala )entuk kritik dan saran yang )ersifat mem)angun, sehingga referat ini )isa
)erguna )agi semua pihak. Akhir kata penulis mengu7apkan )anyak terima kasih.

Jakarta, + April 201*

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
Kepribadian adalah totalitas dari ciri prilaku dan emosi yang merupakan karakter atau
ciri seseorang dalam kehidupan sehari-hari dalam kondisi yang biasa. Sifatnya stabil dan
dapat diramalkan. Gangguan kepribadian adalah ciri kepribadian yang bersifat tidak fleksibel
dan maladaptif yang menyebabkan disfungsi yang bermakna atau penderitaan subjektif.
Orang dengan gangguan kepribadian menunjukan pola relasi dan persepsi terhadap
lingkungan dan diri sendiri yang bersifat berakar mendalam, tidak fleksibel serta bersifat
maladaptif. 1
Menurut Kurt Schneider seorang dengan gangguan kepribadian adalah seorang yang
menyukarkan dan merugikan dirinya sendiri dan masyarakat karena sifat-sifat kepribadian
yang konstitusional itu (tidak diperoleh sesudah individu itu berkembang atau bukan karena
stres yang berarti). Konstitusional artinya akibat interaksi badaniah dan psikologik. Dengan
demikian maka hal-hal yang dapat menyebabkan gangguan kepribadian dalam dicari dalam
dua unsur ini sejak masa kanak-kanak yaitu terutama faktor keturunan, kelainan
perkembangan susunan saraf dan hormonal serta pengaruh lingkungan pada masa kanak-
kanak. 2 Gejala gangguan kepribadian adalah aloplastik (yaitu mampu mengadaptasi dan
mengubah lingkungan eksternal) dan ego-sintonik (yaitu dapat diterima oleh ego), mereka
dengan gangguan kepribadian tidak merasa cemas tentang prilaku maladaptifnya karena
orang tersebut tidak secara rutin merasakan sakit dari apa yang dirasakan oleh masyarakat
sebagai gejalanya,mereka sering kali dianggap sebagai tidak bermotivasi untuk pengobatan
dan tidak mampan terhadap pemulihan. 3
Ganggguan kepribadian ambang adalah suatu pola yang menetap dari ketidakstabilan
hubungan interpersonal, gambaran diri dan afek dan impulsivitas yang nyata dimulai pada
masa dewasa awal dan bermanifestasi dalam berbagai konteks. Penyebab yang pasti
gangguan kepribadian ini sendiri masih dipertanyakan. Namun, belakangan ini para peneliti
terutama di bidang neurobiologi dan psikofarmakologi melakukan pendekatan biologis yang
lebih mendalam dengan hipotesis adanya keterlibatan baik unsur fungsi otak,
neurotransmiter, genetik, dan neuroendokrin. Salah satu yang paling sering diteliti adalah
hubungan antara sistem serotonergik dan regio otak yang terlibat dalam perilaku impulsif dan
agresif pada pasien gangguan kepribadian ambang. 4

BAB II
PEMBAHASAN
1. E T I O L O G I
1. F a k t o r Genetik
Bukti terbaik bahwa faktor genetik turut berperan di dalam gangguan
kepribadian darang dari penelitian pada 15.000 pasangan kembar di Amerika Serikat.
Antar kembar monozigot, konkordansi untuk gangguan kepribadian beberapa kali
lebih tinggi dibandingkan dengan kembar dizigot. Lebih lanjut, menurut satu studi,
kembar monozigot yang diasuh terpisah ternyata hampir sama dengan kembar
monozigot yang diasuh bersama. Kesamaan ini mencakup berbagai kepribadian dan
tempramen, minat pekerjaan dan pengisian waktu luang, serta sikap sosial.
Depresi lazim ditemuan di dalam latar belakang keluarga penderita gangguan
kepribadian ambang. Pasien ini memiliki lebih banyak kerabat penderita gangguan
mood dibandingkan dengan kelompok kontrol, dan orang dengan gangguan
kepribadian ambang juga sering memiliki gangguan mood. 3

2. F a k t o r biologis
Ho r m on
Orang yang
menunjukkan ciri
impulsif sering
menunjukkan kadar
testosteron, 17-
estradiol, dan estron yang meningkat. Pada primata bukan manusia,
androgen meningkatkan kemungkinan agresi serta perilaku seksual, tetapi peran
testosteron pada agresi manusia tidak jelas. Hasil DST abnormal pada beberapa
pasien dengan gangguan kepribadian ambang yang juga memiliki gejala depresif. 3
Monoamin Oksidase Trombosit

Rendahnya kadar monoamin oksidase (MAO) trombosit dikaitkan dengan


aktifitas dan sosialibilitas pada monyet. Mahasiswa dengan kadar M AO rendah
melaporkan adanya waktu lebih yang dihabiskan untuk aktifitas sosial daripada
mahaasiswa dengan kadar M AO trombosit yang tinggi. Rendahnya kadar
trombosit juga telah diperhatikan pada pasien dengan gangguan skizotipal. 3
G e r a k a n M a t a Melirik Halus

Gerakan mata pursuit halus adalah saccadic (yaitu, gelisah) pada


orang yang introvert, yang memiliki rasa rendah diri dan cenderung untuk menarik
diri, dan yang memiliki gangguan kepribadian skizotipal. Temuan ini tidak memiliki
aplikasi klinis, tetapi mereka menunjukkan peran inheritance. 3
Neurotransmiter
dan minum berlebihan). Catatan: tidak termasuk perilaku bunuh diri atau melukai diri
yang terdapat pada kriteria ke-5
5. perilaku, isyarat atau ancaman bunuh diri yang sering atau perilaku melukai diri
6. afek yang tidak stabil yang ditandai mood yang reaktif (contoh: episode disforia yang
sering, iritabel atau kecemasan yang berlangsung beberapa jam dan jarang lebih dari 2
hari)
7. perasaan kosong yang kronis
8. marah yang tidak sesuai, sering atau kesulitan dalam mengendalikan amarah (contoh:
sering menunjukkan perangai, marah yang konstan, sering berkelahi)
9. ide paranoid yang berhubungan dengan stress yang berlangsung sementara atau gejala
disosiatif yang parah

Studi biologis dapat membantu diagnosis; bebrapa pasien dengan gangguan kepribadian
ambang menunjukkan latensi REM yang memendek daan gangguan keberlangsungan tidur,
hasil DST abnormal dan hasil uji thyrophin-releasing hormone (TRH) abnormal, meskipun
demikian, perubahan ini juga terlihat pada beberapa gangguan kasus depresif. 3

2.6 DIAGNOSIS BANDING

Gangguan ini dibedakan dengan skizofrenia berdasarkan tidak adanya episode psikotik yang
lama, gangguan pikir, dan tanda skizofrenik klasik lainnya. Pasien dengan gangguan
kepribadian skizotipal menunjukkan keanehan berpikir yang nyata, gagasan asing, serta ide
referensi berulang. Penderita gangguan kepribadian paranoid memiliki ciri kecurigaan yang
ekstrem. Pasien dengan gangguan kepribadian ambang umumnya memiliki rasa kosong yang
kronis serta episode psikotik yang berlangsung singkat, mereka bertindak impulsif dan
menuntut hubungan yang luar biasa, mereka dapat melakukan mutilasi diri mereka sendiri
dan membuat percoban bunuh diri manipulatif. 3

2.7 P R OG N OS I S
Gangguan ini cukup stabil; pasien sedikit berubah dari waktu ke waktu. Studi longitudinal
menunjukkan tidak adanya peningkatan ke arah skizofrenia, tetapi pasien memiliki insiden
yang tinggi untuk episode gangguan depresi berat. Diagnosis ini biasanya ditegakkan
sebelum usia 40 tahun, ketika pasien mencoba membuat pilihan pekerjaan, perkawinan, dan
pilihan lain serta tidak mampu menghadapi tahap normal siklus kehidupan. 3

2.8 T E R A P I
Pegangan praktis American Psychiatric Association untuk pengobatan gangguan
kepribadian ambang menyarankan kombinasi antara psikoterapi dengan pengobatan
farmakologis untuk hasil yang optimal. Walaupun tidak ada penelitian tentang kombinasi
terapi ini namun pendapat lama mengatakan bahwa terapi obat membantu psikoterapi dan
begitu juga sebaliknya. 12
Suatu penelitian dengan metode double blinded dengan menggunakan kontrol dan
plasebo menunjukkan bahwa pasien dengan gangguan kepribadian ambang mempunyai
respons yang baik terhadap obat golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)
dengan perbaikan pada kemarahan, perilaku agresif impulsif (terutama agresi verbal), dan
afek yang labil. 8 , 1 0 Obat ini membantu psikoterapi dengan mengurangi “suara-suara afektif”
seperti kemarahan yang menetap, kecemasan atau disforia, yang mencegah pasien untuk tidak
merefleksikan hal tersebut ke dunia internal mereka. Juga terdapat bukti bahwa SSRI
menstimulasi neurogenesis, terutama di hippocampus, yang memperbaiki memori deklaratif
verbal. Sebagai tambahan, SSRI dapat mengurangi hiperaktivitas aksis Hipothalamic
#ituitary $drenal (H#$) dengan mengurangi hipersekresi Corticotropine Releasing Factor
(CRF).12
Psikoterapi dengan menggunakan SSRI dapat membantu menfasilitasi perubahan di
otak. Kemampuan pasien melihat terapis sebagai seseorang yang membantu dan memberi
perhatian, bukan sebagai tokoh yang menuntut dan penuh dengki, akan membantu
membangun jaringan neuron yang baru dan akan melemahkan yang lama. Splitting juga dapat
berkurang karena kecemasan yang lebih ringan mengurangi keperluan membuat pertahanan.
Penelitian dengan menggunakan PET memperlihatkan bahwa psikoterapi dapat
meningkatkan metabolisme sistem serotonergik pada pasien dengan gangguan kepribadian
ambang. 1 2

1. Farmakoterapi

Farmakoterapi berguna untuk menghadapi ciri kepribadian khusus yang menganggu fungsi
keseluruhan pasien. Antipsikotik telah digunakan untuk mengendalikan kemarahan,
lazim ada pada pasien dengan gangguan kepribadian ambang. Inhibitor MAOI efektif di
dalam mengubah perilaku impulsif pada beberapa pasien. benzodiazepin, terutama
alprazolam (Xanax), membantu ansietas dan depresi, tetapi pasien lain menunjukkan
disinhibisi dengan golongan obat ini. Antikonvulsan seperti carbamazepine (Tegretol) dapat
memperbaiki fungsi global untuk beberapa pasien. agen serotonergik seperti fluoxetine
(Prozac) berguna pada sejumlah kasus. 3
2. Psikoterapi
Psikoterapi untuk pasien dengan gangguan kepribadian ambang adalah sedang diteliti secara
intensif dan telah menjadi terapi pilihan. Untuk hasil terbaik, farmakoterapi telah
ditambahkan di dalam regimen terapi.
Psikoterapi sama sulitnya bagi pasien maupun terapis. Pasien mudah mengalami
regresi, mengeluarkan impulsnya, dan menunjukkan transference positif atau negatif
terfiksasi atau labil, yang sulit dianalisis. Identifikasi proyektif juga dapat menyebabkan
masalah countertransference yaitu ketika terapis tidak menyadari bahwa pasien secara tidak
sadar mencoba memaksanya untuk melakukan perilaku tertentu. Pemisahan sebagai
mekanisme defensi membuat pasien berselang-seling mencintai dan membenci terapis serta
orang lain di dalam lingkungan tersebut. Pendekatan berorientasi realitas lebih efektif
daripada interprestasi mendalam mengenai ketidaksadaran.
Terapis menggunakan terapi perilaku untuk mengendalikan impuls dan ledakan
kemarahan pasien serta untuk mengurangi sensitivitas mereka terhadap kritik dan penolakan.
Pelatihan keterampilan sosial, terutama dengan memutar rekaman video kilas balik,
bermanfaat untuk memungkinkan pasien terlihat bagaimana tindakan mereka memengaruhi
orang lain, sehingga memperbaiki perilaku interpersonal mereka.
Pasien dengan gangguan kepribadian ambang sering membaik di dalam lingkungan
rumah sakit tempat mereka mendapatkan psikoterapi intensif baik secara individual maupun
kelompok. Di rumah sakit mereka juga dapat berinteraksi dengan petugas yang telah terlatih
dari berbagai disiplin dan dapat memperoleh terapi pekerjaan, rekreasi, serta kejuruan.
Program seperti ini terutama membantu jika lingkungan rumah mengganggu rehabilitasi
pasien, seperti adanya konflik di dalam keluarga atau stres lain seperti penganiayaann oleh
orang tua. Di dalam lingkungan rumah sakit yang terlindungi, pasien yang sangat impulsif,
merusak diri, atau memutilasi diri dapat diberikan batasan, dan tindakan mereka dapat
diamati. Dalam keadaan ideal, pasien tetap di rumah sakit sampai mereka menunjukkan
perbaikan yang nyata, pada beberapa kasus sampai 1 tahun. Pasien kemudian dapat
Ganggguan kepribadian ambang adalah suatu pola yang menetap dari ketidakstabilan
hubungan interpersonal, gambaran diri dan afek dan impulsivitas yang nyata dimulai pada
masa dewasa awal dan bermanifestasi dalam berbagai konteks.
Pasien gangguan kepribadian ambang ditandai dengan kecenderungan yang mencolok
untuk bertindak secara impulsif tanpa mempertimbangkan konsekuensi, bersamaan dengan
ketidakstabilan afek.
Penyebab yang pasti gangguan kepribadian ini sendiri masih dipertanyakan. Namun,
belakangan ini para peneliti terutama di bidang neurobiologi dan psikofarmakologi
melakukan pendekatan biologis yang lebih mendalam dengan hipotesis adanya keterlibatan
baik unsur fungsi otak, neurotransmiter, genetik, dan neuroendokrin.
Pengobatan gangguan kepribadian ambang adalah dengan kombinasi antara
psikoterapi dan pengobatan farmakologis untuk hasil yang optimal. Salah satu ciri gangguan
kepribadian adalah egosintonik dimana penderita tidak merasa cemas tentang prilaku
maladaptifnya meski telah menyebabkan gangguan bagi orang sekitar. Hal ini lah yang
menjadi salah satu penyebab sulitnya psikoterapi pada orang dengan gangguan kepribadian.

DAFTAR PUSTAKA
1. Mangindan L. Gangguan Kepribadian. Dalam : Elvira SD, Hadisukanto G. Buku
Ajar
2. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press;
2004.h. 282-7.
3. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. England: Lippincott Williams & Wilkins;
2007
4. Kusumawardhani AA. Neurobiologi Gangguan Kepribadian Ambang: Pendekatan
Biologis Perilaku Impulsif dan Agresif. Jakarta: Departemen Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.2007.h.124-8.
5. Belgard FE, Davis JE. Personality disorder: Borderline. E-medicine last updated
September 27th, 2005. Diunduh dari http:/ www.emedicine.com
6. Berlin HA, Phil D, Rolls ET, et al. Borderline personality disorder, impulsivity, and
the orbitofrontal cortex. Am J Psychiatry 2005;162:2360-73
7. Carlson NR. Physiology of Behavior. 8th ed. Boston: Pearson Education,Inc;
2004.p.350-3
8. New AS, Siever LJ. Neurobiology and genetic of borderline personality disorder.
Diunduh dari http:/www.imaging_ genetics.co.id
9. Meyer JH, McMain S, Kennedy SH, et al. Dysfunctional attitudes and 5-HT2
receptors during depression and self-harm. Am J Psychiatry 2003;160:90-9
10. Manuck SB, Flory JD, McCaffrey JM, et al. Aggression, impulsivity and central
nervous system serotonergic responsivity in a nonp
11. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistic Manual of Mental
Disorder IV- Text Revised (DSM IV-TR). Washington DC: American Psychiatric
Association; 2000
12. . Gabbard GO. Mind, brain, and personality disorders. Am J Psychiatry 2005;162:648-
55.

Anda mungkin juga menyukai