Anda di halaman 1dari 17

SISTEM SARAF

Nama Penyakit: Arteritis Kranial

Level SKDI :

Definisi

Arteritis kranial atau arteritis temporalis adalah Giant Cell Arteritis (GCA) suatu vaskulitis
sistemik yang paling umum terjadi pada orang yang berusia 50 tahun ke atas (insidensi
3,5/100.000/tahun). Selain mempengaruhi arteri kranial bisa juga aorta dan arteri di tempat
lain misal anggota gerak.
Etiologi
GCA tidak diketahui. Karena kejadian bervariasi secara musiman, dan lebih tinggi di
conurbations besar, telah disarankan bahwa faktor lingkungan dapat menjadi pemicu
Gejala
Gejala khas dari GCA
 Sakit kepala hebat di pelipis dan di belakang kepala
 Pembuluh darah tampak membengkak dan bergelombang
 Nyeri kulit kepala
 Gangguan penglihatan
 Gejala sistemik ( demam dan penurunan berat badan)
Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium (tingakat sedimentasi eritrosit, protein C-reaktif)
 Radiologi (sonografi, MRI)
 Biopsi
Diagnosis
GCA didiagnosis berdasarkan kombinasi gejala, temuan klinis, hasil laboraturium dan
gambaran diagnostik. Kriteria diagnosis bisa di tegakan bila terdapat salah satu berikut ini :
Arteri temporalis superfisial yang bengkak dan nyeri tekan, laju endapan darah meningkat,
nyeri kepala menghilang dalam 48jam sejak terapi steroid diberikan.

Referinsi : Deutsches Arzteblatt International, The Diagnosis and Treatment of Giant Cell
Arteritis, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3679627/
Nama penyakit: Gangguan Pergerakan Lainnya

Level SKDI :

Definisi

Gerak dihasilkan oleh interaksi antara sistem piramidal (sentral dan perifer), sistem
ekstrapiramidal , dan serebelum. Gerak diinisiasi dari sistem pyramidal, diperhalus dengan
proses fasilititasi dan inhibisi oleh sistem ekstrapiramidal, dan koordinasi oleh serebelum.
Dalam kegiatan motorik kita sehari-hari dikenal berbagai macam gerak, yaitu:

1. Gerak otomatik : gerak yang sudah terbiasa yang dilakukan tanpa sadar, misalnya
berjalan, berbicara.

2. Gerak voluntar : gerak yang direncanakan dan diinisiasi sendiri sesua dengan
keinginan, atau dengan pemicu dari luar, misalnya memakai baju, menendang bola.

3. Gerak involuntar : gerak yang tidak dapat ditahan, misalnya tremor, mioklonus.

4. Gerak semivoluntar : gerak yang dicetuskan oleh rangsangan sensori internal, untuk
menekan rasa tak menyenangkan, misalnya tics, akathisia, restless leg
syndrome(RLS).

Gangguan gerak timbul apabila ada kelainan pada salah satu atau beberapa dari sistem yang
mengatur gerak. Yang dimaksud dengan gangguan gerak adalah yang terkait dengan kelainan
pada sistem ekstrapiramidal , yang menimbulkan gerakan involuntar. Gangguan gerak tidak
terkait dengan kelumpuhan atau spastisitas otot.

Klasifikasi

Gangguan gerak akibat dari disfungsi sistem ekstrapiramidal terdiri dari 2 jenis, yaitu
hipokinesia, akibat dari gangguan fungsi fasilitasi gerakan dan hiperkinesia (involuntar
movement), akibat terganggunya fungsi supresi gerak.

Hipokinesia

 Rigiditas (meningkatnya tonus otot pada seluruh arah gerakan, fleksor lebih kaku dari
pada ekstensor, fenomena “lead pipe”/”plastik”)
 Bradikinesia (melambatnya gerakan)

 Freezing (aksi motorik berhenti sepintas, beberapa detik)

Hiperkinesia

 Tremor (ritmik, selang-seling otot agonis dan antagonis, sinusoidal,teratur)

 Chorea “dance” (cepat, bertenaga, setengah bertujuan)

 Ballism (gerakan choreic beramplitudo besar pada bagian proksimal anggota gerak.

 Atetosis (lambat, melintir, terutama pada bagian distl anggota gerak)

 Distonia ( involuntar, kontraksi otot yang bertahan, menyebabkan gerak melintir


berulang dan postur abnormal)

 Mioklonus (gerak involuntar mendadak, singkat, shock like dari kontaksi otot)

 Tics (gerak abnormal , bunyi abnormal, atau keduanya (sindrom tourette), mendadak,
singkat)

 Akathisia (rasa tak tenang di dalam yang menimbulkan gerak stereotip yang akan
mengurangi rasa tersebut)

 Stereotipi (gerak terkoordinasi yang berulang-ulang dan identik, timbul pada tardive
dyskinesia)

 Restless leg syndrome (rasa mendesak untuk menggerakan tungkai dengan rasa tak
nyaman)

Diagnosis

 Anamnesis

Mengidentifikasi pola dan jenis gerakannya

 Pemeriksaan fisik

Mengetahui gerakan tersebut berdiri sendiri (isolated) atau disertai gejal neurologik
lain
 Pemeriksaan penunjang

Darah, cairan otak, neuroimaging, neurofisiologi klinik

Referensi :PERDOSSI. 2013. Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan Gangguan
Gerak Lainnya.
Nama Penyakit : Sklerosis multipel

Level SKDI :

Definisi

Multiple sclerosis adalah penyakit neurodegeneratif kompleks yang kronis, merusak sistem
saraf pusat dan secara luas bersifat autoimun. Lebih banyak terjadi pada perempuan dari pada
laki-laki dan lebih banyak pad usia 20 -40 tahun.

Gejala

Pasien yang menderita MS menunjukkan berbagai gejala neurologis yang berasal dari
susunan saraf pusat. Gejala tersebut bisa sendiri atau kombinasi. Umumnya pasien
mengalami gangguan sensorik, disfungsi kandung kemih, defisit kognitif, kehilangan
pengelihatan yang unilateral tanpa rasa sakit, penglihatan ganda, kelemahan tungkai, ataxia,
kelelahan dan masalah usus.

Diagnosis

 Anamnesis

 Pemeriksaan fisik

 Pemeriksaan penunjang

MRI otak dan tulang belakang menggunakan gadolinium sebagai agen kontras untuk
menyoroti plak aktif

Referensi : huang, wen-juan. Chen, wei-wei. Zhang,xia. Multiple sclerosis : pathology,


diagnosis and treatments. Experimental and therapeutic medicin. 2017
SISTEM INDRA

Nama Penyakit : Perdarahan Vitreous

Level SKDI :

Definisi

Perdarahan vitreous adalah ekstravasasi darah ke salah satu dari beberapa ruang yang
terbentuk di dalam vitreous.kondisi ini dapat terjadi secara langsung dari robekan retina atau
neouvaskularisasi retina.

Etiologi

Perdarahan vitreus menjadi tiga kategori utama yaitu:

1. Pembulu darah retina abnormal

Biasanya terjadi karena iskemik pad penyakit seperti diabetik retinopati, retinopati sel
sabit. Retina mengalami pemasokan oksigen yang kurang, vascular endotel growth
factor dan faktor kemotaktik. Faktor predopsisi terjadinya perdarahan spontan adalah
terjadi pembentukan pembulu darah baru dan komponen berserat yang sering
menekan pada bembuluh darah baru sehingga mudah rapuh.

2. Pecahnya pembulu darah normal

Pecahnya pembuluh darah normal diakibtkan karena kekuatan mekanik yang tinggi.
Hal ini bisa terjadi dengan robekanya retina atau ablasio.

3. Darah dari sumber lainnya

Keada patologis yang berdekatan dengan vitreus juga dapat menyebabkan perdarahan.

Gejala

Pasien datang dengan keluhan mata kabur atau berasap, ada helai rambut atau garis (floaters),
fotopsia, tidak ada rasa sakit yang terkait dengan perdarahan vitreus.

Diagnosis

Pemeriksaan oftalmoskopi langsung dengan depresi skleral, gonioskopi untuk mengevaluasi


neovaskularisasi sudut, TIO dan B-scan ultrasonografi. Gambaran perdarahan pada vitreus
melalui ultrasonografi beberntuk kecil dan semakin banyak terlihat dan semakin tebal. Pada
slit lamp, sel darah merah dapat terlihat di posterior lensa dengan cahaya set “off-axis” dan
mikroskop pada kekeuatan tertinggi.

Referensi : Herman D et al. Vitreous hemorrhage. In: American Academy of Opthalmology:


Retina and Vitreous. 2014.
Nama Penyakit : kolesteatoma

Definisi

Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi
terbentuk terus menerus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma bertambah besar. Epitel kulit
yang berada pada tempat yang salah. Epitel kulit liang telingan merupakan suatu daerah cul-
de-sac I sehingga apabila terdapat serumen padat di liang telinga dalam waktu yang lama,
maka dari epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut seakan terperangkap
sehingga membentuk kolesteatoma.

Klasifikasi

Kolesteatoma terbagi menajdi 2 menurut etiologinya

1. Kolesteatoma kongenital

Terbentuk akibat skuamosa terperangkap didalam tulang temporal selama


embriogenesis, ditemukan pada telinga dengan membaran timpani yang utuh tanpa
ada tanda-tanda infeksi. Lokasi biasanya berada pada mesotimpanum anterior, daerah
petrosus mastoid. Penderita biasanya tidak memiliki riwayat otitis media supuratif
kronis yang berulang, riwayat pembedahan otologi sebelumnya. Paling sering pada
anak usia dini (6 bulan – 5tahun)

2. Kolesteatoma akuisital

Kolesteatoma akuisital terbagi menajdi 2, yaitu: primer dan sekunder. Kolesteatoma


primer terjadi tanpa didahului oleh perforasi membran tympani. Kolesteatoma timbul
akibat proses invaginasi dari membaran timpani pars flaksida karena adanya tekana
negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba. Kloesteatoma sekunder merupakn
kolesteatoma yang terbentuk setelah adanya perforasi membarn tympani.
Kolesteatoma terbentuk sebagai akibat masuknya epitel kulit dar liang telinga atau
dari pinggir perforasi membran tympani ke telinga tengah atau terjadi akibat
metaplasia mukosa kavum tympani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama.

Gejala

Gejala khas kolesteatoma adalah otorrhea tanpa rasa nyeri, yang terus meneurs atau
sering berulang. Ketika kolesteatoma terinfeksi, kemungkinan besar infeksi tersebut
sulit dihilangkan. Karena kolesteatoma tidak memiliki pembuluh darah. Gangguan
pendengaran juga merupakan gejala yang umum pada kolesteatoma.

Diagnosis

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan sebuah kanalis akustikus eksternus yang
penuh terisi pus mukopurulen dan jaringan granulasi. Pada pemeriksaan penunjang
yang dilakukan adalah CT-Scan, defek yang dapat dideteksi dengan menggunakan CT
scan adalah :

1. Erosi skutum

2. Fistula labirin

3. Cacat di tegmen

4. Keterlibatan tulang-tulang pendengaran

5. Anomali

Referensi : Rutkowska, Justyna. Ozgirgin,Nuri. Olszewska,Ewa. Cholesteatoma Definition


and Classification : A literature Review. The jurnal of International Advanced Otology.2017
Nama penyakit : Etmoiditis akut

Definisi

Etmoiditis adalah infeksi dar sinus-sinus etmoiditis, yang berbentuk seperti sarang lebah
terdiri dari sel-sel udara yang berkumpul antara kavum nasal dan obirta. Etmoiditis akut
biasanya timbul dari penyebaran infeksi dari sinus-sinus lain.

Eriologi

Etmoiditis sering terjadi karena adanya infeksi saluran nafas atas dan infeksi pada gigi juga.
Sering terjadi pada anak-anak usia 1- 5 tahun dan 10-15 tahun dengan riwayat
rhinopharyngitis.

Gejala

1. Nyeri kepala bagian bawah antara mata dan hidung

2. Sedikit kemerahan, nyeri, dan bengkak di sekitar sudut mata

3. Sulit bernafas melalui mulut

4. Demam

5. Hipomia atau anosmia

6. Hidung tersumbat

7. Keluar sekret dari hidung

Pemeriksaan penunjang

1. Nasal endoskopi, pemeriksaan melalui kavum nasi posterior menggunakan alat yang
kecil untuk melihat keadaan sinus etmoid

2. CT Scan dapat menunjukan berat ringanya kerusakan mukosa sinus dan


penyebarannya ke organ/jaringan lain

3. Kultur dan tes resistensi dari sekret nasal.

4. Pemeriksaan darah : leukosit dan hitung jenis untuk menentukan stadium penyakit.
Referensi : A, Goueta. S, Oubian.et all. Acute Exteeriorized Ethmoiditis of the child:
Diagnosis and Management. Otolaryngology journal.

http://www.alliedacademies.org/articles/acute-exteriorized-ethmoiditis-of-the-child-about-23-
cases-diagnosis-and-management-10992.html
SISTEM RESPIRASI

Nama Penyakit : Displasia bronkopulmonar

Definisi

Displasia bronkopulmoner merupakan diagnosis klinis yang ditentukan berdasarkan


ketergantungan oksigen dalam periode waktu tertentu setelah lahir, dan disertai gambaran
radiologis tertentu sesuai dengan kelainan anatomi.

Etiologi

Displasia bronkopulmoner terjadi pada 27% bayi hampir aterm yang menderita penyakit paru
yang berat misalnya, sindrom distres pernapasan, aspirasi mekonium, pneumonia, sepsis, dan
50 % pada bayi yang menderita hipoplasia pulmoner.

Gejala dan tanda

1. Takipnea

2. Retraksi

3. Mengi

4. Ronki

Pemeriksaan penunjang

1. Gambaran radiologis

Dengan pemeriksaan foto rotgen toraks, gambaran yang ditemukan adalah adanya
kerapatan linear, kasar, tidak beraturan, seperti tali, lucent fokus seperti kista.
2. Gambaran laboraturium

Pemeriksaan darah kadar asam laktat dalam darah meningkat bila kadar lebih dari 45
mg% prognosis memburuk, kadar bilirubin meningkat, kadar PaO2 menurun
disebabkan berkurangnya oksigen didalam paru-paru.

Referensi : Lauren M. Davidson. Sara K. Berkelhamer. Bronchopulmonary Dysplasia:


Chronic Lung Disease Of Infancy and Long-Trem Pulmonary outcomes. Journal of Clinical
Medicine
Nama Penyakit : Infrak Paru

Definisi

Infrak adalah kematian suatu jaringan tubuh. Hal ini dapat disebabkan berkurangnya pasokan
darah yang menuju jaringan tubuh tersebut. Infark paru adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan fokus nekrosis lokal pada jaringan parenkim paru yang ddiakibatkanya oleh
penyumbatan vaskular.

Etiologi

Infark paru sering disebabkan oleh adanya embolus pada paru. Emboli dapat terjadi
dikarenakan tromboemboli vena (venous thromboembolism). Hal ini dapat berhubungan
dengan adanya trauma, post operasi dan kelahiran.Tiga faktor predisposisi yang dapat
menimbulkan trombus sesuai trias virchow adalah :

1. Endotel cedera
 
2. Statis aliran darah
 
3. Darah hiperkoagulabilita

Manifestasi Klinis Infark Paru


Gejala infark paru hampir menyerupai gejala emboli paru. Adapun gejala dapat terjadi antara
lain : Sesak napas mendadak Keadaan ini disebabkan bronkokonstriksi dari penyumbatan
arteri paru secara total,
Takipnea,
Batuk-batuk  
Hemoptisis dapat timbul setelah 12 jam terjadinya emboli paru dan sesudah 24 jam daerah
infark menjadi terbatas dikelilingi oleh daerah paru yang sehat serta terbentuknya suatu
perdarahan dan ateletaksis. Lama kelamaan jaringan yang mengalami perdarahan tersebut
akan mengering dan terbentuk jaringan parut.
 Nyeri Pleuritik  Nyeri dirasakan pada dinding dada daerah paru yang terkena serta sering
juga dirasakan pada daerah bahu ipsilateral. Nyeri pleuritik ini disebabkan karena terjadinya
perdarahan pada arteri pulmonalis segmental atau subsegmental yang mengalami obstruksi.
 Cairan pleura akan bercampur dengan darah sehingga akan terjadi gesekan pleura. Nyeri ini
juga dapat dilihat pada pasien dengan ketidaksimetrisan pergerakan dinding dada.
 
Adanya tanda-tanda fisis paru, seperti : peluritis, elevasi diafragma yang terkena dan tanda-
tanda konsolidasi daerah paru yang terkena seperti terjadinya ateletaksis.
Jika terjadi obstruksi pada arteri besar paru, maka akan tampak gejala seperti gagal jantung
kanan (tanda hemodinamika) : tekanan vena jugularis meninggi, sianosis sentral.
Apabila terjadi obstruksi pada ateri kecil, maka akan tampak gangguan respirasi
(bronkokonstriksi).
Diagnosa Infark Paru
Untuk mendiagnosa suatu infark paru dapat dilakukan beberapa pemeriksaan.  Namun, untuk
mengetahui penyebab pasti terjadinya infark paru tetap dapat dilakukan dengan anamnesa
dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik lalu menentukan bagian paru yang terkena infark
dengan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadinya gejala-gejala yang menjurus pada
kasus infark paru. Tanyakan riwayat penyakit yang dapat menerangkan faktor risiko
terjadinya infark paru. Serta tanyakan gejala-gejala yang terjadi yang dapat menunjang
penegakan diagnosis
Pemeriksaan fisik Dari inspeksi lihat tanda-tanda adanya trombosis vena dalam biasanya
pada daerah ekstremitas bawah. Adakah terjadinya fraktur femur, tirah  baring yang lama,
tanda-tanda infark miokard lainnya. Dari auskultasi dapat didengan suara gesekan pleura
pada bagian yang terkena obstruksi.
Pemeriksaan penunjang
Radiologis
Densitas paru yang sesuai dengan infark paru didapatkan sekitar 25-30% kasus, dengan
tampak sebagai kesuraman pada sudut kosto frenik. Atau sebagai densitas bulat dengan batas
tidak jelas diatas
diafragma, yang disebut Hampton’s hump yang berben
tuk kerucut dengan dengan basis pada pleura dan puncak menuju hilus tetapi gambaran ini
jarang ditemukan.
Sidikan Paru Perfusi dan Ventilasi
Pemeriksaan sidikan perfusi paru dengan menggunakan albumin yang ditanda dengan Te
99m. Bahan kontras radioaktif tadi disuntikkan intravena. Beberapa saat kemudian perfusinya
dibaca dengan kamera gamma. Efek sidikan paru (cold nodule) menentukan kemungkinan
letak infark paru. Namun hal ini perlu dikombinasikan dengan sidikan ventilasi paru dengan
gas Xenon yang diinhalasi oleh pasien, hasilnya akan dibaca pada kamera gamma.
 
CT  – Scan
 Jika terdapat sarana penunjang yang tepat seperti
CT – Scan ,dapat dengan mudah menilai adanya infark paru tanpa memberikan intervensi
dengan  pemberian kontras seperti sidikan dan angiografi. Namun, sering terkendala pada
sarana dan harganya yang mahal. Gambaran infark paru  pada CT –Scan

Referensi :

Guyton, Arthur C dan John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 2007. Jakarta :
EGC 2. 
Sudoyo, Aru W.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V jilid I. Jakarta : Interna
Publishing.
Nama Penyakit : Emboli paru

Definisi

Emboli paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus,
yang terjadi secara tiba-tiba. Emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa
juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara,
yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah.

Gejala dan tanda

1. Dispnea

2. Nyeri dada pleuritik

3. Batuk dan hemoptisis

4. Diaforesis

5. Takipnea

6. Ronkhi basah

7. Takikardi

8. Demam

Pemeriksaan Penunjang

Chest X-Ray : sering normal, tetapi dapat menunjukan bayangan bekuan, klep pembuluh
darah kasr, peninggian diafragmatik pada sisi yang sakit, efusi pleural, infiltrasi/konsolidasi.

Darah lengkap

Anda mungkin juga menyukai