Anda di halaman 1dari 27

NUTRISI GIZI BURUK PADA ANAK

Oleh:

Sastri Huya Ahwini (140100006)

Cindy Clarissa Sirait (140100014)

Sri Veronica Chindy (140100198)

Muhammad Darry Aprilio (140100214)

Ananta Septriandra Ginting (140100222)

Pembimbing :
dr. Fitriyani Nasution, M. Gizi, Sp.GK

DEPARTEMEN ILMU GIZI MEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
LEMBAR PENGESAHAN

NUTRISI GIZI BURUK PADA ANAK

Sastri Huya Ahwini (140100006)

Cindy Clarissa Sirait (140100014)

Sri Veronica Chindy (140100198)

Muhammad Darry Aprilio (140100214)

Ananta Septriandra Ginting (140100222)

PEMBIMBING

dr. Fitriyani Nasution, M. Gizi, Sp.GK


NIP. 19870602 201012 2 005

Penilaian Makalah :
Struktur :
Penilaian Topik Pembahasan :
Kedalaman Isi :
NILAI TOTAL :

i
KATA PENGANTAR

Tiada kata yang lebih mulia selain mengucapkan puji dan syukur kepada
Tuhan Yang Mahakuasa, atas segala limpahan rahmat dan karunia yang telah
diberikan kepada kita, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah "Nutrisi Gizi
Buruk pada Anak" dengan tepat waktu.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari para pembaca sehingga makalah ini dapat
disempurnakan lagi pada masa yang akan datang.
Selesainya makalah ini tentu saja tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang turut membantu, khususnya kepada dr. Fitriyani Nasution, M. Gizi, Sp.GK
selaku dosen pembimbing.
Demikianlah makalah ini kami persembahkan, mudah-mudahan
memberikan manfaat untuk kita semua. Amin.

Medan, 28 Agustus 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... v
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ vi
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1
1.1. Rumusan Masalah ............................................................................ 3
1.2. Tujuan Makalah ............................................................................... 3
1.3. Manfaat Makalah ............................................................................. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5
2.1. DefInisi Gizi Buruk .......................................................................... 5
2.2. Epidemiologi Gizi Buruk .................................................................. 5
2.3. Klasifikasi Gizi Buruk ..................................................................... 6
2.4. Diagnosis Gizi Buruk ....................................................................... 8
2.5. Tatalaksana Gizi Buruk .................................................................... 9
2.6. Nutrisi Gizi Buruk pada Anak .......................................................... 10
BAB 3 KESIMPULAN .................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 19

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gizi buruk tipe marasmus ........................................................... 6


Gambar 2.2 Gizi buruk tipe kwashiorkor ....................................................... 7

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penentuan status gizi secara klinis dan antropometri. ..................... 9
Tabel 2.2 Pengaturan diet anak gizi buruk fase stabilisasi ............................. 11
Tabel 2.3 Pengaturan diet anak gizi buruk fase transisi .................................. 13
Tabel 2.4 Pengaturan diet anak gizi buruk fase rehabilitasi ........................... 14
Tabel 2.5 Kandungan mineral mix ................................................................. 15
Tabel 2.6 Kandungan makanan formula WHO .............................................. 15
Tabel 2.7 Kandungan gizi formula Modisco .................................................. 17

v
DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome


FAO : Food and Agriculture Organization
IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia
ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Atas
NCHS : National Centre of Health Statistic
PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
SD : Standar Deviasi
UNICEF : United Nation Children’s Fund
WHO : World Health Organization

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Gizi merupakan nutrisi yang diperlukan oleh manusia setiap harinya. Gizi
adalah elemen yang terdapat dalam makanan dan dapat dimanfaatkan secara langsung
oleh tubuh seperti halnya karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Gizi
yang seimbang dibutuhkan oleh tubuh, terlebih pada balita yang masih dalam masa
pertumbuhan. Di masa tumbuh kembang balita yang berlangsung secara cepat
dibutuhkan makanan dengan kualitas dan kuantitas yang tepat dan seimbang
(Bhandari & Chetri, 2013).
Gizi pada balita dipengaruhi oleh faktor sosio-ekonomi dan latar belakang
sosial budaya yang berhubungan dengan pola makan dan nutrisi. Nutrisi yang tidak
adekuat dalam lima tahun pertama kehidupan berakibat pada gangguan pertumbuhan
dan perkembangan fisik, mental, dan otak yang bersifat irreversibel. Ukuran
keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi adalah status gizi. Status gizi anak
mencerminkan tingkat perkembangan dan kesejahteraan masyarakat dalam suatu
negara serta berhubungan dengan status kesehatan anak di masa depan (Bhandari &
Chetri, 2013).
Malnutrisi merupakan masalah yang berhubungan dengan kekurangan zat gizi
pada tingkat seluler atau dapat dikatakan sebagai masalah asupan zat gizi yang tidak
sesuai dengan kebutuhan tubuh. Gejala umumnya adalah berat badan rendah dengan
asupan makanan yang cukup atau asupan kurang dari kebutuhan tubuh, adanya
kelemahan otot dan penurunan energi, pucat pada kulit, membran mukosa,
konjungtiva, dan lain-lain. Kondisi tersebut merupakan salah satu penyebab
mortalitas dan morbiditas terbanyak pada balita di negara berkembang, yaitu
sebanyak 54% atau 10,8 juta anak meninggal akibat malnutrisi (Kabeta et al., 2017)
Menurut WHO, jumlah penderita gizi kurang di dunia mencapai 104 juta anak
dan keadaan gizi kurang masih menjadi penyebab sepertiga dari seluruh penyebab

1
kematian anak di seluruh dunia. Asia Selatan merupakan wilayah dengan prevalensi
gizi kurang terbesar di dunia, yaitu sebesar 46% kemudian wilayah sub-Sahara Afrika
28%, Amerika Latin 7% dan yang paling rendah terdapat di Eropa Tengah, Timur,
dan Commonwealth of Independent States (CIS) sebesar 5% (Sigit, 2012). UNICEF
(United Nations Children's Fund) melaporkan sebanyak 167 juta anak usia pra-
sekolah di dunia yang menderita gizi kurang (underweight) sebagian besar berada di
Asia Selatan. Pada 2010–2012, FAO (Food Agricultural Organization)
memperkirakan sekitar 870 juta orang dari 7,1 miliar orang penduduk dunia atau 1
dari 8 orang penduduk dunia menderita kurang gizi. Sebagian besar (852 juta) di
antaranya tinggal di negara-negara berkembang. Anak-anak merupakan penderita gizi
buruk terbesar di seluruh dunia. Dilihat dari segi wilayah, lebih dari 70% kasus gizi
buruk pada anak didominasi kawasan Asia, sedangkan 26% di Afrika, dan 4% di
Amerika Latin serta Karibia (Guptaet al., 2016).
Menurut Laporan Nutrisi Global tahun 2014, Indonesia merupakan salah satu
dari 17 negara dengan masalah serius terkait jumlah anak pendek dan kurus akibat
gizi buruk, sekaligus kelebihan berat badan pada balita. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, 2010, dan 2013 menunjukkkan bahwa Indonesia masih
memiliki masalah kekurangan gizi. Kecenderungan prevalensi kurus (wasting) anak
balita dari 13,6% menjadi 13,3% kemudian menurun sebesar 12,1%, sedangkan
kecenderungan prevalensi anak balita pendek (stunting) sebesar 38,6 %, 35,6%,
37,2%. Prevalensi gizi kurang (underweight) berturu-turut 18,4%, 17,9%, dan 19,6%.
Prevalensi kurus anak sekolah remaja berdasarkan Riskesdas 2010 sebesar 28,5%
(Riskesdas, 2013).
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2008) prevalensi kasus
gizi buruk di Provinsi Sumatera Utara tahun 2007 adalah sebesar 4,4% dan gizi
kurang 18,8%. Berdasarkan data tersebut, kasus di Sumatera Utara masih dibawah
angka nasional yang menetapkan maksimal kasus gizi buruk 5% dan untuk gizi
kurang 20%. Fenomena gizi buruk bagaikan gunung es dimana banyak kasus gizi
buruk yang tidak terdeteksi oleh para petugas kesehatan dan kader. Penyebab gizi

2
buruk pada anak dipengaruhi oleh banyak faktor dan bersifat multidimensional,
seperti faktor sosio-ekonomi dan latar belakang sosial budaya sebagai faktor eksternal
dan status kesehatan balita sebagai faktor internal (Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Utara, 2014).
Gizi buruk pada anak berdampak pada penurunan sistem kekebalan tubuh
sehingga mudah terserang penyakit infeksi. Penyakit infeksi seperti diare, pneumonia,
malaria, campak atau measles serta AIDS diketahui paling banyak menyebabkan
kematian pada anak balita dengan gizi buruk. Masalah nutrisi erat kaitannya dengan
pemasukan makanan dan metabolisme tubuh serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Status nutrisi seseorang muncul dari gabungan beberapa faktor
yaitu faktor lingkungan, genetik, dan juga perilaku individu. Perilaku merupakan
faktor terbesar kedua yang mempengaruhi status nutrisi seseorang. Untuk mengatasi
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh diperlukan perubahan sosial berupa gaya hidup,
aktivitas fisik, perilaku makan, dan disertai dengan penyiapan lingkungan yang
kondusif (Bhandari & Chetri, 2013).

1.2. RUMUSAN MASALAH


Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Apa itu gizi buruk pada anak, apa penyebab dan faktor risikonya, serta
bagaimana diagnosis dan penatalaksanaannya?
2. Bagaimana kebutuhan nutrisi dan pengaturan nutrisi yang tepat untuk anak
penderita gizi buruk?

1.3. TUJUAN MAKALAH


Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui kebutuhan nutrisi pada anak dengan gizi buruk.
2. Mengetahui pengaturan nutrisi pada anak dengan gizi buruk.
3. Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, diagnosis serta
penatalaksanaan pasien anak dengan gizi buruk.

3
1.4. MANFAAT MAKALAH
Manfaat penulisan makalah ini adalah:
1. Bidang Penelitian dan Pelayanan Kesehatan
Dapat menjadi sarana informasi dan masukan dalam bidang penelitian
maupun dalam melayani masyarakat terkhusus dalam pencegahan gizi buruk
dan manajemen gizi buruk pada anak.
2. Bagi Penulis
Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan dalam menerapkan keilmuan
untuk menghadapi kondisi di lapangan antara dokter-pasien.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI GIZI BURUK


Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan
menurut umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah severly underweight
(Kementerian Kesehatan RI, 2012), sedangkan menurut Departemen Kesehatan RI
tahun 2008, gizi buruk adalah keadaan kurang gizi tingkat berat pada anak
berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau
ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor.

2.2. EPIDEMIOLOGI GIZI BURUK


Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia walaupun
pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Susenas
menunjukkan bahwa jumlah balita yang BB/TB Z score <-3 SD WHO-NCHS sejak
tahun 1989 meningkat dari 6,3% menjadi 7,2% tahun 1992 dan mencapai puncaknya
11,6 % pada tahun 1995. Upaya penanggulangan gizi buruk yang dilakukan oleh
pemerintahan antara lain melalui pemberian makanan tambahan dalam
Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-
pelatihan tatalaksana gizi buruk kepada tenaga kesehatan yang berhasil menurunkan
angka gizi buruk menjadi 10,1% pada tahun 1998, 8,1% tahun 1999, dan 6,3% tahun
2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali menjadi 8% dan
pada tahun 2003 menjadi 8,15 %. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak
gizi buruk dengan gejala klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor)
umumnya disertai dengan penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA). Tuberkulosis (TB) serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO
menunjukkan bahwa 54 % angka kesakitan pada balita disebabkan karena gizi buruk,
19 % diare, 19% ISPA, 18% perinatal, 7% campak, 5% malaria, dan 32 % penyebab
lain. (Kementerian Kesehatan RI, 2008).

5
Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami perbaikan. Hal
ini dapat dilihat antara lain dari penurunan prevalensi gizi buruk pada anak balita dari
5,4% pada tahun 2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010. Meskipun demikian, jumlah
nominal anak gizi buruk masih relatif besar (Kementerian Kesehatan RI, 2007).

2.3. KLASIFIKASI GIZI BURUK


Terdapat 3 tipe gizi buruk yaitu marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-
kwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada tanda klinis dari masing-
masing tipe yang berbeda-beda (Liansyah, 2015).
2.3.1. MARASMUS
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Marasmus
merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering ditemukan pada balita.
Hal ini merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Tipe marasmus
ditandai dengan gejala tampak sangat kurus, wajah seperti orang tua, cengeng dan
rewel meskipun setelah makan, kulit keriput yang disebabkan karena lemak di bawah
kulit berkurang, perut cekung, rambut tipis, jarang dan kusam, tulang iga tampak jelas,
pantat kendur dan keriput (baggy pants) serta iga mengambang (Liansyah, 2015).

Gambar 2.1 Gizi buruk tipe marasmus.

6
Pada marasmus awalnya pertumbuhan yang kurang dan atrofi otot serta
menghilangnya lemak di bawah kulit merupakan proses fisiologis. Tubuh
membutuhkan energi yang dapat dipenuhi oleh asupan makanan untuk kelangsungan
hidup jaringan. Untuk memenuhi kebutuhan energi tetapi juga untuk sintesis glukosa
(Liansyah, 2015).

2.3.2. KWASHIORKOR
Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein yang berat yang
disebabkan oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi namun asupan protein
yang inadekuat. Seperti halnya dengan marasmus, kwashiorkor juga merupakan hasil
akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Tipe kwashiorkor ditandai dengan gejala
tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh,
pertumbuhan terganggu, perubahan status mental, gejala gastrointestinal, rambut tipis
kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit, wajah
membulat dan sembab, kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-
garis kulit yang lebih mendalam dan lebar dan sering ditemukan hiperpigmentasi dan
persikan kulit, pembesaran hati serta anemia ringan. (Liansyah, 2015).

Gambar 2.2 Gizi buruk tipe kwashiorkor.

7
Gangguan metabolik dan perubahan sel dapat menyebabkan perlemakan hati
dan edema. Pada penderita defisiensi protein tidak terjadi proses katabolisme jaringan
yang berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi dengan jumlah kalori yang
cukup dalam asupan makanan. Kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan
kekurangan asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Asupan makanan
yang cukup karbohidrat menyebabkan produksi insulin meningkat dan sebagian asam
amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang akan disalurkan ke otot.
Kurangnya pembentukan albumin oleh hepar disebabkan oleh berkurangnya asam
amino dalam serum yang kemudian menimbulkan edema (Liansyah, 2015).

2.3.3. MARASMUS-KWASHIORKOR
Gizi buruk tipe marasmus-kwashiorkor merupakan gabungan beberapa gejala
klinik kwashiorkor dan marasmus dengan berat badan (BB) menurut umur (U) <60%
SD WHO-NHCS yang disertai edema yang tidak mencolok (Liansyah, 2015).

2.4. DIAGNOSIS GIZI BURUK


Gizi buruk adalah suatu keadaan yang ditandai dengan berat badan menurut
tinggi badan atau panjang badan <70% dari median atau nilai Z score<-3 SD (WHO
Child Growth Standard) dengan atau tanpa adanya edema. Bila disertai edema sedang
atau berat, nilai Z score bisa >-3 SD (Asosiasi Dietisien Indonesia et al., 2016).
Secara klinis gizi buruk terbagi menjadi kwashiorkor, marasmus, dan
marasmus-kwashiorkor, walaupun pada tatalaksananya tidak ada perbedaan kecuali
pengurangan jumlah cairan yang diberikan pada fase stabilisasi bila terdapat edema
berat. Dilihat dari penyebabnya, marasmus merupakan hasil kumulatif masukan
energi dan protein yang tidak adekuat yang terjadi perlahan-lahan. Sementara
kwashiorkor terjadi selain karena kurangnya asupan makanan, juga berkaitan dengan
respons tubuh terhadap adanya infeksi dan stres oksidatif (Asosiasi Dietisien
Indonesia et al., 2016).

8
Kriteria Klinis Antropometri (BB/TB-
PB)
Gizi Buruk Sangat kurus dan atau <-3 SD
edema minimal pada (bila ada edema BB/TB
kedua punggung kaki bisa >-3 SD)
Gizi Kurang Kurus ≥-3 SD –≤-2 SD
Gizi Baik Tampak sehat -2 SD – +2 SD
Gizi Lebih Gemuk >+2 SD
Tabel 2.1 Penentuan status gizi secara klinis dan antropometri.

Gejala klinis kwashiorkor antara lain apatis atau cengeng, edema, rambut
kusam mudah dicabut, kelainan kulit, perut membuncit dan sering disertai anemia.
Gejala klinis marasmus antara lain gagal tumbuh, apatis atau cengeng, tampak kurus,
otot hipotrofi, muka seperti orang tua dan lemak subkutan sangat sedikit/tidak ada.
Gejala marasmus-kwashiorkor merupakan gabungan keduanya (Asosiasi Dietisien
Indonesia et al., 2016).

2.5. TATALAKSANA GIZI BURUK


WHO 1999 telah membuat Pedoman Penatalaksanaan Anak Gizi Buruk
(Management of Severe Malnutrition) yang disebut dengan 10 langkah penanganan
gizi buruk, yaitu:

1. Pengobatan/pencegahan hipoglikemia;
2. Pengobatan/pencegahan hipotermia;
3. Pengobatan/pencegahan dehidrasi;
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit;
5. Pengobatan dan pencegahan infeksi;
6. Koreksi defisiensi zat gizi mikro;
7. Pemberian makanan awal (stabilisasi);

9
8. Pemberian makanan tumbuh-kejar (rehabilitasi);
9. Stimulasi sensoris dan dukungan emosional; dan
10. Persiapan tindak lanjut di rumah.

2.6. NUTRISI GIZI BURUK PADA ANAK


Gizi buruk merupakan masalah yang perlu penanganan serius. Berbagai upaya
telah dilakukan pemerintah antara lain melalui revitalisasi posyandu dalam
meningkatkan cakupan penimbangan balita, penyuluhan dan pendampingan,
pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) atau makanan tambahan,
peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi melalui tatalaksana gizi buruk di
puskesmas perawatan dan rumah sakit, penanggulangan penyakit menular serta
pemberdayaan masyarakat melalui keluarga sadar gizi (Kadarzi). Masalah gizi buruk
tidak dapat diselesaikan sendiri oleh sektor kesehatan. Gizi buruk merupakan dampak
dari berbagai macam penyebab, seperti rendahnya tingkat pendidikan, kemiskinan,
ketersedian pangan, transportasi, adat istiadat (sosial budaya), dan sebagainya. Oleh
karena itu, pemecahannya harus komprehensif. Perawatan balita gizi buruk
dilaksanakan di puskesmas perawatan atau rumah sakit setempat dengan tim asuhan
gizi yang terdiri dari dokter, nutrisionis, dan perawat yang melakukan perawatan
balita gizi buruk dengan menerapkan 10 langkah tatalaksana anak gizi buruk meliputi
fase stabilisasi untuk mencegah atau mengatasi hipoglikemia, hipotermia, dan
dehidrasi, fase transisi serta fase rehabilitasi untuk tumbuh kejar dan tindak lanjut
(Departemen Kesehatan RI, 2009).
Nutrisi berperan penting dalam penyembuhan penyakit. Kesalahan pengaturan
diet dapat memperlambat penyembuhan penyakit. Dengan nutrisi akan memberikan
makanan tinggi kalori, protein dan cukup vitamin mineral untuk mencapai status gizi
optimal. Nutrisi gizi buruk diawali dengan pemberian makanan secara teratur,
bertahap, porsi kecil, sering, dan mudah diserap. Frekuensi pemberian dapat dimulai
setiap 2 jam dan kemudian ditingkatkan hingga setiap 3 jam atau 4 jam (Almatsier,
2014).

10
Penting diperhatikan aneka ragam makanan, pemberian ASI serta makanan
yang mengandung minyak, santan, lemak dan buah-buahan. Selain itu faktor
lingkungan juga penting dengan mengupayakan perkarangan rumah menjadi taman
gizi. Perilaku harus diubah menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan
memperhatikan makanan gizi seimbang, minum tablet besi selama hamil, pemberian
ASI eksklusif, mengonsumsi garam beriodiumm serta memberikan bayi dan balita
kapsul vitamin A (Almatsier, 2014).

2.6.1 PENGATURAN DIET


A. Fase Stabilisasi
Pada fase ini, peningkatan jumlah formula diberikan secara bertahap dengan
tujuan memberikan makanan awal agar anak dalam kondisi stabil. Formula
hendaknnya hipoosmolar rendah laktosa, porsi kecil dan sering. Setiap 100 ml
mengandung 75 kal dan protein 0,9 gram. Diberikan makanan formula-75 (F-75).
ReSoMal dapat diberikan apabila anak diare atau muntah atau dehidrasi, 2 jam
pertama setiap ½ jam, selanjutnya 10 jam berikutnya diselang-seling dengan F-75
(Diah, 2010).

Zat Gizi Stabilisasi (hari ke 1–7)


Energi 80–100 kkal/kgBB/hari
Protein 1–1,5 gram/kgBB/hari
Cairan Cairan 130 ml/kgBB/hari
Fe Sulfas ferosus 200 mg + 0,25 mg asam folat, sirup besi 150 ml
Vitamin A
- Bayi < 6 bulan ½ kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)
- Bayi 6-11 bulan 1 kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)
- Balita 12-60
1 kapsul vitamin A dosis 200.000 Si (warna merah)
bulan

11
Vitamin lain
- Vitamin C
- Vitamin B
kompleks
- Asam folat
Mineral lain
- Zinc
- Kalium Pemberiannya dicampur dengan F-75
- Natrium
- Magnesium
Tabel 2.2 Pengaturan diet anak gizi buruk fase stabilisasi.

B. Fase Transisi
Pada fase transisi anak gizi buruk pemberian makanannya harus secara
bertahap dan perlahan-lahan jumlahnya ditingkatkan karena untuk menghindari
terjadinya gagal jantung yang dapat terjadi bila anak mengonsumsi makanan dalam
jumlah banyak secara mendadak. Adapun persyaratan diet sebagai berikut
(Departemen Kesehatan RI, 2009):
a. Formula khusus seperti formula-100 atau modifikasi atau modisco I/II
b. Jumlah zat gizi:
Energi: 150–200 kkal/kgBB/hari
Protein: 2–3 gr/kgBB/hari
Cairan: 150 ml/kgBB/hari
Pada fase ini anak mulai stabil dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak
(catch-up). Diberikan F-100, setiap mililiter F-100 mengandung 100 kalori dan
protein 2,9 gram (Diah, 2010).

12
Zat Gizi Transisi (hari ke 8–14)
Energi 100–150 kkal/kgBB/hari
Protein 2–3 gram/kgBB/hari
Cairan 150 ml/kgBB/hari
Sulfas ferosus 200 mg + 0,25mg asam folat, sirup besi
Fe
150 ml
Vitamin A
- Bayi < 6 bulan ½ kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)
- Bayi 6-11 bulan 1 kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)
- Balita 12-60 bulan 1 kapsul vitamin A dosis 200.000 Si (warna merah)
Vitamin lain Diberikan sebagai multivitamin
- Vitamin C
- Vitamin B kompleks Diawali 5 mg, selanjutnya 1 mg//hari
- Asam folat
Mineral lain
- Zinc
- Kalium Pemberiannya dicampur dengan F-100
- Natrium
- Magnesium
Tabel 2.3 Pengaturan diet anak gizi buruk fase transisi.

C. Fase Rehabilitasi
Terapi nutrisi fase ini adalah untuk mengejar pertumbuhan anak. Diberikan
setelah anak sudah bisa makan. Makanan padat diberikan pada fase rehabilitasi
berdasarkan BB <7 kg diberi MP-ASI dan BB ≥7 kg diberi makanan balita karena
energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar. Diberi makanan F-
135 dengan nilai gizi setiap 100 ml F-135 mengandung energi 135 kalori dan 3,3
gram protein. Adapun persyaratan diet sebagai berikut (Diah,2010):
a. Formula khusus sebagai formula-135/modifikasi/modisco III
b. Jumlah zat gizi:

13
Energi: 150–200 kkal/kgBB/hari
Protein: 4 – 6 gram/kgBB/hari
Cairan: 150–200 ml/kgBB/hari

Zat Gizi Rehabilitasi (minggu ke 2–6)


Energi 150–200 kkal/kgBB/hari
Protein 3–4 gram/kgBB/hari
Cairan 150–200 ml/kgBB/hari
Fe Berikan awal selama 4 minggu
Vitamin A
- Bayi < 6 bulan ½ kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)
- Bayi 6-11 bulan 1 kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (warna biru)
- Balita 12-60 bulan 1 kapsul vitamin A dosis 200.000 SI (warna merah)
Vitamin lain Diberikan sebagai multivitamin
- Vitamin C
- Vitamin B kompleks Diawali 5 mg, selanjutnya 1 mg//hari
- Asam folat
Mineral lain
- Zinc
- Kalium Pemberiannya dicampur dengan F-100 dan F-135
- Natrium
- Magnesium
Tabel 2.4 Pengaturan diet anak gizi buruk fase rehabilitasi.

D. Fase Tindak Lanjut


Fase tindak lanjut dilakukan di rumah setelah anak dinyatakan sembuh, bila
BB/TB atau BB/PB ≥-2 SD, tidak ada gejala klinis dan memenuhi kriteria, selera
makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan,
ada perbaikan kondisi mental, anak sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak,
berdiri atau berjalan sesuai umurnya, suhu tubuh berkisar antara 36,5–37,7oC, tidak

14
muntah atau diare, tidak ada edema, serta terdapat kenaikan BB sekitar 50
gram/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut.
Mineral mix dapat diberikan sebagai nutrisi gizi buruk yang terbuat dari bahan
yang terdiri dari KCl, Tripotasium sitrat, MgCl2.6H2O, Zinc asetat 2H2O, dan
CuSO4.5H2O. Bahan-bahan tersebut dijadikan larutan. Mineral mix dikembangkan
oleh WHO dan telah diadaptasi dalam pedoman tatalaksana anak gizi buruk di
Indonesia. Mineral mix digunakan sebagai bahan tambahan untuk
membuat Rehydration Solution for Malnutrition (ReSoMal) dan Formula WHO
(Diah, 2010).

Zat Gizi Kadar Satuan


KCl 1,792 gram
Tripotasium sitrat 0,648 gram
MgCl2.6H2O 0,608 gram
Zn asetat 2H2O 0,0656 gram
CuSO4.5H2O 0,0112 gram
Tabel 2.5 Kandungan mineral mix.

Tiap kemasan dimaksudkan untuk membuat 20 ml larutan (Kementerian


Kesehatan RI, 2012):

Formula WHO tiap 1000 ml F-75 F-100 F-135


Susu skim bubuk mg 25 85 90
Gula pasir mg 100 50 65
Minyak sayur mg 30 60 75
Larutan elektrolit ml 20 20 27
Tambahan air s/d ml 1000 1000 1000
Nilai Gizi
Energi kkal 750 1000 1350

15
Protein gram 9 29 33
Laktosa gram 13 42 48
Kalium mmol 36 59 63
Natrium mmol 6 19 22
Magnesium mmol 4,3 7,3 8
Seng mg 20 23 30
Tembaga mg 2,5 2,5 3,4
% Energi Protein - 5 12 10
% Energi Lemak - 36 63 67
Osmolaritas mOsm 413 419 508
Tabel 2.6 Kandungan makanan formula WHO.

2.6.2. TINDAK LANJUT PEMULIHAN STATUS GIZI


Tindak lanjut pemulihan status gizi dilakukan untuk menindaklanjuti balita
gizi buruk pasca-perawatan, dirumah tangga dengan sasaran balita gizi buruk pasca-
perawatan balita 2T dan atau BGM yang dilakukan setelah kembali kerumah.
Pemulihan status gizi dilaksanakan oleh orangtua atau pengasuh balita didampingi
petugas kesehatan dan kader. Tindak lanjut pemulihan status gizi diberikan kepada
anak BGM dan 2T yang tidak perlu dirawat, anak gizi buruk pasca-perawatan dan
yang tidak mau dirawat dengan ketentuan anak 2T dan atau BGM tanpa perawatan
diberi MP-ASI/PMT sesuai umur selama 90 hari, bubur diberikan kepada bayi usia
6–11 bulan, MP-ASI biskuit diberikan kepada anak umur 12–24 bulan, anak umur
25–59 bulan diberikan PMT. Pemberian MP-ASI/PMT bertujuan agar anak tidak
jatuh pada kondisi gizi buruk. Anak gizi buruk pasca-perawatan dan yang tidak mau
dirawat, anak gizi buruk yang telah pulang dari puskesmas perawatan atau rumah
sakit, baik yang sembuh maupun pulang paksa akan mendapat pendampingan dan
pemberian makanan F-100 atau formula modifikasi selama 30 hari. Kemudian
dilanjutkan dengan PMT/MP-ASI selama 90 hari. Pendampingan pasca-perawatan
dilakukan untuk meningkatkan status gizi dan mencegah anak jatuh kembali pada

16
kondisi gizi buruk kepada keluarga dengan balita gizi buruk pasca-perawatan setelah
kembali ke rumah.

Modisco ½ Modisco I Modisco II Modisco III


Nilai gizi dalam 100 cc Nilai gizi dalam 100 cc Nilai gizi dalam 100 cc Nilai gizi dalam 100 cc
cairan cairan cairan cairan
Energi: 80 kkal Energi: 100 kkal Energi: 100 kkal Energi: 130 kkal
Protein: 3,5 gr Protein: 3,5 gr Protein: 3,5 gr Protein: 3 gr
Lemak: 2,5 gr Lemak: 3,5 gr Lemak: 4 gr Lemak: 7,5 gr
Bahan:
Susu skim: 10 gr (1 sdm) Susu skim: 10 gr (1 sdm) Susu skim: 10 gr (1 sdm) Full cream: 12 gr (1¼
sdm)
Gula pasir: 5 gr (1 sdt) Gula pasir: 5 gr (1 sdt) Gula pasir: 5 gr (1 sdt) atau susu segar: 100 gr (½
gls)
Minyak Kelapa: 2½ Minyak: 5 gr (½ sdm) Margarin: 5 gr Gula pasir: 7,5 gr (1½ sdt)
Margarin: 5 gr (½ sdm)
Tabel 2.7 Kandungan gizi formula Modisco.

17
BAB III
KESIMPULAN

3.1. KESIMPULAN
Gizi buruk merupakan masalah yang perlu penanganan serius. Gizi buruk
dapat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Masalah gizi buruk dapat
ditangani dengan 10 langkah penanganan gizi buruk, yaitu: pengobatan/pencegahan
hipoglikemia, pengobatan/pencegahan hipotermia, pengobatan/pencegahan dehidrasi,
koreksi gangguan keseimbangan elektrolit, pengobatan dan pencegahan infeksi,
koreksi defisiensi zat gizi mikro, pemberian makanan awal (stabilisasi), pemberian
makanan tumbuh-kejar (rehabilitasi), stimulasi sensoris dan dukungan emosional, dan
persiapan tindak lanjut di rumah.
Masalah gizi buruk juga dapat ditangani dengan pemberian asupan gizi yang
seimbang secara bertahap sesuai dengan kebutuhan pada tahap tersebut. Formula
yang dipilih dapat disesuaikan dengan tahap dan tujuan dari pemberian tambahan
nutrisi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. 2014 Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Asosiasi Dietisien Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia & Persatuan Ahli Gizi
Indonesia 2016, Penuntun Diet Anak, Edisi ke-3, Badan Penerbit FK UI,
Jakarta, pp. 87–88.
Bhandari, T. R., & Chetri, M. 2013. 'Nutritional Status of Under Five Year Children
and Factors Associated in Kapilvastu District Nepal'. Journal of Nutritional
Health & Food Science, vol. 1, no. 1, pp 1–6.
Departemen Kesehatan RI 2007. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk,
Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi
Masyarakat, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI 2007. Pedoman Tatalaksana Kekurangan Energi Protein
pada Anak di Rumah Sakit Kabupaten/Kota, Direktorat Jendral Bina Kesehatan
Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk,
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Gizi
Masyarakat, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI 2009. Pedoman Respon Cepat Penanggulangan Gizi
Buruk, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina
Gizi Masyarakat, Jakarta.
Diah, K. 2010. ‘Nutrisi dan Gizi Buruk’. Mandala of Health, vol. 4, no. 1, pp. 60–67.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 2014. Profil Kesehatan Profil Sumatera
Utara Tahun 2014, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Medan.
Gupta, R., Chakrabarti, S., Chatterjee, S.G. 2016. 'A Study to Evaluate the Effect of
Various Maternal Factors on the Nutritional Status of Under-Five Children'.
Indian Journal of Nutrition, vol. 3, no. 2, pp. 149.

19
Kabeta, A., Belegavi, D., & Gizachew, Y. 2017. 'Factors Associated with Nutritional
Status of Under-Five Children in Yirgalem Town South Ethiopia'. IOSR
Journal of Nursing and Health Science, vol. 6, no. 2, pp. 78–84.
Kementerian Kesehatan RI 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, Direktorat Jendral
Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI 2012. Standar Mineral Zat Gizi Bahan Tambahan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI 2013. Riset Kesehatan Dasar, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Liansyah, M.A. 2015. 'Malnutrisi pada Anak Balita'. Portal Garuda, vol. 2, no. 1.
Muluken, B. 2009. ‘Early Detection and Referral of Children with Malnutrition.’
British Medical Bulletin, vol. 2, no. 3.
Sigit, L. 2012. 'Status Gizi Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Se-Gugus
Sisingamangaraja Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga'. Disertasi
Universitas Negeri Yogyakarta Program Pascasarjana Doktoral Ilmu
Keolahragaan.

20

Anda mungkin juga menyukai