Anda di halaman 1dari 24

SARI PUSTAKA

ANTROPOLOGI FORENSIK

Oleh:

Muhammad Darry Aprilio Pasaribu 140100214


Hanifa Rana Zahra Harahap 140100071

Pembimbing:

Prof. dr. Amri Amir, Sp.F(K), DFM, S.H., Sp.Akup

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN
MEDIKOLEGAL
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan sari pustaka yang
berjudul “Antropologi Forensik” tepat pada waktunya.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan
arahan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada Prof. dr. Amri Amir, Sp.F(K), DFM, S.H., Sp.Akup atas kesediaannya
untuk meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing, mendukung, dan
memberikan masukan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan sari
pustaka ini dengan sebaik-baiknya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman yang turut membantu dalam menyelesaikan sari pustaka ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan sari pustaka ini masih jauh dari
sempurna, baik dalam isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan sari
pustaka selanjutnya. Semoga sari pustaka ini dapat bermanfaat, akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.

Medan, 14 Januari 2020

Penulis,

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
BAB I LATAR BELAKANG ........................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 2
2.1. Definisi Antropologi Forensik............................................................ 2
2.2. Sejarah Singkat Antropologi Forensik ............................................... 2
2.3. Manfaat Pemeriksaan Antropologi Forensik ...................................... 4
2.4. Penentuan Kerangka Manusia ............................................................ 4
2.5. Penentuan Jenis Kelamin.................................................................... 6
2.6. Penentuan Ras .................................................................................... 9
2.7. Penentuan Perkiraan Umur ................................................................. 11
2.8. Perkiraan Tinggi Badan ...................................................................... 17
BAB III KESIMPULAN .................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 21

ii
BAB I
LATAR BELAKANG

Seperti diketahui bersama dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi


dewasa ini, perkembangan di segala bidang kehidupan yang membawa kesejahteraan
bagi umat manusia, pada kenyataannya juga menimbulkan berbagai akibat yang tidak
diharapkan. Salah satu diantara akibat yang tidak diharapkan tersebut adalah
meningkatnya kuantitas maupun kualitas mengenai cara atau teknik pelaksanaan
tindak pidana, khususnya yang berkaitan dengan upaya pelaku tindak pidana dalam
usaha meniadakan sarana bukti sehingga tidak jarang dijumpai kesulitan bagi para
petugas hukum untuk mengetahui korban dan atau pelakunya. Akhir-akhir ini terlihat
peningkatan kualitas kejahatan dimana pelakunya sering berusaha menyembunyikan
korbannya yang bertujuan untuk menghilangkan jejak serta barang bukti agar pelaku
dan korbannya tidak dikenal lagi, dengan demikian sering korban ditemukan sudah
tinggal tulang belulang. 1

Beberapa tahun terakhir, pemeriksaan antropologi forensik makin


berkembang seiring dengan pemeriksaan kejahatan yang menjadi lebih kompleks.
Identifikasi dari rangka dan sisa tubuh yang membusuk lainnya penting untuk alasan
hukum maupun alasan kemanusiaan. 2

Antropologi forensik merupakan aplikasi dari ilmu fisik atau biologi


antropologi dalam proses hukum, meliputi pemeriksaan pada sisa-sisa rangka untuk
membantu menentukan identitas dari jasad. Pemeriksaan ini dapat dilakukan sebagai
langkah pertama untuk menentukan apakah sisa-sisa tersebut berasal dari manusia
dan selanjutnya dapat menentukan jenis kelamin, perkiraan usia, bentuk tubuh, dan
pertalian ras. Pemeriksaan dapat juga memperkirakan waktu kematian, penyebab
kematian dan riwayat penyakit dahulu atau luka yang saat hidup menimbulkan jejas
pada struktur tulang.

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI ANTROPOLOGI FORENSIK

Antropologi forensik merupakan bidang ilmu untuk physical anthropologists


yang mengaplikasikan ilmunya dalam bidang biologi, sains dan budaya dalam proses
hukum. Antropologi forensik merupakan studi identifikasi individu sisa hayat
manusia yang telah kehilangan jaringan lunak, baik sebagian atau seluruhnya dan
hanya meninggalkan rangka, dalam konteks hukum. 1,2,3

Menurut American Board of Forensic Anthropology, antropologi forensik


adalah aplikasi ilmu pengetahuan dari antropologi fisik untuk proses hukum.
Identifikasi dari kerangka atau sediaan lain dari sisa-sisa jasad (dugaan manusia) yang
tidak teridentifikasi penting untuk alasan hukum maupun alasan kemanusiaan.
Forensik antropologi mengaplikasikan teknik sains sederhana yang berdasarkan
antropologi fisik untuk mengidentifikasi sisa-sisa jasad manusia dan mengungkap
tindak kejahatan. 1,2,3

2.2 SEJARAH SINGKAT ANTROPOLOGI FORENSIK

Antropologi forensik telah lama dilakukan kalangan bioantropolog, meskipun


bidang antropologi forensik masih relatif muda. Pengukuhan organisasi ilmiah
professional di Amerika Serikat baru dilakukan pada tahun 1977, yang dinamai
American Board of Forensic Anthropology, sebagai cabang dari American
Association of Forensic Sciences (Kerley, 1978). Walaupun organisasi profesi
antropologi forensik baru disahkan pada tahun 1977, penggunaan ilmu antropologi
forensik sendiri sudah dijalankan seabad sebelumnya di sejumlah negara di Eropa

2

dengan mengaplikasikan ilmu anatomi untuk identifikasi korban pembunuhan
(Krogman, 1962). 3

Di Amerika Serikat, aplikasi dan peran antropologi forensik pada identifikasi


individu dalam konteks hukum dilakukan oleh ahli antropologi forensik yang bekerja
pada universitas, museum hayat dan angkatan bersenjata. Terdapat dua institusi di
angkatan bersenjata Amerika Serikat yaitu Central Identification Laboratory (CILHI)
di Honolulu Hawaii dan Armed Forces Institute of Pathology, Washington D.C.
Sedangkan di Universitas Florida, antropologi forensik mempunyai C.A. Pound
Human Identification Laboratory yang membantu penanganan kasus antropologi
forensik di sebelas distrik Medical Examiner (Kedokteran Forensik) di Florida.
Antropologi forensik yang bekerja sama dengan angkatan bersenjata cenderung lebih
mengidentifikasi tentara Amerika Serikat korban Perang Dunia II dan identifikasi
pilot beserta awak pesawat tempur untuk pesawat tempur yang jatuh. Selain itu,
antropologi forensik yang berada di lingkungan universitas seperti yang ada di
Chicago, Florida dan Tennessee lebih banyak menangani kasus kematian karena
trauma dan pembunuhan. 3

Selain bekerja pada laboratorium yang berkaitan dengan museum antropologi,


universitas atau angkatan bersenjata, antropologi forensik sering pula memenuhi
permintaan Persatuan Bangsa-Bangsa (United Nations) dan Persatuan Dokter untuk
Hak Asasi Manusia (Physicians for Human Right) untuk mengidentifikasi individu
korban perang saudara, pembunuhan politis atau kerusuhan antar etnis di seluruh
dunia, seperti misalnya yang terjadi di Ethiopia, El Salvador, Argentina dan
Yugoslavia. 3

Di Indonesia, jumlah ahli antropolog biologi masih terbatas dan hal ini
terdapat pada antropologi forensik. Pemanfaatan keahlian mereka pun dipandang
belum begitu meluas. Padahal kasus-kasus pembunuhan dan penggalian rangka yang
cukup banyak terjadi di Aceh, misalnya, menunjukkan pentingnya pemanfaatan

3

antropologi forensik di Indonesia. Pentingnya antropologi forensik di Indonesia
sebenarnya telah diutarakan oleh Jacob (2000) dengan mengatakan “Bidang ini
sangat menarik, mengundang banyak kemungkinan dan perlu dikembangkan di
Indonesia serta pasti akan banyak diperlukan di masa yang akan datang”. 3

2.3 MANFAAT PEMERIKSAAN ANTROPOLOGI FORENSIK

Antropologi forensik bermanfaat untuk membantu penyidik dan penegak


hukum untuk mengidentifikasi temuan rangka tak dikenal. Temuan rangka biasanya
terdapat pada daerah terpencil, di atas permukaan tanah, dikubur pada lubang yang
dangkal karena pelaku kejahatan terburu – buru menguburkannya, di sungai, di rawa
atau di hutan. Korban yang tidak dikubur secara layak ini biasanya menjadi salah satu
indikasi adanya tindak pidana terhadap korban kejahatan. Pada kasus forensik seperti
ini, antropologi forensik berguna dalam menentukan identifikasi temuaan. 3

Upaya identifikasi pada kerangka (antropologi forensik) bertujuan untuk


membuktikan bahwa kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin,
perkiraan umur, tinggi badan, ciri-ciri khusus, deformitas dan bila memungkinkan
dapat dilakukan rekonstruksi wajah. Pemeriksaan dapat juga memperkirakan waktu
kematian, penyebab kematian dan riwayat penyakit dahulu atau luka yang saat hidup
menimbulkan jejas pada struktur tulang. 4

2.4 PENENTUAN KERANGKA MANUSIA

Pemeriksaan anatomik dapat memastikan bahwa kerangka yang ditemukan


adalah kerangka manusia. Tulang manusia berbeda dengan tulang hewan dalam hal
struktur, ketebalan, ukuran dan umur penulangan (osifikasi). Setiap manusia memiliki
190 tulang. Tulang ini dibedakan menjadi tulang panjang, pendek, pipih dan tidak

4

teratur. Tulang panjang didapati pada tangan dan kaki seperti humerus, radius, ulna,
femur, tibia dan fibula. Tulang pendek meliputi klavikula, metacarpal dan metatarsal
(jari tangan dan kaki). Tulang pipih terdapat pada tulang-tulang atap tengkorak
seperti frontal, parietal dan occipital. Tulang tidak teratur adalah tulang vertebra dan
basis cranii. Kesalahan penafsiran dapat timbul bila hanya terdapat sepotong tulang
saja. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan serologik dan pemeriksaan
histologik. 4,5

Gambar 2.1. Anatomi rangka manusia.

5

2.5 PENENTUAN JENIS KELAMIN

Sebelum menentukan jenis kelamin berdasarkan pemeriksaan tulang, pastikan


dahulu apakah itu tulang manusia atau hewan, apakah tulang itu berasal dari satu atau
beberapa orang, setelah jelas bahwa tulang belulang tersebut adalah tulang manusia
dan berasal dari satu orang atau lebih, barulah ditentukan jenis kelamin. 4,5

Perbedaan tulang laki-laki dan perempuan baru terlihat sesudah pubertas.


Umumnya tulang perempuan lebih kecil, lebih ringan, lebih halus karena tonjolan
tempat perlengketan otot dan tendon kurang menonjol pada perempuan. Tulang-
tulang iga biasanya lebih tipis dan lebih melengkung pada perempuan. 4,5

Hal-hal lain yang berhubungan dengan penentuan jenis kelamin berdasarkan


tulang dapat dilihat pada tabel berikut ini. 4,5

No. Tulang Laki-laki Perempuan


1 Sternum - Lebih panjang - Lebih pendek
- Panjang corpus sterni - Panjang corpus sterni
lebih dari 2 kali panjang kurang dari 2 kali
manubrium sterni panjang manubrium
- Pinggir atas sejajar sterni
dengan pinggir atas - Pinggir atas sejajar
vertebra torakal II dengan pinggir bawah
vertebra torakal III
2 Pelvis
- umum - Lebih ramping, kasar - Lebih dangkal, halus
dan tidak begitu lebar dan lebih lebar
- Lebih berat
- os illium - Lebih curam pada - Lebih ringan
- os sacrum posterior - Kurang curam pada

6

- Pinggir kurang bulat posterior
- symphysis pubis - Panjang dan sempit - Lebih bulat
- Lebih masuk ke dalam - Pendek dan lebar
- Sudut tulang kemaluan - Menonjol keluar
(sub pubic angle) - Sudut tulang kemaluan
kurang dari 90o (sub pubic angle) lebih
dari 90o
3 Sudut antara - Sudut tumpul - Sudut hampir 90o
collum dan corpus
femoris
4 Tulang-tulang - Lebih berat - Lebih ringan
kepala - Cavitas cranium 10% - Cavitas cranium 10%
lebih besar dari lebih kecil dari laki-laki
perempuan
5 Condylus - Lebih menonjol - Kurang menonjol
occipitalis
6 Orbita - Bentuk persegi - Bentuk mebundar
7 Dahi - Curam, kurang - Membundar
membundar
8 Tulang pipi - Berat, arkus lebih ke - Ringan, lebih memusat
lateral
9 Glabella, arcus - Lebih menonjol - Kurang menonjol
zygomaticus, arcus
super ciliaris dan
processus
mastoideus
10 Mandibula - Besar, simfisisnya - Kecil, dengan ukuran
tinggi, ramus corpus dan ramus lebih

7

asendingnya lebar kecil
11 Palatum - Besar dan lebar, - Kecil, cenderung seperti
cenderung seperti huruf parabola
U

Tabel 2.1. Perbedaan tulang laki-laki dan perempuan.

Gambar 2.2. Perbedaan pelvis pria dan wanita.

Gambar 2.3. Perbedaan tulang tengkorak pria dan wanita.

8

2.6 PENENTUAN RAS

Secara umum, manusia dibagi atas beberapa golongan ras, yaitu: 4,5

a. Ras Kaukasoid
b. Ras Mongoloid
c. Ras Negroid

No. Tulang Kaukasoid Mongoloid Negroid


1 Cranium Bulat Persegi Oval
2 Kening Menonjol (raised) Miring (inclined) Kecil dan melekuk
3 Muka Relatif sempit / Lebar, datar, tulang Maxilla / rahang
kecil pipi menonjol atas menonjol
4 Ekstremitas Normal Lebih kecil Ekstremitas
superior relatif
lebih panjang
dibanding ukuran
tubuh

Tabel 1.2. Perbedaan tulang-tulang pada berbagai ras

9

10

Gambar 2.4. Perbedaan tulang-tulang pada berbagai ras.

2.7 PENENTUAN PERKIRAAN UMUR

Perkiraan umur seseorang dapat ditentukan berdasarkan hal-hal berikut: 4,5

a. Penutupan sutura

Pemeriksaan terhadap penutupan sutura pada tulang-tulang atap


tengkorak berguna untuk memperkirakan umur sudah lama diteliti dan telah
berkembang berbagai metode. Namun, pada akhirnya hampir semua ahli
menyatakan bahwa cara ini tidak akurat dan hanya digunakan dalam lingkup
dekade (umur 20-30-40 tahun) atau mid-dekade (umur 25-35-45 tahun) saja.

11

Gambar 2.5. Perbedan sutura yang terbuka dan tertutup.

b. Pertumbuhan dan perkembangan badan


Proses pertumbuhan dimulai sejak terjadi konsepsi dan berlangsung
terus sampai umur dewasa, kemudian stabil dan pada umur tua relatif
berkurang. Sesudah dilahirkan, umur dapat diperkirakan sesuai golongan
pertumbuhan dan perkembangan badan, antara lain bayi, balita, anak-anak,
dewasa muda.

c. Tinggi dan berat badan


Pada janin, bayi baru lahir dan anak-anak sampai masa pubertas, umur
dapat ditentukan berdasarkan tinggi (panjang) dan berat badan. Beberapa
faktor harus dipertimbangkan antara lain keturunan, bangsa, gizi dan lain-lain.
Pada orang dewasa, penentuan umur berdasarkan tinggi dan berat badan tidak
dapat dipergunakan lagi. Berikut ini adalah tabel yang memperlihatkan

12

hubungan antara umur, tinggi (panjang), berat badan dan pusat penulangan
bayi.

Berat Pusat Tanda


No. Umur Tinggi (panjang)
badan penulangan lain
1 4 bulan 6-9 inci (15-20 cm) 60-120 g Segmen -
terbawah
dari sacrum
2 5 bulan 10 inci (25 cm) 500-750 g Os -
calcaneus
3 6 bulan 12 inci (30 cm) 1000 g Manubrium -
sterni
4 7 bulan 14 inci (35 cm) 1500 g Os talus Testis pada
anulus
inguinalis
interna
5 8 bulan 16 inci (40 cm) 2500 g Sternum -
bawah
6 9 bulan 19-20 inci (45-50 2500-3500 Distal Aterm
cm) g femur, (cukup
proksimal bulan)
tibia dan os
cuboid

Tabel 2.3. Hubungan umur, tinggi, berat badan dan pusat penulangan.

Panjang bayi baru lahir berkisar antara 47.5 sampai 52.5 cm (rata-rata
50 cm). Pada umur 6-12 bulan, panjang bayi adalah 60 cm, pada umur 1 tahun

13

adalah 67.5 cm dan pada umur 4 tahun panjang bayi ± 2 kali panjang waktu
lahir (lebih kurang 100 cm).
Umur bayi dalam kandungan bisa ditentukan dengan formula de Haas,
yaitu:
- Umur bayi 1-5 bulan sama dengan akar pangkat dua dari panjang badan
(dalam cm).
- Umur bayi 5-10 bulan sama dengan panjang badan (dalam cm) dibagi
dengan 5.

Sesudah bayi lahir, pada mulanya berat badannya akan turun,


kemudian berat badannya akan bertambah 120 gram setiap minggu atau 500
gram setiap bulannya. Pada umur 6 bulan, berat badannya dua kali berat
waktu lahir. Pada umur 1 tahun, berat badannya tiga kali berat waktu lahir.

d. Gigi-geligi
Ada 2 jenis gigi, yaitu gigi susu dan gigi permanen. Gigi susu (milk
teeth) disebut gigi sementara atau dens decidui, jumlahnya 20 buah, terdiri
atas 4 buah insisivus, 2 caninus dan 4 molar di setiap rahang. Bayi akan
mengalami pertumbuhan gigi susu pada umur 6 bulan dan selesai
pertumbuhannya pada umur 24 bulan. Jika ada gigi susu insisivus tumbuh,
maka umurnya diperkirakan sekitar 6-8 bulan.
Gigi permanen (permanent teeth) disebut gigi tetap, jumlahnya 32
buah, terdiri atas 4 buah insisivus, 2 caninus, 4 premolar dan 6 molar di setiap
rahang.
Penentuan umur berdasarkan jumlah dan jenis gigi hanya dapat
ditentukan secara umum sampai umur 17-25 tahun. Di atas umur ini yang
diperhatikan adalah keausan gigi (atrisi), warna dan lain-lain.
Gustafson menemukan formula penentuan umur di atas 18-20 tahun
berdasarkan adanya perubahan gigi karena penuaan dan pembusukan gigi
(ageing and decaying changes). Perubahan ini meliputi atrisi, peridontosis,

14

dentin sekunder, resorpsi akar, aposisi sementum dan transparensi akar gigi.
Formula Gustafson ini hanya dapat dipakai untuk penentuan umur pada orang
yang telah meninggal karena gigi harus dicabut dari soket gigi, kecuali pada
orang hidup pengamatan atrisi dan peridontosis dapat dilakukan tanpa
pencabutan gigi.

Gambar 2.6. Erupsi gigi susu dan permanen.

15

e. Pemeriksaan rahang bawah
Perubahan rahang bawah terjadi sejalan dengan pertambahan umur.
Bisa dibedakan rahang bayi, dewasa dan orang tua. Rahang bayi corpusnya
dangkal dan ramusnya sangat pendek serta membentuk sudut 140o terhadap
corpus dari rahang tersebut.
Pada rahang dewasa, corpus menjadi lebih tebal dan panjang serta
sudut antara ramus dan corpus menjadi 90o.
Pada orang tua, batas dari prosesus alveolaris mulai hilang dan corpus
akan mulai dangkal kembali serta sudut antara ramus dan corpus akan kembali
menjadi tumpul.

Gambar 2.7. Perkembangan rahang bawah.

f. Pusat penulangan (ossification centre) dari tulang-tulang


Pemeriksaan terdahap pusat penulangan sering digunakan untuk
perkiraan umur pada tahun-tahun pertama kehidupan. Biasanya berkaitan
dengan kasus abortus dan infanticide. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan
menggunakan foto radiologis atau dengan melakukan pemeriksaan langsung
terhadap pusat penulangan pada tulang.
g. Penutupan garis epifisis pada tulang panjang
Penentuan umur dengan menggunakan penutupan garis epifisis pada
tulang panjang ini terutama dipakai pada anak-anak yang sedang tumbuh.
Pemastian penutupan ini hanya dapat ditentukan secara radiologis. Garis
epifisis pada tulang humerus bagian distal menutup pada umur 13-15 tahun
pada perempuan dan 14-15 tahun pada laki-laki. Pada tulang radius bagian

16

proksimal menutup pada umur 13-14 tahun pada perempuan dan 14-15 tahun
pada laki-laki. Pada tulang ulna bagian distal menutup pada umur 17 tahun
pada perempuan dan 18 tahun pada laki-laki. Pada tulang clavicula bagian
medial menutup pada umur 20 tahun pada perempuan dan 22 tahun pada laki-
laki. Penulangan tulang rawan pada garis epifisis pada wanita terjadi lebih
dahulu dari laki-laki.

2.8 PERKIRAAN TINGGI BADAN

Untuk menentukan tinggi badan, tidak perlu melalui pengukuran badan secara
utuh. Pengukuran dari bagian tubuh masih dapat menentukan tinggi badan seseorang
secara kasar dengan: 4,5

a. Jarak kedua ujung jari tengah kiri dan kanan sama dengan tinggi badan.
b. Panjang lengan dikali 2, ditambah 34 cm (=2 kali panjang clavicula) ditambah
lagi 4 cm (lebar sternum).
c. Panjang dari puncak kepala (vertex) sampai symphisis pubis dikali 2.
d. Panjang dari lekuk di atas sternum sampai symphisis pubis dikali 3,3.
e. Panjang ujung jari tengah sampai ujung olecranon dikali 3,7.
f. Panjang femur dikali 4.
g. Panjang humerus dikali 6.

Angka-angka di atas harus ditambah 2-4 cm bila pengukuran dilakukan pada


tulang-tulang saja, yaitu sebagai tambahan jarak sambungan sendi.

Untuk menentukan tinggi badan dengan lebih baik, dapat dipedomani dengan
formula yang dibuat oleh berbagai ahli.

Formula M. Trotter and G.C. Glesser (1958) dipakai dalam penentuan tinggi
badan rasa Mongoloid dari beberapa tulang panjang, yaitu sebagai berikut.

17

1,22 (femur + fibula) + 70,24 (±3,18 cm)

1,22 (femur + tibia) + 70,37 (±3,24 cm)

2,40 (fibula) + 80,56 (±3,24 cm)

2,39 (tibia) + 81,45 (±3,27 cm)

2,15 (femur) + 72,57 (±3,80 cm)

1,68 (humerus + ulna) + 71,18 (±4,14 cm)

1,67 (humerus + radius) + 74,83 (±4,16 cm)

2,68 (humerus) + 83,19 (±4,25 cm)

3,54 (radius) + 82,00 (±4,60 cm)

3,48 (ulna) + 77,45 (±4,66 cm)

Menurut Antropologi Ragawi UGM untuk penentuan tinggi orang dewasa


Jawa diperoleh rumus (dalam millimeter) sebagai berikut.

Tinggi badan = 897 + 1,74 x femur kanan

Tinggi badan = 822 + 1,90 x femur kiri

Tinggi badan = 879 + 2,12 x tibia kanan

Tinggi badan = 847 + 2,22 x tibia kiri

Tinggi badan = 867 + 2,19 x fibula kanan

Tinggi badan = 883 + 2,14 x fibula kiri

Tinggi badan = 847 + 2,60 x humerus kanan

Tinggi badan = 805 + 2,74 x humerus kiri

18

Tinggi badan = 842 + 3,45 x radius kanan

Tinggi badan = 862 + 3,40 x radius kiri

Tinggi badan = 819 + 3,15 x ulna kanan

Tinggi badan = 847 + 3,06 x ulna kiri

Tulang yang diukur dalam keadaan kering biasanya lebih pendek 2 mm dari
tulang yang segar, sehingga dalam menghitung tinggi badan perlu diperhatikan.

19

BAB III
KESIMPULAN

Antropologi forensik adalah aplikasi ilmu pengetahuan dari antropologi fisik


untuk proses hukum. Identifikasi dari kerangka atau sediaan lain dari sisa-sisa jasad
(dugaan manusia) yang tidak teridentifikasi penting untuk alasan hukum maupun
alasan kemanusiaan. Forensik antropologi mengaplikasikan teknik sains sederhana
yang berdasarkan antropologi fisik untuk mengidentifikasi sisa-sisa jasad manusia
dan mengungkap tindak kejahatan.

Antropologi forensik bermanfaat untuk membantu penyidik dan penegak


hukum untuk mengidentifikasi temuan rangka tak dikenal. Upaya identifikasi pada
kerangka (antropologi forensik) bertujuan untuk membuktikan bahwa kerangka
tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi badan,
ciri-ciri khusus, deformitas dan bila memungkinkan dapat dilakukan rekonstruksi
wajah. Pemeriksaan dapat juga memperkirakan waktu kematian, penyebab kematian
dan riwayat penyakit dahulu atau luka yang saat hidup menimbulkan jejas pada
struktur tulang.

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Indriati E. Antropologi Forensik. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press;


2004. hal 59-80.

2. Budiyanto A, Widiatmaka W, Atmaja DS. Identifikasi Forensik dalam: Ilmu


Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik FK-UI. Jakarta; 1999.

3. Ozaslan A, Karadayi B, Kolusayin MO, Kaya A, Afsin H. 2014. Predictive role of


hand and foot dimensions in stature estimation. Rom J Leg Med. 20(41); hal. 41-46.

4. Glinka J. Antropometri dan Antroposkopi. Edisi 3. FISIP Universitas Airlangga.


Surabaya; 1990. hal. 1-77.

5. Glinka J, Artaria MD, Koesbardiati T. Metode Pengukuran Manusia. Airlangga


University Press. Surabaya; 2008. hal 1-66

21

Anda mungkin juga menyukai