Anda di halaman 1dari 29

PAPER

MACULAR HOLE

Disusun oleh:

SITI RAHMI NUR FATHANAH


120100085

Supervisor:
dr. Vanda Virgayanti,M.Ked(Oph), Sp.M

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2017
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Macular
Hole tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.Vanda
Virgayanti, M.Ked(Oph), Sp.M(K) selaku pembimbing yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan masukan dan saran dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
makalah dimasa yang akan datang. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Mei 2017

Penulis

i
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL

BAB 1 LATAR BELAKANG


1.1 Pendahuluan
1.2 Latar Belakang
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.1.1 Retina
2.1.2 Makula
2.2 Makular Hole
2.2.1 Definisi dan Klasifikasi
2.2.2 Epidemiologi
2.2.3 Penyebab dan Fakor Risiko
2.2.4 Patogenesis
2.2.5 Manifestasi Klinis
2.2.6 Penegakkan Diagnosis
2.2.7 Stadium dan Karakteristik
2.2.8 Penataalaksanaan
2.2.9 Prognosis
2.2.10 Komplikasi

BAB 3 KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

ii
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR GAMBAR

Halaman

iii
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR TABEL

iv
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB 1
LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang


Macular hole merupakan suatu pembukaan atau robekan seluruh
ketebalan retina yang meliputi fovea mata. Kasus macular hole pertama kali
dilaporkan pada tahun 1869 oleh knapp yang terjadi pada penderita dengan
riwayat trauma. Macular hole akan menyebabkan gangguan berat dari penglihatan
sentral dan metamorfopsia yang sering dirasakan saat membaca, mengemudi atau
ketika mata ditutup atau mengalami gangguan.1
Sebagian besar peneliti menyatakan bahwa macular hole disebabkan
tarikan vitreoretinal dan sering terjadi pada wanita dewasa. Sebagian kecil dari
laporan kasus menyebutkan trauma sebagai salah satu penyebabnya. Oleh sebab
itu macular hole dibagi menjadi dua yakni Idiopathic Macular Hole (IMH) yang
merupakan tipe yang paling sering dan Traumatic Macular Hole (TMH). IMH
lebih sering ditemui pada orang tua dan wanita sedangkan TMH lebih sering
dijumpai pada usia muda dan laki-laki.1,2
Gejala klinis yang paling sering pada segala jenis macular hole adalah
metamorphopsia dan pandangan kabur pada pengeliahatan sentral. Penurunan
daya pengelihatan pada pasien dengan macular hole bisa ringan sampai berat
yakni dengan visus 20/400. Kemajuan pencitraan pada retina dan macula
menciptakan pandangan baru mengenai pathogenesis dan pengobatan pada
macular hole. Optical Coherence Tomography (OCT) sangat berguna
mendiagnosis macular hole dan menilai secara kuantitatif karakter macular hole.3
Dahulu macular hole merupakan penyebab hilangnya pengelihatan
sentral yang irreversibel dan menyebabkan kebutaan. Dengan berkembangnya
pengetahuan tentang patofisiologi, diagnois, bedah vitrioretina, memungkinkan
dilakukannya perbaikan macular hole dan fungsi pengelihatan.1

1
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan paper ini adalah untuk mengetahui neuroanatomi mata,
mengetahui manifestasi Macular Hole mulai dari definisi, etiologi, diagnosa,
manifestasi klinis, dan penatalaksanaanya. Selain itu, tujuan penulisan paper ini
adalah sebagai salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
/Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

2
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
2.1.1 Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina membentuk lapisan internal
bola mata. Warna retina biasanya jingga, kadang pucat pada anemia dan iskemia,
merah pada hiperemia. Ketebalan retina beragam, yakni 0,56 mm dekat diskus
opikus 0,1 mm dekat ora serrata (terminasi anterior pada retina yang bersambung
denngan epitel pada badan siliaris), dan bagian tertipis yakni pada fovea. Struktur
retina terdiri dari dua lapisan utama, yaitu outer retinal pigmented epithelium
(RPE) dan inner neural layer. Lapisan retina dibagi lagi menjadi sepuluh lapis,
yakni Sembilan lapis pada lapisan neural sensory dan selapis pada RPE.4,5,6
Lapisan tersebut adalah (dari luar ke dalam):
1. Lapisan epitel pigmen, satu lapisan sel heksagonal yang mengandung
pigmen melamin dan terletak bagian terluar retina.
2. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran maya.
4. Lapis nukleus luar merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan
batang.
5. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapis nukleus dalam merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel
muller lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
7. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat
sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.

3
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

9. Lapais serabut saraf, merupakan lapisan aksos sel ganglion menuju ke arah
saraf optic. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebgian besar pembuluh
darah retina
10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan
badan kaca.4,5,6

Gambar 2.1 Struktur Retina


Sumber: Jogi, R. Jaypee. 2009. Basic Ophthalmology. Edisi: Keempat. Jaypee
Brothers Medical Publisher. Hal: 301

Lapisan luar retina yakni lapisan epitelium, sel kerucut dan batang
mendapat nutrisi dari koroid memalui choriocappillaries. Pembuluh darah di
dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina sentral masuk retina
melalui papil saraf optic yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam. Rasio
normal arteri : vena pada retina adalah 2:3. Drainase venous pada lapisan dalam
dialirkan ke vena sentral retina. Sedangkan lapisan luar dialirkan ke vena vortex
pada choriocapillaries. Adapun suplai nutrisi untuk sensori retina didapat dari sel
Muller yang terbentang hamper di seluruh ketebalan retina.4,6

4
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

2.1.2 Makula
Macula lutea (dalam Bahasa Latin berarti kuning) adalah area oval pada
kutub posterior mata. Macula bertanggung jawab untuk pengelihaan sentral.
Secara histologis dibedakan dengan extra areal perifer dengan adanya lapisan sel
ganglion yang lebih dari satu ketebalan sel. Sedangkan pada extra areal perifer
hanya memiliki lapisan sel ganglion dengan satu ketebalan sel, secara langsung
pada pusat macula terdapat lubang pada kontur retina, yang disebut fovea
sentralis. umbo, foveola, fovean and perifovea membentuk macula atau area
sentral. Diameter macula kurang lebih adalah 5,5 mm yang terdiri dari diameter
fovea (1,5mm), dua kali diameter parafovea (2 x 0,5mm = 1 mm), dan dua kali
lebar perifovea (2 x 1,5 mm = 3 mm).5,7

Gambar 2.2 Struktur Diameter Makula


Sumber: Schubert, H.D. Structure of the Neural Retina. Dalam Yannoff, M.,
Duker, Jay. 2014. Ophthamology. Edisi keempat. Elsevier. Hal: 421

Umbo (Pusat Makula) merupakan bagian paling tengah pada macula yang
merupakan bagia dari retina yang menghasil ketajaman pengelihatan paling tinggi.
Sel kerucut paling banyak dijumpai pada umbo. Pada kondisi patologis
berkurangnya reflex foveal bisa terjadi akibat traksi atau edem pada sel glia, dan
bias juga pada sel kerucut.7

5
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Secara langsung pada pusat macula terdapat lubang pada kontur retina,
yang disebut fovea sentralis. Fovea sentralis berukuran 1,5 mm dengan tebal 0,55
mm dan mengandung area sel kerucut yang paling padat. Fovea sentralis diyakini
paling terpengaruh pada Traumatic Macular Hole (TMH). Secara histologis fovea
dideskripsikan sebagai area tanpa laisan sel ganglion dan lapisan reseptor berisi
secara keseluruhan dengan sel kerucut.5,7

Gambar 2.4 Foveal, Foveola, dan Umbo


Sumber: Schubert, H.D. Structure of the Neural Retina. Dalam Yannoff, M.,
Duker, Jay. 2014. Ophthamology. Edisi keempat. Elsevier. Hal: 421

Paravofea adalah sabuk yang berukuran lebar 0,5 mm yang mengelilingi


batas fovea. Pada jarak ini dari sentral, retina mengandung lapisan regular yang
terdiri dari empat hingga enam lapisan sel ganglion dan tujuh hingga sebelas
lapisan bipolar. Perifovea mengelilingi parafovea dengan lebar 1,5 mm. daerah ini
memiliki karakteristik beberapa lapis sel ganglion dan senam lapis sel bipolar.
Vaskularisasi makula disuplasi oleh arteri retina sentralis, korio kapiler, arteri silio
retina yang berjalan dari papil nervus ke makula 5,7

6
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 2.5 Fundus pada Mata Normal Manusia yang Dilihat melalui
Opthalmoscope
Sumber: Schubert, H.D. Structure of the Neural Retina. Dalam Yannoff, M.,
Duker, Jay. 2014. Ophthamology. Edisi keempat. Elsevier. Hal: 421

2.2 Macular Hole


2.2.1 Definisi dan Klasifikasi
Macular hole merupakan suatu pembukaan atau robekan seluruh ketebalan
retina (full thickness) yang meliputi fovea mata sehingga dapat menebabkan
hilangnya pengelihatan secara signifikan. Secara garis besar macular hole dibagi
menjadi dua yakni, adalah Idiopathic Macular Hole (IMH) dan Traumatic
Macular Hole (TMH). Baik IMH maupun TMH berbeda dari penyebab,
pathogenesis, serta epidemiologinya. 1,2

2.2.2 Epidemiologi
Insidensi macular hole adalah 1/10.000 tiap tahun. Pada IMH umumnya
terjadi pada individu sehat pada usia decade keenam atau ketuju kehidupan.
Rata-rata usia onset awal adalah 65 tahun. Perempuan lebih sering terkena
daripada laki-laki dengan rasio 2:1. Umumnya macular hole terjadi secara
unilateral. Ezra (1998) melaporkan dari pengamatan selama 5 tahun pasien dengan
full-thickness macular hole (FTMH) pada satu mata, risiko terjadinya FTMH pada
mata jiran adalah sebesar 10% sampai 15% 1,2 Sekitar 10-20% kasus terjadi secara
bilateral, tetapi sangat jarak terjadi secara simultan.1,7,8,9,10

7
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TMH merupakan macular hole kedua yang paling sering. Meskipun TMH
terjadi pada 1,4% dari keseluruhan trauma tumpul pada mata dan 0,15% pada
trauma terbuka pada mata, TMH terkadang dapat menyebabkan kehilangan
pengelihatan secara signifikan dan permanen. TMH lebih sering terjadi pada usia
muda, dikarenakan pada usia muda sangat erat kaitannya dengan olahraga,
rekreasi, pekerjaan, dan transportasi. Studi retrospektif mengemukakan pasien
TMH berusia lebih muda ( sekitar 27,11 tahun) dan kebanyakan laki-laki (86,3%),
serta dengan daya pengelihatan yang lebih buruk.2,11

2.2.3 Penyebab dan Faktor Risiko


Macular hole dapat disebabkan oleh adanya kondisi patologis dari
beberapa yakni:
1. Idiopatik (terutama pada wanita usia> 65 tahun)
2. Trauma
3. CME
4. Epiretinal membrane/vitreomacular traction syndrome
5. Retinal detachment (rhegmatogenous)
6. Laser injury
7. Miopi patologis/ miopi berat (-16 hingga -32 dioptri)
8. Hipertensi
9. Diabetes retinopati.
10. Peningkatan level plasma fibrinogen.10,12

2.2.4 Patogenesis
Teori awal pathogenesis macular hole adalah proses degenerative akibat
insufisiensi vascular. Gass memaparkan peran vitreus dan berhipotesis bawa traksi
tangensial, yang kemungkinan menyebabkan sel Muller proliferasi dan kontraksi
pada vitreoretinal adalah faktr utama pathogenesis macular hole. Hasil
histopatologi terkini serta temuan pada OCT, didapatkan pada beberapa macular
holes jaringan foveal dengan jumlah yang signifikan, termasuk kerucut, robek dari

8
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

area foveal. Hal ini menyebabkan displacement fotoreseptor foveal. Pada


impending macular hole ditemukan terlpeasnya vitreous perifoveal dengan
perlekaan fokal vitreus ke foveal umbo disertai kistik di dalam bagian umbo,
transisi dari impending macular hole menjadi stadium 2 FTMH dimulai dengan
terpisahnya atap pada lesi kistik dan hal ini meluas hingga ke lapisan fotoreseptor.
Traksi sentrifugal yang terus menerus dapat menyebabkan lubang semakin
membesar.13

Gambar 2.6 Diagram Patogenesis Macular Hole


Sumber: Cour, M. Friis, J. 2002. Macularhole: Classification, Epidemiology,
Natural history and Treatment. Eye Departement, Rigshospital, Copenhagem,
Denmark. Vol: 80. Issue: 6.

Keterangan Gambar: (A) Diagram fovea normal. Posterior hyaloid yang masih
intak ditandai dengan garis putus-putus. (B) impending macular hole dengan
ruang kistik di dalam foveal umbo. Terdapat perlepasan perifoveal pada hyaloid
posterior. (C) Stadium 2 macular hole, dengan terpisahnya atap kista foveal.
Perlepasan ini meluas keluar yang menimbulka FTMH. (D) Stadum 3 makular

9
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

hole dijumpai hyaloid terlepas dari fovea tapi tidak dari diskus optikus. (E)
Stadium 4 macular hole dengan terlepasnya vitreous posterior secara
keseluruahan.13
Adapun pathogenesis terbentuknya lubang pada TMH masih kontroversi.
Yanagiya, et al mengemukakan teori adanya gaya impakasi yang ditransmisikan
ke macula sehingga mengakibatkan rupture fovea. Yamashita, et al
mengemukakan dua teori TMH. Pertama adalah hilangnya peneglihatan segera
akibat terlepasnya fovea. Kedua adalah hilangnya pengelihatan yang tertunda
akibat terlepasnya fovea namun vitreofoveal masih persisten adhesi. Akan tetapi
progresi penyakit TMH masih sulit diprediksi secara klinis.2

2.2.5 Manifestasi Klinis


Macular hole dan memengaruh aktivitas yang bergantung pada
pengelihatan seperti membaca tulisan kecil, membaca tanda jalan, dan berkendara
pada malam hari. Kebanyakan stadium 1 dan beberapa stadium dua macular hole
asimptomatis, terutama jika mata lainnya masih normal dan tidak dominan mata
terpengaruh. Akan tetapi pada stadium akhir dapat disertai gangguan tajam
pengelihatan, metamorphopsia, dan hilangnya pengelihatan sentral dengan
scotoma sentral. Hal ini biasanya mengakibatkan gangguan pengelihatan yang
parah. Semakin besar ukuran macular hole makan akan semakin terganggu
ketajaman pengelihatan. 1,3,12

2.2.6 Penegakkan Diagnosis


1. Anamnesis
Menanyakan adanya manifestasi klinis macular hole yang umum terjadi.
Seperti adanya metamorphopsia (melihat garis lurus menjadi bengkok atau
bergelombang , melihat benda menjadi lebih besar atau lebih kecil, scotoma
(adanya bayangan hitam yang menutupi pandangan serta gangguan pengelihatan
lain yang dirasakan pasien. Hal-hal tersebut ditanyak onset, durasi, dan frekuensi.
Selain itu perlu juga ditanya mengenai riwayat penyakit mata. Seperti glaucoma,
retinal detachment, robekan pada retina, trauma pada mata, riwayat operasi mata,

10
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

serta menatap matahari atau gerhana. Riwayat penggunaan obat yang bias
berpengaruh terhadap macular cystoid edema, seperti niasin sistemik, dan
prostaglandin analog topikal.12,14

2. Pemeriksaan Fisik
A. Pemeriksaan Visus
Ketajaman pengelihatan pada pasien macular hole tergantung pada ukuran,
lokasi, dan stadium macular hole. Pasien dengan lubang kecil dan eksentrik dapat
mempertahankan ketajaman pengelihatan pada rentang 20/25 hingga 20/40. Akan
tetapi, kebanyakan kasus ketajaman pegelihatan pasien macular hole beraagam
dari 20/80 hingga 20/400.14

B. Slit-lamp Biomicroscopy
Slit lamp dilakukan pada macula dan vitreoretinal, serta diskus optikus.
Letak yang tidak seharusnya pada celah cahaya oblik dapat menilai perubahan
yang terjadi pada profil permukaan retina seperti pada macular hole atau lepasnya
lapisan epitel pigmen, pada macular hole juga dapt ditemui adanya depresi pada
fundus.14,15

C. Amsler Grid Test


Amsler grid (am-SLUR) adalah kartu tes berupa garis-garis vertical dan
horizontal yang membentuk grid. Amsler grid merupaka alat skrining yang
mudah untuk menilai macula. Tes ini dilakukan ketika pasien dating dengan
keluhan utama berupa distorsi ketika melihat suatu objek atau dengan penurunan
ketajaman pengelihatan yang tidak berpengaruh dengan pinhole. Tes dilakukan
dengan meminta pasien untuk melihat ke arah tengah Amsler grid yang diletakkan
28cm-30 cm dari mata dan dicoba dengan satu mata secara bergantian. Pada
pasien macular hole dapat ditemukan scotoma sentral yakni hilangnya spot pada
Amsler grid. Pincushion metamorphopsia dapat ditemui pada pasien FTMH.13,16

11
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 2.7 Amsler Grid Test Pada Pincushion Metarmophpsia


(Keterangan: Gambar sebalah kiri adalah gambar yang tidak terdistorsi)
Sumber: Cour, M. Friis, J. 2002. Macularhole: Classification, Epidemiology,
Natural history and Treatment. Eye Departement, Rigshospital, Copenhagem,
Denmark. Vol: 80. Issue: 6

Gambar 2.8 Skotoma Sentral pada Macular Hole


Sumber: Pandey, A.N., et al. 2016. A Study on Amslers Grid in Acquired
Macular Disoreder. Ophthalmology Research: An Internal Journal. Vol 6(3):1-7.

12
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

3. Ancillary Test
Optical coherence tomography (OCT) merupakan standar baku emas
dalam diagnosis dan klasifikasi macular hole. Beberapa informasi yang lengkap
mengenai anatomi, ukuran macular hole, dan adanya traksi pada prosesus vitreus
atau membrane epiretinal OCT dapat membedakan macular hole dengan keadaan
patologis lain pada macula, seperti OCT dapat membedakan macular hole dengan
lamellar hole dan pseudohole.1,3,17
FTMH digambarkan dengan hilangnya seluruh jaringan retina dan fovea,
sebaliknya pseudoholes dan lamellar holes digambarkan dengan adanya
perubahan kontur fovea dengan lapisan neurosensory retinan yang utuh. OCT
dalam stadium 1 impending macular hole menunjukkan hilangnyacelah fovea
dengan telepasnya foveola. Pada stadium 2, tampak lubang retina full-thickness
yang kecil. Pseudooperculum bias terliht maupun tidak. Pada stadium 3,
menunjukkan lubang retina full-thickness dengan edam macula dan cairan
subretinda di sekelilignya. OCT pad stadium 4, menunjukkan hilangnya jaringan
retina di fovea secara komplit.1,13,17

2.2.7 Stadium dan Karakteristik


a) Stadium I

Macular hole pada stadium I hanya bagian unilateral dengan tidak


menimbulkan gejala dan pasien dapat membuka mata. Untuk menegakan
diangnosis masih sulit dikarenakan lesi nya masih terlalu mengalami kerusakan
sehingga pemeriksan sulit dilakukan. Ketika menimbulkan gejala seperti rasa
nyeri atau penurunan penglihatan dikedua mata. Stadium I pada macular hole juga
akan terjadi premacular hole, kista makula atau involusi penipisan pada makula.
Pada stadium I di macularhole belum sesunguhnya kerusakan pada retina itu
terlihat. Pada bagian fotoreseptor bisa dapat terjadi kerusakan yang tidak terlalu
parahdan hanya sebagaian pada viterofoveal. Pada stadium I macular hole dapat
dibagi atas Ia dan Ib berdasarkan klinis yang terdeteksi. Pada macular
holestadium I hanya terdapat bintik kuning yang terlihat pada pemeriksan

13
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

opthalmoscop. Pada fovea hanya sedikit penipisan selama keadaan struktur dari
fovea itu masih baik, pada macular hole stadium Ib macular hole akan terlihat
lingkaran kuning yang berada di daerah fovea.7

Gambar 2.9. Macular Hole Stadium I

Sumber: Yannoff, M., Duker, Jay. 2014. Ophthamology. Edisi


keempat. Elsevier. Hal: 601

a1) Stadium 1A (Impending hole)

Terjadi tarikan tangensial secara spontan oleh badan kaca prefoveolar


yang menyebabkan terlepasnya retina foveolar, sehingga menyebabkan titik
kekuningan intra retinal dengan diameter 100-200 m. Hal ini menyebabkan
penurunan gambaran fovea yang normal. Pada pemeriksan optical coherence
tomography (OCT) tampak adanya pseudokista fovea atau viterous detachment
dari daerah perifovea.7

14
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

a2) Stadium 1B ( Impending hole dan occult hole)

Kontraksi badan kaca akan menyebabkan lepasnya fovea, retina fovea


meninggi sampai level retina prefoveal. Perubahan ini menyebabkan gambaran
cincin berbentuk donat yang berwarna kuning. Biasanya tajam penglihatan antara
20/25- 20/70. Dengan OCT terlihat cincin kuning, pada akhir stadium Ib (occult
macular hole) terjadi pelepasan lapisan reseptor retina bagian umbo dan retraksi
secara sentrifugal dari reseptor retina.7

b) Stadium 2

Ketika proses kerusakan masih berlanjut pada bagian korteks viterous,


dimana perubahan ini terjadi ketika dari stadium I ke stadium 2 padamacular
hole. Pada stadium 2 macular hole memiliki lubang sebesar 100-300 m, dengan
lebih menipis pada kerusakan saraf retina bisa kerusakan di pusat atau sekitrnya.
Kerusakan dapat berupa bentuk bulat, oval, setengah atau seperti tapak sepatu.
Pada stadium 2 untuk peroses penglihatan akan semakin mengecil dan berupa
pseudo-operculum dengan tidak adanya kondensensi dari viterous kemungkinan
sudah tertutupi oleh lubang. Hal ini dapat terjadi pada bagaian stadium I yang
akan berlanjut pada stadium 3. Pada stadium II jarak pandang melihat yaitu antara
20/50 (6/15) dan 20/400 (6/120).7

Gambar 2.10. Macular Hole Stadium II

Sumber: Yannoff, M., Duker, Jay. 2014. Ophthamology. Edisi keempat. Elsevier.
Hal: 601

15
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 2.11. Macular Hole Stadium II


Sumber: Yannoff, M., Duker, Jay. 2014. Ophthamology. Edisi keempat. Elsevier.
Hal: 601

c) Stadium III

Pada bagian stadium III macular hole adalah akhir dari peroses viterofoveal yang
merupakan kelanjutan dari stadium II. Proses dari perkembangan lubang sudah
selesai dimana lubang tersebut berukuran 350-600 m. Saraf retina lebih tipis dan
lebih lembut serta lebih kecil dan berbentuk bulatan yang kecil dibagian cairan
subretina. Cairan tersebut jarang mengalami perubahan yang cepat karena luasnya
kerusakan dari retina. Penumpukan kuning dapat dilihat pada bagian dasar retina
yang rusak dan akan mengalami kista perifoveal. Pada stadium III akan
mengalami visus 20/200-20/800(6/60 6/240) meskipun penglihatan yang baik
adalah 20/40 (6/12) walaupun di stadium III dapat terlihat tetapi ini jarang
terjadi9.

16
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 2.12. Macular Hole Stadium III


Sumber: Yannoff, M., Duker, Jay. 2014. Ophthamology. Edisi keempat. Elsevier.
Hal: 601

d) Stadium IV

Pada stadium IV seluruhlubang sudah terbentuk, tetapi hanya pada bagian


posterior yang lengkap dari bagian viterous dari fovea. Warna kuning pada
penumpukan sudah dapat terlihat pada bagian dasar kerusakan dan adanya
perifoveal cystic9.

Gambar 2.13. Macular Hole Stadium IV


Sumber :Yannoff, M., Duker, Jay. 2014. Ophthamology. Edisi keempat. Elsevier.
Hal: 601

17
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

e) Lamellar macular hole

Lamellar macular hole ketidakadanya lagi lubang makula, sekitar pusat


yang dekat dengan kerusakan retina dapat ditemukan, dengan tanpa penipisan atau
perubahan kista atau cairan pada subretina. Pelebaran pada operculum itu sering
terjadi, bagian dari vitreofoveal juga ikut menghilang pada bagian retina, sehingga
bagian darifotoreseptor juga ikut menghilang. Jarak pandang penglihatan yang
baik (20/20 20/30) atau (6/6 6/9) dan gejala tidak muncul pada pasien.7

f) Stadium 0 macular hole

Pada penelitian bahwa viterofoveal yang tidak normal diperiksa dengan


OCT ditemukan mata kuning pada pasien dengan adanya macular hole dengan
risko 43% .7

18
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Tabel 2.1

Sumber: Garratt. S.,et al. 2017. Idiopathic Macular Hole. American Academy of
Ophthalmology

19
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

2.2.8 Penatalaksnaan
1. Stadium Awal
Beberapa orang dengan stadium 1-A atau 1-B macular hole yang terdiri
dari kista dapat sembuh total tanpa pengobatan. Satu studi menyatakan bahwa
pasien dengan kista foveal dapat memiliki kemampuan pengelihatan yang baik
selama 5 tahun. Kebanyakan pasien dengan kemampuan visus yang baik dapat
dilakukan berobat jalan atau kembali bila gejala memburuk.

2. Stadium Lanjut
Pada pasien dengan stadium 2 ganggguan pengelihatan yang lebih buruk
akan segera terjadi apabila tidak diterapi. Selain itu, apabila lubang macular hole
membesar, membrane epiretinal terbentuk, maka kesuksesan prosedur penutupan
macular hole juga akan berkurang.

Tabel 2.2 Rekomendasai Penatalaksanaan Macular Hole

Sumber: Garratt. S.,et al. 2017. Idiopathic Macular Hole. American Academy of
Ophthalmology

20
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

2.2.9 Prognosis
Pada stadium 1 psien dapat sembuh dengan spontan pada 50% kasus.
Akan tetapi, pada stadium 2 ke atas apabila tidak dilakukan operasi dapat
mengakibatkan kehilangan pengelihatan yang permanen. Suatu studi menyatakan
risiko untuk terkena FTMH pada mata sebelahnya yakni 10-15%. 1,7,13
Kesuksesan operasi secara anatomis di tentukan 2-4 minggu setelah
operasi menggunakan OCT. studi terkini mengkonfirmasi badhwa kesuksesan
anatomis (85%-100%) dapat diraih dengan vitrektomi pada semua jenis stadium
macular hole. Pada pasien deng visus 20/20 atau visus yang tergolong masih baik,
pasien masih bisa dapat merasakan gejala pengelihatan yang abnormal pada
pengelihatan tengah. Hasil OCT yang menunjukkan adanya gangguan pada
segmen dalam atau luar pada macular hole memberikan prognosis yang lebih
buruk dibandingan segmen yang masih intak. Selain itu lubang yang gagal
menutup pada operasi pertama memberika prognosis yang lebih buruk bahkan
diabandingkan pasien macular hole yang berhasil menutup namun terbuka
kembali di kemudian hari.7,13

2.2.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi seteleah vitrektomi untuk memerbaiki
macular hole terdiri dari komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang.
Komplikasi akut meliputi robekan pada retina dan endoftalmitis. Sedangkan
komplikasi jangka panjang meliputi katarak dan retinal detachment, ataupun
terbukanya kembali macular hole. Adapun komplikasi yang jarang terjadi adalah
glaucoma dan gangguan lapangan pandang.1

21
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Effendi.R.G.Sasono.W.Idiopathic Macular Hole. Jurnal Oftalmologi


Indonesia. 2008:6(3):158-68. Tersedia dalam
http://isid.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal6308158168.pdf. Diakses pada 28
Septmber 2017
2. Liu, Wu. Grzybowski, A. 2017. Current Management of Traumatic N
Macular Hole. Hindawi Publishing Corp. Journal of Ophtamology. Vol
2017. Diakses di http://dx.doi.org/10.1155/2017/1748135. Diakses pada 28
September 2017
3. Pihos, A.M., Stone, W. 2014. Idiopathic Macular Hole: A Teaching Case
Report. Optometric Education. Vol 40:1. Diakses di
http://journal.opted.org/articles/Volume40_Number1_Fall2014-
Article2.pdf. Diakses pada 28 September 2017
4. Ilyas, rahayu. Imu penyakit mata. Cetakan ke-5.FK UI Jakarta. Hal.1-
12.2011
5. Bye, L.A, et al. 2013. Basic Sciences for Ophthalmology. Oxford University
Press. United Kingdom. Hal 53
6. Jogi, R. Jaypee. 2009. Basic Ophthalmology. Edisi: Keempat. Jaypee
Brothers Medical Publisher. Hal: 300-301.
7. Yannoff, M., Duker, Jay. 2014. Ophthamology. Edisi keempat. Elsevier.
Hal: 421
8. Bowling, B. 2016. Kanskis: Clinical Ophthalmology, Asystematic
Approach. Edisi Kedelapan. Elsevier. Hal: 618
9. Riordan, P. Whitcher, J.P. 2007. Vaughan & Aburys General
Ophthalmology, Edisi Ketujuh Belas. McGraw Hills. Hal: 189.
10. Tsai, J.C., et al. 2011. Oxford American Handbook Ophthalmology. Oxford
University Press. Hal 395.
11. Weng, C.Y. Berrocal., A.M. 2014. Traumatic Macular Holes in Pediatruc
and Adolescent Population. Retinal Physician Journal. Vol 11:16-19.

22
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Didapat di https://www.retinalphysician.com/issues/2014/june-
2014/traumatic-macular-holes-in-the-pediatric-and-adole. Diakases pada 30
September 2017.
12. Steel, D.H.W., Lotery, A.J. 2013. Idiopathic Vitreomacular Traction and
Macular Hole: A Comprehensive Review of Pathophysioloy, Diagnosis,and
Treatment. Eye (2013) 27, S1-S21. Macmilam Publisher. Diakses di
https://www.nature.com/eye/journal/v27/n1s/full/eye2013212a.html.
Diakses pada 30 September 2017.
13. Cour, M. Friis, J. 2002. Macularhole: Classification, Epidemiology, Natural
history and Treatment. Eye Departement, Rigshospital, Copenhagem,
Denmark. Vol: 80. Issue: 6. Diakses di
:///Helibrary.wiley.com/doi/10.1034/j.1600-0420.2002.800605.x/pdf/. Pada
27 Sepember 2017.
14. Garratt. S.,et al. 2017. Idiopathic Macular Hole. American Academy of
Ophthalmology. Diakses di https://www.aao.org/guidelines-
browse?filter=preferredpracticepatternsguideline. Diakses pada 29
September 2017.
15. Gellrich, M. 2015. The Fundus Slit Lamp. Vol 4:56. Springer Plus. Diakses
di
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4401483/pdf/40064_2015_
Article_838.pdf. Diakses pada 30 September 2017.
16. Pandey, A.N., et al. 2016. A Study on Amslers Grid in Acquired Macular
Disoreder. Ophthalmology Research: An Internal Journal. Vol 6(3):1-7.
Diakses di
http://www.journalrepository.org/media/journals/OR_23/2016/Dec/Pandey6
32016OR28850.pdf. Diakses pada 1 Oktober 2017.
17. Lowe, R.J. Gentile. R.C. 2013. Application of Optical Coherence
Tomography and Macular Holes in Ophthalmology. Diakses di
http://cdn.intechopen.com/pdfs/43466/InTech-
Application_of_optical_coherence_tomography_and_macular_holes_in_op
hthalmology.pdf. Diakses pada 2 Oktober 2017.

23
PAPER NAMA :Siti Rahmi Nur Fathanah
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100085
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

24

Anda mungkin juga menyukai