Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

PENGARUH SCREEN TIME TERHADAP


KESEHATAN MATA

Disusun oleh:
Nazamta Yusfiatuzzahra (03015135)
Merlyn Priscilla (406191032)
Olivia Paulus (406192028)
Irene Setiawan (406192030)

Pembimbing:
dr. Irastri Anggraini, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
TARUMANAGARA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RSUD KRMT WONGSONEGORO SEMARANG
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah satu syarat
menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di bagian Ilmu Rumah Sakit Umum
Daerah KRMT Wongsonegoro Semarang periode 23 November 2020 – 12 Desember
2020.

Nama : Nazamta Yusfiatuzzahra


NIM : 03015135
Universitas : Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Bagian : Ilmu Mata RSUD K.R.M.T Wongsonegoro
Periode : 23 November 2020 – 12 Desember 2020
Judul : Pengaruh Screen Time Terhadap Kesehatan Mata
Pembimbing : dr. Irastri Anggraini, Sp.M

Telah diperiksa dan disahkan tanggal: Desember 2020

Semarang, Desember 2020

dr. Irastri Anggraini, Sp.M

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah satu syarat
menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di bagian Ilmu Rumah Sakit Umum
Daerah KRMT Wongsonegoro Semarang periode 30 November 2020 – 26 Desember
2020.

Nama : Irene Setiawan (NIM 406192030)


Olivia Paulus (NIM 406192028)
Merlyn Priscilla (NIM 406191032)
Universitas : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Bagian : Ilmu Mata RSUD K.R.M.T Wongsonegoro
Periode : 30 November 2020 – 26 Desember 2020
Judul : Pengaruh Screen Time Terhadap Kesehatan Mata
Pembimbing : dr. Irastri Anggraini, Sp.M

Telah diperiksa dan disahkan tanggal: Desember 2020

Semarang, Desember 2020

dr. Irastri Anggraini, Sp.M

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan anugerah-Nya referat berjudul Pengaruh Screen
Tim e Pada Kesehatan Mata ini dapat diselesaikan. Adapun maksud
penyusunan referat ini adalah dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan
klinik bagian Ilmu Mata di Rumah Sakit Umum Daerah KRMT
Wongsonegoro Semarang.
Pada kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada dr. Irastri Anggraini, Sp.M selaku pembimbing Kepaniteraan Bagian
Ilmu Mata Rumah Sakit Umum Daerah KRMT Wongsonegoro Semarang.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu saran dan kritik sangat
diharapkan untuk menyempurnakan referat ini. Akhir kata semoga referat ini
berguna baik bagi kami sendiri, rekan-rekan di tingkat klinik, pembaca,
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti, serta semua pihak yang membutuhkan.

Semarang, Desember 2020

Penyusun

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN …….………………………………………………ii


KATA PENGANTAR…….……………………………………………….……iv
DAFTAR ISI ……………………………………………….……v
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………7

2.1 Anatomi Mata ……………………………………………2


2.2 Fisiologi Penglihatan …………………...……………… 10
2.3 Screen Time ……………………...….…13
2.4 Pengaruh Screen Time Terhadap Kesehatan Mata …….…………...14

BAB III KESIMPULAN ……………………………………………………19


DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………20

v
ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi saat ini sangat pesat disegala bidang terutama


bidang informasi dan komunikasi. Hasil perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi yang semakin canggih adalah diantaranya computer, smartphone,
tablet, atau yang biasa disebut gadget.. Di Indonesia sendiri terdapat 47 juta
pengguna smartphone dan membuat Indonesia termasuk dalam 5 terbesar
pengguna smartphone di dunia dan diperkirakan akan meningkat hingga angka
103.700.000 pengguna smartphone pada tahun 2017.1

Layar gadget menggunakan tulisan yang kecil daripada sebuah buku atau
cetakan hardcopy lainnya sehingga jarak membaca akan lebih dekat yang
meningkatkan kebutuhan penglihatan pada penggunanya mengakibatkan muncul
gejala yang termasuk ke dalam computer vision syndrome. Lebih dari 90%
pengguna komputer mengalami gejala penglihatan seperti mata lelah, penglihatan
buram, penglihatan ganda, pusing, mata kering, serta ketidaknyamanan pada
okuler saat melihat dari dekat ataupun dari jauh setelah penggunaan gadget jangka
lama.2

American Optometric Association (AOA), mendefinisikan Computer


Vision Syndrome (CVS) sebagai masalah mata majemuk yang berkaitan dengan
pekerjaan jarak dekat dengan layar monitor yang dialami seseorang selagi atau
berhubungan dengan penggunaan komputer termasuk smartphone.3

Umumnya para pengguna smartphone menggunakan smartphone dengan


jarak yang lebih dekat dari pada membaca buku atau koran sehingga otot siliaris
yang berperan dalam pembentukan lensa mata lama kelamaan akan mengalami
spasme kronik yang berujung pada pemanjangan aksis bola mata.4

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata

Bola Mata
Bola mata adalah struktur kistik yang selalu mengembung dengan tekanan
di dalamnya. Bola mata orang dewasa normalnya berbentuk seperti bola, dengan
diameter anteroposterior rata-rata 24,2 mm.5
Bola mata terdiri dari tiga lapis: luar (lapisan fibrous), tengah (lapisan
vaskular) dan bagian dalam (lapisan saraf).5

Gambar 1. Bola mata6

2
Palpebra

Gambar 2. Anatomi Palpebra.6

Palpebra adalah dua lipatan kulit yang menutupi permukaan anterior mata.
Dari luar ke dalam permukaan palpebra terdiri dari kulit, jaringan ikat subkutan,
muskulus orbikularis okuli, jaringan ikat submuskular, lempeng tarsal dan
kelenjarnya, dan konjungtiva palpebra. Kulitnya tipis dan berlanjut hingga batas
palpebra dengan konjungtiva. Bagian palpebra dari muskulus orbikularis okuli
dibagi secara anatomis dibagi menjadi bagian siliaris, pretarsal, dan preseptal. Di
dalamnya terdapat jaringan ikat submuskular dan lapisan fibrosa longgar.7
Dua lempeng tarsal merupakan lempengan memanjang yang tipis,
berbentuk seperti bulan sabit, kaku, tersusun dari jaringan fibrosa padat dengan
panjang sekitar dua setengah sentimeter, terdapat satu di setiap kelopak mata
untuk menopang dan member bentuk dari kelopak mata. Setiap lempeng
berbentuk konveks dan mengikuti permukaan anterior dari bola mata. Bagian
siliaris rata dan dekat dengan folikel bulu mata.

3
Sisi orbital lebih cembung dan menempel dari septum orbita. Tarsus
superior berukuran lebih besar, berbentuk semi oval berukuran sekitar sepuluh
millimeter. Tarsus inferior yang lebih kecil, berukuran empat millimeter.
Muskulus levator palpebra superior menempel pada permukaan anterior dari
tarsus superior. 7
Kelenjar pada palpebra terdiri dari kelenjar tarsal (meibomian) merupakan
kelenjar sebasea termodifikasi yang menempel pada tarsus. Kelenjar sebasea kecil
(zeis), dan kelenjar keringat (moll) berhubungan dengan bulu mata. 7
Suplai arteri dari palpebra didapat dari cabang medial dan lateral dari
arteri optalmika, juga display oleh cabang infraorbital superficial dari arteri
temporalis. Drainase vena dari palpebra menuju ke vena optalmika. Bagian kulit
palpebra dipersarafi oleh cabang optalmik dan maksilaris dari nervus trigeminus.
Permukaan palpebra superior terutama dipersarafi oleh cabang supraorbital dari
nervus frontalis. Palpebra inferior dipersarafi oleh cabang infraorbita dari nervus
maksilaris. 7

Konjungtiva
Konjungtiva adalah selaput lendir transparan yang menutupi permukaan
posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera
(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva berbentuk tipis dan berkesinambungan
dengan kulit pada tepi palpebra (mucocutaneous junction) dan dengan epitel
kornea di limbus. 8
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian yaitu:
a. Konjungtiva Palpebralis
Melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di
tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks
superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva
bulbaris. 8

b. Konjungtiva Bulbaris
Melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat berkali – kali.
Adanya lipatan – lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar
permukaan konjungktiva sekretorik. (Duktus – duktus kelenjar lakrimal bermuara
ke forniks temporal superior). Konjungtiva bulbaris melekat longgar pada kapsul

4
tenon dan sklera dibawahnya, kecuali di limbus (tempat kapsul Tenon dan
konjungtiva menyatu sepanjang 3mm). 8

c. Konjungtiva Forniks
Merupakan tempat peralihan konjungtiva palpebra dengan konjungtiva
bulbi. Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar
dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak. 8

Gambar 3. Anatomi Konjungtiva (Google, 2015).

Vaskularisasi konjungtiva berasal dari arteria ciliaris anterior dan arteria


palpebralis. Kedua arteri ini beranastomose dengan bebas. Vena konjungtiva yang
umumnya mengikuti pola arterinya – membentuk jaring – jaring vaskular
konjungtiva yang sangat banyak. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di dalam
lapisan superfisial dan profundus dan bergabung dengan pembuluh limfe palpebra
membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari
percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini memiliki serabut nyeri yang
relatif sedikit. 8

Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding
dengan Kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke dalam sklera

5
pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis.
Kornea dewasa rata – rata mempunyai tebal 550 µm di pusatnya (terdapat variasi
menurut ras); diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm.
8

Sumber – sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh – pembuluh darah


limbus, humor aqueous, dan air mata. Kornea superficial juga mendapatkan
sebagian besar oksigen dari atmosfer. Saraf – saraf sensorik kornea didapat dari
cabang pertama (ophthalmicus) nervus kranialis V (trigeminus). 8
Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam,
avaskularitas, dan deturgensinya. 8

Bilik Mata Depan


Bilik mata depan adalah ruang di antara kornea dan iris. Bilik mata depan
memiliki sudut yang terletak pada pertautan antara kornea perifer dan pangkal iris.
Ciri – ciri anatomis utama sudut ini adalah garis Schwalbe, anyaman trabekula
(yang terletak di atas kanal Schlemm) dan taji sklera (scelar spur). 8
Garis Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea . Anyaman
trabekula berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan dasar yang
mengarah ke korpus siliaris. Anyaman ini tersusun atas lembar – lembar
berlubang jaringan kolagen dan elastik, yang membentuk suatu filter dengan pori
yang semakin mengecil ketika mendekati kanal Schlemm. Bagian dalam anyaman
ini, yang menghadap ke bilik mata depan, dikenal sebagai anyaman uvea; bagian
luar, yang berada di dekat kanal Schlemm, disebut anyaman korneoskleral. Serat –
serat longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam anyaman trabekula tersebut. Taji
sklera merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di antara korpus siliaris dan
kanal schlemm, tempat iris dan corpus ciliare menempel. Saluran – saluran eferen
dari kanal schlemm berhubungan dengan sistem vena episklera. 8

Humor Aquos
Humor aquos diproduksi oleh korpus siliaris. Setelah memasuki bilik mata
belakang, humor aquos melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan, kemudian
ke perifer menuju sudut bulik mata depan. 8

6
Traktus Uvea
Uveal tract terdiri dari korpus siliaris, iris, dan koroid. Lapisan ini adalah
lapisan vaskular di tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sclera. Lapisan ini
memberikan kontribusi pasokan darah ke retina. 8

Korpus Siliaris
Korpus siliaris pada potongan melintang berbentuk segitiga dengan
panjang sekitar 6 mm. yang membentang dari pangkal iris sampai ora serrata.
Korpus siliaris dibagi menjadi dua bagian yaitu pars plikata yang terletak
dibagian anterior yang panjangnya 2 mm dan pars plana dibagian posterior
dangan panjang 4 mm. Pembuluh darah korpus ciliaris berasal dari sirkulus
arteriosus mayor iris. Persarafan sensoris berasal dari saraf-saraf siliaris. 8

Iris
Iris adalah perpanjangan korpus siliaris ke anterior. Iris berupa permukaan
pipih dengan aperture bulat yang terletak di tengah pupil. Iris terletak
bersambungan dengan permukaan anterior lensa, memisahkan bilik mata depan
dari bilik mata belakang, yang masing – masing berisi humor aquos. Di dalam
stroma iris terdapat spingter dan otot – otot dilator. Kedua lapisan berpigmen
pekat pada permukaan posterior iris merupakan perluasan neuroretina dan lapisan
epitel pigmen retina kearah anterior. 8
Perdarahan iris didapat dari circulus major iris. Kapiler – kapiler iris
mempunyai lapisan endotel yang tak berlubang (nonfenestrated) sehingga
normalnya intravena. Persarafan sensoris iris melalui serabut – serabut dalam
nervi ciliares. 8
Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran
pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat
aktivitas parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi
yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatis. 8

Koroid
Koroid adalah bagian posterior uveal tract, terletak di antara retina dan
sclera. Koroid terdiri dari tiga lapisan pembuluh darah koroid: besar, menengah,
dan kecil. Semakin dalam pembuluh darah dalam koroid, semakin luas lumennya.

7
Bagian internal pembuluh darah koroid dikenal sebagai choriocapillaris. Darah
dari pembuluh darah koroid mengalir melalui empat pusaran vena terdapat satu di
masing-masing empat kuadran posterior. Koroid dibatasi di internal oleh
membran Bruch dan di eksternal oleh sklera. Ruang suprakoroidal terletak di
antara koroid dan sklera. Koroid terikat kuat di posterior dengan tepi saraf optik
dan di anterior, koroid bergabung dengan korpus siliaris.8
Keseluruhan pembuluh darah koroidal berfungsi untuk memelihara bagian
terluar dari retina.8

Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak bewarna, dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa
tergantung pada zonula di belakang iris; zonula menghubungkannya dengan
korpus siliaris. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquos; di sebelah
posteriornya, vitreous. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel
(sedikit lebih permeabel daripada dinding kapiler) yang akan memperbolehkan air
dan elektrolit masuk.8
Enam puluh lima persen lensa terdiri atas air, sekitar 35 % nya protein
(kandungan proteinnya tertinggi di antara jaringan – jaringan tubuh). Selain itu,
terdapat sedikit sekali mineral seperti yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya.
Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain.
Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.
Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, atau saraf di lensa. 8

Korpus Vitreous
Korpus vitreous merupakan strukrur menyerupai agar-agar yang jernih,
avaskuler, yang merupakan dua-pertiga dari volume dan berat mata. Korpus
vitreous mengisi ruang yang dibatasi oleh lensa, retina, dan optik disk. Permukaan
luar vitreous tersebut (membrana hyaloid) normalnya berhubungan dengan
struktur sebagai berikut: kapsul lensa posterior, serat zonula, epitel pars plana,
retina, dan kepala saraf optik. Dasar vitreous mempertahankan keterikatan kuat
sepanjang hidup dengan epitel pars plana dan retina langsung di belakang serrata

8
ora. Keterikatan pada kapsul lensa dan kepala saraf optik kuat dalam awal
kehidupan tetapi segera menghilang. 8

Retina
Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisasi,
dengan kemampuan untuk memulai pengolahan informasi penglihatan sebelum
informasi tersebut ditransmisikan melalui nervus optikus ke korteks visual.8
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan
semitransparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola
mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh corpus siliare dan berakhir
pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata. Pada orang dewasa, ora serrata
berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm
pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel
berpigmen retina sehingga juga berhubungan dengan membran Bruch, koroid dan
sklera. Di sebagian besar tempat, retina dan epitel pigmen retina mudah terpisah
hingga terbentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasi retina.
Namun pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitel pigmen retina saling
melekat kuat sehingga perluasan cairan subretina pada ablasi retina dapat dibatasi.
Retina meluas dari optik disk ke ora serrata. Secara anatomi, retina dibagi
menjadi dua bagian yang berbeda: bagian posterior dan bagian perifer yang
dipisahkan oleh ekuator retina. Ekuator retina adalah garis imajiner yang sejalan
dengan keluarnya empat vena.5
Bagian Posterior mengacu pada daerah posterior retina ke ekuator retina. Kutub
posterior retina mencakup dua bidang yang berbeda: optik disk dan makula lutea.
Bagian posterior retina ini baik diperiksa dengan menggunakan slitlamp indirect
biomicroscopy 78 D dan lensa +90 D dan direct ophthalmoscopy.5
Optik disk, didefinisikan dengan area melingkar berwarna merah muda
dengan diameter 1,5 mm. Pada optik disk semua lapisan retina mengakhiri kecuali
serabut saraf, yang melewati cribrosa lamina untuk lari ke saraf optik. Sebuah
depresi terlihat pada disk disebut cup fisiologis. Arteri retina pusat dan vena
muncul melalui pusat cawan ini.5

9
Makula lutea disebut bintik kuning. Bagian ini relatif lebih merah
daripada fundus sekitarnya dan terletak di kutub posterior sementara ke disk optik.
Ini adalah sekitar 5,5 mm .5
Fovea centralis adalah bagian tengah makula, berdiameter sekitar 1,5 mm
dan merupakan bagian paling sensitif dari retina. Di pusatnya terdapat lubang
bersinar disebut foveola (0,35 - mm diameter) yang terletak sekitar 2 diameter
disc (3 mm) dari margin temporal disk dan sekitar 1 mm di bawah meridian
horisontal. Areal seluas 0,8 mm (termasuk foveola dan beberapa daerah
sekitarnya) tidak mengandung kapiler retina dan disebut zona avaskular foveal
(FAZ). Sekitar fovea adalah parafoveal dan daerah perifoveal.5

2.2 Fisiologi Penglihatan

Fungsi utama mata adalah untuk memfokuskan cahaya kepada retina,


khususnya pada sel kerucut dan sel batang. Kedua sel ini disebut juga
sebagai sel fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi energi
listrik untuk ditransmisikan ke sistem saraf pusat dalam proses yang
dinamakan fototransduksi.9
Komponen Pelaksana Fototransduksi
Komponen yang berperan dalam fototransduksi terletak pada retina.
Retina merupakan kelanjutan dari struktur sistem saraf pusat, oleh karena itu
struktur memiliki kemampuan untuk menghasilkan sinyal listrik.
Bagian neural retina terdiri atas beberapa lapisan sel:
•Bagian luar(menghadap ke koroid), berisi sel batang dan sel kerucut
•Bagian tengah, berisi sel bipolar sebagai interneuron
•Bagian dalam, berisi sel ganglionyang aksonnya bergabung menjadi
nervus opticus
Cahaya akan diteruskan melalui lapisan sel ganglion dan sel bipolar
agar dapat mencapai fotoreseptor. Akan tetapi, hal ini tidak terjadi di fovea,
sebuah cekungan pada retina yang tidak memiliki sel bipolar maupun sel
ganglion. Pada daerah ini hanya terdapat sel kerucut, dan pada lokasi ini pula lah
terdapat konsentrasi sel kerucut yang paling tinggi. Pada daerah yang
mengelilinginya, macula lutea, juga terdapat konsentrasi sel kerucut yang tinggi.

10
Karenakonsentrasi sel kerucut yang tinggi ini, fovea dan macula lutea berguna
dalam ketajaman penglihatan. Hilangnya fotoreseptor di daerah macula lutea
pada kasus degenerasi macula rmengakibatkan pandangan yang menghilang di
tengah-tengah, disebut juga “doughnut vision”.9 Nervus opticus keluar dari
retina melalui daerah yang dinamakan discus opticus atau bintik buta. Istilah ini
diberikan karena titik ini tidak memiliki sel batang maupun sel kerucut sehingga
tidak dapat menerima bayangan objek.

Cahaya diterima oleh sel-sel fotoreseptor yang terdiri atas sel batang dan
sel kerucut. Setiap retina memiliki setidaknya 125 juta fotoreseptor. Di
dalam fotoreseptor, terdapat fotopigmen yang berfungsi sebagai
penerima cahaya. Fotopigmen ini terdiri dari bagian opsin dan
retinal. Retinal memiliki struktur yang sama untuk semua fotoreseptor,
sedangkan opsin terdiri dari 4 jenis (1 untuk sel batang dan 3 untuk sel
kerucut). Retinal merupakan derivat vitamin A yang berfungsi
sebagai pengabsorpsi cahaya, sedangkan variasi struktur opsin
memungkinkan absorpsi cahaya dalam gelombang yang berbeda-beda.
Sel fotoreseptor terdiri dari 3 bagian. Bagian terluar yang menghadap
koroid merupakan bagian yang berbentuk konus atau batang. Bagian
dalam terdiri atas mesin-mesin pemetabolisme sel. Bagian ketiga, terminal
sinaptik, mentransmisikan sinyalke sel berikutnya dalam jaras visual.1
Bentuk sel batang yang memungkinkan volume lebih besar daripada
sel kerucut memungkinkan sel ini memiliki lebih banyak fotopigmen

11
daripada sel kerucut. Akibatnya, sel batang lebih sensitif terhadap cahaya
dibanding sel kerucut yang sensitif apabila tersinar cahaya yang terang.9

Mekanisme Fototransduksi
Fototransduksi merupakan proses perubahan stimulus cahaya
menjadi sinyal listrik yang akan diteruskan kepada sistem saraf pusat.
Fototransduksi terjadi melalui aktivasi fotopigmen yang terdapat pada
fotoreseptor oleh cahaya. Rangsangan ini akan mengakibatkan
perubahan kimiawi yang menyebabkan terjadinya potensial aksi pada
sel ganglion. Keunikan dari potensial aksi pada mata adalah bahwa
potensial aksi ini muncul akibatadanya hiperpolarisasi, bukan
depolarisasi.9 Proses fototransduksi adalah sebagai berikut. Mula-mula,
pada keadaan gelap,retinal yang berada dalam konformasi 11-cis-
retinal berikatan dengan opsin. Pada saat ini pula, kanal natrium yang
berupa chemically-gated Na channel berikatan dengan siklik GMP
(cGMP) di dalam sel sehingga kanal tersebut terbuka. Tidak adanya
cahaya mengakibatkan jumlah cGMP meningkat. Akibat pembukaan
kanal, banyak ion natrium masuk, menyebabkan depolarisasi.
Depolarisasi ini diteruskan sehingga mengakibatkan pembukaan kanal
kalsium di sinaps terminal. Efek ahirnya adalah pelepasan glutamat yang
merupakan neurotransmitter penginhibisi.9,10 Apabila terdapat cahaya,
konformasi retinal akan berubah menjadi 11-trans-retinal.
Akibatnya, retinal tidak lagi menempel dengan opsin sehingga
mengubah konformasi opsin. Reaksi ini mengakibatkan aktivasi
enzim, degradasi cGMP, dan akhirnya penutupan kanal natrium.
Penutupan kanal natrium menyebabkan hiperpolarisasi dan penurunan
pelepasan glutamat.9 Pelepasan retinal dari opsin menyebabkan opsin
menjadi tidak berwarna, sehingga proses ini disebut juga bleaching
(pemutihan). Akan tetapi, trans-retinal kemudian akan dikonversi
kembali menjadi cis-retinal oleh enzim retinal isomerase. Retinal
selanjutnya mengalami regenerasi dengan berikatan dengan opsin. Proses
regenerasi dipengaruhi oleh stok vitamin A yang terdapat pada lapisan

12
pigmen yang dekat dengan fotoreseptor. Apabila terjadi pelepasan retina
(retinal detachment), proses regenerasi akan terganggu.10 Kecepatan
regenerasi sel batang dan sel kerucut berbeda. Setelah bleaching,
regenerasi setengah jumlah rodopsin yang terdapat pada sel batang
memakan waktu 5 menit sedangkan untuk fotopigmen sel kerucut 90
detik. Diperlukan waktu 30 sampai 40 menit agar rhodopsin bisa
beregenerasi sepenuhnya dari bleaching.10

2.3 Screen Time

Screen time merupakan durasi yang digunakan untuk penggunaan alat


elektronik termasuk penggunaan komputer atau laptop, pemakaian gadget,
bermain game ataupun menonton video.11 Screen time juga disebut waktu untuk
orang yang menggunakan media elektronik untuk berhubungan dengan orang lain
dengan jarak jauh, menggunakan internet/media sosial, mengerjakan tugas dan
hiburan.

WHO merekomendasikan anak-anak di bawah usia 5 tahun menghabiskan


satu jam atau kurang pada perangkat digital dan mereka yang berusia di bawah 1
tahun tidak menghabiskan waktu sama sekali setiap hari.12

The World Health Organization (WHO) merilis rekomendasinya,


"Pedoman WHO tentang Aktivitas Fisik, Perilaku Menetap dan Tidur untuk

13
Anak di bawah 5 Tahun,". Di antara rekomendasinya antara lain: anak-anak harus
menghabiskan lebih banyak waktu untuk terlibat dalam aktivitas fisik dan cukup
tidur. Studi WHO mengacu pada waktu menetap pada layar, yang mencakup
menonton televisi atau video, atau bermain game komputer.

Berikut adalah rekomendasi waktu layar dari WHO berdasarkan usia:12

 Bayi (kurang dari 1 tahun): Waktu layar tidak disarankan.


 Usia 1-2 tahun: Tidak ada waktu layar untuk anak usia 1 tahun. Tidak
lebih dari satu jam untuk anak usia 2 tahun
 3 sampai 4 tahun: Tidak lebih dari satu jam.

2.4 Pengaruh Screen Time Terhadap Kesehatan Mata

Layar gadget menggunakan tulisan yang kecil daripada sebuah buku atau
cetakan hardcopy lainnya sehingga jarak membaca akan lebih dekat yang
meningkatkan kebutuhan penglihatan pada penggunanya mengakibatkan muncul
gejala yang termasuk ke dalam computer vision syndrome (CVS). Lebih dari 90%
pengguna komputer mengalami gejala penglihatan seperti mata lelah, penglihatan
buram, penglihatan ganda, pusing, mata kering, serta ketidaknyamanan pada
okuler saat melihat dari dekat ataupun dari jauh setelah penggunaan gadget jangka
lama.2

Berikut dibawah ini merupakan beberapa gejala CVS yang dapat ditemukan pada
penglihatan:13,14

1. Mata tegang
Mata tegang adalah salah satu istilah kabur yang memiliki arti yang
berbeda-beda bagi banyak orang. Istilah yang dipakai oleh spesialis mata untuk
mata tegang adalah asthenopia. Asthenopia dapat disebabkan oleh masalah seperti
otot mata kejang ketika memfokus, ada perbedaan penglihatan di kedua mata,
astigmat, hipermetrop (rabun jauh), miop (rabun dekat), cahaya berlebihan,
kesulitan koordinasi mata dan lain-lain. Di dalam lingkungan pemakaian
komputer, mata tegang dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan dan penglihatan
yang berbeda-beda.

14
2. Penglihatan kabur
Tajam penglihatan adalah kemampuan untuk membedakan antara dua titik
yang berbeda pada jarak tertentu. Bila pandangan diarahkan ke suatu titik yang
jaraknya kurang dari 6 meter, mekanisme pemfokusan mata untuk menambah
kekuatan fokus mata dan mendapatkan bayangan yang jelas di retina harus
diaktifkan. Kemampuan mata untuk merubah daya fokusnya disebut akomodasi,
yang berubah tergantung usia. Suatu bayangan yang tidak tepat terfokus di retina
akan kelihatan kabur. Keluhan mata kabur disebabkan adanya kelainan refraksi
seperti hipermetrop, miop, dan astigmat. Mata kabur juga dapat disebabkan oleh
kacamata koreksi yang tidak tepat kekuatan dan setelannya. Mata kabur juga
terjadi bila ada kelainan pemfokusan terutama yang terkait dengan usia yang
disebut sebagai presbiop. Faktor lingkungan, mata kabur dapat disebabkan oleh
layar monitor yang kotor, sudut penglihatan yang kurang baik, ada refleksi cahaya
yang menyilaukan atau monitor yang dipakai ternyata berkualitas buruk atau
rusak. Semua faktor tersebut harus dipertimbangkan bila keluhan mata kabur
terjadi..

3. Mata Kering dan Mengalami Iritasi


Permukaan depan mata diliputi oleh suatu jaringan yang mengandung
kelenjar yang menghasilkan air, mukus dan minyak. Ketiga lapisan itu disebut air
mata yang membatasi permukaan mata dan mempertahankan kelembaban yang
diperlukan agar mata dapat berfungsi dengan normal. Air mata juga membantu
mempertahankan keseimbangan oksigen yang tepat pada struktur mata bagian
depan dan untuk mempertahankan sifat optik sistem penglihatan. Lapisan air mata
dalam keadaan normal dihapus dan disegarkan kembali oleh kelopak mata dengan
cara berkedip. Refleks berkedip adalah salah satu refleks yang paling cepat pada
tubuh manusia dan sudah ada sejak lahir. Kecepatan berkedip per menit berbeda-
beda pada berbagai aktivitas. Berkedip lebih cepat bila sedang aktif, dan lebih
lambat bila mengantuk atau sedang berkonsentrasi. Penelitian telah menunjukkan
bahwa kecepatan berkedip para pengguna komputer turun secara bermakna pada

15
saat bekerja di depan komputer dibandingkan dengan sebelum atau sesudah
bekerja. Penjelasan mengapa kecepatan berkedip tersebut berkurang antara lain
karena konsentrasi pada tugas atau kisaran gerak mata yang relatif terbatas.
Besarnya bukaan mata terkait dengan arah pandangan. Makin tinggi pandangan
diarahkan, mata akan terbuka lebih lebar. Banyaknya penguapan ada kaitannya
dengan besarnya bukaan mata. Bila memandang monitor yang lebih tinggi,
bukaan mata lebih lebar dan penguapan air mata lebih banyak. Sudut pandangan
yang lebih tinggi mungkin pula mengakibatkan banyak kedipan yang tidak
lengkap.

4. Kepekaan terhadap Cahaya


Mata dirancang untuk terangsang oleh cahaya dan mengontrol jumlah
cahaya yang masuk ke dalam mata. Sekarang ada beberapa kondisi yang berbeda
dengan lingkungan pencahayaan alami, yang dapat menimbulkan reaksi yang
buruk terhadap cahaya. Faktor lingkungan kerja yang paling mengganggu adalah
kesilauan. Ketidaknyamanan mata karena kesilauan terutama disebabkan
perbedaan terang cahaya pada lapangan pandang. Sebaiknya sumber cahaya yang
sangat terang dihilangkan dari lapangan pandang dan diusahakan mendapat
pencahayaan yang relatif merata. Seseorang akan menghadapi risiko yang lebih
besar mengalami silau yang mengganggu bila sumber cahaya lebih terang dan
lebih dekat ke titik perhatian. Salah satu sebab mengapa silau yang mengganggu
merupakan masalah bagi para pemakai komputer adalah bila cahaya dari lampu
neon yang ada diatas plafon berada pada sudut yang lebar sehingga cahaya
langsung masuk ke dalam mata pekerja. Hal tersebut terutama merupakan
masalah pada para pekerja komputer yang melihat monitor pada arah horisontal
(karena monitor berada setinggi mata). Jendela terbuka dengan cahaya matahari
yang sangat terang juga memberi risiko silau yang tidak nyaman bila mereka
menggunakan monitor dengan latar belakang yang gelap sehingga ada perbedaan
terang cahaya antara tugas yang sedang dikerjakan dengan berbagai objek lain di
dalam kamar. Sebab lain dari perbedaan besar pada terang cahaya antara lain
adanya kertas putih di meja, permukaan meja yang berwarna terang, lampu meja
yang diarahkan langsung ke mata atau terlalu menerangi meja tinggi.

16
5. Penglihatan Ganda
Ketika melihat sebuah objek yang jaraknya dekat, otot mata
mengkonvergensikan kedua mata ke arah hidung. Konvergensi memungkinkan
kedua mata untuk mempertahankan peletakan kedua bayangan pada tempat yang
setara di kedua retina. Bila kemampuan untuk tetap mengunci posisi kedua mata
hilang, mata akan tak searah dan tertuju ke titik yang berbeda. Ketika kedua mata
mentransmisikan bayangan tersebut maka akan terjadi penglihatan ganda.
Penglihatan ganda adalah kondisi yang sangat tidak nyaman dan tak dapat
diterima oleh sistem penglihatan. Otak akan lelah akibat cenderung menekan atau
menghilangkan bayangan pada salah satu mata. Penglihatan ganda adalah
keluhan yang serius dan dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Bila ada keluhan
tersebut maka menjadi indikasi untuk melakukan pemeriksaan mata secara
lengkap.
Sindrom penglihatan pada pemakaian komputer adalah salah satu efek
samping dari pekerjaan melihat monitor yang lama dan terus menerus tanpa
memperhatikan higiene praktis penglihatan. Pemahaman mengenai sistem
penglihatan, dapat menghilangkan atau mengurangi sebagian besar keluhan pada
sindrom tersebut, misalnya menjaga mata ketika menggunakan komputer dengan
sekedar mengganti posisi dan/atau lokasi dari monitor komputer. Walaupun tidak
merasa mengalami sindrom penglihatan pada pemakaian komputer (CVS),
sebaiknya lihat berbagai petunjuk untuk mengatur sebuah lingkungan yang ramah
terhadap mata.
Menurut survai terkini, orang yang memakai kacamata lebih rentan
terhadap sindrom penglihatan pada pemakaian komputer. Jika memakai kacamata
bifokal, tersedia lensa jepit tambahan yang membantu mata melihat pada jarak
menengah dan cukup murah harganya. Mata tidak terlalu cocok untuk menatap
layar monitor.
Mata tidak dapat lama berfokus pada pixel atau titik kecil yang
membentuk bayangan pada layar monitor. Seorang pengguna komputer harus
terus-menerus memfokuskan matanya untuk menjaga agar gambar tetap tajam.

17
Proses tersebut mengakibatkan timbulnya stress yang berulang-ulang pada otot
mata. Apalagi setelah lama menggunakan komputer, frekuensi berkedip berkurang
dan mata menjadi kering dan perih. Akibatnya, adalah kemampuan untuk
memfokuskan diri berkurang dan penglihatan bisa menjadi buram serta timbul
sakit kepala. Karena arah tatapan ke arah atas, pengguna komputer sering terpaksa
beristirahat dengan menurunkan kepala mereka yang menyebabkan postur tubuh
menjadi buruk dan leher menjadi sakit.

Selain terjadinya computer vision syndrome, tingginya durasi screen time


pada pemakaian gadget dapat meningkatkan resiko terjadinya myopia. Umumnya
para pengguna menggunakan smartphone dengan jarak yang lebih dekat dari pada
membaca buku atau koran sehingga otot siliaris yang berperan dalam
pembentukan lensa mata lama kelamaan akan mengalami spasme kronik yang
4
berujung pada pemanjangan aksis bola mata. Intensitas penggunaan smartphone
lebih dari 4 jam dalam sehari juga dapat beresiko terhadap kejadian rabun jauh
(myopia).4

Tiga faktor yang menyebabkan responden mengalami rabun jauh (miopia)


adalah:4

 lamanya menggunakan smartphone yaitu 4 jam secara terus- menerus


dalam satu hari,
 penggunaan smartphone dengan jarak yang tidak aman untuk mata yaitu <
30 cm
 lamanya memiliki dan menggunakan smartphone yaitu > 2 tahun dapat
menjadi penyebab rabun jauh (miopia).

18
BAB III

KESIMPULAN

Hasil perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin


canggih adalah diantaranya computer, smartphone, tablet, atau yang biasa disebut
gadget.. Di Indonesia sendiri terdapat 47 juta pengguna smartphone dan membuat
Indonesia termasuk dalam 5 terbesar pengguna smartphone di dunia dan
diperkirakan akan meningkat hingga angka 103.700.000 pengguna smartphone
pada tahun 2017.

Screen time merupakan durasi yang digunakan untuk penggunaan alat


elektronik termasuk penggunaan komputer atau laptop, pemakaian gadget,
bermain game ataupun menonton video. Layar gadget menggunakan tulisan yang
kecil daripada sebuah buku atau cetakan hardcopy lainnya sehingga jarak
membaca akan lebih dekat yang meningkatkan kebutuhan penglihatan pada
penggunanya mengakibatkan muncul gejala yang termasuk ke dalam computer
vision syndrome (CVS).

Selain terjadinya computer vision syndrome, tingginya durasi screen time


pada pemakaian gadget dapat meningkatkan resiko terjadinya myopia. Umumnya
para pengguna menggunakan smartphone dengan jarak yang lebih dekat dari pada
membaca buku atau koran sehingga otot siliaris yang berperan dalam
pembentukan lensa mata lama kelamaan akan mengalami spasme kronik yang
berujung pada pemanjangan aksis bola mata. Intensitas penggunaan smartphone
lebih dari 4 jam dalam sehari juga dapat beresiko terhadap kejadian rabun jauh
(myopia).

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Rumate, G. P. 2014. The Impact Of Social Influence and Product Quality


Attributes to Custumer Buying Desicion Of Iphone In Manado 3(2): 831 -
840
2. Puspa, KA. Loebis, Rozalina. Nuswantoro, Djohar. Pengaruh Penggunaan
Gadget terhadap Penurunan Kualitas Penglihatan Siswa Sekolah Dasar.
Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia. 2015.
3. Sanu. Hubungan intensitas penggunaan smartphone dengan adanya
keluhan penglihatan pada siswa kelas XI jurusan UPW di SMK Negeri 1
Gorontalo. Universitas Negeri Gorontalo. Hal: 1-9. 2015.
4. Lesmana, Ardytya. Perbedaan tajam penglihatan antara pengguna telepon
pintar denganyangtidak menggunakan telepon pintar pada siswa SMA St.
Thomas Medan.Universitas Sumatera Utara, USU Repository. Hal: 4-14.
2011.
5. Khurana, AK. Comprehensive Opthalmology. 4th Edition. New Delhi:
New Age International. 2007.
6. Paulsen F. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia :
Anatomi Umum dan Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit.
Jakarta : EGC.
7. Susan. Standring. Gray’s Anatomy, The Anatomical Basis of Clinical
Practice 14th ed. Hal: 669-672. 2008.
8. Vaughan D. General Opthalmology. 17th Edition. McGraw-Hill. 2007.
9. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed II. Jakarta:
EGC. 2010.
10. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. 11th
Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.; 2007

20
11. Anderson, Economos dan Must. Active Play and Sceen Time in US
Children Age 4 to 11 Years in Relation to Sociodemographic and Wheigh
Saphic and Wheigh Saphic and Wheigh Status Characteristic: a
Nationally Representative Cross - Sectional Analysis. BMC Public Health.

12. WHO. GUIDELINES ON PHYSICAL ACTIVITY, SEDENTARY


BEHAVIOUR AND SLEEP. 2019. Available at
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/325147/WHO-NMH-
PND-2019.4-eng.pdf
13. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2010.h.64,75-
82.
14. Wolkoff P, Skov P, Franck C, Petersen LN. Eye irritation and
environmental factors in the office environment-hypotheses, causes and a
physiological model. Scand J Work Environ Health 2003.

21

Anda mungkin juga menyukai