Anda di halaman 1dari 47

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Pleksus Brachialis

Pleksus brachialis adalah pangkal dari serabut-serabut saraf yang

berasal dari medulla spinalis yang mempersarafi ekstremitas superior.

Pleksus brachialis merupakan serabut saraf yang berasal dari ramus anterior

radiks saraf C5-T1. Pleksus brachialis adalah sebuah jaringan saraf dari

tulang belakang yang berasal dari belakang leher meluas ke aksila (ketiak),

dan menimbulkan saraf untuk ekstremitas bagian atas. Pleksus brachialis

dibentuk oleh penyatuan dari kelima bagian saraf. Pleksus brachialis dimulai

dari lima rami ventral dari saraf spinal. Ramus tersebut akan bercabang

membentuk 3 trunkus yaitu trunkus superior (C5 dan C6), trunkus inferior (C7)

dan trunkus medialis (C8 dan T1). Ketiga bagian fasiculus pleksus brachialis

terletak di atas dan lateral terhadap bagian pertama arteri aksillaris (Snell,

2019)

Pleksus brachialis adalah bagian yang penting dalam mempersarafi

ekstremitas bagian atas, sehingga jika terjadi patologi pada pleksus brachialis

akan mempengaruhi fungsi dari sistem pergerakan baik sensorik maupun

motorik dari ekstremitas atas. Pleksus brachialis dibentuk dari nervus spinalis

atau akar spinalis, yaitu penggabungan dari akar ventralis (motorik) dan

dorsalis (sensorik) ketika mereka melewati foramen spinalis. Ganglion akar

dorsalis mengandung badan sel dari saraf saraf sensorik sedangkan badan

sel dari ventralis terletak di dalam medula spinalis. Umunya dibentuk dari C5-

T1.

6
7

Semua saraf yang mempersarafi ekstremitas atas melewati pleksus

brachialis (Snell, 2019).

1
2

10
3 8 O
9
7
4
6
5

Keterangan
1 : Superior Trunk 6 : Ulnar Nerve
2 : Posterior Cord 7 : Anterior Cord
3 : Axilary Nerve 8 : Lateral Cord
4 : Radial Nerve 9 : Middle Trunk
5 : Medial Nerve 10 : Inferior Trunk
Gambar 2.1 Anatomi pleksus brachialis (Westbrook, Catherine,

2014)

Pleksus brachialis merupakan serabut saraf yang berasal dari ramus

anterior radiks saraf C5-T1. Pleksus brachialis menerima komponen simpatis

melalui ganglion cervical medius, yaitu nervus spinalis C5-6, melalui ganglion

cervical inferius atau ganglion stellatum untuk nervus spinalis C6--8, dan

melalui ganglion para vetebra thoracal I dan II nervus spinalis thorakal 1-2

(Moore, KL, Agur AMR, and Dalley, 2015).

Pleksus brachialis berfungsi untuk mempersarafi lengan. Pleksus ini

bercabang menjadi beberapa saraf yang juga berperan mempersarafi lengan,

meski tiap saraf memiliki daerah persarafan yang berbeda pula. Pleksus

brachialis berada dalam regio colli posterior, dibatasi disebelah caudal oleh
8

klavicula dan terletak di sebelah posterolateral sternocleido mastoideus,

berada disebelah cranial dan dorsal arteri subclavia, disilangi oleh muskulus

omohyoideus venter inferior (Snell, 2019).

Struktur yang berada di superficial adalah muskulus platysma

myoides, nervus superclavicularis, vena jugularis eksterna, venter inferior

muskulus omohyoideus, muskulus scalaneus anterior dan arteri transversa

colli. Pleksus brachialis masuk ke dalam fossa aksilaris bersama-sama

dengan arteri aksilaris, pada sisi inferolateral muskulus pectoralis minor dan di

sebelah ventral muskulus subscapularis (Snell, 2019).

Saraf-saraf yang menuju ke ekstremitas atas mempunyai peran

penting yaitu persarafan sensoris kulit ke struktur dalam seperti sendi,

persarafan motoris ke otot-otot kemuidan mempengaruhi garis tengah

pembuluh darah melalui saraf vasomotor simpatis dan sekremotor

parasimpatis yang mempersarafi kelenjar keringat (Snell, 2019)

B. Saraf Yang Melalui Pleksus Brachialis

Terdapat enam saraf penting yang keluar dari pleksus brachialis, saraf-

saraf tersebut adalah : (Snell, 2019)

1. Nervus Thorakalis Longus

Saraf ini berasal dari radiks pleksus brachialis di leher dan masuk

aksilla dengan berjalan melewati pinggir lateral thorakal 1 dibelakang arteri

aksillarisdan pleksus brachialis. Saraf ini berjalan turun melewati

permukaan lateral muskulus serratus anterior yang dipersarafinya. Nervus

ini adalah nervus yang mempersarafi otot serratus anterior.


9

2. Nervus Aksillaris

Nervus aksilaris merupakan cabang yang besar dari fasiculus

posterior. Berada di sebelah dorsal arteri aksillaris meninggalkan tanpa

memberi persarafan di sisi nervus aksillaris berjalan di antara muskulus

subscapularis dan muskulus teres minor, berada di sebelah lateral caput

longum musculus triceps brachii, berjalan melalui fissure aksillaris lateralis

bersama-sama dengan arteri circumflexa humeri posterior. Nervus

aksillaris terletak bersandar pada coloumn chirurgicum humerus.

3. Nervus Radialis

Nervus radialis merupakan lanjutan fasicularis posterior pleksus

brachialis dan terletak dibelakang arteri aksillaris. Nervus radialis adalah

cabang terbesar pleksus brachialis. Sebelum meninggalkan aksilla, saraf

ini mempercabangi saraf untuk caput longum dan caput medial musculus

triceps dan nervus cutaneus brahii posterior.

8
1
9
2 7

3 6
4
5

Keterangan
1 : Biceps brachi muscle 6 : Brachioradialis Muscle
2 : Vena Basalica 7 : Nervus radial
3 : Nerve Median 8 : Brachial Muscle
4 : Vena Median 9: Vena Chepalica
5 : Pronotor Teres Mayor
Gambar 2.2 Nervus Radialis (Nurul Huda, 2014)

4. Nervus Musculocutaneus
10

Nervus musculocutaneus merupakan cabang dari fascicularis

lateralis dan berpusat pada medulla spinalis segmen C5-C7,

mempersarafi muskulus coracobrachialis, dan meninggalkan aksilla

dengan menembus otot tersebut. Saraf ini meninggalkan tepi lateral

muskulus biceps brachii, menembus fascia dan melanjutkan diri sebagai

nervus cutaneus antebrachi lateralis, yang mempersarafi permukaan

lateral region antebrachium.

5. Nervus Medianus

Nervus ini dibentuk oleh radiks superior dan fasciculus lateralis

dan radiks inferior dan fasciculus medialis, berada disebelah lateral arteri

aksilaris. Menerima serabut-serabut yang berpusat pada medulla spinalis

segmen C5-T1. Sepanjang brachium nervus medianus berjalan

berdampingan dengan arteri brachialis, mula-mula disebelah lateral, lalu

menyilang disebelah ventral arteri tersebut kira-kira pada pertengahan

brachium,selanjutnya memasuki fossa cubiti dan berada disebelah medial

arteri brachialis. Nervus ini tidak mempercabangi di daerah brachium.

Memasuki daerah antebrachium,nervus ini berjalan di antara kedua kaput

muskulus pronotor teres, berjalan ke distal dibagian mediana (tengah-

tengah)antebrachium oleh karena itu disebut nervus medianus.

Ramus anterior nervus spinalis C5-C6 bersatu membentuk truncus

superior. Truncus medianus hanya dibentuk oleh nervus spinalis C7 dan

truncus inferior dibentuk oleh nervus spinalis C8 dan T1. Setiap truncus

terbagi menjadi 2 cabang anterior dan cabang dorsal yang masing-

masing mempersarafi bagian anterior dan posterior ekstremitas superior.


11

8
9
7

6
1 2

3 4 5

Keterangan
1 : Transversal Carpal Ligament 6 : Carpal Tunnel
2 : Axial Nervus Medialis 7 : Parmal Carpal Ligament
3 : Fleksor Tendon 8 : Nervus Medialis
4 : Ekstensor Tendon 9 : Transverse Carpal Ligament
5 : Distribusi Nervus medial di tangan
Gambar 2.3 Anatomi Nervus Medialis (Nurul Huda, 2014)

6. Nervus Ulnaris

Nervus ini adalah cabang utama fasiculus medialis, berjalan turun

antara arteri aksillaris dan vena aksillaris. Pada pertengahan brachiium

saraf ini berjalan ke arah dorsal menembus septum intermuscular medial,

berjalan terus ke caudal dan berada pada permukaan dorsal epicondylus

medialis humerus, yaitu di dalam sulcus nervus ulnaris. Di tempat ini

nervus ulnaris ditutupi oleh kulit sehingga dapat dipalpasi. Daerah brachi,

nervus ulnaris tidak memiliki percabangan.


12

7
1 6 5

2
4
3

Keterangan
1 : Tunnel 5 : Humerus
2 : Ulna 6 : Ulnar Nerve
3 : Olecranon 7 : Radial
4 : Cubital Tunnel of ulnar Nerve
Gambar 2.4 Nervus Ulnarius (Snell, 2019)

C. Percabangan Saraf Pleksus Brachialis

Pleksus brachialis dibentuk oleh rami anterior nervus spinalis C5-C8

dan T1. Ada perbedaan antara bagian yang terletak di atas klavicula (pars

supraclavicularis) dan bagian yang terletak di bawah clavicula (pars

infraclavicularis). Rami anterior dari nervus spinalis berjalan di antara celah

yang terdapat di musculus scalenus menuju trigonum cervicalis posterior,

dimana rami anterior akan membentuk tiga truncus primer di atas klavicula,

yaitu: truncus superior, truncus medialis, dan truncus inferior. Saraf-saraf ini

membentuk pars supraclavicularis (Snell, 2019).

Sejumlah serabut saraf yang lebih kecil timbul dari berbagai bagian

pleksus. Cabang-cabang dari radiks pleksus yaitu sebuah cabang menuju

nervus phrenicusdari C5. Nervus thoracalis posteriorterdiri atas nervus

scapularis dorsalisC5, saraf motorik ke musculus rhomboideusdan nervus

thoracalis longusC5-C7 yang berjalan turun mensarafi muskulusserratus

anterior. Cabang–cabang saraf juga menuju muskulus scalenus dan longus

collidari C6. Nervusintercostalisyang pertama berjalan dari T1. Cabang-


13

cabang dari trunkus yaitu sebuah saraf berjalanke musculus subclavius (C5-

C6) dan trunkus superior atau radiks kelima. Nervus subscapularis(C5-C6)

timbul dari trunkus superior atau bagian anteriornya dan mempersarafi

musculus supraspinatusdan infraspinatus (Kattan dan Borschel, 2011).

Cabang anterior dari truncus superior dan truncus medialis bersatu

membentuk fasiculus lateralis, terletak di sebelah lateral arteri aksilaris.

Cabang anterior dari truncus inferior membentuk fasciculus medialis, terletak

di sebelah medial arteri aksilaris dan cabang posterior dari ketiga truncus

tersebut membentuk fasciculus posterior, berada di sebelah posterior arteri

akilaris. Ketiga fasciculus pleksus brachialis terletak di atas dan lateral

terhadap bagian pertama arteri aksillaris (bagian pertama arteri aksillaris

terletak dari pinggir lateral thorakal 1 sampai batas atas muskulus pectoralis

minor, dan bagian III terletak dari pinggir bawah muskulus pectoralis minor

sampai pinggir bawah muskulus teres major). Fasciculus medialis menyilang

dibelakang arteri untuk mencapai sisi medial bagian II arteri (Kattan dan

Borschel, 2011).

Fasciculus posterior terletak di belakang bagian kedua arteri, dan

fasciculus lateralis terletak di bagian II arteri. Jadi fasciculus pleksus

membatasi bagian kedua arteri aksilaris yang dinyatakan seperti namanya.

Sebagian besar cabang fasciculus yang membentuk trunkus saraf utama

ekstremitas superior melanjutkan hubungan dengan bagian kedua arteri

aksillaris (Kattan dan Borschel, 2011).


14

1
2

8
7

Keterangan
1 : Dorsal Scapular Nerve 6 : Medial Pectoral Nerve
2 : Suprascapular Nerve 7 : Medial Coutaneus Nerve arm
3 : Subclavian Nerve 8 : Medial Coutaneus Nerve forear
4 : Long Thoracic Nerve 9 : Upper Subscapular Nerve
5 : Lateral Pectoral Nerve 10: Thoracodorsal Nerve
Gambar 2.5 Saraf pada pleksus brachialis (Moore, KL, Agur AMR,
and Dalley, 2015)

Cabang-cabang dari fasciculus yaitu nervus thoracalis anterior

medialis dan lateralis berjalan dari fasciculus medialis (C8-T1) dan lateralis

(C5-7) masing-masing dan biasanya disatukan oleh suatu loop. Nervus ini

mempersyarafi musculus pectoralis major dan pectoralis minor(Kattan dan

Borschel, 2011).

Ketiga nervus subscapularis dari fasciculus posterior terdiri atas

nervus subscapularis atas (C5-C6) ke musculus subscapularis, nervus

thoracodorsalis atau subscapularis medius (longus) (C7-C8) yang

menginervasi musculus latissimus dorsi dan nervus subscapularis sebelah

bawah (C5-C6) yang menuju musculus teres major dan bagian musculus

subscapularis. Cabang-cabang sensorik fasciculus medialis (C8-Th1) terdiri

atas nervus cutaneus antebrachialis medialis yang menuju ke permukaan

medial lengan. Kemudian dari C5 dan C6 bergabung membentuk trunk


15

superior,C7 membentuk trunkus medialis, dan C8 dan T1 bergabung

membentuk trunk inferior. Trunkus berjalan melewati klavikula dan disana

membentuk divisi anterior dan posterior. Divisi posterior dari masing-masing

trunkus tadi akan membentuk fasikulus posterior. Divisi anterior dari trunkus-

trunkus superior dan media membentuk fasikulus lateral. Divisi anterior dari

trunkus inferior membentuk fasikulus medial. Kemudian fasikulus posterior

membentuk nervus radialis dan nervus aksilaris. Fasikulus lateral terbagi dua

dimana cabang yang satu membentuk nervus muskulokutaneus dan cabang

lainnya bergabung dengan fasikulus media untuk membentuk nervus

medianus. Fasikulus media terbagi dua dimana cabang pertama ikut

membentuk nervus medianus dan cabang lainnya menjadi nervus ulnaris

(Kattan dan Borschel, 2011)

Gambar 2.6 Potongan Coronal Spin Echo T1-Weighted


Pleksus Brachialis(Westbrook, Catherine, 2014)

D. Patologi Pleksus Brachialis

1. Trauma

Cedera pleksus brachialis adalah cedera yang terjadi di

jaringan saraf yang melakukan pengiriman sinyal dari sumsum tulang

belakang ke bahu, lengan dan tangan. Saraf ini berasal dari tulang
16

belakang cervical kelima, keenam, ketujuh dan kedelapan (C5-C8), dan

saraf tulang belakang thorachal pertama (T1), dan mempersarafi otot-otot

dan kulit dada, bahu, lengan dan tangan. Cedera ini dapat mengakibatkan

ganguan pengiriman sinyal dari saraf perifer. Cedera pleksus brachialis

(brachial plexus injury) adalah kondisi yang menyebabkan kerusakan

fungsi yang kompleks pada anggota tubuh bagian atas dan menyebabkan

kecacatan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh kecelakaan traumatis

yang terutama disebabkan oleh gerakan traksi, luka atau kompresi pada

pleksus brachialis dan permukaan keras pada struktur di dekatnya (tulang

rusuk, vertebra, atau otot) (Smania, 2012).

Cedera pada pleksus brachialis dapat juga disebabkan karena

trauma yang berkekuatan tinggi pada ekstremitas atas dan leher. Salah

satu hal yang menyebabkan terjadinya trauma adalah kecelakaan. Dari

seluruh kecelakaan bermotor, 2%-nya menyebabkan cedera pleksus

brachialis. Sekalipun jarang terjadi, high injury pada pleksus brachialis

seringkali menimbulkan kecacatan bagi penderitanya sehingga diagnosis

dan penanganan yang tepat pada pasien sangat di perlukan (Ziarin, 2013).

Pada kasus cedera pleksus brachialis, MRI dapat memperlihatkan

kondisi saraf post traumatik, bersamaan dengan respon inflamasi dan

edema jaringan sekitarnya. Saraf yang normal akan terlihat isointents

terhadap jaringan otot menunjukan pola fasikulus dan sebuah lingkaran

lemak. Sedangkan jaringan saraf rusak akan terlihat hiperintens terhadap

jaringan disekitarnya. MRI pada saraf perifer ini disebut juga dengan

magnetic resonance neurography (MRN). MRN sangat berguna dalam

mendiagnosis cedera pleksus brachialis. MRN dengan resolusi tinggi


17

sangat diperlukan untuk menampak saraf perifer yang mengalami

cedera(Sakellariou VI, Badilas NK, Mazis GA, Stavropoulos NA, Kotoulas

HK, Kyriakopoulos S, 2014).

Pleksus brachialisadalah salah satu pleksussaraf somatik yang

mengatur persarafan motoris kehampir semua otot-otot ekstremitas atas

dan sebagaian besar kulit yang membungkus ekstremitas atas. Trauma

berkekuatan tinggi pada ekstremitas atas dan leher bisa menyebabkan

berbagai cidera pada pleksus brachialis. Hal yang paling sering adalah

cedera traksi/tarikan. Selain itu juga bisa karena penekan antara klavikula

dan costa pertama, luka tertembus, atau hantaman langsung. Cidera ini

mungkin tidak akan segera disadari karena dihalangi cidera lain, terutama

cidera pada medulla spinalis dan kepala. Cidera seperti ini biasanya sangat

mengancam kualitas hidup penderita karena sering kali terjadi kehilangan

fungsi-fungsi ekstremitas atas yang sangat penting. Tetapi dapat dilakukan

pembedahan untuk memperbaiki cidera ini dan kehilangan fungsi dapat

bisa diatasi (Upadhyaya et al., 2015)

Cedera pada pleksus brachialis adalah cedera pada jaringan saraf

yang berasal dari saraf perifer C5-T1. Cedera pada pleksus brachialis

dapat mempengaruhi motorik dan sensorik pada membran superium.

Saraf yang menyusun pleksus brachialis berperan dalam pergerakan dan

sensor tangan, lengan, serta bahu. Jika terjadi cedera pada saraf tersebut

maka fungsi otot dan serat saraf akan terganggu. Trauma berkekuatan

tinggi mengakibatkan kelemahan otot pada otot-otot yang terinerfasi oleh

C5, C6, C7, C8, dan thorachal 1. Yang tersering adalah kecelakaan saat

mengendarai sepeda motor. Korban jatuh saat mengendarai sepeda motor


18

dengan kepala dan bahu membentur tanah. Benturan yang terjadi dengan

posisi bahu depresi dan kepala fleksi ke arah yang berlawanan. Gerakan

yang sangat tiba-tiba tersebut juga menyebabkan cedera tarikan pada

klavicula dan struktur di bawahnya termasuk pleksus brachialis dan vena

subclavia. Apabila klavicula sebagai penghubung paling kuat antara bahu

dengan kepala patah, maka semua gaya tarikan berpindah ke serabut

neurovascular. Mekanisme cedera semacam ini menyebabkan kerusakan

yang parah pada serabut saraf bagian atas. Hiperabduksi shoulder atau

tarikan yang kuat yang menyebabkan melebarnya sudut scapulohumeral

yang mempengaruhi akar saraf C8 dan T1, cedera traksi dengan

kecepatan tinggi bisa menyebabkan avulsi (robek) akar saraf dari medulla

(Sandi, 2015).

Cedera pada pleksus brachialis dibedakan menjadi 2 tipe yaitu

avulsion atau robek pada akar saraf spinal cord dan nerve ruptur pada

pleksus brachialis. Cedera pada pleksus brachialis mempengaruhi

persarafan pada bahu, lengan bawah dan atas serta tangan. Gejala

penyakit ini tergantung pada seberapa parah kerusakan saraf yang terjadi.

Cedera pleksus brachialis tingkat ringan umum terjadi pada atlet yang

banyak melibatkan adu badan antarpemain, seperti pegulat. Namun kondisi

ini juga bisa dialami oleh bayi ketika proses kelahiran.Sementara

cedera pleksus brachialis tingkat berat biasanya dialami oleh korban

kecelakaan kendaraan bermotor. Trauma pada pleksus brachialis dapat

menyebabkan paralisis lengan atas dengan atau tanpa paralisis lengan

bawah atau tangan (Upadhyaya et al., 2015).


19

Tanda dan gejala mungkin termasuk lengan lemas atau lumpuh,

kurangnya kontrol otot di lengan, tangan, atau pergelangan tangan, dan

kurangnya perasaan atau sensasi di lengan atau tangan. Meskipun

beberapa mekanisme menyebabkan cedera pleksus brachialis, yang paling

umum adalah kompresi atau peregangan saraf. Bentuk cedera yang paling

parah adalah avulsi akar saraf yang merupakan dampak dari kecepatan

tinggi pada saat terjadi tabrakan kendaraan bermotor, selain itu trauma

pada saat olahraga juga dapat menjadi penyebab trauma pada pleksus

brachialis.

Bagian akar saraf dapat terjadi avulsi pada pleksus brachialis

mengalami traksi atau kompresi.Traksi dan kompresi dapat juga

menyebabkan iskemi yang akan merusak pembuluh darah. Kompresi yang

berat dapat menyebabkan hematoma intraneural, dimana akan menjepit

jaringan saraf sekitarnya (Upadhyaya et al., 2015).

Pleksus brachialis adalah jaringan saraf yang bertugas mengirim

sinyal dari tulang melakang ke bahu, lengan, dan tangan. Regangan,

tekanan, atau cedera yang menyebabkan jaringan saraf ini rusak atau

bahkan hingga sobek atau terputus dapat menyebabkan masalah. Cedera

ringan yang umum terjadi pada saat kontak fisik saat olahraga, seperti

sepak bola. Cedera saraf pleksus brachialis juga bisa terjadi saat

persalinan. Kondisi kesehatan tertentu, misalnya peradangan atau tumor,

dapat memengaruhi jaringan saraf ini. Kasus cedera yang paling serius

biasanya terjadi pada kecelakaan lalu lintas. Ini bisa menyebabkan tangan

lumpuh dan mati rasa. Fungsi saraf pleksus brachialis dapat diperbaiki

dengan cangkok otot atau pembedahan.


20

Secara klinis trauma pleksus brakhialis dibagi sesuai lokasi

trauma yaitu pleksus brakhialis tipe upper (Erb`s Palsy) dan pleksus

brakhialis tipe lower (Klumpke`s palsy). Dalam trauma supraklavukula bahu

akan adduksi dan internal rotasi yang akan mengakibatkan pronasi siku.

Trauma nervus supraskapular yang berlokasi di posterior suprascapular

notch akan memberikan gambaran klinis nyeri diatas notch, kelemahan otot

saat abduksi bahu, dan eksternal rotasi. Lesi pada level spinoglenoid notch

memberikan gambaran klinis kelemahan otot infraspinatus. Trauma pada

tingkat infraklavikula mungkin disebabkan oleh mekanisme trauma energi

tinggi pada bahu dan berhubungan dengan rupturnya arteri aksilaris.

Nervus aksilaris, supraskapular, dan muskulokutaneus akan terpengaruh

pada trauma tersebut. Evaluasi nervus medianus, ulnaris, dan radialis

dilakukan pada pemeriksaan pergelangan tangan dan jari tangan. Lesi

nervus muskulokutaneus dan lesi pada nervus medianus diperiksa dengan

fleksi dan ekstensi pada siku. Nervus aksilaris diperiksa dengan abduksi

bahu secara aktif dan peregangan otot deltoid. Latisimus dorsi diinervasi

oleh nervus thorakodorsal yang merupakan cabang bagian posterior dan

berlokasi di dalam dinding posterior fossa aksilaris. Pectoralis mayor

menerima inervasi dari saraf medial dan lateral. Nervus lateral anterior

thoracic menginervasi klavikula, nervus medial anterior thoracic

menginervasi otot sternokostal kepala .

Cedera pada saraf yang satu akan memberikan keluhan yang

berbeda dengan cedera pada saraf lainya. Gejala cedera pleksus brachialis

berbeda-beda, perbedaan ini tergantung pada lokasi dan tingkat keparahan

cedera. Jenis Cedera ini terbagi menjadi beberapa jenis yaitu (Sakellariou
21

VI, Badilas NK, Mazis GA, Stavropoulos NA, Kotoulas HK, Kyriakopoulos

S, 2014) :

a. Upper-trunk palsy injury

Keluhan pada tipe ini meliputi kelemahan pada bahu untuk

mengangkat lengan. Penderita tidak dapat mengangkat lengan dan

muncul sensasi mati rasa pada bahu.

b. Lower-trunk palsy injury

Gejala cedera ini bisa berupa penderita yang tidak bisa

menggerakan tangannya. Sementara fungsi lengan dan sikunya masih

normal, namun akan berangsur-angsur menurun. Jari tangan penderita

juga sulit untuk digerakkan, jari manis dan kelingkingnya akan mati rasa.

Lama-kelamaan, jari-jari tangan penderita akan membentuk posisi

seperti mencakar.

c. Pan-plexus palsy injury

Kerusakan pada saraf ini tergolong sangat parah. Akibatnya,

penderita sama sekali tidak mampu menggerakkan lengan maupun

tangannya.Saraf saraf yang mencakup pleksus brachialis berjalan

dibawah leher dan aksila yang sangat rentan terhadap trauma. Ketika

tangan atau leher terkena trauma pada saat jatuh atau kecelakaan maka

saraf saraf pada lengan dan leher akan tertarik ataupun sobek satu sama

lain. Jika kekuatan dorongan sangat hebat maka saraf dapat tertarik

keluar dari tempat asalnya yaitu medulla spinalis. Penyebab terjadinya

cedera pleksus brachialis dapat dibedakan berdasarkan mekanisme

terjadinya trauma yaitu :

a. Cedera akibat traksi


22

Cedera ini merupakan penyebab terbanyak cedera pleksus

brachialis yang disebabkan oleh dislokasi pundak atau lengan ke arah

bawah karena adanya tarikan yang kuat,sering kali disertai dengan

fleksi lateral leher pada arah yang berlawanan. Hal ini biasa terjadi

pada kecelakaan kendaraan bermotor.

b. Cedera Penetrasi

Cedera ini biasanya disebabkan oleh luka trauma akibat tusukan

pisau, leserasi kaca atau luka tembak pada region supra ataupun infra

clavicular yang menyebabkan robeknya pleksus brachialis. Letak

anatomi pembuluh darah yang berada di subklavia dan jugular yang

lebih proksimal maka dapat pula menyebabkan terjadinya pendarahan.

c. Cacat Lahir

Cedera pleksus brachialis dapat disebabkan karena faktor dari

bayi lahir besar dan distosia bahu. Hal lain yang dapat menyebabkan

terjadi cedera yaitu presentasi bokong ibu yang tidak memadai pada

saat partus sehingga menyebabkan bahu bayi terluka. Penyebab lain

yang jarang terjadi yaitu trauma tumpul pada bahu, lesi kompresi,

radiasi dan neoplasma.

Tingkat keparahan trauma dibedakan menjadi beberapa tingkatan

atau yang disebut grade trauma yaitu(Moore, KL, Agur AMR, and Dalley,

2015):

a) Tingkat 1 (neuropraxia)

Neuropraxia adalah nerve injury yang paling sering terjadi.

Lokasi kerusakan pada serabut myelin, hanya terjadi gangguan

kondisi saraf tanpa terjadi degenerasi wallerian. Karakteristiknya yaitu


23

defisit motorik lebih besar dari sensorik. Saraf akan sembuh dalam

hitungan hari setelah cidera ataupun sampai dengan 4 bulan.

Penyembuhan akan sempurna tanpa ada masalah sensorik dan

motorik.

b) Tingkat 2 (axonotmesis)

Pada axonotmesis (axon cutting) terjadi diskontonuitas myelin

dan akson dengan tidak melibatkan jaringan encapsulating,

epineurium, perineurium. Pada tingkatan ini juga dapat sembuh

dengan sempurna namun waktu penyembuhan lebih lama daripada

tingkat 1.

c) Tingkat 3

Pada tingkat ini telah terjadi kerusakan myelin, akson dan

endoneurium. Cedera juga akan sembuh dengan lambat tetapi

penyembuhannya hanya akan terjadi sebagian. Penyembuhan akan

tergantung pada beberapa faktor seperti semakin rusak saraf maka

penyembuhan akan semakin lama.

d) Tingkat 4

Pada tingkat ini telah terjadi kerusakan myelin, akson dan

endoneurium dan perineurium. Cidera derajat ini terjadi bila terdapat

skar pada jaringan yang menghalangi penyembuhan.

e) Tingkat 5 (neurotmesis)

Cidera pada neurotmesis (nerve cutting) melibatkan pemisahan

sempurna dari saraf seperti nerve avulsion. Cidera saraf pada

tingkatan 4 dan 5 memerlukan tindakan operasi untuk dapat sembuh.

2. Tumor
24

Tumor dikenal juga dengan neoplasma adalah kumpulan jaringan

abnormal. Tumor pada pleksus brachialis dibagi menjadi 2 yaitu (Malini

Lawande, Deepak P Patkar, 2012):

a. Tumor Primer

Neoplasma primer pleksus brachialis mencakup tumor neurogenik

jinak dan ganas. Schannomas dan neurofibroma adalah tumor jinak dari

pleksus brachialis. Neurofibroma dapat terjadi karena lesi yang timbul

dari saraf.

b. Tumor Sekunder

Pleksus brachialis dapat terlibat akibat perluasan tumor ganas

yang berasal dari paru-paru atau soft tissue neck. Bisa juga diakibatkan

oleh limfoma atau metastasi, biasanya dari kanker payudara atau paru-

paru.

E. Dasar-Dasar Magnetic Resonance Imaging (MRI)

1. Pengertian MRI

Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu teknik

penggambaran penampang tubuh berdasarkan prinsip resonansi magnetik

inti atom hidrogen. Teknik penggambaran MRI relatif komplek karena

gambaran yang dihasilkan tergantung pada banyak parameter. Alat

tersebut memiliki kemampuan membuat gambaran potongan coronal,

sagital, axial dan oblik tanpa banyak memanipulasi tubuh

pasien(Notosiswoyo, 2004).

Magetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu teknik pencitraan

paling maju pada saat ini. Modalitas MRI digunakan untuk menghasilkan

gambaran potongan tubuh yang rinci. Dibanding dengan modalitas


25

diagnostik yang berbasis X- Ray seperti CT-Scan pemeriksaan MRI lebih

aman karena tidak menggunakan radiasi pengion tetapi menggunakan

medan magnet dan Radio Frekuensi RF (Nicolas dkk, 2016). Selain tidak

menggunakan radiasi pengion, menurut (Daniel, 2015)pemeriksaan MRI

memiliki keuntungan lain yaitu bersifat non-invasif, menghasilkan resolusi

yang tinggi dalam pencitraan suatu jaringan serta mampu melakukan

akuisisi citra dari berbagai bidang yaitu (axial, sagital, coronal, bahkan

oblique).

2. Instrumentasi MRI

Komponen utama dalam satu sistem MRI terdiri dari magnet utama,

koil-koil gradien, koil pemancar dan koil penerima atau RF generator, serta

sistem komputer yang mengatur kinerja antar komponen, rekonstruksi citra,

menyimpan data dan menampilkan citra MRI (Lefevre, 2016).

Keterangan :
1. Meja pasien
2. RF coil
3. Gradient coil
4. RF shield
5. Perisai magnet
6. Magnet

Gambar 2.7 Skema komponen dasar sistem pencitraan MRI


(Lefevre, 2016)
Pada MRI terdapat instrumentasi yang mendukung terjadinya suatu

citra. Menurut (Westbrook Catherine, 2011)komponen utama MRI terdiri

atas:

a. Magnet

Medan magnet utama dikenal juga sebagai medan magnet statis.

Medan magnet ini berguna untuk menyelaraskan arah spin dari inti atom

hidrogen pada pencitraan magnetic resonance.Menurut


26

(WestbrookCatherine, 2011)terdapat beberapa jenis magnet yang

digunakan pada MRI terdiri atas magnet permanen, resistif, dan

superkonduktor.

Magnet utama yang digunakan adalah magnet yang memproduksi

kuat medan yang besar dan mampu menginduksi jaringan atau objek

eksperimen, sehingga menimbulkan magnetisasi dalam objek. Kekuatan

medan magnet yang digunakan dalam pencitraan manusia saat ini

bervariasi antara 0,1 hingga 4 Tesla(Westbrook , Catherine, 2011).

Magnet untuk MRI pada saat ini menggunakan salah satu dari tiga

tipe magnet, yaitu magnet permanen yang terbuat dari bahan

feromagnetik, magnet resistif dan magnet super konduktor. Magnet

permanen terbuat dari alumunium, nikel dan kobalt. Magnet permanen

tidak memerlukan listrik. Magnet resistif merupakan jenis magnet yang

dibangkitkan dengan memberikan arus listrik. Manget ini memiliki

lapisan lilitan kabel yang mengelilingi sebuah selinder yang didalam

selinder dialiri arus listrik sehingga membentuk magnet keuntungannya

yaitu bobotnya lebih ringan dibandingkan dengan magnet permanen dan

memungkinkan dibuat dengan desain terbuka. Kerugian magnet resistif

yaitu membutuhkan power supply yang stabil. Magnet superkonduktor

dibuat dengan mengalirkan listrikpada kumparan kawat, seperti pada

magnet resistif. Kumparan kawat dibuat dari bahan niobium titanium

yang didinginkan 9,50 K sehingga kehilangan resistensinya. Kumparan

dikelilingi helium cair dengan titik didih 4,20 0 K(Westbrook Catherine,

2011).
27

Sedangkan untuk menjaga kesetabilan, keseragaman atau

kehomogenan medan magnet utama dipasang koil elektromagnet yang

disebut shim koil pada pusat koil utama. Homogenitas magnet yang

diharapkan berkisar antara 1 sampai 10 ppm (Westbrook Catherine,

2011).

b. Koil Gradien

Koil gradien digunakan untuk membangkitkan medan magnet

grafien yang berfungsi untuk menentukan irisan (slice selection),

frequency encoding, serta phase encoding. Terdapat tiga koil gradien

yang ditempatkan pada bore magnet, dan dinamakan berdasarkan

sumbunya(Westbrook Catherine, 2011).

Koil gardien merupakan penghasil magnet gradien. Terdapat tiga

buah koil gradien masing masing menghasilkan medan magnet

sehingga berada pada sumbu x, y dan z. Ketiganya dapat dipergunakan

sesuai dengan kebutuhan untuk menghasikan pulsa sekuen dan tempat

lokalisasi proton yang tepat pada irisan anatomi tubuh(Westbrook

Catherine, 2011).

Gradien Z (Gz)

Gradien Z berfungsi untuk mengubah kekuatan medan magnet di

sepanjang arah Z (sumbu panjang magnet) serta membuat citra

potongan aksial. Selain itu koil ini juga berperan pada pemilihan slice

(slice selection).

Gradien Y (Gy)

Gradien Y berfungsi untuk mengubah kekuatan medan magnet di

sepanjang sumbu Y (sumbu vertikal magnet) dan membuat citra


28

potongan coronal. Selain itu, koil ini juga berperan pada pemilihan

phase encoding.

Gradien X (Gx)

Gradien X berfungsi untuk mengubah kekuatan medan magnet di

sepanjang sumbu X (sumbu horizontal magnet) dan membuat citra

potongan sagital. Selain itu, koil ini juga berperan pada pemilihan

frequency encoding.

Gambar 2.8 Skema gradien x, y, dan z serta irisan yang dihasilkan Koil
Radiofrekuensi (RF)

Koil radiofrekuensi (RF) terdiri dari dua tipe yaitu koil pemancar dan

koil penerima. Koil pemancar berfungsi untuk memancarkan gelombang

radio pada inti yang terlokalisir sehingga terjadi eksitasi anatomis,

sedangkan koil penerima berfungsi untuk menerima sinyal output dari

sistem setelah proses eksitasi terjadi. Ukuran koil penerima ini besarnya

tegantung dari bagian tubuh mana yang akan diperiksa, misalnya koil

untuk kepala, vertebra, ataupun ekstremitas. jenis koil ada tiga macam

yaitu koil volume, koil surface, dan koil array(Westbrook, Catherine,

2014).

d. Komputer

Komputer adalah sistem komponen yang digunakan untuk

mengatur kinerja antar komponen, memproses sinyal, menyimpan data


29

dan menampilkan gambar yang dihasilkan. Sistem komputer berfungsi

mengubah sinyal MRI menjadi format yang dapat dipahami melalui

serangkaian proses matematika yang disebut fourier transformations.

Sistem komputer juga berperan untuk mengoperasikan sistem MRI

secara keseluruhan, menentukan parameter-parameter pengukuran serta

untuk mengolah, menampilkan, dan menyimpan citra (Daniel, 2015).

3. Dasar Fisika MRI

Prinsip-prinsip dasar MRI mengandalkan dari gerakan berputar (spin)

pada inti tertentu dalam jaringan biologi. Pada inti dengan nomor massa

ganjil, yaitu neutron lebih sedikit dari jumlah proton, arah putaran tidak sama

dan berlawanan,sehingga inti tersebut memiliki spin bersih atau momentum

sudut. Hal ini dikenal sebagai inti aktif MR (MR active nuclei). MR inti aktif

yang memiliki muatan bersih dan berputar, secara otomatis memperoleh

momen magnetik dan dapat sejajar dengan medan magnet eksternal. Isotop

dari inti hidrogen disebut protium adalah inti aktif MR yang digunakan dalam

MRI klinis. Protium mengandung satu proton (atom dan massa). Digunakan

hidrogen karena hidrogen jumlahnya sangat banyak dalam tubuh manusia

dan proton soliter yang memberikan momen magnetik yang relatif besar.

Kedua karakteristik ini memungkinkan pemanfaatannya maksimum

magnetisasi yang tersedia di dalam tubuh (Westbrook Catherine, 2011).

Atom terdiri atas inti atom dan orbit elektron.inti atom terdari atas

proton yang bermuatan +1 dan neutron yang tidak bermuatan dan elektron

bermuatan -1. Sedangkan nomor atom menunjukan jumlah proton di dalam

inti dan massa atom menunjukan jumlah protondan neutron di dalam inti

(Westbrook Catherine, 2011).


30

a. Spining

Spining (gerakan berputar yang berotasi pada sumbunya) dari suatu

partikel bermuatan yaitu proton akan menghasilkan momen dipol

magnetic yang disebut juga dengan spin. Inti paling banyak pada jaringan

tubuh adalah atom hidrogen (1 proton tanpa neutron). Atom hidrogen

mempunyai momen dipol magnetic yang kuat sehingga akan

menghasilkan konsentrasi yang besar. Hal ini menyebabkan signal atom

hidrogen yang dihasilkan lebih besar, sehingga atom inilah yang

digunakan sebagai sumber signal dalam pencitraan MRI(Westbrook

Catherine, 2011).

b. Presesi dan frekuensi larmor

Tidak semua atom arahnya paralel dan anti paralel terhadap medan

magnet luar, bahkan mereka berputar dengan cara tertentu yang di sebut

dengan presisi (precession). Frekuensi presisi adalah kecepatan angular

dari presisi proton. Perputaran pada atom dimana satu putaran dari suatu

titik dan kembali ketitik yang sama disebut frekuensi. Frekuensi presisi

tidak konsta, tergantung kekuatan medan magnet eksternal. Medan

magnet luar semakin kuat maka presisi makin cepat dan frekuensi

semakin tinggi (Westbrook Catherine, 2011).

c. Resonansi

Resonansi terjadi apabila objek yang diberikan gangguan berupa

gelombang radio yang memiliki frekuensi yang sama dengan frekuensi

larmor objek. Untuk keperluan klinis, pembentukan citra didasarkan pada

pemanfaatan atom hidrogen dalam tubuh dengan kata lain agar

fenomena resonansi terjadi gelombang radio yang diberikan harus


31

mempunyai frekuensi larmor yang sama dengan frekuensi larmor

hidrogen, yaitu 42,57 MHz/tesla. Pengaplikasian gelombang radio yang

menyebabkan resonansi terjadi eksitasi sebagai hasil dari fenomena nett

magnetitation vector (NMV) menjadi terotasi dari bidang longitudinal ke

bidang transversal xy. Magnetisasi pada bidang ini dikenal dengan

magnetisasi transversal. Sudut perotasi dikenal dengan flip

angle(Westbrook Catherine, 2011).

Fenomena terpenting dalam pencitraan MRI adalah peristiwa

resonansi magnetik dari suatu spinning proton yang mengalami presisi

ketika berada pada medan magnet luar yang sangat kuat. Dari peristiwa

resonansi magnetik akan di dapatkan signal yang dipancarkan oleh

proton atom hidrogen tubuh yang kemudian ditangkap oleh koil receiver

dan selanjutnya signal ini akan diolah oleh komputer menjadi sebuah citra

(Westbrook Catherine, 2011).

d. Sinyal MRI

Peristiwa resonansi mengakibatkan NMV berada pada bidang

transversal. Magnetisasi transversal akan menginduksi koil penerima

sehingga berbentuk sinyal. Saat gelombang radio dihentikan maka arah

proton akan berubah dari magnetisasi transversal ke magnetisasi

longitudinal sejajar dengan B o, sehingga akan menghasilkan medan

magnet yang bergelombang dan dapat dideteksi koil(Westbrook

Catherine, 2011).
32

Gambar 2.9 Gambaran pembentukan sinyal (Westbrook, 2019)

e. Free Induction Decay (FID)

Ketika pulsa radiofrekuensi dimatikan, NMV tertarik oleh B o dan

mencoba kembali. Hidrogen akan kehilangan energi yang diberikan oleh

pulsa radiofrekuensi. Proses hilangnya energi ini disebut relaksasi.

Terdapat dua peristiwa selama relaksasi yaitu recovery dan decay.

Besarnya magnetisasi transversal berkurang sehingga besarnya dari

tegangan yang menginduksi koil penerima juga berkurang. Induksi dari

berkurangnya sinyal disebut dengan free induction decay (FID)

(Westbrook Catherine, 2011).

f. Relaksasi

Selama relaksasi inti hidrogen berhenti menyerap energi

radiofrekuensi dan NMV kembali pada Bo. Pada waktu yang sama, tetapi

secara terpisah magnetik momen inti hidrogen kehilangan magnetisasi

transversal karena dephasing. Relaksasi menghasilkan

recoverymagnetisasi longitudinal dan decay magnetisasi transversal.

Recovery magnetisasi longitudinal disebabkan oleh proses yang

dinamakan T1 recovery, sedangkan decay magnetisasi transversal

disebabkan oleh proses yang dinamakan T2 decay(Westbrook, 2019).


33

1) T1 Recovery

T1 recovery disebabkan oleh inti atom hidrogen yang

melepaskan energi ke lingkungan sekitarnya ataulattice sehingga

disebut spin lattice relaxation. Energi yang dibebaskan menyebabkan

magnetisasi longitudinal dengan waktu recovery yang konstan dan

berupa proses eksponensial yang disebut waktu relaksasi T1 yakni

waktu yang diperlukan jaringan untuk magnetisasi longitudinal 63%.

Waktu T1 relaksasi dikontrol oleh TR karena TR mengontrol seberapa

jauh vektor dapat recover sebelum aplikasi RF berikutnya.

Setiap jaringan memiliki waktu relaksasi yang berbeda-beda

sehingga akan menyebabkan kontras pada gambar MRI. Sebagai

contoh lemak memiliki waktu relaksasi T1 200 ms sedangkan air

memiliki waktu relaksasi T1 2500 ms sehingga lemak akan lebih cepat

dibandingkan dengan air. Dengan demikian pembobotan T1 jaringan

dengan waktu relaksasi T1 panjang (air) akan tampak gelap

(Westbrook, 2019).

Gambar 2.10 Kurva recovery (Westbrook, 2019)


2) T2 Decay
34

T2 decay disebabkan oleh interaksi antara medan magnet dari

inti atom hidrogen satu dengan yang lainnya.decay mengacu pada

hilangnya magnetisasi transversal dan T2 yang berhubungan dengan

proses relaksasi yang disebut spin-spin relaxation. Waktu yang

diperlukan suatu jaringan kehilangan energinya hingga 37%

dikenaldengan waktu relaksaso T2. Waktu T2 decay dikontrol oleh TE

karena TE waktu antara pulsa RF.

Setiap jaringan memiliki waktu relaksasi yang berbeda-beda

sehingga akan menyebabkan kontras pada gabar MRI. Waktu

relaksasi T2 akan lebih pendek dari relaksasi T1. Sebagai contoh

lemak memiliki waktu relaksasi T2 100 ms sedangkan air memiliki

waktu relaksasi T2 2500 ms. Dengan demikian pembobotan T2

jaringan dengan waktu relaksasi T2 panjang (air) akan tampakterang

dan jaringan dengan waktu relaksasi T2 pendek (lemak) akan tampak

gelap

Gambar 2.11 Kurva Decay (Westbrook, 2019)


4. Parameter MRI

a. Time Repitition (TR)


35

TR merupakan parameter yang mengontrol jumlah magnetisasi

longitudinal yang recovery sebelum pulsa RF berikutnya. TR panjang

akan meningkatkan SNR dan TR pendek akan menurunkan SNR.

Secara matematis TR mempunyai hubungan dengan waktu scanning.

Semakin panjang TR maka akan semakin lama waktu scanning

(Westbrook, Catherine, 2014).

b. Time Echo (TE)

TE merupakan parameter yang mengontrol jumlah magnetisasi

transversal yang akan decay sebelum echotersebut dicatat. TE panjang

menghasilkan sinyal yang lemah karena semakin banyak magnetisasi

transversal. TE panjang akan menurunkan SNR dan TE pendek akan

meningkatkan SNR.

c. Flip Angle (FA)

FA merupakan sudut balik yang dibentuk oleh NMV pada waktu

relaksasi. Pada pulsa fast spin echo, SNR yang dihasilkan akan lebih

baik karena menggunakan flip angle 900 sehingga magnetisasi

longitudinal dibandingkan dengan gradient echo yang memiliki flip angle

kurang dari 900.

d. Time Inversion (TI)

TI merupakan waktu antara pulsa eksitasi 180 0 dan900. TI

hanya digunakan dalam sekuen inversion recovery. TI memiliki efek

tertinggi pada kontras citra sekuen IR.

e. Number of Excitation (NEX)

NEX merupakan angka yang menunjukan berapa kali data

diperoleh atau dicatat selama scanning. NEX mengontrol jumlah data


36

yang disimpan padamasing-masing K-space. Semakin tinggi NEX akan

meningkatkan SNR, waktu scanning juga bertambah.

f. Matrix

Matrix akuisisi menentukan resolusi spatial dari citra.

Meningkatkan matrix akan menurunkan sinyal sehingga SNR menurun,

spatial resolusi meningkat dan waktu scanning menjadi lama.

g. Field of View (FOV)

FOV menentukan berapa banyak informasi yang akan kita

lihat. FOV besar, maka voxel juga meningkat. FOV lebar menaikan

SNR, menambah informasi citra anatomi dan mengurangi aliasing

namun spatial resolusi menurun.

h. Slice Thickness

Slice thickness mempengaruhi jumlah sinyal serta ketajaman

gambar. Slice yang tipis membutuhkan waktu scanning yang lebih lama.

i. Receive Bandwidth

Saat bandwidth semakin sempit, SNR akan meningkat. SNR

berbanding terbalik dengan akar dari bandwidth. SNR berbanding lurus

dengan volume pixel dan akar dari phase encode dan jumlah eksitasi

(NEX).

5. Pulsa Sekuen MRI

a. Spin Echo

Spin echo adalah pulsa sekuen yang mengaplikasikan pulsa 90 0

eksitasi diikuti dengan aplikasipulsa 180 0 rephasing. Spin echo adalah

pulsa sekuen yang memiliki standar emas untuk pencitraan karena


37

memiliki SNR yang tinggi. Sekuen spin echo digunakan pembobotan T1,

T2, dan proton density (PD) (Westbrook, 2019).

Pombobotan T1 menghasilkan gambaran anatomi sedangkan

pembobotan T2 menghasilkan gambaran patologi. Keuntungan spin

echo yaitu kualitas gambar yang dihasilkan bagus serta dapat

diterapkan disemua sistem. Spin echo merupakan gold standar untuk

image kontras dan pembobotan. Namun spin echo memiliki kelemahan

yaitu waktu scanning yang lama (Westbrook, 2019).

Tabel 2.1 Parameter Spin Echo (Westbrook, 2019)

Weighting Paramenter
Short TE : 10-30 ms
T1-Weighted
Short TR : 300-700 ms
Short TE : 20 ms
T2-Weighted Long TE : 80 ms
Long TR : 2000 ms

b. Fast Spin Echo (FSE)/ Turbo Spin Echo (TSE)

Fastspin echo (FSE) merupakan pengembangan dari sekuen spin

echo yang digunakan untuk mempercepat waktu scanning dengan

pengaplikasian pulsa 180 0 rephasing beberapa kali dalam satuTR

menghasilkan rangkaian echo yang disebut dengan echo train lenght

(ETL)(Westbrook, 2019).

c. Inversion Recovery (IR)

Inversion recovery adalah urutan pulsa spin echo yang

menggunakan pulsa pembalik RF untuk menekan sinyal dari jaringan

tertentu. Urutan pulsa IR dimulai dengan pulsa RF 180 0 inversi


38

kemudian dilanjut dengan 90 0 eksitasi kemudian 1800 rephasing

(Westbrook, 2019).

Parameter utama dalam inversion recovery adalah time repitition

(TR), time echo (TR), dan time inversion (TI). TI merupakan parameter

utama dari inversion recovery yang digunakan untuk mengontrol

kontras. Jika pulsa 900 eksitasi diaplikasikan setelah net magnetisation

vactor (NMV) relaksasi dan kembali kebidang transversal, kontras citra

akan bergantung pada jumlah recovery longitudinal dari setiap vektor.

Hasilnya adalah T1-weighted. Jika pulsa 900 eksitasi tidak diaplikasikan

sampai NMV full recovery, menghasilkan citra PD-weighted karena

lemak dan air full recovery(Westbrook, 2019).

IR digunakan untuk menghasilkan citra heavily T1-weighted untuk

mendemonstrasikan anatomi, dapat membedakan antara lemak dan air

karena adanya saturasi penuh vektor lemak dan air. Ketika IR

digunakan untuk menghasilkan heavily T1-weighted, TE mengontrol T2

decay dan karena itu biasanya tetap dibuat pendek untuk meminimalkan

kontras T2. Namun dapat diperpanjang agar jaringan dengan T2

panjang tampak terang (hiperintense) (Westbrook, 2019).

6. Teknik Suppresi Lemak

Menurut Westbrook (2011) terdapat beberapa teknik untuk

menekan lemak yaitu fat saturation, short tau inversion recovery (STIR),

spatial inversion recovery (SPIR), dan teknik IDEAL. Semua teknik tersebut

berfungsi untuk nulling lemak sehingga tampilan cairan akan tampak lebih

jelas terutama bila diaplikasikan pada patologi.

a. Fat Saturation
39

Fat saturation adalah teknik supresi lemak yang didasarkan pada

perbedaan frekuensi resonansi lemak. Penggunaan fat saturation

dengan cara pulsa 900pre saturation diaplikasikan pada pressional

frequency lemak pada keseluruhan FOV. Pulsa eksitasi RF kemudian

diaplikasikan pada slice dan momen magnetic pada nuklei lemak di flip

ke saturation. Jika diaplikasikan dengan sudut 180 0 akibatnya tidak ada

komponen yang mengalami transversal sehingga tidak menghasilkan

sinyal. Menggunakan fat saturation dapat meningkatkan CNR diantara

lesi dan jaringan normal (Westbrook Catherine, 2011).

Keunggulan dari penggunaan fat saturationadalah waktu yang

lebih cepat karena waktu yang diperlukan untuk mengaplikasikan pulsa

saturasi adalah 10 ms.

b. Short Tau Inversion Recovery (STIR)

Short Tau Inversion Recovery adalah sekuen dengan IR

menggunakan nilai time inversion (TI) lemah, yang akan menyebabkan

fat mengalami recovery dari inversi penuh ke arah bidang transversal,

sehingga tidak terjadi magnetisasi longitudinal fat. STIR membutuhkan

waktu untuk full recovery dari IR terhadap bidang transversal ke magnet

longitudinal pada lemak yang disebut null point. TI yang di gunakan

dalam penekanan lemak pendek yaitu 100-175 ms. Karena TI pendek

maka jaringan lain yang tidak berada pada null point akan memproduksi

sinyal yang tinggi. Urutan pulsa yaitu pada saat aplikasi yaitu pulsa lalu

pulsa 900 eksitasi dan 1800refocusing.

STIR juga dapat digunakan dengan fast spin echo (FSE)dengan

mengaplikasikan pulsa 180 0 inversi, diikuti pulsa eksitasi 90 0 eksitasi


40

dan setelah itu diikuti dengan beberapa pulsa 180 0 rephasing yang

disebut dengan echo train lenght (ETL), sehingga waktu scan dapat

lebih pendek jika dibandingkan dengan STIR konvensional (Westbrook

Catherine, 2011).

Teknik STIR bagus untuk pencitraan MRI pleksus brachialis

karena memiliki beberapa keuntungan yaitu memberikan penekanan

lemak yang seragam (homogen), gambaran hiperintensitas normal

simetetris dan karakteristik ukuran ganglion akar saraf dorsal (Chhabra,

2013)Kekurangan STIR yaitu waktu scanning yang relatif lama.

c. Spatial Inversion Recovery (SPIR)

Spatial inversion recovery (SPIR) menurut (Ribeiro, 2013)adalah

kombinasi dari spectral fat suppression melibatkan pulsa RF awalan

yang hanya diatur untuk frekuensi lemak saja. Hal ini dimungkinkan

karena perbedaan lingkungan molekuler dari magnetisasi proton

hidrogen lemak, yang berarti lemak berpresisi pada frekuensi yang

sedikit berbeda. Dalam teknik ini pulsa RF pada frekuensi lemak

diterapkan untuk pencitraan sebesar 100 0-1400. Momen magnetik lemak

yang diterapkan untuk pencitraan sebesar sumbu Z. Setelah melewati

suatu inversi atau time inversion (TI) yang sesuai dengan titik nol lemak,

kemudian diterapkan pulsa eksitasi sebesar 90 0. Saat lemak tidak

memiliki magnetisasi longitudinal pada titik tersebut, pulsa eksitasi tidak

menghasilkan magnetisasi transversal lemak. Oleh karena itu sinyal

lemak akan nol atau tampak gelap dalam citra.

SPIR memiliki beberapa keuntungan yaitu tidak rentan terhadap

inhomogenity medan magnet (penggunaan FOV) dan SNR yang tinggi.


41

d. IDEAL (Iterative Decomposition of Water and Fat with Echo

Asymmetry and Least-Square Estimation)

IDEAL adalah sekuen yang dapat melakukan penekanan lemak

dan penekanan vena sehingga menghasilkan gambaran pleksus

brachialis yang lebih jelas. Teknik IDEAL diterapkan di sekuen spin echo

dengan beberapa teknik multirepitition atau multiecho.Teknik IDEAL

memperoleh dua gambar dengan TE berbeda disetiap gambar untuk

menguraikan sinyal lemak dan air dalam voxel yang sama. Secara

sistematik, akuisisi pertama time echo ketika proton lemak dan air in

phase (disebut sinyal in phase) sama seperti tipe akuisisi konvensional.

Akuisisi kedua pada time echo ketika proton lemak dan air out of phase

(disebut sinyal out phase). Perubahan sinyal dari in phase ke out phase

menghasilkan water image dengan supresi lemak. Selanjutnya

substraksi sinyal out phase dari sinyal in phase menghasilkan fat image

dengan supresi air (Guerini H, Omoumi P, Guichoux F, Vuillemin V,

Morvan G, Zins M, Thevenin F, 2015).

Teknik ini memiliki keuntungan dapat menghasilkan gambaran fat

image dan water image. Prinsip teknik IDEAL yaitu setiap voxel

dikodekan sinyalnya secara offset (proton air dan lemak) selama akuisisi

dan kemudian memperkirakan kontribusi proton lemak dan air untuk

sinyal diukur setelah processing. Perbedaannya yaitu lemak ditekan

setelah processing tidak selama processing (Guerini H, Omoumi P,

Guichoux F, Vuillemin V, Morvan G, Zins M, Thevenin F, 2015).

Teknik supresi lemak IDEAL mampu menghasilkan gambaran

yang baik pada MRI pleksus brachialis dengan penekanan lemak,


42

penekanan vena, visualisasi saraf meningkat. Tetapi IDEAL memiliki

kerugian yaitu waktu akuisisi yang juga lama (Guerini H, Omoumi P,

Guichoux F, Vuillemin V, Morvan G, Zins M, Thevenin F, 2015).

Gambar 2.12 (a) MRI pleksus brachialis menggunakan STIR (b)


menggunakan sekuen T2-W IDEAL FSE

F. Infromasi Citra Anatomi MRI Pleksus Brachialis

1. Root

Root pada pleksus brachialis dapat terlihat pada potongan sagital

karena tegak lurus pada bidang pleksus brachialis. Namun potongan

coronal sangat jelas dalam menampilkan root karena paralel dengan

subclavian dan axilari arteri. Terlihat atau tidaknya root dapat

mengindikasi adanya cidera atau tidak pada pleksus brachialis. Pada

gambaran pleksus normal, root yang tampak jelas dengan SNR dan

kontras yang baik menunjukan kualitas gambar yang tinggi.

Pada kasus cidera, root pada nervus akan tampak edema

disekitar spinal muscle, nerve root terlihat tidak jelas baik dorsal

maupun ventral serta terdapat pseudomeningocele. Sekuen STIR dan

IDEAL dapat digunakan untuk mendeteksi edema disekitar spinal

muscle tanpa menggunakan media kontras (Hassan, Mohey dan

Yehia, 2017).
43

Gambar 2.13 Gambaran root nerve pada pasien cidera dengan


pseudomeningocele(Hassan, Mohey dan Yehia, 2017)

2. Superior, Middle dan Lower Trunk

Pada pemeriksaan MRI Pleksus brachialis 3 trunkus yang

tampak akan membentuk triangle scalane muscle. Superior trunkus

yaitu terbentuk nervus root dari C5-C6, middle trunkus yaitu C7 dan

lower trunkus C8-T1. Root, trunkus, devision serta branchus dari

pleksus brachialis akan tampak isointens didekat muscle dan lemak

pada sekuen tanpa penekanan lemak. Trunkus yang baik yaitu tampak

jelas dan tegas. Pada kasus cedera maka akan tampak edema yang

akan terlihat hiperintens dibandingkan dengan jaringan di

sekitarnya(Chhabra , 2013).
44

Keterangan
R :Root
T :Truncus
D : Division
C : Cord
B : corocoid process of
scapula

Gambar 2.14 Gambaran coronal SE T2-W (Torres, Mailley dan


Del Carpio O’Donovan, 2013)
3. Division dan Cord

Cord dibagi menjadi 3 yaitu lateral cord, posterior cord dan

medial cord. Sedangkan division dibagi menjadi 2 yaitu anterior dan

posterior. Division dan cord akan tampak dengan jelas jika

menggunakan sekuen penekanan lemak. Selain itu jumlah slice pada

localizer akan menentukan visualisasi dari devisi dan cord, semakin

tipis slice maka akan semakin jelas gambaran. Devision dan cord yang

baik yaitu tampak jelas dan tegas (Torres, Mailley dan Del Carpio

O’Donovan, 2013).

G. Prosedur Pemeriksaan MRI Pleksus Brachialis

MRI menjadi salah satu modalitas untuk mendiagnosis dari cedera

pleksus brachialis. MRI dapat menghasilkan imaging yang ditampilkan

digunakan untuk mengevaluasi tingkat keparahan dan lokasi dari trauma

pleksus brachialis. MR neurography adalah MRI yang dilakukan untuk

memperlihatkan persarafan pada pasien dengan kasus trauma. MRN sangat

baik dalam mendiagnosa patologi pada peripheral nervous system (PNS).


45

MRI dapat memperlihatkan neuromaskuler post traumatik,

bersamaan dengan respon inflamasi dan edema jaringan sekitarnya

(Sakellariou, 2014). Sekuen yang digunakan untuk evaluasi cedera pleksus

brachialis yaitu T1 dan T2 Weighted imaging Spin Echo dengan potongan

coronal, axial dan sagital pada infra dan supraclavicularis, T1 STIR, serta T2

weighted 3D MR Neurography untuk mengevaluasi lokasi cedera pleksus

brachialis(Acharya, Cherian dan Bhat, 2020). Sekuen MR myelografi dengan

FIESTA (fast imaging employing steady-state acquisition) juga mampu

menampakan nerve root dengan baik (Bhandari, 2012).

1. Persiapan Pasien

Persiapan pasien pada MRI pleksus brachialis meliputi : screening

pasien mulai dari apakah pasien claustrophobia (takut dalam ruangan

sempit), apakah pasien ada implan logam dalam tubuh semisal klip

carotis, pen tulang, atau pacemaker, apakah pasien menggunakan gigi

palsu, atau lensa kontak, apakah pasien mempunyai riwayat alergi.

Selanjutnya pasien di minta untuk ganti baju pasien dan meninggalkan

semua barang yang dibawa (WestbrookCatherine, 2014).

2. Tujuan Pemeriksaan

Tujuan utama pemeriksaan MRI pleksus brachialis dengan

modalitas MRI adalah untuk menujukan gambaran pleksus brachialis dan

saraf pada ekstremitas atas, hal ini karena kelebihan MRI dalam

menampilkan soft tissue dari pleksus brachialis. Pada pemeriksaan MRI

pleksus brachialis dalam suatu protokol terdapat beberapa sekuen yang

digunakan, dimana masing-masing sekuen memperlihatkan gambaran

yang berbeda (WestbrookCatherine, 2014).


46

3. Persiapan Alat dan Bahan

Menurut Persiapan alat dan bahan pada pemeriksaan MRI pleksus

brachialis meliputi(Westbrook , Catherine, 2011):

a. Pesawat MRI

b. Body coil/anterior neck coil/volume neck coil/multi-array coils.

c. RC bellows

d. Ear plugs

e. Alat immobilisasi

f. Selimut

g. Saluran oksigen dan suction

h. Perangkat komputer

4. Indikasi Pemeriksaan

Menurut Westbrook and Kaut (2014), indikasi pemeriksaan

pleksus brachialis secara umum yaitu:

a. Mendiagnosis dan melihat karakteristik lesi pada pleksus brachialis,

terutama karsinoma sekunder dari brest dan bronkus.

b. Thoacic Outlet syndrome

c. Evaluasi pleksus brachialis akibat kecelakaan/ trauma

5. Prosedur Pemeriksaan MRI Pleksus Brachialis

Pemeriksaan MRI Pleksus Brachialis meliputi tahap sebagai berikut :

a. Pasien diberikan penjelasan tentang prosedur pemeriksaan yang

akan di lakukan, termasuk lamanya waktu pemeriksaan dan

pengisian inform consent. Semua barang yang bersifat ferromagnetic

di lepas kemudian pasien dipersilahkan untuk menganti dan memakai

baju pasien yang disediakan.


47

b. Data pasien di masukan pada komputer dan memilih sekuen yang

diperlukan.

c. Koil yang sesuai dipasang yaitu body coil/anterior neck coil/volume

neck coil/multi-array coils.

d. Posisi Pasien

Pasien tiduran dengan posisi supine di atas meja pemeriksaan. Posisi

pasien longitudinal tegak lurus dengan midline tubuh dan horizontal

sejajar dengan lampu indikator berada di sternoclavicular joint.

Gambar 2.15 Posisi Pasien (Elmaoglu Muhammed, 2012)


e. Emergenzy buzzer diberikan kepada pasien dan di jelaskan kapan

harus digunakan.

f. Gerakan meja kedalam gentry sehingga pertengahan koil tepat pada

pertengahan magnet.

g. Koil dimasukan ke dalam gentry kemudian pasien di pastikan

kedalam keadaan nyaman. Atur daerah pleksus berada pada

pertengahan koil.

h. Pintu ditutup rapat agar terhindar dari interferensi radiofrekuensi.

i. Membuat 3D plane localizer image localizer atau scanogram,

menggunkan sekuen T1-Weighted dengan low resolution.


48

Gambar 2.16 3D plane localizer (Elmaoglu Muhammed, 2012)

6. Protokol MRI Pleksus Brachialis

Protokol MRI merupakan pengaturan pemilihan sekuen untuk

menghasilkan optimisasi image dan masing-masing sekuen memiliki

karakteristik tertentu sehingga digunakan untuk menilai suatu patologis

pada area yang akan diperiksa. Pemilihan sekuen menentukan kualitas

gambar dalam melihat suatu patologi (WestbrookCatherine, 2011).

Sekuen yang digunakan pada protokol MRI pleksus brachialis

yaitu : (Westbrook, Catherine, 2014)

a. 3D Plane Localizer

Pemeriksaan MRI pleksus brachialis menggunakan head coil dan

diawali dengan pembuatan 3D plane localizer. Area scanning localizer

yaitu dari vertebrae cervical 4 hingga sternoclavicular joint masuk

dalam gambaran sebagai perencanaan awal dalam pemeriksaan.

b. Axial SE/FSE T1

Digunakan sebagai localizer 3 proyeksi, digunakan sebagai

sekuen diagnostik irisan yang tebal ditentukan oleh jarak pada kedua

sisi pada lampu horizontal alignment. Area scaning dari

sternoclavicular joint hingga cervical ke 3 masuk dalam image

(Westrbrook, 2014). TR yang digunakan pada T1-weighted 540 dan


49

TE Minimal pada setting MRI. FOV 28 dengan slice thickness 4 mm

dengan ukuran matrix 352×352 (Muhammed Elmaoglu, 2012).

c. Coronal/oblique SE/FSE T1

Menggunakan image sagital yang paralel dengan vertebrae lower

cervical (C4-C7) dari aspek posterior dari cervical cord ke

sternoclavicular joint. Area dari vertebra cervical ketiga hingga arkus

aorta masuk dalam image. Gambaran axial dapat digunakan untuk

mengatur coronal sehingga pleksus brachialis dapat ditampilkan

secara simetris. Arah potongan yaitu A-P.

d. Axial 3D incoherent (spoiled) GRE T1

Potongan axial dapat dibuat dari irisan sagital dan irisan tegak

lurus dengan vertikal cervical bawah lengkung aorta atau sejajar

dengan vertebrae cervical ketiga. Coverage dapat di perpanjang untuk

slice wrap.

e. Axial SE/FSE PD/T2

Irisan tipis/gap ditentukan dari lengkungan aorta ke vertebra

cervical ke 3. Pulse yang digunakan untuk menekan jaringan sangat

berguna dalam membedakan lemak dan tumor.

f. Sagital oblique SE/FSE T1

Sekuen ini menggunakan irisan coronal yang menampilkan

pleksus brachialis, kemudian menggunakan irisan tipis dan tegak lurus

terhadap pleksus brachialis yang memiliki gejala kelainan. Scaning

mencakup spinal cord hingga aspek medial dari humerus. Irisan oblik

sagital dapat dilakukan untuk melihat lebih akurat dan lebih baik

secara crossectional pleksus brachialis daripada true sagital plane.


50

g. STIR (Short Tau Inversion Recovery)

Sekuen STIR digunakan untuk penekanan lemak agar melihat

anatomi dari pleksus brachialis dengan lebih jelas. Menurut Tomura

(2014), parameter sekuen STIR untuk pemeriksaan MRI pleksus

brachialis yaitu TR 4000 ms dengan TE 52 ms dengan ukuran matrix

184×192 dengan luasan FOV 32 cm serta scan time yang diperlukan

untuk sekuen ini yaitu 4 menit 16 detik meliputi area scanning dari C3

hingga sternoclavicular joint (Tomura, 2015).

h. IDEAL

IDEAL memiliki keunggulan karena dapat memisahkan air dan

lemak dengan SNR yang tinggi. Untuk melihat pleksus brachialis

dengan jelas penggunaan fat supression sangat membantu dengan

parameter yaitu TR 4000 ms dan TE 110 dengan ukuran matrix

320×256 dengan luasan FOV 32 cm serta scan time yang diperlukan

untuk sekuen ini yaitu 5 menit 36 detik meliputi area scanning dari C3

hingga sternoclavicular joint (Tomura, 2015).

i. 3D CUBE

3D CUBE merupakan 3D isotropik dengan pengaplikasian FSE

dengan modifikasi yang disebut dengan 3D CUBE pada pesawat GE,

pada philips disebut dengan 3D VISTA, pada SIEMENS disebut

dengan 3D SPACE. Modifikasi pada pulsa sekuen di implementasikan

pada kenaikan nilai echo yang di dapatkan setiap eksitasi pulsa RF.

Modifikasi ini termasuk pemendekan echo spacing dan modulasi flip

angle untuk mengurangi artefak blurring atau memperpanjang fungsi

dari FS. Cara fleksibel untuk menggunakan phase encoding data pada
51

data k-space sangat dibutuhkan untuk menggunakan keuntungan

penggunaan echo train lenght (ETL) yang panjang. Kedua pendekatan

untuk rekonstruksi citra, termasuk akuisisi fourier dan parralel imaging

(Kattan dan Borschel, 2011).

Penggunaan 3D isotropik dengan FSE juga memiliki kemampuan

untuk menghasilkan data isotropik yang dapat digunakan untuk MPR

imaging. Keunggulan dari 3D CUBE ini juga dapat menghasilkan 3

potongan yaitu axial, sagital dan coronal dengan waktu yang sama

dengan sekuen FSE. Data isotropik merupakan kemampuan untuk

mendapatkan resolusi yang sama pada setiap potongan dan pada

setiap sudut kemiringan dan voxel harus simetris.

j. Diffusion Tensor Imaging (DTI)

Magnetic resonance neurography(MRN) adalah pencitraan

langsung saraf dalam tubuh dengan mengoptimalkan selektivitas untuk

sifat air pada MRI yang unik pada saraf. Teknik ini menghasilkan

gambar rinci dari saraf dari sinyal resonansi yang muncul dari dalam

saraf itu sendiri daripada dari jaringan di sekitarnya atau dari lemak di

lapisan saraf. Karena sumber intranural dari sinyal gambar, gambar

memberikan seperangkat informasi yang berguna secara medis

tentang keadaan internal saraf seperti adanya iritasi, pembengkakan

saraf (edema), kompresi, cedera. Gambar resonansi magnetik standar

dapat menunjukkan garis besar beberapa saraf di bagian dari

lintasannya tetapi tidak menunjukkan sinyal intrinsik dari air

saraf. Magnetic resonance neurography digunakan untuk

mengevaluasi kompresi saraf utama seperti yang memengaruhi


52

saraf pleksus brachialis. Teknik terkait untuk pencitraan saluran saraf

di otak dan sumsum tulang belakang disebut magnetic

resonance tractography atau diffusi tensor imaging.

4. Artefak Pada MRI Pleksus Brachialis

a. Motion Artefak

Sumber utama dari artefak pleksus brachialis adalah gerakan

nafas pasien. Motion artefak dapat menurunkan gambaran MRI

dengan bentuk blurring dan diskrit goshting. Artefak gerak dapat terjadi

dari berbagai arah fase,untuk mengatasi hal ini maka dapat dilakukan

dengan mengubah arah fase encoding pada sumbu S dan I pada

series coronal (Westbrook, Catherine, 2014).

b. Flow Artefak

Flow artefak disebabkan karena aliran darah carotis dan aliran

darah jugular. Pembuluh darah memiliki ciri bergerak secara periodik

dan bentuk lain dari pergerakan sehingga menyebabkan artefak

ghosting. Spatial presaturation pulse penting pada fase S dan I dapat

mengurangi aliran pembuluh darah di karotis dan jugular. Pada seri

koronal R dan L pada spatial presaturation pulse dapat mengurangi

dari pembuluh darah di subclavia. Gradien momen nulling (GMN) juga

dapat mengurangi flow artefak, tetapi dapat meningkatkan signal pada

pembuluh darah dan TE minimal sangat tidak dianjurkan untuk sekuen

T1-weighted(Westbrook, Catherine, 2014).

Anda mungkin juga menyukai