Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Jumlah populasi usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan meningkat 414% pada
periode tahun 1990–2025. Badan Pusat Statistik menyatakan selama periode tahun
2004–2009, populasi usia lanjut meningkat dari 15,8 juta (7,3%) menjadi 18,5 juta
(8,0%) dan diperkirakan akan menjadi 22,2 juta (9,1%) pada tahun 2014, dengan usia
harapan hidup 73,7 tahun pada tahun 2025 (Lugito et al., 2015).
Menurut ahli gerontologi dan geriatri diperkirakan 30–50% faktor gizi berperan
penting dalam mencapai dan mempertahankan kesehatan lansia yang optimal.
Kebutuhan unsur gizi tertentu pada lansia mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan
oleh terjadinya proses degradasi (perusakan) yang berlangsung sangat cepat. Lansia
merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita kekurangan gizi dan
kelebihan gizi. Kekurangan gizi disebabkan oleh penurunan selera makan, penurunan
sensitivitas indera perasa dan penciuman akibat meningkatnya usia, sedangkan
kelebihan gizi disebabkan oleh perubahan gaya hidup dan lansia mempunyai lemak
tubuh yang lebih banyak (Ibrahim, 2012).
Dengan meningkatnya jumlah populasi usia lanjut, masalah kesehatan yang
dialami oleh populasi usia lanjut juga semakin banyak. Masalah gizi lansia adalah
masalah yang mungkin terjadi pada lansia yang erat kaitannya dengan masukan
makanan dan metabolisme tubuh serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Secara
umum faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi lansia terdiri dari: aktivitas fisik,
depresi dan kondisi mental, pengobatan, penyakit dan kemunduran biologis. Status
gizi merupakan keadaan kesehatan individu atau kelompok yang ditentukan oleh
derajat keburukan fisik dan energi dan zat-zat gizi yang diperoleh dari ragam
makanan yang berdampak fisiknya diukur secara antropometri dengan mengukur
berat badan dan tinggi badan (Lugito et al., 2015; Ibrahim 2012).

1
Keadaan gizi individu dipengaruhi juga oleh pola konsumsi dan infeksi. Keadaan
konsumsi pangan dapat dijadikan sebagai indikator pola pangan yang baik ataupun
kurang baik dan bukan merupakan ukuran keadaan gizi yang ditentukan secara
langsung. Selain itu, dalam tubuh seorang lansia terdapat interaksi sinergis antara gizi
dan infeksi yang disebabkan antara lain karena berkurangnya konsumsi pangan
karena tidak nafsu makan, menurunnya penurunan zat gizi, diare, dan meningkatnya
kebutuhan karena status fisiologis (Ibrahim, 2012).
Selain status fisiologis, kondisi mental juga sangat berpengaruh terhadap asupan
gizi lanzia. Lansia yang tinggal di panti jompo akan mengalami suatu perubahan
sosial dalam kehidupannya sehari-hari. Apabila orang lanjut usia tidak segera mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yang ada di panti jompo dan berusaha
menjalin hubungan dengan orang lain yang seusia, ketegangan jiwa atau stres akan
muncul. Stres yang berkepanjangan dapat memperbesar penyakit fisik maupun
mental dan tidak menutup kemungkinan lansia akan mengalami keputusasaan yang
akhirnya menjurus ke depresi (Sarwoko, 2011).
Keadaan fisik yang mulai melemah, suasana hati yang berubah, serta keadaan
tempat tinggal yang baru membuat lansia merasa kebingungan menyesuaikan kondisi
di panti jombo. Biasanya para lansia yang merasa sendiri dan selalu bersedih, marah-
marah, mengeluh maupun menangis merupakan contoh dari mereka yang tidak
nyaman akan keadaan panti jompo. Dengan demikian, perubahan lingkungan sosial,
kondisi yang terisolasi, kesepian, dan berkurangnya aktivitas serta kondisi mental
yang tidak sehat menjadikan para lansia mengalami rasa frustasi dan kurang
bersemangat. Akibatnya, selera makan terganggu dan pada akhirnya status gizi lansia
tidak terpenuhi dengan baik (Ibrahim, 2012).
Kesehatan lansia perlu diperhatikan karena lansia adalah kelompok umur yang
sangat rentan mengalami berbagai gangguan kesehatan. Permasalahan tersebut dapat
diatasi dengan memberikan kebutuhan gizi yang adekuat untuk lansia. Seperti
menjaga pola makan yang baik dengan mengkonsumsi makanan sumber energi dan
zat gizi makro yang seimbang, tidak berlebihan atau kurang, makan yang teratur

2
sesuai dengan waktu makan dan jenis makanan yang sesuai dengan tidak
mengabaikan manfaat dan kandungan gizinya (Iriadi, 2012).
Bagi lanjut usia pemenuhan kebutuhan gizi yang diberikan dengan baik dapat
membantu dalam proses beradaptasi atau penyesuaian diri dengan perubahan-
perubahan yang dialaminya. Selain itu dapat menjaga kelangsungan pergantian sel-sel
tubuh sehingga dapat memperpanjang usia. Semua pertumbuhan tersebut memerlukan
zat gizi yang terkandung dalam makanan. Kecukupan makanan sehat sangat penting
bagi para lanjut usia. Orang yang berusia 70 tahun kebutuhan gizinya sama dengan
saat berumur 50 tahun, namun nafsu makan mereka cenderung terus menurun karena
itu harus terus diupayakan konsumsi makanan penuh gizi (Rahmianti et al., 2014;
Batubara et al., 2012).

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, dapat dirumuskan pertanyaan
sebagai berikut: Bagaimana manajemen kebutuhan nutrisi pada usia lanjut?

1.3 TUJUAN MAKALAH


Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana manajemen
kebutuhan nutrisi pada usia lanjut.

1.4 MANFAAT MAKALAH


1.4.1 BIDANG PENELITIAN
Makalah ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk memperoleh informasi dan
masukan dalam bidang kesehatan khususnya bidang kedokteran gizi.
1.4.2 BIDANG PELAYANAN MASYARAKAT
Makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam manajemen kebutuhan nutrisi
pada masyarakat usia lanjut yang meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi
masyarakat.

3
4

Anda mungkin juga menyukai