Anda di halaman 1dari 12

Makalah Gangguan Perilaku/Abnormal

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan karunia-nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Psikologi yang berjudul “GANGGUAN PERILAKU”
dengan tepat waktu tanpa halangan suatu apapun. Diharapkan makalah ini dapat memberikan
wawasan dan informasi kepada pembaca tentang perkembangan psikologi abnormal dalam
kehidupan sehari-hari yang kami fokuskan pada penyimpangan-penyimpangan dalam psikologi
abnormal.

Bagaimana pun penulis telah berusaha membuat makalah ini dengan sebaik-baiknya, namun tidak
ada kesempurnaan dalam karya manusia. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk lebih
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini akan menjadi ilmu yang bermanfaat.

Tangerang, 26 November 2014

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. 1

DAFTAR ISI............................................................................................................. 2

BAB I........................................................................................................................ 3

........... 1.1 Latar Belakang......................................................................................... 3

1.2 Perumusan Masalah.................................................................................. 3

1.3 Tujuan...................................................................................................... 3

1.4 Manfaat.................................................................................................... 4

BAB II....................................................................................................................... 5

2.1 Pengertian Perilaku Abnormal.................................................................. 5


2.2 Penyebab Perilaku Abnormal................................................................... 7

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Abnormal........................... 9

2.4 Karakteristik Perilaku Abnormal.............................................................. 11

2.5 Jenis-Jenis Perilaku Abnormal.................................................................. 12

BAB III..................................................................................................................... 19

3.1 Kesimpulan............................................................................................... 19

3.1 Saran......................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Abnormalitas dilihat dari sudut pandang biologis berawal dari pendapat bahwa patologi otak
merupakan faktor penyebab tingkah laku abnormal. Pandangan ini ditunjang lebih kuat dengan
perkembangan di abad ke-19 khususnya pada bidang anatomi faal, neurologi, kimia dan kedokteran
umum. Berbagai penyakit neurologis saat ini telah dipahami sebagai terganggunya fungsi otak akibat
pengaruh fisik atau kimiawi dan seringkali melibatkan segi psikologis atau tingkah laku.Akan tetapi
kita harus perhatikan bahwa kerusakan neurologis tidak selalu memunculkan tingkah laku abnormal,
dengan kata lain tidak selalu jelas bagaimana kerusakan ini dapat mempengaruhi tingkah laku
seseorang. Fungsi otak yang kuat bergantung pada efisiensi sel saraf atau neuron untuk
mentransmisikan suatu pesan melalui synaps ke neuron berikutnya dengan menggunakan zat kimia
yang disebut neurotransmiter. Dengan ketidakseimbangan bio kimia otak inilah yang mendasari
perspektif biologis munculnya tingkah laku abnormal. Akan tetapi selain dari patologi otak sudut
pandang biologis juga memandang bahwa beberapa tingkah laku abnormal ditentukan oleh gen
yang diturunkan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.1.1 Apa pengertian perilaku abnormal ?

1.1.2 Apa penyebab dari perilaku abnormal ?

1.1.3 Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku abnormal ?

1.1.4 Apa karakteristik perilaku abnormal ?

1.1.5 Apa jenis-jenis perilaku abnormal ?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Mengetahui pengertian perilaku abnormal ?


1.3.2 Mengetahui penyebab dari perilaku abnormal ?

1.3.3 Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku abnormal ?

1.3.4 Mengetahui karakteristik perilaku abnormal ?

1.3.5 Mengetahui jenis-jenis perlaku abnormal ?

1.4 MANFAAT

Psikologi abnormal dipelajari dengan harapan dapat diperoleh pengetahuan dan pemahaman
tentang seluk beluk kelainan jiwa (jenis, gejala, penyebab, cara mencegah dan menanganinya, dst.).
Pengetahuan dan pemahaman mengenai hal tersebut diperlukan dalam bidang psikiatri, bimbingan
dan konseling.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perilaku Abnormal

Psikologi Abnormal adalah ilmu jiwa yang mempelajari tingkah atau perilaku yang maladatif atau
abnormalitas. Abnormalitas atau yang disebut juga perilaku abnormal adalah suatu bentuk perilaku
yang maladaptif. Ada juga yang menyebutnya mental disorder, psikopatologi,emotional discomfort,
mental illness (penyakit mental), ataupun insanity. Psikologi abnormal kadang-kadang disebut juga
psikopatologi. Dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan istilah Abnormal Psychology. Apa yang
dimaksud dengan psikologi abnormal? Berikut dikemukakan beberapa definisi. Menurut Kartini
Kartono, psikologi abnormal adalah salah satu cabang psikologi yang menyelidiki segala bentuk
gangguan mental dan abnormalitas jiwa. Menurut Singgih Dirgagunarsa mendefinisikan psikologi
abnormal atau psikopatologi sebagai lapangan psikologi yang berhubungan dengan kelainan atau
hambatan kepribadian, yang menyangkut proses dan isi kejiwaan. Psikologi abnormal merupakan
salah satu cabang psikologi yang berupaya untuk memahami pola perilaku abnormal dan cara
menolong orang-orang yang mengalaminya.

Perilaku abnormal merupakan tampilan dari kepribadian seseorang baik penampilan dari dalam
maupun penampilan dari luar. Perilaku abnormal juga merupakan perilaku spesifik, phobia, atau
pola-pola perilaku yang lebih mendalam, misalnya skizofren. Perilaku abnormal juga merupakan
sebutan untuk masalah-masalah yang berkepanjangan atau bersifat kronis dan gangguan-gangguan
yang gejala-gejalanya bersifat akut dan temporer, seperti intoksinasi (peracunan obat-obatan),
terutama narkoba yang kesemuanya itu diakibatkan dari gaya hidup seseorang.

Akhirnya, model-model perilaku abnormal juga mulai bermunculan, meliputi model-model yang
mewakili perspektif biologis, psikologis, sosiokultural, dan biopsikososial. Di bawah ini adalah
penjelasan-penjelasan singkatnya :

1. Perspektif biologis: Seorang dokter Jerman, Wilhelm Griesinger (1817-1868) menyatakan bahwa
perilaku abnormal berakar pada penyakit di otak. Pandangan ini cukup memengaruhi dokter Jerman
lainnya, seperti Emil Kraepelin (1856-1926) yang menulis buku teks penting dalam bidang psikiatri
pada tahun 1883. Ia meyakini bahwa gangguan mental berhubungan dengan penyakit fisik. Memang
tidak semua orang yang mengadopsi model medis ini meyakini bahwa setiap pola perilaku abnormal
merupakan hasil dari kerusakan biologis, namun mereka mempertahankan keyakinan bahwa pola
perilaku abnormal tersebut dapat dihubungkan dengan penyakit fisik karena ciri-cirinya dapat
dikonseptualisasikan sebagai simtom-simtom dari gangguan yang mendasarinya.

2. Perspektif psikologis: Sigmund Freud, seorang dokter muda Austria (1856-1939) berpikir bahwa
penyebab perilaku abnormal terletak pada interaksi antara kekuatan-kekuatan di dalam pikiran
bawah sadar. Model yang dikenal sebagai model psikodinamika ini merupakan model psikologis
utama yang pertama membahas mengenai perilaku abnormal.

3. Perspektif sosiokultural: Pandangan ini meyakini bahwa kita harus mempertimbangkan konteks-
konteks sosial yang lebih luas di mana suatu perilaku muncul untuk memahami akar dari perilaku
abnormal. Penyebab perilaku abnormal dapat ditemukan pada kegagalan masyarakat dan bukan
pada kegagalan orangnya. Masalah-masalah psikologis bisa jadi berakar pada penyakit sosial
masyarakat, seperti kemiskinan, perpecahan sosial, diskriminasi ras, gender, gaya hidup, dan
sebagainya.

4. Perspektif biopsikososial: Pandangan ini meyakini bahwa perilaku abnormal terlalu kompleks
untuk dapat dipahami hanya dari salah satu model atau perspektif. Mereka mendukung pandangan
bahwa perilaku abnormal dapat dipahami dengan paling baik bila memperhitungkan interaksi antara
berbagai macam penyebab yang mewakili bidang biologis, psikologis, dan sosiokultural.

2.2 Penyebab Perilaku Abnormal

1. Penyebab perilaku abnormal di tinjau dari faktor psikososial yaitu :

1) Trauma pada masa kanak-kanak

Contoh : Ketika si anak menyaksikan orangtuanya kerap bertengkar, maka tidak menutup
kemungkinan ia akan memutuskan untuk tidak menikah karena ia menganggap bahwa pernikahan
menimbulkan penderitaan.

2) Deprivasi Parental (kurangnya rangsangan emosi dari orang tua seperti pelukan, pujian, ciuman
dll)

Contoh : Ketika ayah dan ibu si anak pergi bekerja setiap dini hari dan pulang setiap malam hari
maka otomatis waktu bertemu antara orangtua dan anak sangat minim, sehingga anak kurang
mendapat perhatian, pelukan, pujian, pengasuhan dll dari orang tuanya, hal itu dpt berpengaruh pd
perkembangan emosi dan mentalnya.

3) Hubungan orangtua dan anak yang tidak sehat

Contoh : polah asuh yang salah seperti terlalu mengekang, terlalu membebaskan, atau contoh yang
buruk dari orangtua yang kemudian di tiru oleh sang anak.

4) Struktur keluarga yang tidak sehat

Contoh : orangtua yang tidak pecus dalam mendidik anak, orang tua yang anti

sosial seperti pengedar narkoba/perampok, keluarga yang tidak akur dan

bermasalah, keluarga yang tidak utuh.

5) Stres berat
Contoh : frustasi, merasa tidak di perhatikan, dll

2. Penyebab perilaku abnormal menurut tahap fungsinya yaitu :

1) Penyebab Primer ( Primary Cause )

Penyebab primer adalah kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan tidak akan muncul.

2) Penyebab yang Menyiapkan ( Predisposing Cause )

Kondisi yang mendahului dan membuka jalan bagi kemungkinan terjadinya gangguan tertentu dalam
kondisi – kondisi tertentu di masa mendatang.

3) Penyebab Pencetus ( Preciptating Cause )Penyebab pencetus adalah setiap kondisi yang tak
tertahankan bagi individu dan mencetuskan gangguan.

4) Penyebab Yang Menguatkan ( Reinforcing Cause )

Kondisi yang cenderung mempertahankan atau memperteguh tingkah laku maladaptif yang sudah
terjadi.

5) Sirkulasi Faktor – Faktor Penyebab

Dalam kenyataan, suatu gangguan perilaku jarang disebabkan oleh satu penyebab tunggal.
Serangkaian faktor penyebab yang kompleks, bukan sebagai hubungan sebab akibat sederhana
melainkan saling mempengaruhi sebagai lingkaran setan, sering menadi sumber penyebab sebagai
abnormalitas.

3. Penyebab perilaku abnormal menurut sumber asalnya yaitu :

1) Faktor Biologis

Adalah berbagai keadaan biologis atau jasmani yang dapat menghambat perkembangan ataupun
fungsi sang pribadi dalam kehidupan sehari –hari seperti kelainan gen, kurang gizi, penyakit dsb.
Pengaruh – pengaruh faktor biologis lazimnya bersifat menyeluruh, artinya mempengaruhi seluruh
aspek tingkah laku, mulai dari kecerdasan sampai daya tahan terhadap stress.

2) Faktor – faktor psikososial

a. Trauma Di Masa Kanak – Kanak

Trauma Psikologis adalah pengalaman yang menghancurkan rasa aman, rasa mampu, dan harga diri
sehingga menimbulkan luka psikologis yang sulit disembuhkan sepenuhnya. Trauma psikologis yang
dialami pada masa kanak –kanak cenderung akan terus dibawa sampai ke masa dewasa.

b. Deprivasi Parental

Tiadanya kesempatan untuk mendapatka rangsangan emosi dari orang tua, berupa kehangatan,
kontak fisik,rangsangan intelektual, emosional dan social. Ada beberapa kemungkinan sebab,
misalnya : Dipisahkan dari orang tua dan dititipkan di panti asuhan, kurangnya perhatian dari pihak
orang tua kendati tinggal bersama orang tua di rumah.

c. Hubungan orang tua – anak yang patogenik


Hubungan patogenik adalah hubungan yang tidak serasi, dalam hal ini hubungan antara orang tua
dan anak yang berakibat menimbulkan masalah atau gangguan tertentu pada anak.

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Abnormal

1. Faktor-faktor biologis

Dalam tiga studi adopsi berskala besar di Swedia, Denmark, dan Amerika Serikat, mengindikasikan
bahwa perilaku kriminal dan agresif dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan dimana faktor
lingkungan pengaruhnya sedikit lebih besar. Beberapa sifat kepribadian yang umum dapat
diturunkan dari orangtua kepada anaknya. Dari studi terhadap orang kembar mengindikasikan
bahwa perilaku agresif (kejam terhadap hewan, berkelahi, merusak kepemilikan) jelas diturunkan,
sedangkan perilaku kenakalan lainnya (mencuri, lari dari rumah, membolos sekolah) kemungkinan
tidak demikian. Dalam studi terhadap 10 pasangan kembar, angka kriminalitas pada saat dewasa
mencapai 50% untuk kembar monozigot, dan 20% untuk kembar dizigot. Sebaliknya, tujuh penelitian
pada anak dengan perilaku antisosial pada remaja menunjukkan angka yang tinggi, namun seimbang
antara kembar monozigot dan dizigot.

Kelemahan neurologis, tercakup dalam profil masa kanak-kanak dari anak-anak yang mengalami
gangguan tingkah laku. Kelemahan tersebut termasuk keterampilan verbal yang rendah, masalah
dalam fungsi pelaksanaan (kemampuan mengantisipasi, merencanakan, menggunakan pengendalian
diri, dan menyelesaikan masalah) dan masalah memori. Telah lama diketahui bahwa gangguan otak
seperti trauma kepala, ensefalitis, neoplasma, dan lain-lain dapat mengakibatkan perubahan
kepribadian. Anak dengan sindroma otak organik ini mungkin menunjukkan hiperkinesa,
kegelisahan, kecenderungan untuk merusak dan kekejaman

2. Faktor-faktor psikologis

Teori pembelajaran yang melibatkan modelling dan pengondisian operant memberikan penjelasan
yang bermanfaat mengenai perkembangan dan berlanjutnya masalah tingkah laku. Anak-anak dapat
mempelajari agresivitas orang tua yang berperilaku agresif. Anak juga dapat meniriu tindakan agresif
dari berbagai sumber lain seperti televisi. Karena agresi merupakan cara mencapai tujuan yang
efektif, meskipun tidak menyenangkan, kemungkinan hal tersebut dikuatkan. Oleh karena itu setelah
ditiru, tindakan agresif kemungkinan akan dipertahankan. Berbagai karakteristik pola asuh seperti
disiplin keras dan tidak konsisten dan kurangnya pengawasan secara konsisten dihubungkan dengan
perilaku antisosial pada anak-anak.

3. Pengaruh Lingkungan

1) Orangtua: sikap orangtua terhadap anak mereka merupakan faktor yang sangat penting bagi
kepribadian anak itu. Perkawinan yang tidak bahagia atau perceraian dapat menimbulkan
kebingungan pada anak. Bila orangtua tidak rukun, maka sering mereka tidak konsekuen dalam
mengatur kedisiplinan dan sering mereka bertengkar di depan anak. Sebaliknya, disiplin yang
dipertahankan secara kaku dapat menimbulkan frustasi yang hebat. Kepribadian orangtua sendiri
juga sangat penting.

2) Saudara-saudara: rasa iri hati terhadap saudara adalah normal, biasanya lebih nyata pada anak
pertama dan lebih besar antara anak-anak dengan jenis kelamin yang sama. Perasaan ini akan
bertambah keras bila orangtua memperlakukan anak-anak tidak sama. Untuk menarik perhatian dan
simpati orangtuanya, anak-anak tersebut bisa menunjukkan perilaku yang agresif atau negativistik.
3) Orang-orang lain di dalam rumah, seperti nenek, saudara orangtua atau peayan, juga dapat
memengaruhi perkembangan kepribadian anak.

4) Teman-teman seusia. Penelitian mengenai pengaruh teman seusia terhadap agresi dan antisocial
anak-anak memfokuskan pada dua bidang yaitu Penerimaan atau penolakan dari teman-teman
seusia. Penolakan menunjukkan hubungan yang kausal dengan perilaku agresif, bahkan dengan
tindakan pengendalian perilaku agresif yang terdahulu (Coie & Dodge, 1998), dan Afiliasi dengan
teman-teman seusia yang berperilaku menyimpang. Pergaulan dengan teman seusia yang nakal juga
dapat meningkatkan kemungkinan perilaku nakal pada anak (Capaldi & Patterson, 1994)

4. Faktor-faktor sosiologis

Tingkat pengangguran tinggi, fasilitas pendidikan yang rendah, kehidupan keluarga yang terganggu,
dan subkultur yang menganggap perilaku kriminal sebagai suatu hal yang dapat diterima terungkap
sebagai faktor-faktor yang berkontribusi (Lahey dkk, 1999; Loeber & Farrington, 1998). Kombinasi
perilaku antisosial anak yang timbul di usia dini dan rendahnya status sosioekonomi keluarga
memprediksikan terjadinya penangkapan di usia muda karena tindakan criminal (Patterson, Crosby,
& Vuchinich, 1992).

Gangguan perilaku lebih sering didapati pada anak-anak dari golongan sosio-ekonomi tinggi atau
rendah. Hal ini mungkin terjadi karena orangtua mereka terlalu sibuk dengan kegiatan sosial (pada
kalangan atas) atau sibuk dengan mencari nafkah (pada kalangan bawah) sehingga lupa
menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan baik dengan anak-anak mereka.

2.4 Karakteristik Perilaku Abnormal

1. Kriteria perilaku abnormal secara sederhana dapat dikategorikan sebagai berikut :

1) Segi Biologis. Tingkat abnormal dari unsur biokimia dalam sistem saraf. Gejala fisik, terlihat dari
tidur, nafsu makan dan tingkat energi. Adanya gangguan dalam struktur dan fungsi dari bagian-
bagian dalam otak.

2) Segi Psikologis. Pengalaman persepsi dan penginderaan (sensori) yang luar biasa. Fungsi kognitif
yang mundur atau aneh.Status emosi terganggu. Distress personal: perilaku menyimpang.

3) Segi sosial.Bertentangan dengan norma-norma sosial. Berbahaya bagi orang lain.

2. Kriteria perilaku abnormal dalam pandangan psikologi yaitu :

1) Kriteria Statistik

Seorang individu dikatakan berperilaku abnormal apabila menunjukkan karakteristik perilaku yang
yang tidak lazim alias menyimpang secara signifikan dari rata-rata, Dilihat dalam kurve distribusi
normal (kurve Bell), jika seorang individu yang menunjukkan karakteristik perilaku berada pada
wilayah ekstrem kiri (-) maupun kanan (+), melampaui nilai dua simpangan baku, bisa digolongkan ke
dalam perilaku abnormal.

2) Kriteria Norma

Banyak ditentukan oleh norma-norma yang berlaku di masyarakat,ekspektasi kultural tentang benar-
salah suatu tindakan, yang bersumber dari ajaran agama maupun kebiasaan-kebiasaan dalam
masyarakat , misalkan dalam berpakaian, berbicara, bergaul, dan berbagai kehidupan lainnya.
Apabila seorang individu kerap kali menunjukkan perilaku yang melanggar terhadap aturan tak
tertulis ini bisa dianggap sebagai bentuk perilaku abnormal.
3) Personal distress

Perilaku dianggap abnormal jika hal itu menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan bagi individu.
Tidak semua gangguan (disorder) menyebabkan distress. Misalnya psikopat yang mengancam atau
melukai orang lain tanpa menunjukkan suatu rasa bersalah atau kecemasan. Juga tidak semua
penderitaan atau kesakitan merupakan abnormal.Misalnya seseorang yang sakit karena disuntik.
Kriteria ini bersifat subjektif karena susah untuk menentukan standar tingkat distress seseorang agar
dapat diberlakukan secara umum.

2.5 Jenis-Jenis Perilaku Abnormal

1. Gangguan Kecemasan

Sebagian besar kita merasa cemas dan tegang bila menghadapi situasi yang mengancam dan
menekan. Persaan ini merupakan reaksi yang normal terhadap stress. Kecemasan dianggap
abnormal bila terjadi dalam situasi yang oleh kebanyakan orang dapat diatasi dengan mudah.
Gangguan kecemasan mencakup sekelompok gangguan dimana rasa cemas merupakan gejala
utama(kecemasan merata dan gangguan panik) atau kecemasan dialami bila individu berupaya
mengendalikan perilaku maladaptif tertentunya (fobia dan obsesi kompulsif).

1) Gangguan kecemasan merata dan Gangguan Panik

Macam-Macam Kecemasan merata dan Gangguan Panik yaitu :

a. Kecemasan merata (generalized anxiety)

Selalu merasa bersalah/khawatir, cenderung memberikan respon yang berlebihan pada stress yang
ringan. Setiap hari hidup dalam ketegangan. Terus menerus mengkhawatirkan segala macam
masalah yang mungkin terjadi dan sult sekali berkonsentrasi dan mengambil keputusan. Keluhan
fisik yang lazim antara lain tidak dapat tenang,tidur terganggu,kelelahan,macam-macam sakit
kepala,kepeningan,jantung berdebar-debar.

b. Gangguan Panik (Panic attacks)

Keadaan tiba-tiba yang penuh dengan keprihatinan atau teror akut yang meluap-luap. Pada saat
serangan panik individu merasa yakin bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi. Perasaan ini
disertai dengan gejala seperti jantung berdebar-debar, kehabisan nafas, berkeringat, otot-otot
bergetar, kepusingan, dan rasa muak. Semua ini akibat dari aktifnya bagian simpatetik sistem saraf
otonomik.

Saat serangan panik individu takut bahwa dia akan mati. Individu yang mengalami gangguan
kecemasan merata dan serangan panik biasanya tidak tahu sebabnya mengapa mereka tercekam
ketakutan. Kecemasan semacam ini disebut “mengambang dengan bebas” (free-floating) karena hal
ini tidak disebabkan oleh suatu stimulus atau peristiwa tertentu tetapi terjadi dalam berbagai situasi.
Peristiwa eksternal tidak begitu menjadi penyebabnya dibandingkan dengan perasaan dan konflik
yang ada dalam individu itu sendiri.

c. Fobia

Berbeda dengan angguan kecemasn merata,gangguan fobia mengandung ketakutan yang spesifik.
Seseorang yang bereaksi dengan ketakutan yang amat sangat terhadap suatu stimulus atau situasi
yang menurut kebanyakan orang tidaklah sangat berbahaya,disebut orang yang fobia. Orang
tersebut biasanya menyadari bahwa ketakutanya itu tidak rasional tapi dia tetap merasakan
kecemasan (mulai dari rasa rasa serba salah yang amat sangat sampai panik) yang hanya dapat
diredakan dengan menghindari benda atau situasi yang menakutkan itu. Rasa takut biasanya tidak
didiagnosa sebagai gangguan fobia apabila rasa takut tersebut tidak sangat mengganggu kehidupan
sehari-hari individu tersebut. Contoh gangguan fobia seorang wanita yang takut akan ruangan
tertutup,sehingga dia tidak berani naik lift (dia menolak beberapa tawaran kerja hanya karena
kantornya ada di atas lantai dua) atau seorang laki-laki yang takut akan kerumunan orang banyak
sehingga dia selalu mencegah untuk menghadiri gedung pertunjukan atau berjalan di sepanjang
trotoar yang penuh sesak.

Bagaimana fobia dapat berkembang ?

a) Teori belajar : beberapa fobia mungkin disebabkan oleh pengalaman yang menakutkan. Contoh :
mengembangkan rasa takut naik pesawat setelah mengalami musibah udara atau takut anjing
setelah perah digigit anjing)

b) Pengamatan : Seorang anak yang mengamati orang tuanya yang bereaksi pada situasi tertentu
dengan rasa takut dapat menghayati reaksi tersebut sebagai reaksi yang normal. Para orang tua yang
penakut cenderung akan menghasilkan anak-anak yang penakut pula karena orang tua yang penakut
menjadi model untuk ditiru anak-anak.

c) Diberi imbalan : Fobia yang terjadi karena pada saat-saat tentu seseorang tidak mau
kehilangan/berpisah dengan orang terdekatnya(orang tua) sehingga selalu mencari alasan untuk
tetap dekat dengan orang yang disayanginya. Dan alasanya selalu diterima sehingga dia mendapat
imbalan yaitu bisa tetap dekat dengan orang-orang tersayangnya. Misalnya fobia sekolah pada anak
kecil biasanya bukan takut pada sekolahnya tapi takut berpisah dengan ibunya. Karena selalu ingin
berdekatan dengan ibunya menciptakan berbagai alasan misalnya dengan sakit perut, jika si ibu juga
takut berpisah dengan anaknya akan mengalah pada alasannya maka si anak akan mendapat
imbalan yakni kesenangan tinggal di rumah dengan ibunya. Rasa takut berpisah yang mendapat
imbalan pada masa kanak-kanak dapat berkembang menjadi fobia agora sebagai respon terhadap
terhadap stress dikemudian hari.

d) Teori Psikoanalisis : Fobia berkembang sebagai pertahanan melawan impuls yang dirasa individu
dapat berbahaya. Misalnya individu yang mengalami kecemasan karena memiliki dorongan
homoseksualitas menghindari timbulnya impuls homoseksualitas dengan tetap tinggal
dirumahnya,menjauhi teman laki-laki, dan tidak menggunakan wc umum.

c. Gangguan obsesi kompulsif

Orang yang mengalami gangguan obsesi kompulsi merasa terpaksa berpikir tentang hal-hal tidak
mereka inginkan.

a) Obsesi : gangguan terus menerus dari pikiran/bayangan yang tidak diinginkan

b) Kompulsi : desakan yang tak tertahankan untuk melaksanakan tindakan/ritual rutin tertentu.

Pikiran obsesi dapat dikaitkan dengan tindakan kompulsif (misalnya,pikiran tentang kuman penyakit
yang dihubungkan dengan kompulsi untuk mencuci alat-alat makan berkali-kali sebelum dipakai).
Individu yang mengalami gangguan obsesi kompulsif,pikiran dan desakan ini sangat mengganggu
tetapi merasa tak berdaya mengendalikannya.

2. Gangguan afektif
Gangguan afektif adalah gangguan pada afeksi atau suasana hati (mood). Orang yang terganggu ini
dapat mengalami depresi atau manik (girang yang tidak wajar) yang parah atau dapat berganti-ganti
antara saat-saat depresi atau manik (girang yang tidak wajar) yang parah dan dapat berganti-ganti
antara saat-saat depresi atau saat-saat panik. Perubahan suasana hati semacam ini mungkin saja
sangat parah sehingga individu tersebut perlu dirumah sakitkan.

1) Episode manik

Episode manik ringan (hipomania) orangnya penuh energi ,antusias dan percaya diri. Terus
berbicara, berpindah-pindah kegiatan tanpa memikirkan waktu tidur yang cukup, dan membuat
rencana-rencana besar tetapi tidak diimbangi dengan pelaksanaannya. Perilaku manik bersifat
mendesak dan seringkali lebih mengekspresikan rasa kebencian daripada kegembiraan.

Episode manik yang parah ( mania) berperilaku seperti konsep yang terkenal tentang “raving
maniak” . Mereka sangat bersemangat dan harus selalu aktif. Mereka dapat bolak-
balik,menyanyi,berteriak, atau memukul-mukul dinding selama berjam-jam. Akan marah dan
menjadi ganas bila ada orang yang mengganggu kegiatan mereka. Rangsangan ( termasuk
rangsangan seksual) segera diekspresikan dalam tindakan dan kata-kata. Mereka bersifat rancu dan
tidak terorientasi serta mungkin mengalami delusi tentang kekayaan,pekerjaan, atau kekuatan yang
besar.

2) Gangguan manik- depresi

Individu yang mengalami manik dan mengalami depresi secara berganti-ganti dalam suatu episode
yang bersamaan. Kondisi ini disebut sebagai gangguan bipolar; individu beralih dari satu kutub
perasaan ke kutub perasaan yang lain. Gangguan bipolar atau gangguan manik depresif jarang
terjadi. Gangguan manik depresif berbeda dengan gangguan afeksi lainnya karena gangguan ini
cenderung terjadi pada usia yang lebih muda,lebih mungkin terjadi dalam keluarga,memberi respons
pada beberapa pengobatan terapis yang berbeda, dan mudah terjadi lagi bila tidak diobati.

3) Skisofrenia

Gangguan yang ditandai dengan parahnya yaitu :

a. Kekacauan kepribadian.

b. Distorsi realita.

c. Ketidakmampuan untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari.

Biasanya muncul pada umur sangat muda yaitu puncaknya antara umur 25 th-35 th. Kadang-kadang
berkembang secara lamban sebagai proses yang sedikit demi sedikit. Meningkat pada perilaku
mengasingkan diri dan perilaku yang tidak wajar. Gangguan skisofrenia dapat juga terjadi secara
tiba-tiba, ditandai dengan kerancuan yang intens dan kekacauan emosi. Kasus ini timbul dengan
segera yang disebabkan oleh adanya saat stress pada individu yang memiliki gaya hidup :

a) Cenderung menyendiri.

b) Suka bekerja sendiri.

c) Merasa tidak aman.

Ciri-ciri Skizofrenia yaitu :

a. Kekacauan Pikiran dan Perhatian.


Kesulitan umum untuk menyaring stimulus yang relevan. Individu tersebut menanggapi begitu
banyak stimulus yang bersamaan dan sulit mengambil makna. Pembicaraan para penderita ini tidak
relevan, tidak ada ujung pangkalnya.

b. Kekacauan Persepsi.

Dalam fase yang akut seringkali dilaporkan bahwa dunia tampak lain bagi penderita tersebut.
Ketidakmampuan memahami sesuatu sebagai suatu keseluruhan.

c. Kekacauan Afektif.

Tidak dapat merespon rangsangan emosional secara wajar dan normal. Namun ekspresi emosi yang
datar ini/tumpul ini dapat menyembunyikan kekacauan dalam hatinya dan dapat tiba-tiba sangat
marah. Kadang-kadang penderita mengukapkan perasan yang tidak relevan dengan situasi/pikiran
yang diungkapkan.

d. Delusi dan Halusinasi.

Penderita dengan tahap akut dalam proses pikiran dan persepsi yang menyimpang disertai pula
dengan berbagai delusi. Delusi yang paling umum adalah keyakinan bahwa kekuatan eksternal
mencoba mengendalikan pikiran dan tindakan orang tersebut. Macam-macam delusi yaitu :

a) Delusi penganiayaan = Paranoid.

b) Delusi kehebatan = Orang tersebut kuat dan penting.

c) Halusinasi dapat terjadi sendiri atau merupakan bagian dari keyakinan.

d) Halusinasi Auditorik = Suara-suara.

e) Halusinasi Visual = Melihat mahluk-mahluk aneh,malaikat.

f) Halusinasi Sensorik = Bau busuk, rasa racun, perasaan disentuh.

3. Gangguan Kepribadian

Gangguan kepribadian merupakan pola perilaku mal adaptif yang sudah kuno. Sebelumnya kita telah
menjabarkan sifat-sifat kepriadian sebagai cara-cara yang tetap dalam menghayati atau
berhubungan dengan lingkungan atau berpikir tentang dirinya sendiri. Bila sifat-sifat kepribadian
menjadi tidak luwes dan bersifat maladaptif, sehingga mengganggu kemampuan individu berfungsi,
maka sifat-sifat tersebut merupakan gangguan kepribadian. Gangguan kepribadian merupakan cara-
cara yang tidak dewasa dan tidak wajar dalam mengatasi stress atau memecahkan masalah. Sifat-
sifat tersebut biasanya muncul pada masa remaja dan dapat berlangsung sepanjang hidup. Berbeda
dengan orang yang mengalami gangguan afektif dan kecemasan yang juga berperilaku maladaptif,
orang yang menderita gangguan kepribadian biasanya tidak merasa sangat terganggu atau cemas
dan tidak punya motivasi untuk mengubah perilakunya. Mereka tidak kehilangan kontak dengan
realita atau tidak menunjukkan kekacauan perilaku yang mencolok seperti orang yang menderita
skisofrenik.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa psikologi abnormal adalah ilmu jiwa yang
mempelajari tentang tingkah laku atau perilaku maladatif seseorang. Jika seseorang mengalami
psikologi yang abnormal maka orang tersebut akan cenderung memperlihatkan perilaku-perilaku
yang abnormal sehingga akan orang tersebut melakukan penyimpangan-penyimpangan perilaku
dalam kehidupannya.

Untuk menangani penyimpangan-penyimpangan, maka dilakukan berbagai pendekatan, yang lebih


berfokus pada pendekatan biologis yang memberikan terapi-terapi obat dan pendekatan psikologis
yang memfokuskan pada terapi konseling keseorang psikolog, psikiater dan para pekerja kesehatan
lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan serta ketenangan kehidupan perasaan penderita
gangguan-gangguan psikologi tersebut.

3.2 Saran

Bagi para Mahasiswa diharapkan agar dapat memahami dengan baik konsep-konsep dan teori,
karateristik serta tipe-tipe abnormalitas, sehingga dapat membedakan antara perilaku abnormal dan
normal, mahasiswa juga diharapkan untuk dapat mengontrol diri agar senantiasa berperilaku sehat
dan normal baik secara mental maupun fisik dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://echi090587.blogspot.com/2013/05/makalah-gangguan-tingkah-laku.html

2. http://psikologi.ustjogja.ac.id/files/materi/1305626061Abnormal.pdf

3. http://verawati-cogitoergosum.blogspot.com/2012/02/pembahasan-perilaku-abnormal.html

4. http://jainiyubmee.blogspot.com/2011/04/makalah-perilaku-abnormal.html

5. http://dhinninuraeni.blogspot.com/2012/01/psikologi-abnormal.html?m=1

6. http://aniendriani.blogspot.com/2011/03/konsepsi-psikologi-abnromal.html

Anda mungkin juga menyukai