PENDAHULUAN
A. Definisi
1
akar saraf yang cedera, maka lesi total Pleksus Brakialis C5–Th1 sebanyak
54%, lesi sebagian Pleksus Brakialis C5-6 sebanyak 24%, C 5-6-7 sebanyak
19%, dan C8-Th1 sebanyak 3% ( Heri Suroto,2019).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
pertama ikut membentuk n. medianus dan cabang lainnya menjadi n. ulnaris
(Arimbawa et al, 2017)
Gambar A.1
4
Saraf pektoralis lateralis yang membentuk saraf otot
pektoralis mayor.
5
Saraf kutaneus brachii medialis, yang membentuk saraf
kulit bagian medial lengan atas.
Saraf ulnaris, yang membentuk saraf bagian satu setengah otot fleksor
bagian bawah dan otot-otot kecil tangan dan kulit tangan di sebelah medial. Pada
pleksus brakhialis juga dapat ditemukan struktur space. Space pada plexus
brakhialis yang relevan dengan klinis antara lain costaclavicular space,
interscalene triangledan retropectoralis minor space (subcoracoid tunnel)
(yueniwati, 2020).
6
B. Patologi
7
proses disintegrasi stump akson yang dimulai setelah 24–48 jam dan berakhir
3–6 minggu. Proses ini diawali dengan adanya granulasi di dalam plasma yang
disebabkan oleh proteolisis dari mikrotubula dan neurofilamen. Proteolisis
terjadi karena disebabkan oleh aktivasi yang cepat dari enzim proteolisis
aksoplasmik sebagai respons dari influks kalsium intraselular. Di antara semua
struktur sitoskeletal, mikrotubuli adalah yang pertama mengalami disintegrasi,
dan hilangnya struktur mikrotubuli ini akan memengaruhi transportasi
aksonal. Disintegrasi neurofilamen akan mengikutinya dan biasanya selesai
dalam kurun waktu 7 –10 hari (suroto,2019).
8
C. Epidemiologi
D. Etiologi
Menurut yueniwati, 2020. Umumnya pada lesi pleksus brachialis ada beberapa
penyebab antara lain :
1. Trauma
9
Trauma tertutup, misalnya pada cedera kecelakaan sepeda
motor, olahraga, dan jatuh dari ketinggian.
2. Tumor
3. Induksi radiasi
4. Entrapment
5. Idiopatik
10
pasti. Timbulnya gejala klasik yaitu nyeri yang disertai onset atau
serangan permulaan rasa takut yang terjadi selama satu sampai dua
minggu baru kemudian muncul kerja otot yang mulai lemah.
6. Compression syndrome
Pada daerah bahu sering kali terjadi sindrom kompresi dan hal
ini mengakibatkan terjadinya cedera pleksus brachialismisalnya
sindrom scalene. Sindrom kompresi ini dapat disebabkan oleh tekanan
sabuk pengaman saat berkendaraan, kompresi yang disebabkan oleh
memikul beban berat di bahu, sindrom hyperabduction dan sindrom
costoclavicular.
Tanda dan gejala pada lesi plexus brachialis adalah ditandai dengan
adanya paralisis pada otot deltoid, otot biceps, otot ekstensor karpi radialis
brevis dan ekstensor karpi radialis longus, kadang – kandang juga otot
supraspinatus dan infraspinatus yang disebabkan Karena tergangguna otot
yang terdinerfasi oleh percabangan syaraf plexus brachialis. Kemudian akan
menyebabkan hilangnya gerakan abduksi, adduksi, fleksi dan ekstensi
shoulder, endorotasi dan eksorotasi shoulder, gerakan fleksi dan ekstensi
elbow, gerakan dorso fleksi dan palmar fleksi, serta kadang-kadang adanya
hilang rasa sensoris di area dermaton C5-Th1 dan atrofi bahkan kontraktur
pada grup otot fleksor dan ekstensor lengan (trisnaningrum,2013).
F. Pemeriksaan Fisik
11
gambaran klinis kelemahan otot infraspinatus. Trauma pada tingkat
infraklavikula mungkin disebabkan oleh mekanisme trauma energi tinggi pada
bahu dan berhubungan dengan rupturnya arteri aksilaris. Nervus aksilaris,
supraskapular, dan muskulokutaneus akan terpengaruh pada trauma tersebut.
Evaluasi nervus medianus, ulnaris, dan radialis dilakukan pada pemeriksaan
pergelangan tangan dan jari tangan. Lesi nervus muskulokutaneus dan lesi
pada nervus medianus diperiksa dengan fleksi dan ekstensi pada siku. Nervus
aksilaris diperiksa dengan abduksi bahu secara aktif dan peregangan otot
deltoid. Latisimus dorsi diinervasi oleh nervus thorakodorsal yang merupakan
cabang bagian posterior dan berlokasi di dalam dinding posterior fossa
aksilaris. Pektoralis mayor menerima inervasi dari saraf medial dan lateral.
Nervus lateral anterior thoracic menginervasi klavikula, nervus medial anterior
thoracic menginervasi otot sternokostal kepala (Arimbawa, 2017).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Imaging
12
Pencitraan radiografi setelah cedera girdle leher atau bahu dapat
menunjukkan bukti adanya lesi neurologis secara bersamaan. Radiografi
tulang belakang servikal, shoulder girdle, humerus, dan dada seharusnya
diperoleh. Radiografi tulang belakang servikal harus dievaluasi untuk
patah tulang, yang bisa mengindikasikan bahwa sumsum tulang belakang
berada dalam bahaya. Terlebih lagi, adanya fraktur transversal pada
servikal menunjukkan kemungkinan avulsi radix pada tingkat yang sama.
Fraktur klavikula juga menunjukkan kemungkinan cedera pleksus
brakialis. Radiografi klavikula dapat menunjukkan fraktur tulang rusuk
pertama atau kedua, yang mungkin menyebabkan cedera pada bagian atas
pleksus brakialis. Selain itu, meticulous inspection pada radiografi dada
dapat menunjukkan fraktur tulang rusuk terakhir, yang sangat penting
dalam hal transfer saraf interkostal, karena saraf interkostal sering cedera
oleh patah tulang rusuk yang sesuai. Ketika trauma saraf frenik,
ditunjukkan dengan adanya hemidiafragma yang tinggi dan
lumpuh(Arimbawa, 2017).
13
posttraumatik, bersamaan dengan respon inflamasi dan edema jaringan
sekitarnya (Arimbawa, 2017).
2. Tes Histamin
3. Elektrodiagnostik
H. Terapi Bedah
1. Neurolisis
14
Terapi ini digunakan pada lesi saraf kontinuitas. Teknik ini penting
untuk memelihara struktur interfascikular dan selubung saraf. Karena
memiliki risiko rusaknya vaskular, tidak disarankan menggunakan
neurolisis interfascikular, sebagai gantinya dapat digunakan
epineurorektomi untuk menghilangkan jaringan fibrous. Penggunaan
stimulasi saraf sebelum dan sesudah neurolisis dapat memperlihatkan
peningkatan konduksi saraf. Hasil klinis neurolisis tidak mudah untuk
diidentifikasi, banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan funsgsional,
selain neurolisis (Arimbawa, 2017).
2. Nerve grafting
15
Menurut Arimbawa 2017, konsep dasarnya adalah
menggunakan fascikula atau cabang saraf distal yang masih fungsional
untuk menginervasi area otot yang mengalami denervasi. Saraf donor
biasanya mengalami sedikit penurunan fungsional tetapi otot resipien
terdekat akan cepat dipersarafi dan akan menjadi fungsional, sebagai
contoh:
3. Transfer kontralateral C7
I. Fisioterapi
16
Adapun peran fisioterapi dalam penanganan kondisi lesi plexus
brachialis adalah bermacam – macam modalitas fisioterapi yang dapat
diberikan pada permasalahan penurunan kemampuan sensoris, penurunan
kekuatan otot, keterbatasan lingkup gerak sendi dan adanya atrofi. Untuk
kondisi ini modalitas fisioterapi yang digunakan Electrical Stimulation dan
Terapi Latihan. Dengan pemberian modalitas tersebut, tujuan fisioterapi yang
ingin dicapai antara lain mempertahankan volume otot, meningkatkan
kemampuan sensoris, meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan lingkup
gerak sendi(trisnaningrum,2013).
1. Gerak Aktif
17
serta mengembangkan koordinasi dan ketrampilan untuk aktivitas fungsional.
Gerakan aktif dibagi menjadi 2, yaitu gerak yang tidak disadari (involuntary
movement) dan gerak yang disadari (voluntary movement). Gerak yang
disadari dibagi menjadi 3 yaitu :
2.Gerak pasif
Latihan pada anggota gerak atas dengan cara posisi pasien tidur
terlentang, terapis memberikan latihan sesuia dengan pola- pola gerakan
lengan yang ada dalam teknik PNF yaitu fleksi-aduksi- eksorotasi, ekstensi-
adduksi-endorotasi, ekstensi-abduksi-endorotasi (Ashadi,2014)
18
Letakkan lengan sehat ke meja unmk menyangga mbuh.
Bungkukkan badan dan biarkan lengan/bahu yang cedera
mengganmng rileks. Perlahan ayunkan lengan memutar searah dan
berlawanan arah dengan jarum jam, kemudian ke depan-belakang
dan samping-menyamping. Ulangi 30 kali pada masing-masing
arah.
2. Wall Lader (Merambat tembok)
Berdirilah menyamping tembok, jangkaulah tembok dengan lengan
cedera dalam posisi lurus. Merambatiah ke atas dengan banman
jari-jari tangan setinggi mungkin, kemudian pertahankan posisi
tersebut. Ulangi 3-5 kali. Lakukan latihan ini dengan menghadap
tembok maupun menyamping tembok.
3. Supine Flexion (Tekuk lengan ke belakang)
Tidur terlentang dan peganglah T-Bar atau tongkat dengan kedua
tangan. Angkat lengan di atas kepala sejauh mungkin dan tahan 5-
10 detik. Kembali ke posisi semula dan ulangi kembali gerakan ini.
Apabila fleksibiiitas dan kekuatan sudah bertambah, boleh
ditambahkan beban pada tongkat.
4. Bent Arm Flexion (Angkat lengan ke depan-atas)
Sangga lengan yang cedera dengan tangan yang sehat, dan perlahan
angkat lengan cedera tersebut ke depan dan ke atas sejauh
mungkin. Pertahankan dan mrunkan kembali ke posisi semula.
Istirahatkan, dan ulangi gerakan ini sebanyak 30 kali.
5. T-BarFlexion (Angkat lengan dengan T-Bar)
Pegang secara kendor ujung T-Bar dengan lengan yang cedera, dan
lengan sehat memegang ujung panjang T-Bar. Angkat lengan
cedera dengan mendorong T-Bar setinggi mungkin, kemudian
tahan dan turunkan kembali secara perlahan. Ulangi 30 kali. T-Bar
Flexion (Angkat lengan dengan T-Bar). Pegang secara kendor
ujung T-Bar dengan lengan yang cedera, dan lengan sehat
memegang ujung panjang T-Bar. Angkat lengan cedera dengan
mendorong T-Bar sctinggi mungkin, kemudian tahan dan turunkan
kembali secara perlahan. Ulangi 30 kali.
6. Active Flexion (Angkat lengan Secara Aktif)
19
Berdirilah dengan siku lurus dan ujung jari menghadap ke depan.
Angkat lengan cedera ke atas di depan mbuh sctinggi mungkin,
pertahankan dan mrunkan secara perlahan. Ulangi gerakan ini.
7. Bent Arm Extension (Tarik lengan ke bclakang-bawah)
Sangga lengan yang cedera dengan telapak tangan yang sehat, dan
perlahan dorong lengan cedera ke belakang sejauh mungkin.
Pertahankan, dan kemudian kembali ke posisi semula secara
perlahan. Ulangi 30 kali.
8. T-Bar Extension (Tarik ke bclakang-bawah dengan T-Bar)
Genggam renggang ujung T-Bar dengan lengan cedera, dan pegang
ujung lain dengan tangan yang sehat. Gunakan tangan sehat untuk
mendorong lengan cedera ke belakang mbuh sejauh mungkin.
Pertahankan dan kembalikan ke posisi awal. Ulangi 30 kali.
9. Prone - Extension (Lengan menempel panggul)
Tidurlah telungkup dengan lengan cedera menggantung kearah
lantai. Dengan lengan cedera yang diputar keluar, angkat ke
belakang menuju panggul, sehingga sejajar dengan lantai. Tidak
perlu lebih dari sejajar lantai.
10. Bent Am Abduction (Angkat lengan menjauhi mbuh)
Letakkan lengan cedera di tangan yang sehat, dan dengan perlahan
bawa lengan cedera menjauhi mbuh semaksimal mungkin.
Pertahankan dan kembalikan pelan ke posisi semula. Rilekskan
sebentar dan ulangi 30 kali.
11. T-Bar Abduction (Angkat menjauhi mbuh dengan T-Bar)
Pegang ujung T-Bar dengan lengan cedera, dan ujung lain dengan
lengan sehat. Pergunakan tangan sehat unmk mengangkat lengan
cedera menyamping menjauhi mbuh semaksimal mungkin.
Pertahankan dan kembalikan perlahan ke posisi semula. Ulangi 30
kali.
12. Active Abduction (Angkat menjauh dari mbuh secara aktif)
Berdirilah dengan siku lurus. Angkat lengan cedera menjauhi mbuh
setinggi mungkin. Pertahankan dan mrunkan perlahan. Ulangi
kembali.
13. Prone Horizontal Abduction (Angkat menjauhi mbuh)
20
Tidurlah tengkurap di meja. Angkat keluar lengan cedera menjauhi
tubuh sampai sejajar lantai. Pertahankan, kembalikan ke posisi
semula dan ulangi gerakan tersebut.
14. Adducted Internal / External Rotation (Memutar lengan ke dalam
dan keluar)
Dengan lengan cedera disamping badan dan menekuk siku 90
derajat, putarlah lengan menyilang mbuh ke perut sejauh mungkin.
Pertahankan, kemudian ganti putar ke luar dan pertahankan.
Dengan perlahan kembalikan ke posisi semula dan ulangi 30 kali.
15. Side Lying Internal Rotation (Putar lengan ke dalam dengan posisi
tidur miring)
Tidurlah miring ke sisi lengan cedera dengan siku menekuk 90
derajat. Dengan perlahan, angkat tangan cedera ke perut.
Pertahankan, kemudian kembalikan ke posisi semula. Ulangi
beberapa kali.
16. Side Lying External Rotation (Putar lengan ke luar dengan posisi
tidur miring)
Tidurlah miring ke sisi lengan yang sehat dengan siku terletak di
dada dan menekuk 90 derajat. Perlahan angkat tangan ke atas
menjauhi tubuh semaksimal mungkin. Pertahankan dan turunkan
kembali. Ulangi gerakan ini beberapa kali.
17. Supine Internal/External Rotation (Putar lengan ke depan dan ke
luar dengan posisi tidur terlentang)
Tidurlah terlentang di meja dengan bahu renggang dan siku
tersangga dalam posisi menekuk. Perlahan angkat tangan ke atas
dan ke depan sejauh mungkin. Pertahankan 1-2 detik, dan
kembalikan ke posisi semula. Usahakan punggung tangan
menyentuh meja pada posisi ke belakang dan telapak tangan
menyenmh meja pada posisi ke depan. Ulangi gerakan ini beberapa
kali.
18. Supraspinatus
Berdirilah dengan siku lurus dan lengan memutar ke dalam. Angkat
tangan setinggi mata dengan sudut 30 derajat terhadap tubuh. Jaga
21
jangan sampai lebih tinggi dari mata. Pertahankan, dan kembalikan
ke posisi semula. Ulangi gerakan ini beberapa kali.
19. Shrugs
Berdirilah dengan lengan disamping badan. Angkat bahu ke telinga
dan pertahankan. Tarik bahu ke belakang, sehingga saling
mendekat. Pertahankan dan kemudian rilekskan. Ulangi beberapa
kali.
20. Towel Squeeze (Memeras handuk dengan lengan atas)
Lipat handuk menjadi 1/8, kemudian letakkan diantara dada dan
lengan cedera. Perlahan tekankan lengan ke handuk dan dada
dengan lengan bawah menyilang di depan mbuh pada sudut 45
derajat. Pertahankan kontraksi isometrik ini 5-10 detik, kemudian
rilekskan. Ulangi gerakan ini beberapa kali.
21. Supine Triceps Extension (Ekstensi trisep dalam posisi terlentang)
Berbaringlah terlentang dengan siku menekuk di dekat kepala.
Letakkan lengan cedera ke bahu sehat. Perlahan luruskan siku
sejauh mungkin tanpa menggerakkan lengan atas. Perlahan kembali
ke posisi semula. Ulangi gerakan ini beberapa kali.
22. Standing Triceps Press (Tekan trisep dalam posisi berdiri)
Angkat lengan cedera ke atas kepala. Sangga siku dengan lengan
sehat. Perlahan luruskan lengan di atas kepala. Pertahankan dan
kembalikan ke posisi semula. Ulangi beberapa kali.
23. Seated Dips
Duduklah di tepi meja atau kursi dengan tangan memegang tepian
meja/kursi. Perlahan luruskan lengan dan angkat pantat.
Pertahankan 3-5 detik dan kembali ke meja dengan perlahan.
Ulangi beberapa kali.
24. ChairDips
Letakkan bagian belakang badan di pinggiran kursi dengan kaki
menjulur ke depan. Perlahan turunkan badan ke lantai sampai
lengan atas sejajar lantai. Angkat badan ke atas dengan hari-hati
dan pertahankan. Secara perlahan kembalilah ke posisi semula dan
ulangi gerakan ini beberapa kali.
25. Biceps Curls
22
Lengan lurus disamping badan dengan tangan menghadap ke
depan. Perlahan tekuklah siku kearah bahu sejauh mungkin.
Pertahankan dan rilekskan ke posisi semula. Ulangi gerakan ini
beberapa kali.
23
BAB III
KESIMPULAN
Lesi Pleksus Brakialis adalah cedera anyaman saraf tepi di daerah leher
(Cervical) dan bahu yang berakibat pada kelumpuhan otot-otot bahu, siku,
pergelangan tangan, dan jari-jari tangan. Anyaman saraf tepi daerah Cervical yang
dibentuk oleh akar saraf Cervical 5,6,7,8 dan Thoracal 1, dapat mengalami kerusakan
yang disebabkan oleh peregangan yang berlebihan, kompresi, atau terkena benda
tajam dan mengakibatkan terputus atau bahkan tercabut. Kerusakan yang terjadi dapat
sebagian maupun total dengan level cedera yang bervariasi, baik yang
supraclavicular maupun yang infraclavicular. Kelumpuhan akan terjadi pada daerah
bahu dan siku, jika kerusakan anyaman saraf tepi terjadi pada anyaman saraf tepi
leher bagian atas. Kelumpuhan akan terjadi pada daerah pergelangan dan jari-jari
tangan, jika kerusakan anyaman saraf tepi leher bagian bawah. Kelumpuhan pada
seluruh anggota gerak atas, mulai dari bahu, siku, pergelangan tangan, dan jari-jari
tangan terjadi jika kerusakan anyaman saraf tepi terjadi pada keseluruhan bagian
anyaman tersebut.
Trauma adalah salah satu penyebab plexopati brakialis yang paling umum.
Cedera ini biasanya diakibatkan oleh kecelakaan sepeda motor atau kecelakaan
kendaraan bermotor berkecepatan tinggi, jatuh dari ketinggian yang signifikan di
bawah daya tarik atau pukulan langsung. Hal itu bisa terjadi dengan luka tembus dan
luka tembak. Adapun peran fisioterapi dalam penanganan kondisi lesi plexus
brachialis adalah bermacam – macam modalitas fisioterapi yang dapat diberikan pada
permasalahan penurunan kemampuan sensoris, penurunan kekuatan otot, keterbatasan
lingkup gerak sendi dan adanya atrofi. Pada kasus plexus brachialis injury ini
menggunalan interfensi dengan Elektrikal Stimulasi (ES) dengan IDC (interrupted
direct current) dan Terapi Latihan.
24
DAFTAR PUSTAKA
Ashadi Arjun Gholpa. Penatalaksanaan Stimulasi Elektris dan Terapi Latihan pada
Hemiparese Sinistra Post Stroke Non Hemoragik di Rsua Ponorogo. Program Studi
Diploma III Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Surakarta.
Kushartini Wara BM. 2009. Terapi Latihan Pascacedera Bahu. Medikora Vol. V, No.
2, Oktober 2009: 212 – 22. Yogyakarta.
Putra Sandi Nico. 2015. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Plexus Brachialis Injury
Sisnistar Di Rs Orthopedi Prof Dr Soeharso. Program Studi Diploma Iii Fisioterapi
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Suroto Heri. 2019. Lesi Pleksus Brakialis Tata Laksana Komprehensif. Pusat
Penerbitan dan Percetakan UNAIR. Surabaya.
Yueniwati Yuyun dan Habiba Aurora. 2020. Cedera Pleksus Brachialis Anatomi,
Pencitraan, dan Pnggunaan Klinis Hasil Pencintraan. UB Press. Malang
25
26