Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH CASE STUDY

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS


NEONATAL PLEKSUS BRACHIALIS PALSY ( NPBP )

Disusun oleh :

Maulidina Ulfa, AMd. Kes

Fisioterapi

YAYASAN LOMBOKCARE
2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjat kan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah " Case Study" untuk
materi “Neonatal Pleksus Brachialis Palsy ( NPBP ).”.

Adapun makalah ini telah saya usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan
berbagai pihak, sehingga memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya tidak lupa
menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu saya dalam
pembuatan makalah ini.

Tidak lepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka saya
membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada saya
sehingga saya dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata saya berharap semoga makalah Case
Study tentang “Neonatal Pleksus Brachialis Palsy ( NPBP ).” dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Neonatal Brachial Plexus Palsy (NBPP) adalah cedera saraf perifer total atau parsial yang dapat
mempengaruhi akar saraf dan toraks dari C5-T1, dan terjadi saat lahir ( Eldridge, Alexander,
Mc.Combe, 2020 ).

Terjadinya cedera apabila peregangan atau pecahnya selaput mielin atau serabut batang saraf
atau avulsi akar atau bentuk cedera akar saraf parah yang ditandai dengan robekan total pada
satu atau lebih akar saraf tulang belakang. Neonatal Brachial Plexus Palsy (NBPP) dapat
diklasifikasikan menurut kompleks saraf yang terkena, tingkat keparahan, dan fungsinya
( Dundar, dkk, 2021 ).

Terdapat cedera pada batang tubuh bagian atas bila saraf yang terkena adalah C5 dan C6,
cedera batang tengah ketika saraf yang terkena adalah C7, cedera batang bawah ketika saraf
yang terkena adalah C8 dan T1, dan cedera total ketika saraf yang terkena adalah C5 – T1
( Lopes, dkk, 2020 ).

Tingkat keparahan cedera saraf diklasifikasikan sebagai cedera avulsi ketika saraf robek,
sebagai cedera neurotmesis bila terjadi gangguan total pada akson dan jaringan ikat saraf,
sebagai cedera aksonotmesis bila terdapat gangguan anatomi akson, namun tidak ada
keterlibatan jaringan ikat dan mielin saraf, dan terakhir, peregangan saraf tanpa gangguan, yang
menyebabkan penyumbatan sesaat pada sambungan saraf-akson dan pulih secara spontan
( Frade, at all, 2019 ).

Dalam klasifikasi berdasarkan fungsi ekstremitas, lesi NBPP dapat disebut sindrom Erb-
Duchene atau kelumpuhan pleksus brakialis atas (C5-C6), di mana abduksi bahu, rotasi
eksternal bahu, dan fleksi siku terganggu, sementara fungsi tangan tetap terjaga. ; Sindrom
Dejerine – Klumpke atau kelumpuhan pleksus brakialis bagian bawah (C7-C8-T1), yang
mempengaruhi fungsi tangan dan pergelangan tangan; dan kelumpuhan pleksus brakialis
komplit (C5-C6-C7-C8-T1), yang mengganggu fungsi lengan secara keseluruhan ( Vibhuti,
Christoper, Eugene, 2021 ).

Menurut Suroto ( 2019 ) Pleksus Brachialis adalah cedera anyaman saraf tepi di daerah cervical
dan bahu yang berakibat pada kelumpuhan otot-otot bahu, siku, pergelangan tangan dan jari-jari
tangan.anyaman saraf tepi daerah cervical yang dibentuk oleh akar saraf C5-T1, dapat
mengalami kerusakan yang disebabkan oleh peregangan berlebihan, kompresi, tertekan benda
tajam dan mengakibatkan terputus atau bahkan tercabut. Kerusakan yang terjadi dapat sebagian
maupun total dengan level cedera yang bervariasi, baik yang supraclavicular maupun yang
infraclavicular. Kelumpuhan akan terjadi pada daerah bahu dan siku, jika kerusakan anyaman
saraf tepi leher bagian atas. Kelumpuhan akan terjadi pada daerah pergelangan tangan dan jari-
jari tangan, jika kerusakan saraf tepi leher bagian bawah. Kelumpuhan pada seluruh anggota
gerak atas, mulai dari bahu, siku, pergelangan tangan, dan jari-jari tangan terjadi jika kerusakan
anyaman saraf tepi terjadi pada keseluruhan bagian anyaman tersebut.
NBPP sering menyebabkan disfungsi pada ekstremitas atas yang terkena, yang mungkin
berhubungan dengan fungsi motorik dan sensorik lengan anak dan mungkin termasuk hilangnya
rentang gerak pasif dan aktif, defisit kekuatan sensorik dan otot, retraksi, kontraktur otot, atau
kelainan bentuk dan defisit fungsional.

Pada kasus pleksus brachialis, terdapat beberapa gambaran seperti kehilangan fungsi motorik,
kehilangan sensasi serta atrofi otot. Dalam hal ini fisioterapi berperan penting dalam membantu
menangani berbagai problematik pada kasus pleksus brachialis seperti meningkatkan kekuatan
otot, normalisasi sensoris, mencegah terjadinya atrofi, serta meningkatkan kemampuan
fungsional sehari-hari pasien yang terhambat akibat terbatasnya fungsi lengan dan tangan
sehingga pasien dapat melakukan ADL (Activity of Daily Living) secara mandiri tanpa
bantuan.

Dalam bidang kesehatan berbagai tantangan yang dihadapi oleh seorang fisioterapis terutama
pada gangguan sistem saraf ( sistem saraf pusat maupun sistem saraf tepi ). Sistem saraf yang
begitu kompleks akan menimbulkan berbagai macam variasi gangguan neurologis yang
disebabkan oleh penyakit atau trauma, dan memiliki dampak buruk tidak hanyapada anak
namun juga pada keluarga. Salah satu gangguan pada sistem saraf tepi salah satunya adalah
Neonatal Pleksus Brachialis Palsy ( NPBP ).

Pada fase rehabilitasi, peran fisioterapi sangatlah penting. Sesuai dengan definisi tentang
fisioterapi itu sendiri menurut PERMENKES No.80 Tahun 2013. “Fisioterapi adalah bentuk
pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk
mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur
kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, penungkatan gerak, peralatan
(fisik, electroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi, komunikasi. ”

Fisioterapi memberikan layanan yang mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerakan


maksimal dan kemampuan fungsional pada manusia. Fisioterapi dapat membantu orang pada
setiap tahap kehidupan. Fisioterapi didasari oleh teori ilmiah dan dinamis yang diaplikasikan
secara luas dalam hal meningkatan, pemulihan, pemeliharaan dan promosi gerak dan fungsi
tubuh terutama untuk meningkatkan kemampuan fisik ( WCPT, 2023 ).

Fisoterapi sebagai profesi kesehatan yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk
memberikan pelayanan pada pasien yang memiliki gangguan, keterbatasan fungsional, cacat
atau perubahan fungsi fisik yang menyebabkan cedera, penyakit, atau penyebab lainnya yang
berdampak pada penurunakan kualitas hidup manusia ( Lisnaini, 2021 ).

Pada penanganan pleksus brachialis ini penulis menggunakan modalitas fisioterapi berupa
massage dan exercise atau terapi latihan. Selain itu, penulis memberikan terapi latihan berupa
gerakan aktif dan pasif yang bertujuan untuk menjaga sifat fisiologis otot. Gerakan aktif yang
berasal dari kekuatan pasien secara mandiri dapat mencegah terjadinya atrofi dan kontraktur
karena otot menjadi aktif bergerak dan tidak mengalami imobilisasi yang dapat memicu
terjadinya atrofi otot.

Terapi Latihan adalah salah satu modalitas fisioterapi dengan menggunakan gerak tubuh baik
secara aktif maupun pasif untuk meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan lingkup gerak
sendi dan kemampuan fungsional (Wahyono & Budi, 2016).
B. Rumusan Masalah
BAB 2

PEMBAHASAN
C. Anatomi Pleksus Bracialis

Pleksus brachialis adalah pangkal dari serabut-serabut saraf yang berasal dari medulla
spinalis yang mempersarafi ekstremitas superior. Pleksus brachialis merupakan serabut saraf
yang berasal dari ramus anterior radiks saraf C5-T1. Pleksus brachialis adalah sebuah jaringan
saraf dari tulang belakang yang berasal dari belakang leher meluas ke aksila (ketiak), dan
menimbulkan saraf untuk ekstremitas bagian atas. Pleksus brachialis dibentuk oleh penyatuan
dari kelima bagian saraf. Pleksus brachialis dimulai dari lima rami ventral dari saraf spinal.
Ramus tersebut akan bercabang membentuk 3 trunkus yaitu trunkus superior (C5 dan C6),
trunkus inferior (C7) dan trunkus medialis (C8 dan T1). Ketiga bagian fasiculus pleksus
brachialis terletak di atas dan lateral terhadap bagian pertama arteri aksillaris (Snell, 2019).
Pleksus brachialis adalah bagian yang penting dalam mempersarafi ekstremitas bagian atas,
sehingga jika terjadi patologi pada pleksus brachialis akan mempengaruhi fungsi dari sistem
pergerakan baik sensorik maupun motorik dari ekstremitas atas. Pleksus brachialis dibentuk
dari nervus spinalis atau akar spinalis, yaitu penggabungan dari akar ventralis (motorik) dan
dorsalis (sensorik) ketika mereka melewati foramen spinalis. Ganglion akar dorsalis
mengandung badan sel dari saraf saraf sensorik sedangkan badan sel dari ventralis terletak di
dalam medula spinalis. Umunya dibentuk dari C5- T1.

Semua saraf yang mempersarafi ekstremitas atas melewati pleksus brachialis (Snell, 2019).

1
2

10
3 8 9
7
4
5 6

Keterangan
1 : Superior Trunk 6 : Ulnar Nerve
2 : Posterior Cord 7 : Anterior Cord
3 : Axilary Nerve 8 : Lateral Cord
4 : Radial Nerve 9 : Middle Trunk
5 : Medial Nerve 10 : Inferior Trunk

Gambar 2.1 Anatomi pleksus brachialis (Westbrook, Catherine,2014)

Pleksus brakialis adalah jaringan saraf besar yang membentang dari leher ke lengan.
Saraf ini memberikan gerakan dan perasaan pada lengan dan tangan (The Royal Children
Hospital, 2018). Jaringan saraf pleksus brakialis dimulai dengan akar saraf di sumsum tulang
belakang di leher dan mencapai ketiak. Saraf bercabang dari sana dan terus ke bawah lengan ke
lengan bawah, tangan, dan jari (Gegg, 2022)
Pleksus brachialis berfungsi untuk mempersarafi lengan. Pleksus ini bercabang menjadi
beberapa saraf yang juga berperan mempersarafi lengan, meski tiap saraf memiliki daerah
persarafan yang berbeda pula. Pleksus brachialis berada dalam regio colli posterior, dibatasi
disebelah caudal oleh klavicula dan terletak di sebelah posterolateral sternocleido mastoideus,
berada disebelah cranial dan dorsal arteri subclavia, disilangi oleh muskulus omohyoideus
venter inferior (Snell, 2019).
Saraf-saraf yang menuju ke ekstremitas atas mempunyai peran penting yaitu persarafan
sensoris kulit ke struktur dalam seperti sendi, persarafan motoris ke otot-otot kemuidan
mempengaruhi garis tengah pembuluh darah melalui saraf vasomotor simpatis dan sekremotor
parasimpatis yang mempersarafi kelenjar keringat (Snell, 2019).

D. Saraf Yang Melalui Pleksus Brachialis

Terdapat enam saraf penting yang keluar dari pleksus brachialis, saraf- saraf tersebut adalah
(Snell, 2019).

1. Nervus Thorakalis Longus


Saraf ini berasal dari radiks pleksus brachialis di leher dan masuk aksilla dengan
berjalan melewati pinggir lateral thorakal 1 dibelakang arteri aksillarisdan pleksus brachialis.
Saraf ini berjalan turun melewati permukaan lateral muskulus serratus anterior yang
dipersarafinya. Nervus ini adalah nervus yang mempersarafi otot serratus anterior.
2. Nervus Aksilaris
Nervus aksilaris merupakan cabang yang besar dari fasiculus posterior. Berada di
sebelah dorsal arteri aksillaris meninggalkan tanpa memberi persarafan di sisi nervus aksillaris
berjalan di antara muskulus subscapularis dan muskulus teres minor, berada di sebelah lateral
caput longum musculus triceps brachii, berjalan melalui fissure aksillaris lateralis bersama-
sama dengan arteri circumflexa humeri posterior. Nervus aksillaris terletak bersandar pada
coloumn chirurgicum humerus.
3. Nervus Radialis
Nervus radialis merupakan lanjutan fasicularis posterior pleksus brachialis dan terletak
dibelakang arteri aksillaris. Nervus radialis adalah cabang terbesar pleksus brachialis. Sebelum
meninggalkan aksilla, saraf ini mempercabangi saraf untuk caput longum dan caput medial
musculus triceps dan nervus cutaneus brahii posterior.
4. Nervus Musculocutaneus
Nervus musculocutaneus merupakan cabang dari fascicularis lateralis dan berpusat
pada medulla spinalis segmen C5-C7, mempersarafi muskulus coracobrachialis, dan
meninggalkan aksilla dengan menembus otot tersebut. Saraf ini meninggalkan tepi lateral
muskulus biceps brachii, menembus fascia dan melanjutkan diri sebagai nervus cutaneus
antebrachi lateralis, yang mempersarafi permukaan lateral region antebrachium.
5. Nervus Medianus
Nervus ini dibentuk oleh radiks superior dan fasciculus lateralis dan radiks inferior dan
fasciculus medialis, berada disebelah lateral arteri aksilaris. Menerima serabut-serabut yang
berpusat pada medulla spinalis segmen C5-T1. Sepanjang brachium nervus medianus berjalan
berdampingan dengan arteri brachialis, mula-mula disebelah lateral, lalu menyilang disebelah
ventral arteri tersebut kira-kira pada pertengahan brachium,selanjutnya memasuki fossa cubiti
dan berada disebelah medial arteri brachialis. Nervus ini tidak mempercabangi di daerah
brachium. Memasuki daerah antebrachium,nervus ini berjalan di antara kedua kaput muskulus
pronotor teres, berjalan ke distal dibagian mediana (tengah- tengah)antebrachium oleh karena
itu disebut nervus medianus.
6. Nervus Ulnaris
Nervus ini adalah cabang utama fasiculus medialis, berjalan turun antara arteri aksillaris
dan vena aksillaris. Pada pertengahan brachiium saraf ini berjalan ke arah dorsal menembus
septum intermuscular medial, berjalan terus ke caudal dan berada pada permukaan dorsal
epicondylus medialis humerus, yaitu di dalam sulcus nervus ulnaris. Di tempat ini nervus
ulnaris ditutupi oleh kulit sehingga dapat dipalpasi. Daerah brachi, nervus ulnaris tidak
memiliki percabangan.

E. Percabangan Saraf Pleksus Bracialis

Pleksus brachialis dibentuk oleh rami anterior nervus spinalis C5-C8 dan T1. Ada
perbedaan antara bagian yang terletak di atas klavicula (pars supraclavicularis) dan bagian yang
terletak di bawah clavicula (pars infraclavicularis). Rami anterior dari nervus spinalis berjalan
di antara celah yang terdapat di musculus scalenus menuju trigonum cervicalis posterior,
dimana rami anterior akan membentuk tiga truncus primer di atas klavicula, yaitu: truncus
superior, truncus medialis, dan truncus inferior. Saraf-saraf ini membentuk pars
supraclavicularis (Snell, 2019).
Sejumlah serabut saraf yang lebih kecil timbul dari berbagai bagian pleksus. Cabang-
cabang dari radiks pleksus yaitu sebuah cabang menuju nervus phrenicusdari C5. Nervus
thoracalis posteriorterdiri atas nervus scapularis dorsalisC5, saraf motorik ke musculus
rhomboideusdan nervus thoracalis longusC5-C7 yang berjalan turun mensarafi
muskulusserratus anterior. Cabang–cabang saraf juga menuju muskulus scalenus dan longus
collidari C6. Nervusintercostalisyang pertama berjalan dari T1. Cabang-cabang dari trunkus
yaitu sebuah saraf berjalanke musculus subclavius (C5- C6) dan trunkus superior atau radiks
kelima. Nervus subscapularis(C5-C6) timbul dari trunkus superior atau bagian anteriornya dan
mempersarafi musculus supraspinatusdan infraspinatus (Kattan dan Borschel, 2011).
Cabang anterior dari truncus superior dan truncus medialis bersatu membentuk
fasiculus lateralis, terletak di sebelah lateral arteri aksilaris. Cabang anterior dari truncus
inferior membentuk fasciculus medialis, terletak di sebelah medial arteri aksilaris dan cabang
posterior dari ketiga truncus tersebut membentuk fasciculus posterior, berada di sebelah
posterior arteri akilaris. Ketiga fasciculus pleksus brachialis terletak di atas dan lateral terhadap
bagian pertama arteri aksillaris (bagian pertama arteri aksillaris terletak dari pinggir lateral
thorakal 1 sampai batas atas muskulus pectoralis minor, dan bagian III terletak dari pinggir
bawah muskulus pectoralis minor sampai pinggir bawah muskulus teres major). Fasciculus
medialis menyilang dibelakang arteri untuk mencapai sisi medial bagian II arteri (Kattan dan
Borschel,2011).
Fasciculus posterior terletak di belakang bagian kedua arteri, dan fasciculus lateralis
terletak di bagian II arteri. Jadi fasciculus pleksus membatasi bagian kedua arteri aksilaris yang
dinyatakan seperti namanya. Sebagian besar cabang fasciculus yang membentuk trunkus saraf
utama ekstremitas superior melanjutkan hubungan dengan bagian kedua arteri aksillaris (Kattan
dan Borschel, 2011).

1
2

8
7

Keterangan
1 : Dorsal Scapular Nerve 6 : Medial Pectoral Nerve
2 : Suprascapular Nerve 7 : Medial Coutaneus Nerve arm
3 : Subclavian Nerve 8 : Medial Coutaneus Nerve forear
4 : Long Thoracic Nerve 9 : Upper Subscapular Nerve
5 : Lateral Pectoral Nerve 10: Thoracodorsal Nerve

Gambar 2.2 Saraf pada pleksus brachialis (Moore, KL, Agur AMR,
and Dalley, 2015).
Cabang-cabang dari fasciculus yaitu nervus thoracalis anterior medialis dan lateralis
berjalan dari fasciculus medialis (C8-T1) dan lateralis (C5-7) masing-masing dan biasanya
disatukan oleh suatu loop. Nervus ini mempersyarafi musculus pectoralis major dan pectoralis
minor(Kattan dan Borschel, 2011).

Ketiga nervus subscapularis dari fasciculus posterior terdiri atas nervus subscapularis
atas (C5-C6) ke musculus subscapularis, nervus thoracodorsalis atau subscapularis medius
(longus) (C7-C8) yang menginervasi musculus latissimus dorsi dan nervus subscapularis
sebelah bawah (C5-C6) yang menuju musculus teres major dan bagian musculus subscapularis.
Cabang-cabang sensorik fasciculus medialis (C8-Th1) terdiri atas nervus cutaneus
antebrachialis medialis yang menuju ke permukaan medial lengan. Kemudian dari C5 dan C6
bergabung membentuk trunk Superior,C7 membentuk trunkus medialis, dan C8 dan T1
bergabung membentuk trunk inferior. Trunkus berjalan melewati klavikula dan disana
membentuk divisi anterior dan posterior. Divisi posterior dari masing-masing trunkus tadi akan
membentuk fasikulus posterior. Divisi anterior dari trunkus- trunkus superior dan media
membentuk fasikulus lateral. Divisi anterior dari trunkus inferior membentuk fasikulus medial.
Kemudian fasikulus posterior membentuk nervus radialis dan nervus aksilaris. Fasikulus lateral
terbagi dua dimana cabang yang satu membentuk nervus muskulokutaneus dan cabang lainnya
bergabung dengan fasikulus media untuk membentuk nervus medianus. Fasikulus media terbagi
dua dimana cabang pertama ikut membentuk nervus medianus dan cabang lainnya menjadi
nervus ulnaris(Kattan dan Borschel,2011).

F. Patologi Pleksus Bracialis

1. Trauma
Cedera pleksus brachialis adalah cedera yang terjadi di jaringan saraf yang
melakukan pengiriman sinyal dari sumsum tulang belakang ke bahu, lengan dan tangan. Saraf
ini berasal dari tulang belakang cervical kelima, keenam, ketujuh dan kedelapan (C5-C8), dan
saraf tulang belakang thorachal pertama (T1), dan mempersarafi otot-otot dan kulit dada, bahu,
lengan dan tangan. Cedera ini dapat mengakibatkan ganguan pengiriman sinyal dari saraf
perifer. Cedera pleksus brachialis (brachial plexus injury) adalah kondisi yang menyebabkan
kerusakan fungsi yang kompleks pada anggota tubuh bagian atas dan menyebabkan kecacatan.
Hal ini sebagian besar disebabkan oleh kecelakaan traumatis yang terutama disebabkan oleh
gerakan traksi, luka atau kompresi pada pleksus brachialis dan permukaan keras pada struktur
di dekatnya (tulang rusuk, vertebra, atau otot) (Smania, 2012).
Cedera pada pleksus brachialis dapat juga disebabkan karena trauma yang berkekuatan
tinggi pada ekstremitas atas dan leher. Salah satu hal yang menyebabkan terjadinya trauma
adalah kecelakaan. Dari seluruh kecelakaan bermotor, 2%-nya menyebabkan cedera pleksus
brachialis. Sekalipun jarang terjadi, high injury pada pleksus brachialis seringkali menimbulkan
kecacatan bagi penderitanya sehingga diagnosis dan penanganan yang tepat pada pasien sangat
diperlukan:(Ziarin,2013).
Pleksus brachialisadalah salah satu pleksussaraf somatik yang mengatur persarafan
motoris kehampir semua otot-otot ekstremitas atas dan sebagaian besar kulit yang membungkus
ekstremitas atas. Trauma berkekuatan tinggi pada ekstremitas atas dan leher bisa menyebabkan
berbagai cidera pada pleksus brachialis. Hal yang paling sering adalah cedera traksi/tarikan.
Selain itu juga bisa karena penekan antara klavikula dan costa pertama, luka tertembus, atau
hantaman langsung. Cidera ini mungkin tidak akan segera disadari karena dihalangi cidera lain,
terutama cidera pada medulla spinalis dan kepala. Cidera seperti ini biasanya sangat
mengancam kualitas hidup penderita karena sering kali terjadi kehilangan fungsi-fungsi
ekstremitas atas yang sangat penting. Tetapi dapat dilakukan pembedahan untuk memperbaiki
cidera ini dan kehilangan fungsi dapat bisa diatasi (Upadhyaya et al., 2015)
Cedera pada pleksus brachialis adalah cedera pada jaringan saraf yang berasal dari saraf
perifer C5-T1. Cedera pada pleksus brachialis dapat mempengaruhi motorik dan sensorik pada
membran superium. Saraf yang menyusun pleksus brachialis berperan dalam pergerakan dan
sensor tangan, lengan, serta bahu. Jika terjadi cedera pada saraf tersebut maka fungsi otot dan
serat saraf akan terganggu. Trauma berkekuatan tinggi mengakibatkan kelemahan otot pada
otot-otot yang terinerfasi oleh C5, C6, C7, C8, dan thorachal 1. Yang tersering adalah
kecelakaan saat mengendarai sepeda motor. Korban jatuh saat mengendarai sepeda motor
dengan kepala dan bahu membentur tanah. Benturan yang terjadi dengan posisi bahu
depresi dan kepala fleksi ke arah yang berlawanan. Gerakan yang sangat tiba-tiba tersebut juga
menyebabkan cedera tarikan pada klavicula dan struktur di bawahnya termasuk pleksus
brachialis dan vena subclavia. Apabila klavicula sebagai penghubung paling kuat antara bahu
subclavia. Apabila klavicula sebagai penghubung paling kuat antara bahu dengan kepala patah,
maka semua gaya tarikan berpindah ke serabut neurovascular. Mekanisme cedera semacam ini
menyebabkan kerusakan yang parah pada serabut saraf bagian atas. Hiperabduksi shoulder atau
tarikan yang kuat yang menyebabkan melebarnya sudut scapulohumeral yang mempengaruhi
akar saraf C8 dan T1, cedera traksi dengan kecepatan tinggi bisa menyebabkan avulsi (robek)
akar saraf dari medulla (Sandi, 2015).
Cedera pada pleksus brachialis dibedakan menjadi 2 tipe yaitu avulsion atau robek pada
akar saraf spinal cord dan nerve ruptur pada pleksus brachialis. Cedera pada pleksus brachialis
mempengaruhi persarafan pada bahu, lengan bawah dan atas serta tangan. Gejala penyakit ini
tergantung pada seberapa parah kerusakan saraf yang terjadi. Cedera pleksus brachialis tingkat
ringan umum terjadi pada atlet yang banyak melibatkan adu badan antarpemain, seperti pegulat.
Namun kondisi ini juga bisa dialami oleh bayi ketika proses kelahiran.Sementara cedera pleksus
brachialis tingkat berat biasanya dialami oleh korban kecelakaan kendaraan bermotor. Trauma
pada pleksus brachialis dapat menyebabkan paralisis lengan atas dengan atau tanpa paralisis
lengan bawah atau tangan (Upadhyaya et al., 2015).
Tanda dan gejala mungkin termasuk lengan lemas atau lumpuh, kurangnya kontrol otot
di lengan, tangan, atau pergelangan tangan, dan kurangnya perasaan atau sensasi di lengan atau
tangan. Meskipun beberapa mekanisme menyebabkan cedera pleksus brachialis, yang paling
umum adalah kompresi atau peregangan saraf. Bentuk cedera yang paling parah adalah avulsi
akar saraf yang merupakan dampak dari kecepatan tinggi pada saat terjadi tabrakan kendaraan
bermotor, selain itu trauma pada saat olahraga juga dapat menjadi penyebab trauma pada
pleksus brachialis.
Bagian akar saraf dapat terjadi avulsi pada pleksus brachialis mengalami traksi atau
kompresi.Traksi dan kompresi dapat juga menyebabkan iskemi yang akan merusak pembuluh
darah. Kompresi yang berat dapat menyebabkan hematoma intraneural, dimana akan menjepit
jaringan saraf sekitarnya (Upadhyaya et al., 2015).
Pleksus brachialis adalah jaringan saraf yang bertugas mengirim sinyal dari tulang
melakang ke bahu, lengan, dan tangan. Regangan, tekanan, atau cedera yang menyebabkan
jaringan saraf ini rusak atau bahkan hingga sobek atau terputus dapat menyebabkan masalah.
Cedera ringan yang umum terjadi pada saat kontak fisik saat olahraga, seperti sepak bola.
Cedera saraf pleksus brachialis juga bisa terjadi saat persalinan. Kondisi kesehatan tertentu,
misalnya peradangan atau tumor, dapat memengaruhi jaringan saraf ini. Kasus cedera yang
paling serius biasanya terjadi pada kecelakaan lalu lintas. Ini bisa menyebabkan tangan lumpuh
dan mati rasa. Fungsi saraf pleksus brachialis dapat diperbaiki dengan cangkok otot atau
pembedahan.
Gejala cedera pleksus brachialis berbeda-beda, perbedaan ini tergantung pada lokasi
dan tingkat keparahan cedera. Jenis Cedera ini terbagi menjadi beberapa jenis yaitu (Sakellariou
VI, Badilas NK, Mazis GA, Stavropoulos NA, Kotoulas HK, Kyriakopoulos S, 2014) :

1) Upper-trunk palsy injury


Keluhan pada tipe ini meliputi kelemahan pada bahu untuk mengangkat lengan.
Penderita tidak dapat mengangkat lengan dan muncul sensasi mati rasa pada bahu.Lower-trunk
2) Palsy injury
Gejala cedera ini bisa berupa penderita yang tidak bisa menggerakan tangannya.
Sementara fungsi lengan dan sikunya masih normal, namun akan berangsur-angsur menurun.
Jari tangan penderita juga sulit untuk digerakkan, jari manis dan kelingkingnya akan mati rasa.
Lama-kelamaan, jari-jari tangan penderita akan membentuk posisi seperti mencakar.
3) Pan-plexus palsy injury
Kerusakan pada saraf ini tergolong sangat parah. Akibatnya, penderita sama sekali
tidak mampu menggerakkan lengan maupun tangannya.Saraf saraf yang mencakup pleksus
brachialis berjalan dibawah leher dan aksila yang sangat rentan terhadap trauma. Ketika tangan
atau leher terkena trauma pada saat jatuh atau kecelakaan maka saraf saraf pada lengan dan
leher akan tertarik ataupun sobek satu sama lain. Jika kekuatan dorongan sangat hebat maka
saraf dapat tertarik keluar dari tempat asalnya yaitu medulla spinalis.
Penyebab terjadinya cedera pleksus brachialis dapat dibedakan berdasarkan mekanisme
terjadinya trauma yaitu :

1) Cedera akibat traksi


Cedera ini merupakan penyebab terbanyak cedera pleksus brachialis yang disebabkan
oleh dislokasi pundak atau lengan ke arah bawah karena adanya tarikan yang kuat,sering kali
disertai dengan fleksi lateral leher pada arah yang berlawanan. Hal ini biasa terjadi pada
kecelakaan kendaraan bermotor.
2) Cedera Penetrasi
Cedera ini biasanya disebabkan oleh luka trauma akibat tusukan pisau, leserasi kaca
atau luka tembak pada region supra ataupun infra clavicular yang menyebabkan robeknya
pleksus brachialis. Letak anatomi pembuluh darah yang berada di subklavia dan jugular yang
lebih proksimal maka dapat pula menyebabkan terjadinya pendarahan.
3) Cacat Lahir
Cedera pleksus brachialis dapat disebabkan karena faktor dari bayi lahir besar dan
distosia bahu. Hal lain yang dapat menyebabkan terjadi cedera yaitu presentasi bokong ibu yang
tidak memadai pada saat partus sehingga menyebabkan bahu bayi terluka. Penyebab lain yang
jarang terjadi yaitu trauma tumpul pada bahu, lesi kompresi, radiasi dan neoplasma.

2. Tumor

Tumor dikenal juga dengan neoplasma adalah kumpulan jaringan abnormal. Tumor
pada pleksus brachialis dibagi menjadi 2 yaitu (Malini Lawande, Deepak P Patkar, 2012):

a) Tumor Primer
Neoplasma primer pleksus brachialis mencakup tumor neurogenik jinak dan ganas.
Schannomas dan neurofibroma adalah tumor jinak dari pleksus brachialis. Neurofibroma dapat
terjadi karena lesi yang timbul dari saraf.
b) Tumor Sekunder
Pleksus brachialis dapat terlibat akibat perluasan tumor ganas yang berasal dari paru-paru
atau soft tissue neck. Bisa juga diakibatkan oleh limfoma atau metastasi, biasanya dari kanker
payudara atau paru- paru.

G. Pemeriksaan Dan Pelaksanaan Fisioterapi

1. Anamnesis
Anamesis yang dilakukan Pada hari Jum’at 10 November 2023 dengan hasil An.I
umur
8tahun adalah seorang anak sekolah beragama islam bertempat tinggal di Jl. Wisata Alam Gg.
Lingkuk Mas, Kerandangan.
Orang tua anak mengeluhkan tangan kanan anaknya lebih mengalami keterbatasan
untuk gerakannya, sedangkan untuk tangan kiri lebih aktif. Pada kedua lengan anak: bahunya
kearah dalam dan pergelangan tangan anak kearah dalam. Dan orang tua pasien mengatakan
ibu hamil di umur 34 tahun, kondisi ibu pasien selama hamil sering sakit (muntah) dari awal
sampai usia kehamilan 5bulan, dan susah makan nasi lebih sering makan buah.
Pasien merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara, dan jarak usia dengan kakak nya kurang
lebih 10tahun. Posisi anak sungsang pada usia kehamilan 8 bulan saat di USG, dianjurkan
Dokter untuk posisi sujud tetapi anak tidak mau muter dan saat lahir pantat yang keluar
pertama, BB bayi ketika lahir 2,2 kg dan di berikan oksigen, dimasukkan kedalam incubator
selama 4 hari. Pada tahun 2015 : Anak dilahirkan di Rumah Sakit Umum Mataram, saat anak
lahir terlihat kondisi tangan anak berbentuk hurup “U” (posisinya ke belakang). Kemudian
anak dibawa ke RS Bhayangkara dan diarahkan ke Dokter Spesialis Orthopedi pada umur 10
bulan dengan hasil rontgen yaitu kondisi tulang kedua lengan anak masih kecil atau belum
terbentuk. Pada umur 11 bulan anak mengalami alergi obat batuk pilek dan anak juga diberikan
obat alergi oleh dokter berupa puyer. Pada tanggal 18 Juli 2016 anak dibawa ke LombokCare
untuk mendapatkan Pelayanan Fisioterapi hingga sekarang dan hasilnya tetap sama, pada tahun
2019 pada anak umur 4 tahun kembali dilakukan pemeriksaan rontgen di RSUD Provinsi dan
hasilnya tetap sama.an pada tahun 2021 : Di Yayasan LombokCare, anak dikonsultasikan
dengan Dokter Spesialis Orthopedi dan disarankan operasi pada umur 10 tahun oleh Dr. Audi,
SpOT.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan awal yang dilakukan pleh fisioterapi kepada
pasien,yang meliputi:
1. Inspeksi
Ada dua jenis pemeriksaan inspeksi, yaitu statis dan dinamis, dimana inspeksi statis
dilakukan saat pasien dalam keadaan diam dan dinamis saat pasien bergerak. Pada
pemeriksaan ini dieroleh hasil :
a) Statis

 Wrist kanan dan kiri pasien terlihat kearah dalam dan wrish kiri terlihat
kearah luar.
 Tinggi shoulder kanan dan kiri pasien terlihat tidak simetris
b) Dinamis
 Shoulder kanan keterbatasan dalam melakukan gerakan fleksi
 Wrist kanan keterbatasan dalam melakukan gerakan extensi
 Wrist kiri keterbatasan melakukan gerakan extensi

2. Gerak Dasar
a) Gerak aktif
Pemeriksaan ini dilakukan oleh fisioterapis kepada pasien dengan cara meminta pasien
untuk menggerakan tubuhnya secara aktif hal ini bertujuan untuk mengetahui hasil kemampuan
pasien dalam melakukan gerak secara mandiri. Dan hasil yang didapatkan sebagai berikut;
Gerakan Dextra Sinistra

Fleksi shoulder Terbatas Full


Extensi shoulder Full Full
Abduksi shoulder Full Full
Adduksi shoulder Full Full
Fleksi elbow Full Full
Extensi elbow Full Full
Wrist fleksi Full Full
Wrist extensi Terbatas Terbatas

Tabel 2. 3
Hasil pemeriksaan Gerakan Aktif (dokumentasi pribadi, 2023)

b) Gerak Pasif
Pemeriksaan ini dilakukan oleh fisioterapis pada pasien, namun pasien dalam
keadaan rileks atau pasif dan fisioterapis menggerakan amggota tubuh pasien. Dan
hasil yang didapatkan sebagai berikut;

Gerakan Dextra Sinistra

Fleksi shoulder Full Full


Extensi shoulder Full Full
Abduksi shoulder Full Full
Adduksi shoulder Full Full
Fleksi elbow Full Full
Extensi elbow Full Full
Wrist fleksi Full Full
Wrist extensi Full Full

Tabel 2. 4
Hasil pemeriksaan Gerakan pasif (dokumentasi pribadi, 2023)

3. Impairment
Hasil pemeriksaan ini diperoleh hasil bahwa adanya kelemahan/Keterbatasan pada
shoulder dextra dan wrist dextra,sinistra.
4. Fuctional Limitation
Anak belum mampu menulis dengan maksimal karna keterbatasan gerakannya.

5. Partisipation Restriction:
Anak mampu bersosialisasi dengan teman maupun masyarakat.

3. Program / Rencana Fisioterapi

o Tujuan
Tujuan fisioterapi merupakan target yang ingin dicapai oleh
fisioterapi dalam proses terapi terhadap pasien. Tujuan ini dibagi menjadi tujuan
jangka panjang dan jangka pendek.

Jangka pendek:
- Meningkatkan koordinasi kedua tangan
- Meningkatkan kekuatan otot-otot kedua tangan
Jangka Panjang:
- Meningkatkan fungsional kedua tangan dalam aktifitas ADL (activity daily
living) aktifitas sehari-hari.

a. Terapi Latihan
Terapi latihan (exercise) adalah gerakan postur tubuh atau
aktivitas fisik yang dilakukan secara sistemis dan terencara untuk memberikan manfaat
seperti meningkatkan, mengembalikan atau menambah fungsi fisik, mencegah atau
mengurangi faktor resiko kesehatan serta mengoptimalkan kondisi kesehatan,
kebugaran dan rasa kesejahteraan secara keseluruhan (Kisner & Colby, 2017).
Pemberian terapi latihan baik secara aktif maupun pasif dapat memberikan manfaat
untuk pemulihan kekuatan tendon, ligament, serta dapat menambah kekuatan otot
sehingga dapat mempertahankan stabilitas sendi dan dapat meningkatkan lingkup gerak
sendi.
o Tujuan dari terapi latihan
a. Memperbaiki atau mencegah gangguan
b. Meningkatkan, mengembalikan, atau menambah fungsi fisik
c. Mencegah atau mengurangi faktor resiko terkait kesehatan
d. Mengoptimalkan kondidi kesehatan, kebugaran atau rasa sejahtera secara
keseluruhan
b. Strengthening
Dapat menjaga elastisitas dan kontraktilitas otot, memberikan feedback antara
otot dan system indera, memberi rangsangan untuk mengintegrasi tulang dan jaringan
sendi, meningkatkan sirkulasi darah da mencegah terbentuknya thrombus, serta
meningkatkan koordinasi dan motorik untuk aktivitas fungsional (Kisner, 2017)

c. Massage
Adalah

d. Latihan koordinasi kedua tangan


Adalah

e. Evaluasi
Setelah dilakukan terapi selama kurang lebing 7 tahun, perkembangan nada sangat
bagus, sekarang nada sudah bisa melakukan aktifitas sehari-hari dengan mandiri.
Disarankan untuk orang tua nada untuk tetap memberikan latihan yang telah di ajarkan
oleh fisioterapis selama terapi, terutama stretching AGA dan melakukan aktifitas yang
melibatkan gerakan tangan anak.
BAB 3

KESIMPULAN
I. Kasus-Kasus Fisioterapi Pediatri

1. Cerebral Palsy
Cerebral Palsy yang berhubungan dengan otak palsy adalah ketidakmampuan fungsi
otot. Dimana anak yang menderita Cerebral Palsy dapat mengalami gangguan syaraf
permanen yang mengakibatkan anak terganggu fungsi motorik kasar, motorik halus, juga
kemampuan bicara dan gangguan lainnya. Karena cerebral palsy berpengaruh pada fungsi
koordinasi (Kharisma, 2016).

2. Epilepsi
Eplepsi adalah suatu penyakit otak yang ditandai dengan adanya salah satu dari kondisi
1) terdapat paling sedikit dua kejang tanpa provokasi (atau refleks) yang terjadi lebih dari 24
jam, 2) satu kejang tanpa provokasi (atau refleks) dan kemungkinan untuk terjadinya kejang
ikutan sama dengan risiko rekurensi umum (minimal 60 %) setelah dua bangkitan tanpa
provokasi, yang terjadi dalam 10 tahun ke depan, atau 3) diagnosis sindrom epilepsi (Fisher
et al, 2014).

3. Delay development
Adalah kondisi ketika terjadi keterlambatan proses tumbuh kembang anak pada satu
area atau lebih dibandingkan dengan anak seusianya. Area tumbuh kembang ini meliputi
kemampuan : motorik kasar, motoric halus, bahasa, kognitif/intelektual, perkembangan
sosial dan emosional anak (Amanati, et al., 2018).

4. Hidrosefalus
Istilah hidrosefalus berasal dari dua kata yaitu "hydro" dan "cephalous" yang masing-
masing mewakili air dan otak. hidrosefalus adalah komplikasi ketika cairan dalam hal ini
cairan serebrospinal (LCS) terbentuk di dalam ronggarongga jauh di dalam otak, kelebihan
cairan ini meningkatkan ukuran ventrikel sehingga meningkatkan tekanan keseluruhan pada
otak. Cairan serebrospinal dalam keadaan normal akan mengalir melalui ventrikel dan
serebral dan juga medula spinalis. Meskipun, kelebihan cairan serebrospinal dalam otak
dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak yang berpotensi menyebabkan berbagai
gangguan pada fungsi otak, masalah ini juga dapat terjadi bersamaan dengan gejala seperti
kejang atau sakit kepala pada mereka yang menderita hidrosefalus (Riggin EA, dkk, 2019)

5. Down syndrome
Adalah kelainan yang disebabkan oleh abnormalitas pada kromosom, biasanya pada
kromosom 21, yang tidak dapat memisahkan diri selama meiosis sehingga terbentuk
individu dengan 47 kromosom, lebih 1 kromosom dari manusia pada umumnya yang
memiliki 46 kromosom (Movahedazarhouligh, 2018)

6. Guillain-Barré syndrome (GBS)


Adalah penyakit pada sistem saraf tepi yang insidensinya langka. Berdasarkan
ringkasan dari American Academy of Neurology (AAN) guideline on Guillain-Barré
syndrome, GBS terjadi pada 1 sampai 4 penderita per 100.000 populasi di seluruh dunia per
tahunnya, menyebabkan 25% penderita gagal napas sehingga membutuhkan ventilator, 4%-
15% kematian, 20% kecacatan, dan kelemahan persisten pada 67% penderita. GBS dapat
diderita baik pria maupun wanita, berbagai usia, dan tidak dipengaruhi oleh ras. Akan tetapi,
kejadian GBS sebelumnya menunjukkan bahwa penderita pria lebih banyak 1,5 kali
dibanding wanita, lebih sering terjadi pada pria berwarna kulit putih, dan angka insiden
tertinggi pada usia sekitar 30-50 tahun (usia produktif) (Shrivastava M, dkk 2017) (Mishra
A, dkk 2017).

7. Global development delay (GDD)


Ialah kecacatan perkembangan dalam arti terdapat adanya penundaan yang signifikan
pada dua/lebih domain perkembangan antara lain : personal sosial, gross motor (motorik
kasar), fine motor (motorik halus), bahasa, kognitif dan aktivitas sehari-hari. Global
development delay menjadi faktor utama dari sebagian besar neurodevelopmental disorder.
Pada anak dengan global development delay umumnya terjadi pada umur dibawah 5 tahun
(Van et al., 2017).
8. Erb Palsy
Erb palsy atau kelumpuhan Erb-Duchenne, adalah kelumpuhan lengan yang disebabkan
oleh cedera pada kelompok atas saraf utama yang mempersarafinya, khususnya batang atas
C5-C6 pleksus brakialis. Ini adalah salah satu cedera neurologis saat lahir yang paling sering
terjadi, dan cedera ini paling umum, meskipun tidak eksklusif, timbul akibat tarikan pada
leher selama proses persalinan yang sulit. Tergantung pada tingkat keparahan cederanya,
cedera ini dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu atau mungkin
memerlukan terapi rehabilitasi dan pembedahan (Evans, 2003).

9. Tortikolis muscular kongenital


Adalah keadaan dimana terjadi kontraksi otot-otot leher yang menyebabkan kepala
turn and tilt ke satu sisi dan dagu mengarahke sisi yang berlawanan, yang di dapat
sejak lahir. Menurut Freed dan Collen, deformitas postural yang terdeteksi saat
kelahiran atau segera setelah lahir terjadi akibat pemendekan dan fibrosis dari salah satu otot
sternokleidomastoid (Freed, 2013).

10. Sindrom Patau (trisomi 13)


Merupakan kelainan genetik yang memiliki 3 buah kromoson 13 yang terjadi karena
kesalahan dalam pemisahan kromosom homolog atau non Disjunction selama proses
meiosis.

11. Congenital Talipes Equinovarus (CTEV)


Congenital talipes equinovarus (CTEV) atau clubfoot merupakan suatu kelainan
malformasi kongenital yang paling umum. CTEV ditandai dengan adanya perubahan pada
empat struktur utama yaitu kaki tengah cavus, kaki depan adduksi, tumit varus dan kaki
belakang equinus. Struktur tulang pada kaki meliputi tulang calcaneus, navicular dan cuboid
yang mengalami rotasi kearah medial terhadap talus, dan tertahan dalam posisi adduksi dan
serta terjadi inversi oleh ligament dan tendon. Selain itu, kondisi tulang lainnya yaitu tulang
metatarsal pertama mengalami posisi lebih fleksi terhadap daerah plantar (StatPearls
Publising,2022).

12. Duchenne Muscular Dystrophy (DMD)


Distrofi muscular merupakan gangguan herediter yang bersifat heterogen dimana
sitandai dengan nekrosis serabut otot yang mengarah kepada degenerasi dan kelemahan otot
(Wasnick J,2023).
II. Kegiatan yang dilaksanakan terapis saat masa observasi di
lombokcare

Fisioterapi

Okupasi Terapi

Anda mungkin juga menyukai