Anda di halaman 1dari 15

Nama : Rheissa Dwi Rahayu

NIM : KHGA 18071

Kelas : 2B (D III Keperawatan)

MK : KMB II

Dosen Pengampu : Bu Iin Patimah, M.Kep

Landasan Teori

A. Head Injury
1. Pengertian
Head Injury atau cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2007: 3).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik.

2. Tanda dan Gejala


a. Berdasarkan anatomis
1) Gegar otak (comutio selebri)
a) Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran
b) Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menit
c) Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
d) Kadang amnesia retrogard
2) Edema Cerebri
a) Pingsan lebih dari 10 menit
b) Tidak ada kerusakan jaringan otak
c) Nyeri kepala, vertigo, muntah

1
3) Memar Otak (kontusio Cerebri)
a) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi
tergantung lokasi dan derajad
b) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
c) Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
d) Penekanan batang otak
e) Penurunan kesadaran
f) Edema jaringan otak
g) Defisit neurologis
h) Herniasi
4) Laserasi
a) Hematoma Epidural
Talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat
benturan, merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d
beberapa jam, menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis
(tanda hernia):
• kacau mental → koma
• gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
• pupil isokhor → anisokhor
b) Hematoma subdural
• Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid,
biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.
• Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan
epidural
• Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan
berbulan-bulan
• Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
• perluasan massa lesi
• peningkatan TIK
• sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
• disfasia
c) Perdarahan Subarachnoid
• Nyeri kepala hebat
• Kaku kuduk
2
1. Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
1) Cidera kepala Ringan (CKR)
1) GCS 13-15
2) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
3) Tidak ada fraktur tengkorak
4) Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2) Cidera Kepala Sedang (CKS)
a) GCS 9-12
b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari
24 jam
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
3) Cidera Kepala Berat (CKB)
a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c) Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial

3. Patofisiologi
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang membuat kita
seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan.
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala.. Lesi pada kepala dapat terjadi
pada jaringan luar dan dalam rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada kulit
kepala dan lesi bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak
maupun otak itu sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan, yaitu :
a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,
b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,
c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain
dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).

Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala
diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi tengkorak,
pergeseran otak dan rotasi otak.

3
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan coup.
Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada orang-orang
yang mengalami percepatan pergerakan kepala. Cedera kepala pada coup
disebabkan hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan
contre coup terjadi pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian
coup dan contre coup dapat terjadi pada keadaan.;Keadaan ini terjadi ketika
pengereman mendadak pada mobil/motor. Otak pertama kali akan menghantam
bagian depan dari tulang kepala meskipun kepala pada awalnya bergerak ke
belakang. Sehingga trauma terjadi pada otak bagian depan.Karena pergerakan ke
belakang yang cepat dari kepala, sehingga pergerakan otak terlambat dari tulang
tengkorak, dan bagian depan otak menabrak tulang tengkorak bagian depan. Pada
keadaan ini, terdapat daerah yang secara mendadak terjadi penurunan tekanan
sehingga membuat ruang antara otak dan tulang tengkorak bagian belakang dan
terbentuk gelembung udara. Pada saat otak bergerak ke belakang maka ruangan
yang tadinya bertekanan rendah menjadi tekanan tinggi dan menekan gelembung
udara tersebut. Terbentuknya dan kolapsnya gelembung yang mendadak sangat
berbahaya bagi pembuluh darah otak karena terjadi penekanan, sehingga daerah
yang memperoleh suplai darah dari pembuluh tersebut dapat terjadi kematian sel-
sel otak. Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala ke depan.

4. Keluhan Utama yang Sering Muncul


Keluhan utama pada pasien gangguan sistem saraf biasanya akan terlihat bila
sudah terjadi disfungsi neurologis, keluhan yang didapatkan meliputi kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, konvulsi,
sakit kepala hebat, tingkat kesadaran menurun (GCS <15), akral dingin dan ekspresi
rasa takut.

5. Wawancara Data Fokus yang Sering Muncul


a. ldentifikasi pasien (nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan)
b. Keluhan utama, dapat berupa :
1) Penurunan kesadaran
2) Nyeri kepala

4
c. Anamnesis tambahan :
1) Kapan terjadinya ( untuk: mengetahui onset)
2) Bagaimana mekanisme kejadian, bagian tubuh apa saja yang terkena, dan
tingkat keparahan yang mungkin terjadi

Berdasarkan mekanismenya, trauma dibagi menjadi :

1) Cedera tumpul
a) kecepatan tinggi (tabrakan)
b) kecepatan rendah (terjatuh atau terpukul)
2) Cedera tembus (luka tembus peluru atau tusukan) adanya penetrasi selaput
dura menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera
tumpul.

6. Fokus Pemeriksaan Fisik yang Sering Muncu


I. Primary Survey
A. Airway, dengan kontrol servikal:

Yang pertama harus dinilai adalah jalan nafas, meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah,
fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea.

a. Bila penderita dapat berbicara atau terlihat dapat berbicara - jalan nafas
bebas.
b. Bila penderita terdengar mengeluarkan suara seperti tersedak atau
berkumur - ada obstruksi parsial.
c. Bila penderita terlihat tidak dapat bernafas - obstruksi total.

1. Jika penderita mengalami penurunan kesadaran atau GCS < 8 keadaan


tersebut definitif memerlukan pemasangan selang udara.
2. Selama pemeriksaan jalan nafas, tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau
rotasi pada leher.
3. Dalam keadaan curiga adanya fraktur servikal atau penderita datang dengan
multiple trauma, maka harus dipasangkan alat immobilisasi pada leher,
sampai kemungkinan adanya fraktur servikal dapat disingkirkan.

5
B. Breathing, dengan ventilasi yang adekuat
1. Pertukaran gas yang terjadi saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen
dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi
fungsi yang baik dari paru, dinding dada, dan diafragma.
2. Pada inspeksi, baju harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan dan
jumlah pernafasan per menit, apakah bentuk dan gerak dada sama kiri dan
kanan.
3. Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya udara atau darah dalam rongga
pleura.
4. Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknva udara ke dalam paru-
paru
5. Gangguan ventilasi yang berat seperti tension pneumothoraks, flail chest,
dengan kontusio paru, dan open pneumothorasks harus ditemukan pada
primary survey.
6. Hematothorax, simple pneumothorax, patahnya tulang iga dan kontusio
paru harus dikenali pada secondary survey

Keterangan tambahan :

Gejala tension pneumothoraks :

a) Nyeri dada dan sesak nafas yang progresif, distress pernafasan. takikardi,
hipotensi, deviasi trakea ke arah yang sehat, hilang suara nafas pada satu
sisi, dan distensi vena leher, hipersonor, sianosis (manifestasi lanjut).

Gejala Flail Chest :

a) Gerak thorax asimetris (tidak terkoordinasi), palpasi gerakan pernafasan


abnormal, dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan.

Gejala Open pneumothorax:

a) Hipoksia dan hiperkapnia

Gejala hematothorax:

a) Nyeri dan sesak nafas


b) Pada inspeksi mungkin gerak nafas tertinggal atau pucat karena perdarahan.
Fremikus sisi yang terkena lebih keras dari sisi yang lain.

6
c) Pada perkusi, didapatkan pekak dengan batas dan bunyi nafas tidak
terdengar atau menghilang.

C. Circulation, dengan kontrol perdarahan


a. Volume darah
1. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap hipovolumik sampai terbukti
sebaliknya.
2. Jika volume turun, maka perfusi ke otak dapat berkurang sehingga dapat
mengakibatkan penurunan kesadaran.

3. Penderita trauma yang kulitnya kemerahan terutama pada wajah dan


ekstremitas, jarang dalarn keadaan hipovolemik. Wajah pucat keabu-abuan
dan ekstremitas yang dingin merupakan tanda hipovolemik.
4. Nadi
a) Periksa kekuatan, kecepatan, dan irama
b) Nadi yang tidak cepat, kuat, dan teratur : normovolemia
c) Nadi yang cepat, kecil : hipovolemik
d) Kecepatan nadi yang normal bukan jaminan normovolemia
e) Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar, merupakan tanda
diperlukan resusitasi segera.
b. Perdarahan

Perdarahan eksternal harus dikelola pada primary survey dengan cara


penekanan pada luka

D. Disability
Evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai adalah tingkat
kesadaran, ukuran pupil dan reaksi pupil terhadap cahaya dan adanya parese.
1. Suatu cara sederhana menilai tingkat kesadaran dengan AVPU
A : sadar (Alert)
V : respon terhadap suara (Verbal)
P : respon terhadap nyeri (Pain)
U : tidak berespon (Unresponsive)

7
2. Glasgow Coma Scale adalah sistem skoring sederhana dan dapat
memperkirakan keadaan penderita selanjutnya. Jika belum dapat dilakukan pada
primary survey, GCS dapat diiakukan pada secondary survey.
Skoring Glasgow Coma Scale:
Eye (buka mata)
4 : Spontan
3: Dengan perintah
2 : Dengan rangsang Nyeri
1: Tidak ada reaksi

Movement (respon motorik terbaik)


6 : Mengikuti perintah
5 : Melokalisir nyeri (melawan dan menghindar)
4 : Menghindari nyeri
3 : Fleksi abnormal (dekortikasi)
2 : Ekstensi abnormal (deserebrasi)
1 : Tidak ada gerakan

Verbal (respon verbal terbaik)


5 : Orientasi baik dan sesuai
4 : Bicara mengacau (bisa mengucapkan kalimat)
3 : Word (kata)
2 : Mengerang
1 : Tidak ada suara

Menilai tingkat keparahan cedera kepala melalui GCS :


a. Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)
1. Skor GCS 15 (sadar penuh, atentif; orientatif)
2. Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya : konklusi)
3. Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
4. Pasien dapat tnengeluh nyeri kepala dan pusing
5. Pasien dapat menderita abrasi, Iaserasi, atau hematoma kulit kepala
6. Tidak ada kriteria cedera sedang-berat

8
b. Cedera kepala sedang, (kelompok risiko sedang)
1. Skor GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)
2. Konklusi
3. Amnesia pasca trauma
4. muntah
5. Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda Battle. mata rabun,
hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal)
6. Kejang
c. Cedara kepala berat (kelompok risiko berat)
1. Skor GCS 3-8 (koma)
2. Penurunan derajat kesadaran secara progresif
3. Tanda neurologis fokal
4. Cedera kepata penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium

• Penurunan kesadaran dapat terjadi karena berkurangnya perfusi ke otak


atau trauma langsung ke otak
• Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran penderita
• Jika hipoksia dan hipovolemia sudah disingkirkan, maka trauma kepala
dapat dianggap sebagai penyebab penurunan kesadaran, bukan alkohol
sampai terbukti sebaliknya.
E. Exposure
Penderita trauma yang datang harus dibuka pakaiannya dan dilakukan
evaluasi terhadapjejas dan luka.

7. Pemeriksaan Diagnostik yang Sering Dilakukan


a. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus, tetapi untuk memonitoring kadar
O2 dan CO2 dalam tubuh di lakukan pemeriksaan AGD adalah salah satu test
diagnostic untuk menentukan status respirasi..
b. CT-scan : mengidentifikasi adanya hemoragik dan menentukan pergeseran
jaringan otak.
c. Foto Rontgen : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
d. MRI : sama dengan CT-scan dengan/ tanpa kontras.
9
e. Angiografi serebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral, perdarahan.
f. Pemeriksaan pungsi lumbal: mengetahui kemungkinan perdarahan subarahnoid

8. Masalah Keperawatan yang Sering Muncul


a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi cairan
b. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan pusat pernapasan di medula oblongata
c. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hiposksia
d. Perubahan persepsi sensori b.d defisit neorologis.
e. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan TIK.
f. Kerusakan mobilitas fisik b.d imobilitas.
g. Resiko injury b.d kejang.
h. Resiko infeksi b.d kontinuitas yang rusak
i. Resiko gangguan intregritas fisik b.d imobilitas
j. Resiko kekurangan volume cairan b.d mual-muntah.

10
B. Meningitis
1. Pengertian
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan
medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ
jamur(Smeltzer, 2001). Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan
piamater). Bakteri dan virus merupakan penyebab utama dari meningitis.
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh
salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok,
Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan
spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi &
Rita, 2001).

2. Tanda dan Gejala


Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :

1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)


2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan
koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sebagai berikut:
1. Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
2. Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan
fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
3. Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut
dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah
satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang
berlawanan.
4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat
purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-
tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur,
sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.

11
7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba
muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler
diseminata

3. Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru,
trauma kepala dan pengaruh imunologis.
Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan
saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen, semuanya ini
penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di
dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan
penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan
metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen
dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke
dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan
perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada
darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi
meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps
sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-
Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh
darah yang disebabkan oleh meningokokus.

4. Keluhan Utama yang Sering Muncul


Kejang-kejang dapat disertai dengan penurunan kesadaran, tanda tanda
peningkatan tekanan intrakranial (kaku kuduk).

12
5. Wawancara Data Fokus yang Sering Muncul
1. Biodata klien
2. Riwayat kesehatan yang lalu
a. Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?
b. Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
c. Pernahkah operasi daerah kepala ?
3. Data bio-psiko-sosial
1) Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise).
Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK. Tanda :
tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, taikardi,
disritmia.
3) Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
4) Makan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan.
Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
5) Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
6) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena,
kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan
halusinasi penciuman.
Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan
halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang
umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif,
rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek
kremastetik hilang pada laki-laki.
7) Nyeri/keamanan
Gejala : sakit kepala (berdenyut hebat, frontal).
Tanda : gelisah, menangis.

13
8) Pernafasan
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru.
Tanda : peningkatan kerja pernafasan.
6. Fokus Pemeriksaan Fisik yang Sering Muncul
1. Peperiksaan Kaku Kudu
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa
fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan
kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan
spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan
tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.
2. Pemeriksaan Tanda Kerning
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada
sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh
mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut
tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai
spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.
3. Pemeriksaan Bruduzinski I
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya
dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan
fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I
positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
4. Pemeriksaan Bruduzinski II
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+)
bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut
kontralateral.

14
7. Pemeriksaan Diagnostik yang Sering Dilakukan
1. Analisis CSS dari fungsi lumbal :
b) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip
terhadap beberapa jenis bakteri.
c) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah
putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya
negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2. Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
3. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )
4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi
bakteri)
5. Elektrolit darah : Abnormal.
6. ESR/LED : meningkat pada meningitis
7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah
pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
8. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat
ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
9. Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra
kranial.

8. Masalah Keperawatan yang Sering Muncul


a. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan diseminata
hematogen dari pathogen
b. Risiko tinggi terhadap perubahan serebral dan perfusi jaringan berhubungan
dengan edema serebral, hipovolemia.
c. Risiko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/fokal,
kelemahan umum, vertigo.
d. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,
penurunan kekuatan
f. Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.

15

Anda mungkin juga menyukai