Oleh :
Exaudi Caesario Parulian Sipahutar
Pembimbing :
dr. Ida Ayu Sri Wijayanti, M.Biomed, Sp.S
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Pleksus brakialis berasal dari gabungan ramus ventralis saraf spinalis C5, C6, C7, C8,
dan T1 (dan dengan sedikit keterlibatan dari ramus ventralis saraf spinalis C4). Dari ramus
ventralis tersebut, kemudian terbentuk trunkus, divisi, korda dan cabang saraf terminal.
(Leinberry & Wehbe, 2004; Campbell, 2005)
Gambar 4. Anatomi pleksus brakialis (Netter, FH., 2002)
Tabel 1. Cabang radiks saraf spinalis pleksus brakialis (Baer & Frotscher, 2016)
C7-T1 N. Ulnaris
C8-T1 Lumbrikalis III,IV
C7-T1 Fleksor karpi ulnaris
C7-T1 Fleksor digitorum profundus (ulnar)
C8-T1 Aduktor pollicis
C8-T1 Abduktor digiti quinti
C7-T1 Abduktor digiti quinti
C7-T1 Fleksor digiti quinti brevis
C8-T1 Interossei (palmaris & dorsalis)
T1 N. Cutaneus brachii Kulit sisi medial lengan atas
medialis
C8 N. Cutaneus Kulit sisi medial lengan bawah
antebrachii medialis
C5-T1 N. Pektoralis medialis Pektoralis minor
Tabel 6. Komposisi cabang saraf pleksus brakialis dan bagian tubuh yang
diinervasi (Saladin, KS., 2018)
Pleksus lumbalis dibentuk oleh ramus ventralis empat saraf lumbalis teratas (L1-L4),
dengan sedikit keterlibatan torakal 12 dari saraf spinalis. (Arslan, 2015)
Tabel 7. Komposisi cabang saraf pleksus lumbalis dan bagian tubuh yang
diinervasi (Saladin, KS., 2018)
Tabel 8. Komposisi pleksus sakralis dan bagian tubuh yang diinervasi (Saladin,
KS., 2018)
Saraf spinalis yang membentuk pleksus, baik pleksus brakialis, maupun pleksus
lumbosakralis merupakan bagian dari sistem saraf perifer. Saraf perifer merupakan saraf
diluar sistem saraf pusat dan medula spinalis yang memiliki fungsi utama untuk
menghantarkan sinyal listrik dari saraf pusat ke organ target, begitu pula sebaliknya.
Ada 2 tipe anatomi utama serabut saraf, yaitu serabut saraf bermielin dan serabut saraf
tidak bermielin. Akson serabut saraf bermielin seperti yang telah dijelaskan, dikelilingi oleh
sel-sel Schwann. Sitoplasma sel Schwann menyelubungi 0,5-1 milimeter segmen akson
saraf dalam bentuk spiral membentuk suatu lamela. Membran plasma sel Schwann
mengandung lipid (kolesterol, serebrosida, sulfatida, proteolipid, sfingomyelin, glikolipid,
dan glikoprotein) dan protein, dan lapisan konsentris dari membran yang menyelubungi
akson membentuk mielin. Fungsi dari mielin ini adalah untuk membentuk insulasi disekitar
segmen saraf. Di antara segmen mielin terdapat area kecil yang tidak bermielin yang disebut
nodus Ranvier, yang merupakan area yang memiliki kandungan kanal natrium dan kalium
yang tinggi, sehingga potensial aksi yang dihasilkan disepanjang saraf dapat ditransmisikan
dengan cepat dari satu nodus ke nodus yang lain, membentuk suatu lompatan konduksi yang
sangat cepat. Sementara serabut saraf tidak bermielin mengandung akson yang tertanam
didalam sel-sel Schwann dan sebuah sel Schwann dapat menyelubungi sejumlah akson saraf
tidak bermielin. Serabut ini tidak memiliki nodus Ranvier sehingga kanal natrium tersebar
disepanjang akson saraf sehingga menyebabkan hantaran potensial aksi menjadi lebih
lambat disepanjang saraf. (Jones, HR., et al, 2013)
Disamping transportasi ion secara difusi terdapat juga transportasi ion secara aktif
yang juga mempengaruhi besarnya membran potensial sel. Transportasi ion tersebut adalah
pompa Na+-K+ , transport ini secara kontinyu memompa 3Na+ keluar sel dan 2K+ ke dalam
sel. Karena lebih banyak ion positif yang dipompa ke luar sel maka hal ini akan
mengakibatkan tambahan potensial sekitar -4 mV, sehingga potensial akhir membran sel
menjadi -90 mV. Potensial membran sel tersebut terdapat pada sel yang sedang istirahat dan
disebut sebagai potensial istirahat sel. (Guyton & Hall, 2006)
Gambar 10. Pompa Na+-K+ (Guyton, 2006)
Aktivitas sel dari keadaan polarisasi menjadi depolarisasi dan kemudian kembali ke
polarisasi lagi disertai dengan terjadinya perubahan-perubahan pada potensial membran sel.
Perubahan ini menghasilkan suatu impuls tegangan yang disebut potensial aksi (action
potential). Potensial aksi dari suatu sel dapat memicu aktivitas sel-sel lain yang ada di
sekitarnya. Yang berperan dalam proses depolarisasi maupun repolarisasi selama
berlangsungnya potensial aksi adalah kanal-kanal sodium dan potasium yang terpicu-
tegangan (voltage-gated).
Sebuah kanal (misalnya sodium) terpicu-tegangan mempunyai beberapa bagian
fungsional. Salah satunya yaitu untuk menentukan selektivitas terhadap ion. Untuk kanal
sodium hanya dapat melewatkan ion sodium saja dan tidak untuk ion yang lain misalnya
potasium. Bagian lainnya yaitu berfungsi sebagai gerbang (gate) yang dapat membuka atau
menutup. Gerbang tersebut dikendalikan oleh sebuah sensor tegangan yang menanggapi
level potensial membran. Ada dua macam gerbang yaitu gerbang aktivasi dan gerbang
inaktivasi. Ketika potensial membran normal yaitu -90 mV, gerbang inaktivasi terbuka
tetapi gerbang aktivasi tertutup sehingga menghalangi masuknya ion sodium ke sisi dalam
membran melalui kanal tersebut. Bila karena sesuatu sebab potensial membran di sisi dalam
berubah menjadi kurang negatif yaitu menjadi sekitar antara -70 dan -50 mV, maka hal ini
akan menyebabkan terjadinya perubahan konformasi dalam gerbang aktivasi sehingga
gerbang tersebut menjadi terbuka. Keadaan ini disebut keadaan teraktivasi, yang menaikkan
permeabilitas membran terhadap ion sodium menjadi 500 sampai 5000 kali lipat sehingga
ion-ion sodium dapat dengan cepat masuk ke dalam sel melalui kanal ini. Masuknya ion
sodium ke dalam sel melalui kanal sodium terpicu-tegangan ini menyebabkan kenaikan
potensial membran dengan cepat dari -90 mV menjadi +35 mV.
Gambar 12. Lompatan konduksi (saltatory) pada sel saraf (Jones, HR., 2013)
Permukaan yang berhadapan dengan perluasan akson terminal dan neuron disebut
membran prasinaptik dan pascasinaptik yang dipisahkan oleh celah sinaptik. Membran
prasinaptik dan pascasinaptik menebal dan sitoplasma meningkat densitasnya. Prasinaptik
terminal banyak mengandung vesikel-vesikel prasinaptik yang berisi neurotransmiter.
Vesikel-vesikel bergabung dengan membran prasinaptik dan mengeluarkan neurotransmiter
ke celah sinaptik melalui proses eksositosis. Mitokondria berperan dalam menyediakan ATP
untuk sintesis neurotransmiter baru. Sebagian besar neuron hanya menghasilkan dan
melepaskan neurotransmiter utama di semua ujung-ujung sarafnya. Misalnya asetilkolin
digunakan di sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi, glisin ditemukan terutama di sinaps-
sinaps medula spinalis. (Guyton & Hall, 2006)
Neurotransmiter dilepaskan dari ujung saraf ketika datang impuls saraf (potensial
aksi). Kemudian neurotransmiter dikeluarkan ke celah sinaps. Ketika berada di celah
sinaptik, neurotransmiter mencapai sasarannya dengan meningkatkan atau menurunkan
potensial istirahat (resting potential) pada membran pasca sinaptik untuk waktu yang
singkat. Protein reseptor pada membran sinaptik mengikat neurotransmiter dan melakukan
penyesuaian dengan membuka kanal ion, membangkitkan Excitatory Postsynaptic Potential
(EPSP) atau Inhibitory Postsynaptic Potential (IPSP). Eksitasi cepat diketahui
menggunakan asetilkolin (nikotinik) dan L-glutamat sedangkan inhibisi menggunakan
GABA. Reseptor protein lain mengikat neuromodulator dan mengaktifkan sistem
messenger kedua, biasanya melalui transduser molekuler yaitu protein G. Reseptor ini
memiliki periode laten yang lebih lama, berlangsung selama beberapa menit atau lebih.
Contoh neuromodulator adalah asetilkolin (muskarinik), serotonin, histamin, neuropeptida
dan adenosin.
Efek eksitasi atau inhibisi pada membran pasca sinaps neuron bergantung pada jumlah
respons pasca sinaps pada sinaps yang berbeda. Jika efek keseluruhannya adalah
depolarisasi, neuron akan terstimulasi dan potensial aksi akan dibangkitkan pada segmen
inisial akson dan impuls saraf dihantarkan sepanjang akson. Sebaliknya, jika efek
keseluruhannya adalah hiperpolarisasi, neuron diinhibisi dan tidak timbul impuls saraf.
Distribusi neurotransmiter bervariasi di berbagai bagian sistem saraf. Misalnya asetilkolin
yang ditemukan di taut neuromuskular, ganglia otonom dan ujung-ujung saraf simpatis.
Reseptor berupa protein kompleks transmembran yang sebagian menonjol ke
lingkungan ekstrasel dan bagian lain yang menonjol ke lingkungan intrasel. Reseptor
neurotransmiter menangkap neurotransmiter yang dilepaskan dan menyalurkan pesan yang
dibawa neurotransmitter ke intrasel. Reseptor tersebut mempunyai tempat pengikatan yang
multipel (binding site).
Efek neurotransmiter dipengaruhi oleh destruksi atau reabsorpsi neurotransmiter
tersebut. Misalnya pada asetilkolin, efeknya dibatasi oleh enzim asetilkolinesterase (AChE)
dengan mendegradasi asetilkolin tetapi efek katekolamin dibatasi dengan kembalinya
neurotransmiter ke ujung-ujung saraf prasinaps. (Guyton & Hall, 2006)
Kepekaan
Kec.
Diameter terhadap
Tipe serabut hantar Fungsi Mielin
(μ/m) anestesi
(m/dt)
Lokal
10-15
6-30
Serabut tipe B <3 Otonom preganglion Ya
3-15
Nosiseptor Nyeri
2.3Saraf Otonom
Bagian servikal dari trunkus simpatis berhubungan dengan saraf spinalis pleksus
brakialis melalui ramus alba komunikan. Serabut saraf dari radiks ventralis menuju ramus
alba komunikan lalu ke ganglion simpatis.
.
Ganglion servikalis medial berhubungan dengan saraf spinalis C5 dan C6, yang
mengirimkan serabut saraf aferen melalui ramus grisea komunikan dan mengirimkan
serabut saraf menuju pleksus periarterial vertebra. Ganglion servikalis medial membentuk
interkoneksi dengan nervus vagus, nervus prenikus, dan nervus laringeal rekuren, dan
cabang viseralnya menyuplai kelenjar tiroid dan paratiroid. Ganglion ini juga berhubungan
dengan nervus kardiak simpatis servikalis medial dan menyuplai esofagus dan trakea.
Cabang vaskularnya menginervasi arteri karotis komunikan, arteri tiroid inferior, arteri
vertebralis, dan vena jugularis.
Ganglion vertebralis dari trunkus simpatis berlokasi di sebelah anterior dari arteri
vertebralis, dekat masuknya pada foramina transversa vertebra servikalis keenam. Ganglion
ini juga berhubungan dengan saraf spinalis C6 dan C7 melalui ramus komunikan grisea.
Cabang vaskularnya berhubungan dengan arteri vertebralis, dan cabang viseralnya
menginervasi kelenjar tiroid, trakea dan esofagus.
Ganglion servikotorasik (stellate) dari trunkus simpatis dibentuk dari gabungan
ganglion servikalis ketujuh dan kedelapan dengan ganglion torasik pertaman dan kedua.
Ganglion ini menerima ramus komunikan alba dari saraf spinalis T1 dan T2, dan
menerima ramus komunikan grisea ke saraf spinalis C8 dan T1. Ramus ini membawa
serabut aferen dan eferen simpatis ke dan dari pleksus brakialis dan saraf interkosta teratas,
dan menginervasi pembuluh-pembuluh darah, kelenjar keringat, pilorum arektor, tulang, dan
sendi pada ektremitas atas, dan bagian superior dari dinding dada. Ganglion ini juga
berhubungan dengan nervus vagus, laringeal rekuren, dan ipsilateral nervus prenikus.
Serabut dari ganglion ini menginervasi jantung, esofagus, trakea, dan timus. Beberapa
cabang vaskularnya menuju pembuluh darah besar pada servikotorasik inlet, tetapi terutama
menuju trunkus inferior pleksus brakialis. Serabut ini sebagian besar menuju ke korda
media, lalu menuju ke nervus medianus dan ulnaris, dan ke cabang pleksus brakialis
lainnya.
Serabut saraf simpatis mencapai pelvis melalui trunkus simpatis dan pleksus
hipogastrik superior. Cabang vaskular dan viseralnya menginervasi kolon, ureter, dan
pembuluh darah mesenterik inferior dan iliaka komunis. Serabut saraf parasimpatis
berhubungan dengan saraf spinalis sakralis kedua, ketiga, dan keempat dan membentuk
saraf splanknik pelvis, lalu bergabung dengan pleksus hipogastrik inferior, dan
menginervasi genitalia, dan rektum, prostat, dan vesika.
Serabut saraf simpatis dari 2 segmen torakal terbawah saraf spinalis dan 2 segmen
teratas saraf spinalis lumbalis juga menginervasi organ genital perempuan dan laki-laki.
Sementara saraf parasimpatis yang mencapai pleksus hipogastrik inferior melalui saraf
splanknik pelvikus dan menyuplai organ genital berasal dari saraf spinalis sakralis S2-S4.
Gambar 18. Saraf simpatis dan parasimpatis yang berhubungan dengan pleksus lumbosakralis
(Jones, HR., 2013)
Pleksus lumbalis berhubungan dengan serabut simpatis yang menginervasi ginjal, dan
ureter. Serabut saraf simpatis preganglion untuk ginjal dan ureter bagian atas berhubungan
dengan radiks anterior dari saraf spinalis torakal 11 dan 12, dan sering pula melibatkan saraf
spinalis torakal 10 dan lumbal 1.Serabut saraf ini melewati ramus komunikan alba menuju
ganglion pada trunkus simpatis di dekatnya. Serabut ini kemudian menjadi nervis
splanknikus, lalu menuju ganglion aortikorenal lalu menuju pleksus renalis. Serabut
simpatis posganglion membentuk fasikulus yang mengelilingi ureter bagian atas, ginjal,
pelvis, kaliks dan cabang segmental dari pembuluh darah renal. Serabut parasimpatis
menuju pleksus siliaka melalui nervus vagus, dan sampai di ginjal melalui cabang renalis
dari saraf ini. Selain itu, serabut parasimpatis dapat mencapai tubulus, kaliks ginjal, dan
ureter bagian atas melalui rute indirek nervus splanknik pelvis. Serabut saraf aferen melalui
rute yang sama. Hanya saja serabut ini tidak membentuk relai pada ganglion perifer. Badan
selnya terletakpada ganglion radiks saraf spinalis posterior. Prosesus sentralnya memasuki
medula spinalis melalui radik posterior saraf spinalis 11 dan 12, lalu berjalan sebagai traktus
spinotalamikus pada kolumna alba dari medula spinalis. Pleksus renalis menginervasi pelvis
renal, kaliks dan ureter bagian atas. Serabuts sarafnya lebih banyak mengandung serabut
tidak bermielin. Serabut saraf simpatis menginervasi otot polos pada pelvis dan kaliks
ginjal, pembuluh darah, dan sel
jukstaglomerulus dan glomerulus. Serabut saraf paarsimpatis menginervasi otot pada pelvis
dan kaliks ginjal serta ureter bagian atas.
Pleksus lumbalis juga berhubungan dengan serabut saraf simpatis yang menginervasi
kandung kemih dan ureter bagian bawah. Serabut saraf simpatis preganglion yang
menginervasi kandung kemih berhubungan dengan saraf spinalis lumbalis pertama dan
kedua, dan kadang melibatkan saraf spinalis torakal 12. Sementara serabut parasimpatis
berhubungan dengan saraf spinalis sakralis kedua hingga keempat dan ganglionnya terletak
didekat atau di dalam dinding kandung kemih. Neuron pada substansia grisea anterior dari
medula spinalis segmen sakralis S1-S3 menyediakan suplai motorik untuk sfingter uretra
eksterna melalui nervus pudendus. Serabut aferennya melalui jalur yang sama dengan arah
yang berkebalikan. Oleh karena itu, bagian impuls sensorik dari dinding kandung kemih
memasuki medula spinalis melalui radiks saraf lumbalis pertama dan kedua, serta torakal
12, sementara impuls sensorik dari leher kandung kemih dan bagian terbawah dari ureter
mencapai medula spinalis melalui nervus splanknik pelvis dan radiks posterior saraf spinalis
sakralis kedua hingga keempat.
Saraf simpatis membentuk pleksus vesika dan menyebar didalam dinding kandung
kemih. Saraf parasimpatis menginervasi kandung kemih terutama pada area trigonum dan
bagian terbawah dari ureter. Sedangkan bagian leher kandung kemih dan uretra pars
prostatika diinervasi oleh nervus pudendus.
Otot detrusor adalah otot polos dan involunter dari dinding kandung kemih.
Sedangkan otot pada uretra terdiri dari otot sfingter eksterna dan interna. Otot sfingter
interna merupakan otot involunter, yang bersama-sama dengan otot detrusor berada di
bawah kontrol saraf otonom. Sementara otot sfingter eksterna merupakan otot volunter.
Proses pengisian urine pada kandung kemih dikontrol oleh pusat miksi di otak, yang
kemudian mengaktivasi pusat miksi pada medula spinalis. Untuk mengaktivasi proses
pengisian, impuls dari korteks serebri berjalan menuju pons. Bagian dari pons yang
bertanggung jawab dalam mengkoordinasi kerja sfingter uretra, dan kandung kemih yang
terlibat dalam proses pengisian disebut Pusat Miksi Pontine (Pontine Micturition
Centre/PMC) yang terdapat pada regio L pons. Dari sini sinyal dikirim ke nukleus simpatis
di medula spinalis, lalu dibawa ke otot detrusor dan sfingter uretra interna. Impuls ini
berjalan dari medula spinalis menuju kandung kemih melalui nervus hipogastrik simpatis
(dari radiks saraf L1-L2) dan memicu relaksasi dari otot detrusor melalui stimulasi pada
reseptor β3 pada fundus dan badan kandung kemih, dan kontraksi dari sfinter uretra interna
melalui stimulasi
pada reseptor α1 dari leher kandung kemih. Sfingter uretra eksterna juga berkontraksi pada
saat ini. Namun saraf ini tidak dikontrol oleh nervus hipogastrik, tetapi oleh kontrol somatik
volunter. Pada saat pengisian kandung kemih, impuls berjalan menuju sfingter uretra
eksterna melalui nervus pudendus (dari radiks saraf spinalis sakralis S2-S4) ke reseptor
nikotinik pada otot lurik dari otot sfingter uretra eksterna yang menyebabkan kontraksi otot
tersebut. Pada saat pengisian, beberapa kelompok sel pada Periaqueductal Gray (PAG)
berperan dalam mendeteksi distensi kandung kemih dan meneruskan impuls aferen dari
kandung kemih ke pusat yang lebih tinggi di otak sehingga seseorang dapat merasakan
sensasi berkemih. Kelompok sel ini juga meregulasi PMC melalui impuls yang diterima dari
girus singuli anterior dan korteks prefrontal untuk menghambat refleks berkemih saat
pengisian kandung kemih melalui supresi dari eksitasi PMC.
Proses berkemih berada dibawah kontrol saraf parasimpatis. Saraf aferen dari
kandung kemih dibawa menuju medula spinalis dan diteruskan ke PMC dan serebri. Melalui
keputusan yang disadari untuk berkemih, neuron-neuron pada PMC mengeksitasi neuron
preganglion sakralis. Stimulasi saraf parasimpatis ke nervus pelvikus ( melalui radiks saraf
S2-S4) menyebabkan pelepasan neurotransmiter asetilkolin yang bekerja pada reseptor
muskarinik M3 pada otot detrusor sehingga menyebabkan otot tersebut berkontraksi dan
meningkatkan tekanan intravesika. PMC juga menghambat nukleus Onuf sehingga
menurunkan stimulasi simpatis ke sfingter uretra interna yang menyebabkannya berelaksasi.
Sementara impuls dari korteks serebri menyebabkan relaksasi dari otot sfingter
eksterna.
Serabut saraf simpatis yang menginervasi organ genitalia, serat preganglioniknya
berasal dari akson sel saraf di kolumna intermediolateral dari 2- 3 saraf spinalis torakal
terbawah dan 1-2 saraf spinalis lumbalis teratas. Serabut saraf ini kemudian menuju ke
organ genitalia melalui pleksus hipogastrik inferior. Sedangkan saraf parasimpatis melalui
saraf spinalis sakralis S2-S4.
BAB III
SIMPULAN
Pleksus brakialis adalah jaringan saraf yang berasal dari gabungan ramus ventralis
saraf spinalis C5, C6, C7, C8, dan T1 (dan dengan sedikit keterlibatan dari ramus ventralis
saraf spinalis C4). Anyaman ini berada di daerah leher, ketiak dan ke lengan. Pleksus
brakialis memberikan inervasi pada bagian kulit dan otot-otot bagian ekstremitas atas tubuh
dan berperan penting untuk memberi persarafan sensorik dan motorik. Lima cabang nervus
terbesar dari pleksus brakialis adalah nervus muskulokutaneus, nervus aksilaris, nervus
medianus, nervus radialis, dan nervus ulnaris. Pleksus lumbalis dibentuk oleh ramus
ventralis empat saraf lumbalis teratas (L1-L4), dengan sedikit keterlibatan torakal 12 dari
saraf spinalis. Pleksus sakralis dibentuk oleh gabungan trunkus lumbosakral (sebagian
ramus ventralis L4 dan seluruh ramus ventralis L5) dengan ramus ventralis S1, S2, S3, dan
sebagian S4 saraf spinalis. Saraf spinalis yang membentuk pleksus, baik pleksus brakialis,
maupun pleksus lumbosakralis merupakan bagian dari sistem saraf perifer. Saraf perifer
merupakan saraf diluar sistem saraf pusat dan medula spinalis yang memiliki fungsi utama
untuk menghantarkan sinyal listrik dari saraf pusat ke organ target, begitu pula sebaliknya.
Serabut saraf perifer dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan diameternya, yaitu
serabut saraf tipe A yang besar dan bermielin dengan hantaran yang cepat dan
menghantarkan berbagai impuls motorik atau sensorik, serabut saraf tipe B yang lebih kecil
dari pada serabut tipe A dan bermielin, memiliki hantaran lambat dan berfungsi otonom,
serta serabut saraf tipe C yang merupakan serabut yang paling kecil dan tidak bermielin
dimana serabut ini menghantarkan impuls paling lambat dan menghantarkan rasa nyeri.
Cabang saraf pada pleksus brakialis dan lumbosakralis merupakan saraf campuran antara
serabut saraf sensorik dan motorik.
Reseptor adalah organ sensorik khusus yang mampu mencatat perubahan tertentu di
dalam organisme dan sekitarnya serta menghantarkan rangsangan ini sebagai impuls.
Reseptor ini terletak pada bagian tubuh perifer. Klasifikasi reseptor sensorik didasarkan dari
tipe dari stimulus, lokasinya di tubuh, dan kompleksitas dari strukturnya.
Pleksus brakialis berhubungan dengan saraf simpatis melalui ramus komunikan alba
yang menginervasi kelenjar tiroid dan paratiroid, esofagus dan trakea, serta menginervasi
arteri karotis komunikan, arteri tiroid inferior, arteri vertebralis, dan vena jugularis, serta
menginervasi pembuluh-pembuluh darah, kelenjar keringat, pilorum arektor, tulang, dan
sendi pada ektremitas atas, dan bagian superior dari dinding dada.
Pleksus lumbalis dan sakralis berhubungan dengan saraf simpatis dan parasimpatis
yang menginervasi ginjal, ureter, kandung kemih dan organ genitalia.
DAFTAR PUSTAKA
Arslan, OE. 2015. Neuroanatomical Basis of Clinical Neurology Second Edition. New York
: USA. CRC Press.
Baer M, Frotscher M. 2016. Diagnosis Topik Neurologi Duus Edisi 5. Jakarta : Indonesia.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Campbell, WW. 2005. De Jong’s The Neurological Examination. Sixth Edition. Philadelpia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Guyton, AC., Hall, JE. 2006. Textbook Of Medical Physiology Eleventh Edition. USA :
Saunders Elsevier.
Hakim, M., Indrawati, L.A., Wiratman, W. 2017. Pleksopati. Dalam Aninditha, T. dan
Wiratman, W (Eds). Buku Ajar Neurologi. Tangerang: Penerbit Kedokteran
Indonesia.
Jones, HR.,Burns, TM., Aminoff, MJ., Pomeroy, SL. 2013. The Netter Collection Of
Medical Illustrations : Nervous System : Part II-Spinal Cord And Peripheral Motor
And Sensory Systems Second Edition Volume 7. USA : Saunders Elsevier.
Jones, Oliver.2018.“The Brachial Plexus”. https://teachmeanatomy.info/upper-
limb/nerves/brachial-plexus/ (diakses 15 Oktober 2018)
Leinberry, CF, Wehbe MA. 2004. Brachial Plexus Anatomy. Hand Clin, 20, 1-5.
Netter, FH., Craig, JA., Perkins, J. 2002. Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology
Special Edition. USA: Comtant Entacampol.
Rotshenker: Wallerian degeneration: the innateimmune response to traumatic nerve injury.
2011. Journal of Neuroinflammation.8:109.
Saladin, KS. 2018. Anatomy And Physiology : The Unity Of Form And Function Eighth
Edition. New York : McGraw Hill Education.