PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Arteritis Temporalis (Giant Cell Arteritis/Arteritis Sel Raksasa) adalah
penyakit peradangan kronis pada lapisan pembuluh darah arteri, yaitu pembuluh
darah yang membawa darah kaya oksigen dari jantung ke seluruh tubuh.
Peradangan paling sering mengenai pembuluh darah arteri di kepala, leher, dan
tubuh bagian atas, terutama arteri di bagian pelipis, arteri temporalis (Dasgupta,
2010).
2.2 Epidemiologi
Insiden arteritis temporalis di Jerman prevalensinya adalah 3,5 kasus per
100.000 pada orang yang berusia 50 tahun atau lebih (Ness et al, 2013). Insidensi
arteritis temporalis di Olmsted County, Minnesota rata-rata 17,8 per 100.000 pada
orang yang berusia 50 tahun atau lebih (Mythili, 2014).
Prevalensi sangat tergantung pada jumlah individu yang berusia 50 tahun atau
lebih tua, usia rata-rata onset adalah 75 tahun. Negara-negara dengan harapan
hidup yang lebih rendah memiliki prevalensi yang lebih rendah. Penyakit ini lebih
sering menyerang perempuan dengan rasio perempuan dan laki-laki sekitar 3,7:1
(Mythili, 2014).
2.3 Etiologi
Etiologi pasti dari arteritis temporal masih belum diketahui. Etiologi arteritis
temporal adalah multifaktorial dan ditentukan oleh faktor lingkungan dan genetik.
Data menunjukkan bahwa penyakit ini mungkin disebabkan oleh paparan antigen
eksogen. Banyak virus dan bakteri telah diusulkan berpotensial, termasuk
parvovirus, virus parainfluenza, varicella zoster virus, Chlamydia pneumoniae,
dan Mycoplasma pneumoniae (Tarakad, 2012).
Usia tua
Polymyalgia rheumatica
2.5 Anatomi
Gambar
2. Perbedaan
arteritis temporalis dengan arteri normal
2.6 Patofisiologi
Arteritis temporalis merupakan penyakit imunitas seluler. Kerusakan
vaskulitis dimediasi oleh CD4+ yang diaktifkan sel T helper dalam menanggapi
antigen yang disajikan oleh makrofag. Respon inflamasi primer mempengaruhi
lamina elastis internal. Sel raksasa berinti banyak, yang merupakan ciri histologis
arteritis temporalis, mungkin berisi fragmen serat elastis. Antigennya tidak
diketahui, tetapi elastin tetap merupakan suspek yang penting (Tarakad, 2014).
Pada lapisan adventitia, makrofag menghasilkan interleukin-6 (IL-6), yang
selanjutnya menambah kaskade inflamasi. Makrofag pada tunica media
menghasilkan radikal oksigen bebas (ROS) dan metallo proteinase, yang
menghancurkan dinding arteri dan fragmen lamina elastis. Akibat terjadinya
gangguan dari lamina elastis internal, myofibroblasts berproliferasi dan menuju ke
6
2.9 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada
anamnesis biasa didapatkan keluhan gejala prodormal seperti Polymyalgia Rematika
pada sebagian kasus yang biasa terjadi 1 minggu sebelum gejala nyeri kepala
dirasakan. Pasien mengeluh nyeri pada bagian bahu, panggul, dan pinggang. Selain
itu terdapat kriteria diagnosis untuk menegakkan diagnosis menurut American
College of Rheumatology's (Dasgupta, 2010) :
1. Pasien usia 50 tahun pada saat onset penyakit (gejala dimulai pada usia 50
tahun).
2. Nyeri kepala yang baru dirasakan.
3. Abnormalitas dari arteri temporalis (nyeri arteri temporalis pada palpasi atau
penurunan denyut arteri temporalis, yang tidak berhubungan dengan
arteriosklerosis arteri servikal).
4. Peningkatan LED (> 50 mm/jam dengan metode Westergreen).
5. Biopsi abnormal (Biopsi specimen arteri menunjukkan vasculitis yang ditandai
adanya dominasi infiltrasi sel mononuclear atau inflamasi granulomatosa,
biasanya dengan sel-sel raksasa berinti).
Selain dari anamnesis, pemeriksaan fisik yang mendukung diagnosis adalah
sebagai berikut:
1. Tanda inflamasi dari a. Temporalis superfisial:
a. Pada inspeksi ditemukan eritema, tampak nodul dan penebalan dari arteri
temporalis.
b. Pada palpasi didapatkan rasa nyeri dan melemahnya pulsasi arteri
11
temporalis.
2. Parese n. VI yaitu saat pasien di perintahkan untuk melirik ke sisi luar, pasien
kesusahan dalam melakukannya.
2.10
Diagnosis Banding
Herpes zoster
Cluster Headache
Spondilosis servikal
2.11
Terapi
Pasien yang diduga menderita arteritis temporalis harus mulai terapi sedini
mungkin.
Meskipun
rekomendasi
dosis
bervariasi,
peneliti
kebanyakan
merekomendasikan penggunaan prednison diberikan secara oral dalam dosis 4060 mg per hari. Pasien dengan gejala visual sebaiknya memulai pengobatan
dengan dosis lebih tinggi, seperti 250 mg natrium suksinat methylprednisolone
(Solu-Medrol) diberikan secara intravena setiap enam jam selama 3-5 hari,
kemudian berlanjut keterapi kortikosteroid oral.
12
Tablet steroid
Obat steroid seperti prednisolon adalah pengobatan utama yang biasa. Steroid
bekerja dengan cara mengurangi pembengkakan (inflamasi). Setelah pengobatan,
gejala berkurang dalam beberapa hari.
Pemberian awal steroid dosis tinggi, biasanya sekitar 60 mg per hari.
Kemudian dikurangi secara perlahan selama beberapa bulan. Dosis pemeliharaan
diperlukan untuk menjaga gejala tidak kambuh dan mencegah komplikasi.
Biasanya sekitar 10 mg per hari.
Pemberian prednison harus dosis tinggi karena komplikasi dari arteritis
temporalis adalah kebutaan oleh karena arteri oftalmika terganggu (Bahrudin,
2013).
Pada beberapa orang gejala hilang setelah 2-3 tahun, sehingga pengobatan
steroid dihentikan secara perlahan. Pengobatan harus dilakukan di bawah
pengawasan dokter. Namun, pada beberapa pasien membutuhkan pengobatan
selama beberapa tahun, bahkan sampai seumur hidup. Dan obat steroid tidak
boleh dihentikan tiba-tiba.
Penggunaan obat penghilang rasa sakit bersamaan dengan obat steroid tanpa
pengawasan dokter tidak dibolehkan. Konsumsi obat-obatan tersebut secara
bersamaan dapat meningkatkan resiko ulkus lambung.
Efek samping
Efek samping dari steroid meningkat dengan dosis yang lebih tinggi. Inilah
alasan dosis yang digunakan adalah dosis yang terendah. Kemungkinan efek
14
Berhenti merokok.
2.12
Komplikasi
15
Stroke.
2.13
Prognosis
Sebelum dilakukan terapi kortikosteroid, kebanyakan pasien yang menderita
16
Kesimpulan
1. Arteritis Temporalis (Giant Cell Arteritis/Arteritis Sel Raksasa) adalah penyakit
peradangan kronis pada arteri-arteri besar.
2. Arteritis temporalis merupakan yang paling sering terkena.
3. Gejala klinis : nyeri kepala, nyeri tekan kulit kepala ketika pasien menyisir
rambut, nyeri saat mengunyah, hilangnya penglihatan sementara pada salah satu
mata (amaurosis fugax) atau kebutaan total, diplopia, gejala konstitusional
meliputi demam yang tidak terlalu tinggi, keringat pada malam hari, nyeri pada
otot bahu/gelang panggul, malaise, anoreksia dan penurunan berat badan.
4. Pemeriksaan penunjang : LED (meningkat >100 mm/jam), anemia normokromik
normositik dan tes fungsi hati yang abnormal, terutama peningkatan alkali
fosfatase, dan dilakukan biopsi arteri temporalis.
17
5. Kriteria Diagnosis : Pasien usia 50 tahun pada saat onset penyakit (gejala
dimulai pada usia 50 tahun), nyeri kepala yang baru dirasakan, abnormalitas dari
arteri temporalis, peningkatan LED, biopsi abnormal.
6. Pengobatan : kortikosteroid yang diberikan dalam dosis tinggi (jika menunjukkan
perbaikan, dosisnya diturunkan secara perlahan)
DAFTAR PUSTAKA
Bahrudin, M. 2013. Neurologi Klinis. Edisi I. Malang: UMM Press
Dasgupta B. Diagnosis and Management of Giant Cell Arteritis. Royal College of
Physicians. 2010. p. 1-3.
Mythili S. Emedicine : Giant Cell Arteritis Clinical Presentation. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/332483-clinical. Accessed on September
27, 2012.
Ness et al,. The diagnosis and Treatment of Giant Cell Arteritis. Deutsches Arzte
International. 2013. P. 14
Tarakad S. Emedicine :Temporal/Giant Cell Arteritis Follow-up. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1147184-followup#a2651. Accessed on
September 27, 2012.
Ted et al,. American Family Phsycian : Polymialgia Reumatica and Temporal
Arteritis. Available at http://www.aafp.org/afp/2000/0815/p789.html. Accessed on
September 28, 2012.
Trevor A. Emedicine :Temporal Arteritis Pathology . Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1612591-overview#a30.Accessed
on
September 27, 2012.
18