Anda di halaman 1dari 50

REFERAT

NEUROFISIOLOGI PLEKSUS BRAKIALIS


DAN LUMBOSAKRALIS

Oleh :
Exaudi Caesario Parulian Sipahutar

Pembimbing :
dr. Ida Ayu Sri Wijayanti, M.Biomed, Sp.S

DEPARTEMEN/ KSM NEUROLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP SANGLAH DENPASAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat


rahmatNyalah referat yang berjudul “Neurofisiologi Pleksus Brakialis dan
Lumbosakralis” ini dapat saya selesaikan. Referat ini disusun untuk memenuhi
salah satu persyaratan dalam pendidikan PPDS-1 di bagian Ilmu Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K) selaku Kepala Departemen Ilmu
Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah.
2. Dr. dr A.A.A. Putri Laksmidewi, Sp.S (K) selaku Ketua Program Studi Ilmu
Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah.
3. dr. Ida Ayu Sri Wijayanti, M.Biomed, Sp.S selaku pembimbing.
4. Teman-teman PPDS-1 yang telah banyak membantu penulisan referat ini.
Penulis juga menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna,
sehingga kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Akhir kata,
penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Saraf spinalis meninggalkan medula spinalis dan berjalan melalui foramina


intervertebralis di kolumna vertebralis akan berhubungan dengan medula spinalis melalui 2
radiks yaitu radiks anterior dan radiks posterior. Radiks anterior terdiri dari berkas serabut
saraf yang membawa impuls saraf dari SSP (serabut eferen). Radiks posterior terdiri dari
berkas serabut saraf yang membawa impuls saraf dari saraf perifer menuju SSP (serabut
aferen). Badan sel serabut saraf ini terletak dalam pembesaran radiks posterior yang disebut
ganglion spinalis. Radiks anterior bergabung dengan radiks posterior tepat di distal ganglion
spinalis, dan keduanya membentuk saraf tepi spinalis. Jadi setiap segmen tubuh mempunyai
pasangan saraf spinalisnya masing-masing. Dalam perjalanannya, saraf tepi bercabang dan
bergabung dengan saraf tepi di dekatnya sehingga membentuk jaringan saraf yang di sebut
pleksus saraf. Pleksus memungkinkan redistribusi serabut saraf di dalam saraf tepi yang
berbeda. Pembentukan pleksus-pleksus ini menyebabkan serat-serat dari setiap pasang
radiks bercabang menjadi saraf-saraf tepi yang berbeda, artinya setiap saraf tepi dibuat dari
serat beberapa radiks segmental yang berdekatan. (Rothsenker, 2011; Gaudet, 2011).
Pleksus brakhialis merupakan suatu struktur yang kompleks secara anatomis. Pleksus
yang mensarafi ekstremitas atas ini disusun oleh lima radiks spinalis yaitu radiks cervical 5
sampai thorakal 1 (C5-T1) yang kemudian membentuk anyaman yang terdiri atas tiga
trunkus, enam divisi, tiga fasikulus/korda dan berakhir sebagai lima cabang terminal berupa
nervus muskulokutaneus, nervus radialis, nervus medianus, nervus aksilaris dan nervus
ulnaris. (Hakim,2017)
Pleksus lumbalis dibentuk oleh ramus ventralis empat saraf lumbalis teratas (L1-L4),
dengan sedikit keterlibatan torakal 12 dari saraf spinalis. Pleksus sakralis dibentuk oleh
gabungan trunkus lumbosakral (sebagian ramus ventralis L4 dan seluruh ramus ventralis L5)
dengan ramus ventralis S1, S2, S3, dan sebagian S4 saraf spinalis. Saraf spinalis yang
membentuk pleksus, baik pleksus brakialis, maupun pleksus lumbosakralis merupakan
bagian dari sistem saraf perifer.
Sistem saraf perifer merupakan saraf diluar sistem saraf pusat dan medula spinalis
yang memiliki fungsi utama untuk menghantarkan sinyal listrik dari saraf pusat ke organ
target, begitu pula sebaliknya. Serabut saraf baik pada pleksus brakialis maupun
lumbosakralis sebagian besar merupakan serabut saraf campuran dari serabut saraf sensoris,
motorik, dan otonom. Serabut-serabut ini memberikan inervasi pada kulit dan otot tubuh
sesuai dengan inervasi dari cabang saraf terminal pada masing-masing pleksus.
Pleksus brakialis, lumbalis, dan sakralis tak terlepas dari hubungan dengan saraf
simpatis dan parasimpatis. Pleksus brakialis berhubungan dengan saraf simpatis yang
menginervasi kelenjar tiroid dan paratiroid, esofagus dan trakea, pembuluh-pembuluh darah,
kelenjar keringat, pilorum arektor, tulang, dan sendi pada ektremitas atas, dan bagian
superior dari dinding dada. Sementara pleksus lumbalis dan sakralis berhubungan dengan
saraf simpatis dan parasimpatis yang menginervasi ginjal, kandung kemih, ureter, dan organ
genitalia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pleksus Brakialis dan Lumbosakralis


Saraf spinalis merupakan kombinasi serabut saraf yang dibentuk dari radiks dorsalis
dan ventralis medula spinalis. Radiks dorsalis mengandung serabut saraf sensorik (aferen),
sedangkan radiks ventralis mengandung serabut saraf motorik (eferen). Jadi saraf spinalis
merupakan kombinasi serabut saraf yang mengandung serabut saraf sensoris dan motorik.
Saraf spinalis keluar dari kolumna spinalis melalui foramina intervertebralis diantara dua
vertebra yang berdekatan. Saraf spinalis dibagi menjadi ramus dorsalis dan ramus ventralis.
Ramus dorsalis melayani kulit dan otot tubuh bagian belakang, sementara ramus ventralis
melayani bagian ventrolateral tubuh, serta ekstremitas atas dan bawah. (Jones, HR., et al,
2013)

Gambar 1. Anatomi Saraf Spinalis (Netter, FH., 2002)


Gambar 2. Penampang melintang saraf spinalis (Saladin, KS., 2018)

Gambar 3. Ramus ventralis dan dorsalis saraf spinalis (Jones, 2018)

Pleksus brakialis berasal dari gabungan ramus ventralis saraf spinalis C5, C6, C7, C8,
dan T1 (dan dengan sedikit keterlibatan dari ramus ventralis saraf spinalis C4). Dari ramus
ventralis tersebut, kemudian terbentuk trunkus, divisi, korda dan cabang saraf terminal.
(Leinberry & Wehbe, 2004; Campbell, 2005)
Gambar 4. Anatomi pleksus brakialis (Netter, FH., 2002)

Gambar 5. Cabang saraf pleksus brakialis (Saladin, KS., 2018)

Tabel 1. Cabang radiks saraf spinalis pleksus brakialis (Baer & Frotscher, 2016)

Radiks Saraf Otot


C5 N. Dorsalis skapula Levator skapula
Ta
Romboid mayor
bel 2.
Rhomboid minor
C5-C7 N. Torasika longus Serratus anterior
Cabang saraf dari trunkus superior (Baer & Frotscher, 2016)
Radiks Saraf Otot
C4-C6 N. Supraskapularis Supraspinatus
Infraspinatus
C5-C6 N. Subklavius Subklavius

Tabel 3. Cabang saraf korda lateral (Baer & Frotscher, 2016)


Radiks Saraf Otot
C5-C7 N. Muskulokutaneus
C5-C6 Biseps brakhii
C5-C6 Brakialis
C5-C7 Korakobrakialis
C5-T1 N. Pektoralis lateralis Pektoralis mayor
Pektoralis minor
C6-T1 N. Medianus Dijelaskan pada korda
media

Tabel 4. Cabang saraf korda media (Baer & Frotscher, 2016)


Radiks Saraf Otot / kulit
C6-T1 N. Medianus
C6-C7 Fleksor karpi radialis
C6-C7 Pronator teres
C6-C8 Fleksor pollicis longus
C7-T1 Plamaris longus
C7-T1 Fleksor digitorum superfisialis
C7-T1 Fleksor digitorum profundus (radial)
C7-T1 Abduktor pollicis brevis
C7-T1 Fleksor pollicis brevis
C6-C7 Oponen pollicis brevis
C8-T1 Lumbrikalis I,II

C7-T1 N. Ulnaris
C8-T1 Lumbrikalis III,IV
C7-T1 Fleksor karpi ulnaris
C7-T1 Fleksor digitorum profundus (ulnar)
C8-T1 Aduktor pollicis
C8-T1 Abduktor digiti quinti
C7-T1 Abduktor digiti quinti
C7-T1 Fleksor digiti quinti brevis
C8-T1 Interossei (palmaris & dorsalis)
T1 N. Cutaneus brachii Kulit sisi medial lengan atas
medialis
C8 N. Cutaneus Kulit sisi medial lengan bawah
antebrachii medialis
C5-T1 N. Pektoralis medialis Pektoralis minor

Tabel 5. Cabang saraf korda posterior (Baer & Frotscher, 2016)


Radiks Saraf Otot
N. Aksilaris
C5-C6 Deltoid
C4-C5 Teres Minor
N. Radialis
C6-C8 Triseps brakii, ankoneus
C5-C6 Brakioradialis
C6-C8 Ekstensor karpi radialis
C6-C8 Ekstensor digitorium
C6-C8 Ekstensor digiti quinti
C6-C8 Ekstensor karpi ulnaris
C5-C7 Supinator
C6-C7 Abduktor polisis longus
C7-C8 Ektensor polisis brevis
C7,C8 Ekstensor polisis longus
C6-C8 Ekstensor indisis propius
C5-C6 N. Subscapularis superior Subscapularis

C6-C8 N. Thoracodorsalis Latissimus dorsi


C5-C6 N. Subscapularis inferior Subscapularis dan Teres
mayor

Tabel 6. Komposisi cabang saraf pleksus brakialis dan bagian tubuh yang
diinervasi (Saladin, KS., 2018)
Pleksus lumbalis dibentuk oleh ramus ventralis empat saraf lumbalis teratas (L1-L4),
dengan sedikit keterlibatan torakal 12 dari saraf spinalis. (Arslan, 2015)

Gambar 6. Pleksus Lumbalis dan cabang sarafnya (Saladin, KS., 2018)

Tabel 7. Komposisi cabang saraf pleksus lumbalis dan bagian tubuh yang
diinervasi (Saladin, KS., 2018)

Pleksus sakralis dibentuk oleh gabungan trunkus lumbosakral (sebagian ramus


ventralis L4 dan seluruh ramus ventralis L5) dengan ramus ventralis S1, S2, S3, dan
sebagian S4 saraf spinalis. (Arslan, 2015)
Gambar 7. Pleksus sakralis dan cabang sarafnya (Saladin, KS., 2018)

Tabel 8. Komposisi pleksus sakralis dan bagian tubuh yang diinervasi (Saladin,
KS., 2018)

Saraf spinalis yang membentuk pleksus, baik pleksus brakialis, maupun pleksus
lumbosakralis merupakan bagian dari sistem saraf perifer. Saraf perifer merupakan saraf
diluar sistem saraf pusat dan medula spinalis yang memiliki fungsi utama untuk
menghantarkan sinyal listrik dari saraf pusat ke organ target, begitu pula sebaliknya.

2.2 Fisiologi Sistem Saraf Perifer


Badan sel saraf merupakan komponen fungsional utama yang bertugas
mempertahankan dan memproduksi protein struktural penting dan neurotransmiter yang
dibutuhkan saraf untuk melaksanakan fungsinya. Sementara akson saraf merupakan
komponen mayor saraf yang bertugas menghantarkan sinyal listrik pada tempat yang
berbeda.
Suatu serabut saraf dari sistem saraf perifer diselubungi oleh sel-sel Schwann yang
membentuk neurilemma dan selubung mielin disekitar akson saraf. Dilapisan luar dari
neurilemma, masing-masing serabut saraf dikelilingi oleh lamina basalis dan lapisan tipis
jaringan ikat longgar yang disebut endoneurium. Pada sebagian besar saraf, serabut-serabut
saraf ini akan membentuk sekumpulan serabut saraf yang disebut fasikulus yang diselubungi
oleh suatu lapisan yang disebut perineurium. Perineurium ini terdiri dari 20 lapisan sel yang
berbentuk seperti epitel skuamosa yang saling tumpang tindih. Beberapa fasikulus akan
bergabung dan dilapisi oleh lapisan epineurium utnuk membentuk sebuah saraf. Lapian
epineurium disusun oleh jaringan ikat iregular yang padat dan melindungi saraf dari
peregangan dan trauma. Sebuah saraf memiliki kecepatan metabolisme yang tinggi dan
memerlukan suplai darah yang banyak yang diberikan melalui pembuluh-pembuluh darah
yang menembus jaringan ikat yang melapisi suatu saraf. (Saladin, KS., 2018)

Gambar 8. Penyusun serabut saraf (Saladin, KS., 2018)


Gambar 9. Sel saraf bermielin dan tidak bermielin (Jones, HR., et al, 2013)

Ada 2 tipe anatomi utama serabut saraf, yaitu serabut saraf bermielin dan serabut saraf
tidak bermielin. Akson serabut saraf bermielin seperti yang telah dijelaskan, dikelilingi oleh
sel-sel Schwann. Sitoplasma sel Schwann menyelubungi 0,5-1 milimeter segmen akson
saraf dalam bentuk spiral membentuk suatu lamela. Membran plasma sel Schwann
mengandung lipid (kolesterol, serebrosida, sulfatida, proteolipid, sfingomyelin, glikolipid,
dan glikoprotein) dan protein, dan lapisan konsentris dari membran yang menyelubungi
akson membentuk mielin. Fungsi dari mielin ini adalah untuk membentuk insulasi disekitar
segmen saraf. Di antara segmen mielin terdapat area kecil yang tidak bermielin yang disebut
nodus Ranvier, yang merupakan area yang memiliki kandungan kanal natrium dan kalium
yang tinggi, sehingga potensial aksi yang dihasilkan disepanjang saraf dapat ditransmisikan
dengan cepat dari satu nodus ke nodus yang lain, membentuk suatu lompatan konduksi yang
sangat cepat. Sementara serabut saraf tidak bermielin mengandung akson yang tertanam
didalam sel-sel Schwann dan sebuah sel Schwann dapat menyelubungi sejumlah akson saraf
tidak bermielin. Serabut ini tidak memiliki nodus Ranvier sehingga kanal natrium tersebar
disepanjang akson saraf sehingga menyebabkan hantaran potensial aksi menjadi lebih
lambat disepanjang saraf. (Jones, HR., et al, 2013)

2.2.1 Potensial Membran Istirahat


Dalam keadaan istirahat antara sisi dalam dan luar membran sel saraf terdapat suatu
beda potensial yang disebut dengan potensial istirahat sel (cell resting potential). Potensial
ini berpolaritas negatif di sisi dalam dan positif di sisi luar membran sel. Dalam keadaan
istirahat, di sisi dalam dan luar membran sel saraf sama-sama terdapat ion-ion potasium dan
sodium tetapi dengan konsentrasi yang berbeda. Konsentrasi ion potasium (K+) di sisi
dalam membran
sekitar 35 kali lebih tinggi dibandingkan konsentrasi di sisi luar. Sebaliknya, konsentrasi ion
sodium (Na+) di sisi luar membran sel sekitar 10 kali lebih tinggi dibandingkan konsentrasi
di sisi dalam. Adanya perbedaan konsentrasi ion di sisi dalam dan luar membran ini
mendorong terjadinya difusi ion-ion tersebut menembus membran sel. Difusi ion- ion
potasium dan sodium menembus membran sel akan mempengaruhi potensial di sisi dalam
dan luar membran sel.
Misalkan membran sel hanya permeabel terhadap ion potassium, karena konsentrasi
ion potasium lebih tinggi di sisi dalam sel maka menurut Hukum Fick untuk difusi, ion
potasium akan bergerak menembus keluar membran sel. Gerakan ion potasium keluar
membran sel ini menimbulkan arus listrik karena melalui peristiwa difusi disebut arus
difusi. Keluarnya ion positif potasium dari dalam sel akan meninggalkan muatan negatif
(anion) yang sama besar di dalam sel. Hal ini mengakibatkan terjadinya beda potensial
antara sisi dalam dan sisi luar sel dimana sisi dalam lebih negatif dibandingkan sisi luar.
Adanya beda potensial ini akan menimbulkan medan listrik dengan arah dari luar ke dalam
sel. Medan listrik yang mengarah dari luar ke dalam sel menimbulkan gaya elektrostatik
yang mempengaruhi ion-ion yang ada di sekitar membran sel. Ion potasium yang bermuatan
positif didorong oleh gaya elektrostatik ke arah dalam membran sel. Gaya elektrostatik ini
akan melawan gaya difusi pada ion potasium. Interaksi kedua gaya ini suatu saat akan
mencapai keseimbangan yaitu besarnya gaya elektrostatik yang ditimbulkan oleh adanya
beda potensial antara kedua sisi membran sama dengan besarnya gaya difusi. Keadaan
seimbang ini akan menghasilkan beda potensial antara kedua sisi membran bernilai konstan.

Disamping transportasi ion secara difusi terdapat juga transportasi ion secara aktif
yang juga mempengaruhi besarnya membran potensial sel. Transportasi ion tersebut adalah
pompa Na+-K+ , transport ini secara kontinyu memompa 3Na+ keluar sel dan 2K+ ke dalam
sel. Karena lebih banyak ion positif yang dipompa ke luar sel maka hal ini akan
mengakibatkan tambahan potensial sekitar -4 mV, sehingga potensial akhir membran sel
menjadi -90 mV. Potensial membran sel tersebut terdapat pada sel yang sedang istirahat dan
disebut sebagai potensial istirahat sel. (Guyton & Hall, 2006)
Gambar 10. Pompa Na+-K+ (Guyton, 2006)

2.2.2 Potensial Aksi


Sel dalam keadaan istirahat memiliki beda potensial di antara kedua sisi membrannya.
Keadaan sel yang seperti ini disebut keadaan terpolarisasi. Bila sel dalam keadaan
istirahat/polarisasi ini diberi rangsangan yang sesuai dan level yang cukup maka sel akan
berubah dari keadaan istirahat menuju ke keadaan aktif. Dalam keadaan aktif, potensial
membran sel mengalami perubahan dari negatif di sisi dalam berubah menjadi positif di sisi
dalam. Keadaan sel seperti ini disebut dalam keadaan depolarisasi.
Depolarisasi dimulai dari suatu titik di permukaan membran sel dan merambat ke
seluruh permukaan membran. Bila seluruh permukaan membran sudah bermuatan positif di
sisi dalam, maka sel disebut dalam keadaan depolarisasi sempurna. Setelah mengalami
depolarisasi sempurna, sel selanjutnya melakukan repolarisasi. Dalam keadaan repolarisasi,
potensial membran berubah dari positif di sisi dalam menuju kembali ke negatif di sisi
dalam. Repolarisasi dimulai dari suatu titik dan merambat ke seluruh permukaan membran
sel. Bila seluruh membran sel sudah bermuatan negatif di sisi dalam, maka dikatakan sel
dalam keadaan istirahat atau keadaan polarisasi kembali dan siap untuk menerima
rangsangan berikutnya.

Aktivitas sel dari keadaan polarisasi menjadi depolarisasi dan kemudian kembali ke
polarisasi lagi disertai dengan terjadinya perubahan-perubahan pada potensial membran sel.
Perubahan ini menghasilkan suatu impuls tegangan yang disebut potensial aksi (action
potential). Potensial aksi dari suatu sel dapat memicu aktivitas sel-sel lain yang ada di
sekitarnya. Yang berperan dalam proses depolarisasi maupun repolarisasi selama
berlangsungnya potensial aksi adalah kanal-kanal sodium dan potasium yang terpicu-
tegangan (voltage-gated).
Sebuah kanal (misalnya sodium) terpicu-tegangan mempunyai beberapa bagian
fungsional. Salah satunya yaitu untuk menentukan selektivitas terhadap ion. Untuk kanal
sodium hanya dapat melewatkan ion sodium saja dan tidak untuk ion yang lain misalnya
potasium. Bagian lainnya yaitu berfungsi sebagai gerbang (gate) yang dapat membuka atau
menutup. Gerbang tersebut dikendalikan oleh sebuah sensor tegangan yang menanggapi
level potensial membran. Ada dua macam gerbang yaitu gerbang aktivasi dan gerbang
inaktivasi. Ketika potensial membran normal yaitu -90 mV, gerbang inaktivasi terbuka
tetapi gerbang aktivasi tertutup sehingga menghalangi masuknya ion sodium ke sisi dalam
membran melalui kanal tersebut. Bila karena sesuatu sebab potensial membran di sisi dalam
berubah menjadi kurang negatif yaitu menjadi sekitar antara -70 dan -50 mV, maka hal ini
akan menyebabkan terjadinya perubahan konformasi dalam gerbang aktivasi sehingga
gerbang tersebut menjadi terbuka. Keadaan ini disebut keadaan teraktivasi, yang menaikkan
permeabilitas membran terhadap ion sodium menjadi 500 sampai 5000 kali lipat sehingga
ion-ion sodium dapat dengan cepat masuk ke dalam sel melalui kanal ini. Masuknya ion
sodium ke dalam sel melalui kanal sodium terpicu-tegangan ini menyebabkan kenaikan
potensial membran dengan cepat dari -90 mV menjadi +35 mV.

Kenaikan potensial membran sel menyebabkan gerbang inaktivasi yang semula


terbuka menjadi tertutup. Penutupan ini terjadi sekitar 0,1 ms setelah terbukanya gerbang
aktivasi. Berbeda dengan gerbang aktivasi yang membuka dengan cepat, gerbang inaktivasi
ini menutup secara lambat. Tertutupnya gerbang inaktivasi mengakibatkan ion sodium tidak
lagi dapat mengalir ke dalam sel melalui kanal ini, sehingga potensial membran berubah
menuju ke keadaan istirahat (repolarisasi). Gerbang inaktivasi yang tertutup tersebut akan
tetap tertutup sampai potensial membran kembali atau mendekati level potensial istirahat.
Oleh karena itu, biasanya kanal sodium terpicu-tegangan tidak dapat terbuka kembali
sebelum sel kembali ke keadaan repolarisasi terlebih dahulu. Di samping kanal sodium
terpicu-tegangan terdapat juga kanal kalsium-sodium terpicu-tegangan yang juga ikut
berperan dalam proses depolarisasi. Kanal ini permeabel terhadap ion kalsium maupun
sodium. Jika kanal ini terbuka maka ion-ion kalsium dan sodium dapat mengalir ke dalam
sel. Kanal ini teraktivasi dengan lambat yaitu memerlukan waktu 10 sampai 20 kali lebih
lama dibandingkan kanal sodium terpicu-tegangan dan kanal ini disebut sebagai kanal
lambat sedangkan kanal sodium disebut kanal cepat. Terbukanya kanal kalsium-sodium
memungkinkan ion kalsium masuk ke dalam sel. Karena ion kalsium bermuatan positif
maka masuknya ion ini ke dalam sel mengakibatkan perpanjangan proses depolarisasi atau
terjadi penundaan proses repolarisasi.
Dalam proses repolarisasi yang juga ikut berperan adalah kanal kalsium terpicu-
tegangan. Dalam keadaan istirahat gerbang kanal ini tertutup sehingga ion potasium tidak
dapat mengalir melalui kanal ini. Pada saat potensial membran naik dari -90 mV menuju
nol, pada kanal ini terjadi pembukaan konformasi gerbang sehingga ion potasium dapat
mengalir keluar sel melalui kanal ini. Akan tetapi karena adanya sedikit penundaan (delay),
kanal potasium ini terbuka pada saat yang bersamaan dengan mulai tertutupnya kanal
sodium. Kombinasi antara berkurangnya ion sodium yang masuk ke dalam sel dan
bertambahnya ion potasium yang keluar sel mengakibatkan peningkatan kecepatan proses
repolarisasi menuju potensial membran istirahat. (Guyton & Hall, 2006)

Gambar 11. Potensial aksi sel saraf (Jones, HR., 2013)


2.2.3 Penghantaran Impuls
Kecepatan hantaran dalam serabut saraf berkisar dari 0,5 meter perdetik pada serabut
tak bermielin yang sangat kecil sampai sebesar 130 meter perdetik pada serabut bermielin
yang sangat besar. Membran akson sebenarnya adalah membran yang konduktif. Di tengah
akson terdapat aksoplasma yang merupakan cairan intrasel yang kental. Selubung mielin
merupakan isolator yang baik, yang dapat meningkatkan tahanan bagi aliran ion melalui
membran sekitar 5000 kali lipat. Tetapi pada nodus Ranvier, ion-ion dapat mengalir dengan
mudah antara cairan ekstrasel dan akson. Potensial aksi dihantarkan dari nodus ke nodus
oleh saraf bermielin dan proses ini dinamakan hantaran meloncat–loncat yaitu arus listrik
mengalir melalui cairan ekstrasel sekitarnya dan aksoplasma dari nodus ke nodus (Guyton &
Hall, 2006).

Gambar 12. Lompatan konduksi (saltatory) pada sel saraf (Jones, HR., 2013)

2.2.4 Sinaps, Neurotransmiter, dan Reseptor Neurotransmiter


Sinaps merupakan tempat dua neuron yang berdekatan satu sama lain dan terjadi
komunikasi interneuronal. Potensial aksi di neuron prasinaps menyebabkan pengeluaran
neurotransmiter yang berikatan dengan reseptor di neuron pascasinaps. Sinaps berdasarkan
letak dibagi menjadi sinaps aksodendritik, sinaps aksosomatik, dan sinaps aksoaksonik.
Sedangkan penggolongan sinaps berdasarkan jenis media yang digunakan untuk
menghantarkan informasi ialah sinaps kimiawi dan sinaps elektrikal. (Guyton & Hall, 2006)

2.2.4.1 Sinaps Kimiawi

Permukaan yang berhadapan dengan perluasan akson terminal dan neuron disebut
membran prasinaptik dan pascasinaptik yang dipisahkan oleh celah sinaptik. Membran
prasinaptik dan pascasinaptik menebal dan sitoplasma meningkat densitasnya. Prasinaptik
terminal banyak mengandung vesikel-vesikel prasinaptik yang berisi neurotransmiter.
Vesikel-vesikel bergabung dengan membran prasinaptik dan mengeluarkan neurotransmiter
ke celah sinaptik melalui proses eksositosis. Mitokondria berperan dalam menyediakan ATP
untuk sintesis neurotransmiter baru. Sebagian besar neuron hanya menghasilkan dan
melepaskan neurotransmiter utama di semua ujung-ujung sarafnya. Misalnya asetilkolin
digunakan di sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi, glisin ditemukan terutama di sinaps-
sinaps medula spinalis. (Guyton & Hall, 2006)

Gambar 13. Sinapsis (Guyton & Hall, 2006)

Neurotransmiter dilepaskan dari ujung saraf ketika datang impuls saraf (potensial
aksi). Kemudian neurotransmiter dikeluarkan ke celah sinaps. Ketika berada di celah
sinaptik, neurotransmiter mencapai sasarannya dengan meningkatkan atau menurunkan
potensial istirahat (resting potential) pada membran pasca sinaptik untuk waktu yang
singkat. Protein reseptor pada membran sinaptik mengikat neurotransmiter dan melakukan
penyesuaian dengan membuka kanal ion, membangkitkan Excitatory Postsynaptic Potential
(EPSP) atau Inhibitory Postsynaptic Potential (IPSP). Eksitasi cepat diketahui
menggunakan asetilkolin (nikotinik) dan L-glutamat sedangkan inhibisi menggunakan
GABA. Reseptor protein lain mengikat neuromodulator dan mengaktifkan sistem
messenger kedua, biasanya melalui transduser molekuler yaitu protein G. Reseptor ini
memiliki periode laten yang lebih lama, berlangsung selama beberapa menit atau lebih.
Contoh neuromodulator adalah asetilkolin (muskarinik), serotonin, histamin, neuropeptida
dan adenosin.
Efek eksitasi atau inhibisi pada membran pasca sinaps neuron bergantung pada jumlah
respons pasca sinaps pada sinaps yang berbeda. Jika efek keseluruhannya adalah
depolarisasi, neuron akan terstimulasi dan potensial aksi akan dibangkitkan pada segmen
inisial akson dan impuls saraf dihantarkan sepanjang akson. Sebaliknya, jika efek
keseluruhannya adalah hiperpolarisasi, neuron diinhibisi dan tidak timbul impuls saraf.
Distribusi neurotransmiter bervariasi di berbagai bagian sistem saraf. Misalnya asetilkolin
yang ditemukan di taut neuromuskular, ganglia otonom dan ujung-ujung saraf simpatis.
Reseptor berupa protein kompleks transmembran yang sebagian menonjol ke
lingkungan ekstrasel dan bagian lain yang menonjol ke lingkungan intrasel. Reseptor
neurotransmiter menangkap neurotransmiter yang dilepaskan dan menyalurkan pesan yang
dibawa neurotransmitter ke intrasel. Reseptor tersebut mempunyai tempat pengikatan yang
multipel (binding site).
Efek neurotransmiter dipengaruhi oleh destruksi atau reabsorpsi neurotransmiter
tersebut. Misalnya pada asetilkolin, efeknya dibatasi oleh enzim asetilkolinesterase (AChE)
dengan mendegradasi asetilkolin tetapi efek katekolamin dibatasi dengan kembalinya
neurotransmiter ke ujung-ujung saraf prasinaps. (Guyton & Hall, 2006)

Tabel 9. Jenis-jenis neurotransmitter (Guyton & Hall, 2006)


Small-Molecule, Rapidly Acting Neuropeptide, Slowly Acting Transmitters or
Transmitters Growth Factors
Hypothalamic-releasing hormones
Class I
Thyrotropin-releasing hormone, Somatostatin
Acetylcholine
Luteinizing hormone-releasing hormone
Pituitary peptides
Class II: The Amines Adrenocorticotropic hormone (ACTH),β-
Norepinephrine Endorphin
Epinephrine α-Melanocyte-stimulating hormone, Prolactin,
Dopamine Luteinizing hormone, Thyrotropin, Growth
Serotonin, Histamine hormone
Vasopressin, Oxytocin
Peptides that act on gut and brain
Leucine encephalin, Methionine
enkephalin, Insulin
Class III: Amino Acids
Substance P, Gastrin, Cholecystokinin,
Gamma-aminobutyric acid (GABA),
Neurotensin
Glycine
Vasoactive intestinal polypeptide (VIP),
Glutamate, Aspartate
Glucagon
Nerve growth factor, Brain-derived neurotropic
Factor
From other tissues
Class IV Angiotensin II, Bradykinin, Carnosine,
Nitric oxide (NO)
Sleep peptides
Calcitonin

2.2.4.2 Sinaps Elektrik


Sinaps elektrik merupakan gap junction berupa kanal dari sitoplasma neuron
prasinaps ke neuron pascasinaps. Neuron-neuron berkomunikasi secara elektrik dan tidak
ada transmiter kimia. Ion mengalir dari suatu neuron ke neuron lain melalui kanal-kanal
penghubung. Penyebaran aktivitas yang cepat dari satu neuron ke neuron lain menunjukkan
sekelompok neuron melakukan suatu fungsi bersama-sama. Sinaps elektrik dapat berjalan
dua arah sedangkan sinaps kimiawi hanya satu arah. Sinaps elektrik memiliki respon yang
cepat sehingga penting untuk gerakan refleks. (Guyton & Hall, 2006)

2.2.5 Serabut Saraf Perifer


Serabut saraf dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan diameternya, kecepatan
hantarannya dan ciri-ciri fisiologisnya. Serabut tipe A adalah serabut yang besar dan
bermielin dengan hantaran yang cepat dan menghantarkan berbagai impuls motorik atau
sensorik. Serabut ini paling peka terhadap gangguan akibat tekanan mekanik atau
kekurangan oksigen. Serabut tipe B lebih kecil dari pada serabut tipe A dan bermielin,
serabut ini memiliki hantaran lambat dan berfungsi otonom. Serabut tipe C adalah serabut
yang paling kecil dan tidak bermielin, serabut ini menghantarkan impuls paling lambat dan
menghantarkan rasa nyeri. (Guyton & Hall, 2006)

Tabel 10. Klasifikasi Serabut Saraf (Guyton & Hall, 2006)

Kepekaan
Kec.
Diameter terhadap
Tipe serabut hantar Fungsi Mielin
(μ/m) anestesi
(m/dt)
Lokal

Serabut tipe A Motorik, otot rangka


Alfa Sensoris, raba, tekan, Ya Ya Ya
Beta Gamma 12-20 getar Ya
Delta 5-12 “Muscle spindle”
70- Nyeri (tajam,lokal),
3-6 Paling
120 suhu, raba
2-5 kecil
40-70

10-15

6-30
Serabut tipe B <3 Otonom preganglion Ya
3-15

Nyeri (difus,dalam), Paling


Serabut tipe C suhu, Otonom Tidak besar
0,4-1,2 postganglion
0,5-2
Gambar 14. Klasifikasi serabut saraf aferen dan eferen dan kecepatan konduksinya (Jones, HR., 2013)

Gambar 15. Serabut saraf perifer (Jones, HR., 2013)


2.2.6 Reseptor Sensorik dan Adaptasi Reseptor
Reseptor adalah organ sensorik khusus yang mampu mencatat perubahan tertentu di
dalam organisme dan sekitarnya serta menghantarkan rangsangan ini sebagai impuls.
Klasifikasi reseptor sensorik didasarkan dari tipe dari stimulus, lokasinya di tubuh, dan
kompleksitas dari strukturnya. (Guyton & Hall, 2006) Tabel 11. Jenis reseptor berdasarkan
tipe stimulus (Guyton & Hall, 2006)
Jenis reseptor Fungsi
Sensibilitas raba, pendengaran,
Mekanoreseptor Keseimbangan,tekanan arteri, sensibilitas
jaringan dalam
Termoreseptor Dingin, hangat

Nosiseptor Nyeri

Reseptor elektromagnetik Penglihatan

Pengecapan, osmolalitas, CO2 darah, pembauan,


Kemoreseptor glukosa, asam amino, oksigen arteri, asam lemak
darah

Berdasakan lokasinya reseptor dibedakan menjadi eksteroseptor dimana reseptor ini


berfungsi menangkap stimulus berasal dari luar tubuh sehingga biasanya lokasinya dekat
dengan permukaan tubuh. Yang termasuk kedalam eksteroseptor ialah reseptor raba, tekan,
dan suhu. Reseptor yang berfungsi menerima stimulus yang berasal dari dalam tubuh
disebut interoseptors atau viseroseptors. Stimulus dapat berasal dari organ dalam tubuh dan
pembuluh darah. Reseptor ini memberikan informasi seperti rasa tidak nyaman dan lapar.
Reseptor yang ketiga disebut proprioseptor yang berfungsi menerima informasi
proprioseptif. Letaknya adalah pada otot, tulang, tendon, sendi, ligamen dan jaringan
penyambung dari otot. Salah satu fungsi reseptor ini ialah memonitor derajat regangan dari
jaringan yang mana mereka berada.
Klasifikasi reseptor berdasarkan struktur dibedakan menjadi reseptor sederhana dan
kompleks. Reseptor sederhana meliputi reseptor pada kulit, membran mukosa, jaringan
penyambung dan otot. Sedangkan reseptor kompleks dihubungkan dengan reseptor khusus
“special sense”. Ada 2 macam cara potensial reseptor dapat dibangkitkan: (Guyton & Hall,
2006)
1. Mengubah bentuk atau mengubah secara kimia ujung terminal saraf itu sendiri
sehingga menyebabkan ion-ion berdifusi melalui membran saraf tersebut, dengan demikian
menimbulkan suatu potensial reseptor.
2. Sel reseptor khusus yang terletak di dekat ujung saraf tersebut. Misalnya: sel
rambut untuk pendengaran
Diketahui ada 6 jenis reseptor taktil yang berbeda yaitu:
1. Ujung saraf bebas
 Ditemukan di mana-mana di dalam kulit dan di dalam banyak jaringan lain.
 Mendeteksi raba dan tekanan.
2. Korpuskulus Meissner
 Ditemukan banyak pada ujung jari, bibir dan daerah kulit lain.
 Berfungsi untuk mengenali dengan tepat tempat tubuh mana yang disentuh dan
untuk mengenali tekstur benda yang diraba.
 Sangat peka terhadap gerakan benda yang sangat ringan di atas permukaan tubuh.
3. Diskus Merkel
 Beradaptasi lambat
4. Organ akhir rambut
 Reseptor raba
 Beradaptasi dengan cepat
 Mendeteksi gerakan benda di permukaan tubuh.
5. Organ akhir Ruffini
 Terletak pada lapisan profunda kulit dan juga di dalam jaringan profunda tubuh
dan kapsul sendi.
 Sangat sedikit beradaptasi.
 Reseptor raba dan tekanan pada kulit dan jaringan yang lebih dalam serta
memberikan isyarat mengenai tingkat rotasi sendi.
6. Korpuskulus Pacini
 Terletak di bawah kulit dan di dalam jaringan tubuh.
 Beradaptasi sangat cepat.
 Berfungsi untuk mendeteksi getaran jaringan atau perubahan sangat cepat.

2.3Saraf Otonom
Bagian servikal dari trunkus simpatis berhubungan dengan saraf spinalis pleksus
brakialis melalui ramus alba komunikan. Serabut saraf dari radiks ventralis menuju ramus
alba komunikan lalu ke ganglion simpatis.
.

Gambar 16. Ganglion simpatus dan parasimpatis (Jones, HR., 2013)

Ganglion servikalis medial berhubungan dengan saraf spinalis C5 dan C6, yang
mengirimkan serabut saraf aferen melalui ramus grisea komunikan dan mengirimkan
serabut saraf menuju pleksus periarterial vertebra. Ganglion servikalis medial membentuk
interkoneksi dengan nervus vagus, nervus prenikus, dan nervus laringeal rekuren, dan
cabang viseralnya menyuplai kelenjar tiroid dan paratiroid. Ganglion ini juga berhubungan
dengan nervus kardiak simpatis servikalis medial dan menyuplai esofagus dan trakea.
Cabang vaskularnya menginervasi arteri karotis komunikan, arteri tiroid inferior, arteri
vertebralis, dan vena jugularis.
Ganglion vertebralis dari trunkus simpatis berlokasi di sebelah anterior dari arteri
vertebralis, dekat masuknya pada foramina transversa vertebra servikalis keenam. Ganglion
ini juga berhubungan dengan saraf spinalis C6 dan C7 melalui ramus komunikan grisea.
Cabang vaskularnya berhubungan dengan arteri vertebralis, dan cabang viseralnya
menginervasi kelenjar tiroid, trakea dan esofagus.
Ganglion servikotorasik (stellate) dari trunkus simpatis dibentuk dari gabungan
ganglion servikalis ketujuh dan kedelapan dengan ganglion torasik pertaman dan kedua.
Ganglion ini menerima ramus komunikan alba dari saraf spinalis T1 dan T2, dan
menerima ramus komunikan grisea ke saraf spinalis C8 dan T1. Ramus ini membawa
serabut aferen dan eferen simpatis ke dan dari pleksus brakialis dan saraf interkosta teratas,
dan menginervasi pembuluh-pembuluh darah, kelenjar keringat, pilorum arektor, tulang, dan
sendi pada ektremitas atas, dan bagian superior dari dinding dada. Ganglion ini juga
berhubungan dengan nervus vagus, laringeal rekuren, dan ipsilateral nervus prenikus.
Serabut dari ganglion ini menginervasi jantung, esofagus, trakea, dan timus. Beberapa
cabang vaskularnya menuju pembuluh darah besar pada servikotorasik inlet, tetapi terutama
menuju trunkus inferior pleksus brakialis. Serabut ini sebagian besar menuju ke korda
media, lalu menuju ke nervus medianus dan ulnaris, dan ke cabang pleksus brakialis
lainnya.

Gambar 17. Ganglion saraf simpatis (Jones, HR., 2013)

Serabut saraf simpatis mencapai pelvis melalui trunkus simpatis dan pleksus
hipogastrik superior. Cabang vaskular dan viseralnya menginervasi kolon, ureter, dan
pembuluh darah mesenterik inferior dan iliaka komunis. Serabut saraf parasimpatis
berhubungan dengan saraf spinalis sakralis kedua, ketiga, dan keempat dan membentuk
saraf splanknik pelvis, lalu bergabung dengan pleksus hipogastrik inferior, dan
menginervasi genitalia, dan rektum, prostat, dan vesika.

Serabut saraf simpatis dari 2 segmen torakal terbawah saraf spinalis dan 2 segmen
teratas saraf spinalis lumbalis juga menginervasi organ genital perempuan dan laki-laki.
Sementara saraf parasimpatis yang mencapai pleksus hipogastrik inferior melalui saraf
splanknik pelvikus dan menyuplai organ genital berasal dari saraf spinalis sakralis S2-S4.
Gambar 18. Saraf simpatis dan parasimpatis yang berhubungan dengan pleksus lumbosakralis
(Jones, HR., 2013)

Pleksus lumbalis berhubungan dengan serabut simpatis yang menginervasi ginjal, dan
ureter. Serabut saraf simpatis preganglion untuk ginjal dan ureter bagian atas berhubungan
dengan radiks anterior dari saraf spinalis torakal 11 dan 12, dan sering pula melibatkan saraf
spinalis torakal 10 dan lumbal 1.Serabut saraf ini melewati ramus komunikan alba menuju
ganglion pada trunkus simpatis di dekatnya. Serabut ini kemudian menjadi nervis
splanknikus, lalu menuju ganglion aortikorenal lalu menuju pleksus renalis. Serabut
simpatis posganglion membentuk fasikulus yang mengelilingi ureter bagian atas, ginjal,
pelvis, kaliks dan cabang segmental dari pembuluh darah renal. Serabut parasimpatis
menuju pleksus siliaka melalui nervus vagus, dan sampai di ginjal melalui cabang renalis
dari saraf ini. Selain itu, serabut parasimpatis dapat mencapai tubulus, kaliks ginjal, dan
ureter bagian atas melalui rute indirek nervus splanknik pelvis. Serabut saraf aferen melalui
rute yang sama. Hanya saja serabut ini tidak membentuk relai pada ganglion perifer. Badan
selnya terletakpada ganglion radiks saraf spinalis posterior. Prosesus sentralnya memasuki
medula spinalis melalui radik posterior saraf spinalis 11 dan 12, lalu berjalan sebagai traktus
spinotalamikus pada kolumna alba dari medula spinalis. Pleksus renalis menginervasi pelvis
renal, kaliks dan ureter bagian atas. Serabuts sarafnya lebih banyak mengandung serabut
tidak bermielin. Serabut saraf simpatis menginervasi otot polos pada pelvis dan kaliks
ginjal, pembuluh darah, dan sel
jukstaglomerulus dan glomerulus. Serabut saraf paarsimpatis menginervasi otot pada pelvis
dan kaliks ginjal serta ureter bagian atas.
Pleksus lumbalis juga berhubungan dengan serabut saraf simpatis yang menginervasi
kandung kemih dan ureter bagian bawah. Serabut saraf simpatis preganglion yang
menginervasi kandung kemih berhubungan dengan saraf spinalis lumbalis pertama dan
kedua, dan kadang melibatkan saraf spinalis torakal 12. Sementara serabut parasimpatis
berhubungan dengan saraf spinalis sakralis kedua hingga keempat dan ganglionnya terletak
didekat atau di dalam dinding kandung kemih. Neuron pada substansia grisea anterior dari
medula spinalis segmen sakralis S1-S3 menyediakan suplai motorik untuk sfingter uretra
eksterna melalui nervus pudendus. Serabut aferennya melalui jalur yang sama dengan arah
yang berkebalikan. Oleh karena itu, bagian impuls sensorik dari dinding kandung kemih
memasuki medula spinalis melalui radiks saraf lumbalis pertama dan kedua, serta torakal
12, sementara impuls sensorik dari leher kandung kemih dan bagian terbawah dari ureter
mencapai medula spinalis melalui nervus splanknik pelvis dan radiks posterior saraf spinalis
sakralis kedua hingga keempat.
Saraf simpatis membentuk pleksus vesika dan menyebar didalam dinding kandung
kemih. Saraf parasimpatis menginervasi kandung kemih terutama pada area trigonum dan
bagian terbawah dari ureter. Sedangkan bagian leher kandung kemih dan uretra pars
prostatika diinervasi oleh nervus pudendus.
Otot detrusor adalah otot polos dan involunter dari dinding kandung kemih.
Sedangkan otot pada uretra terdiri dari otot sfingter eksterna dan interna. Otot sfingter
interna merupakan otot involunter, yang bersama-sama dengan otot detrusor berada di
bawah kontrol saraf otonom. Sementara otot sfingter eksterna merupakan otot volunter.
Proses pengisian urine pada kandung kemih dikontrol oleh pusat miksi di otak, yang
kemudian mengaktivasi pusat miksi pada medula spinalis. Untuk mengaktivasi proses
pengisian, impuls dari korteks serebri berjalan menuju pons. Bagian dari pons yang
bertanggung jawab dalam mengkoordinasi kerja sfingter uretra, dan kandung kemih yang
terlibat dalam proses pengisian disebut Pusat Miksi Pontine (Pontine Micturition
Centre/PMC) yang terdapat pada regio L pons. Dari sini sinyal dikirim ke nukleus simpatis
di medula spinalis, lalu dibawa ke otot detrusor dan sfingter uretra interna. Impuls ini
berjalan dari medula spinalis menuju kandung kemih melalui nervus hipogastrik simpatis
(dari radiks saraf L1-L2) dan memicu relaksasi dari otot detrusor melalui stimulasi pada
reseptor β3 pada fundus dan badan kandung kemih, dan kontraksi dari sfinter uretra interna
melalui stimulasi
pada reseptor α1 dari leher kandung kemih. Sfingter uretra eksterna juga berkontraksi pada
saat ini. Namun saraf ini tidak dikontrol oleh nervus hipogastrik, tetapi oleh kontrol somatik
volunter. Pada saat pengisian kandung kemih, impuls berjalan menuju sfingter uretra
eksterna melalui nervus pudendus (dari radiks saraf spinalis sakralis S2-S4) ke reseptor
nikotinik pada otot lurik dari otot sfingter uretra eksterna yang menyebabkan kontraksi otot
tersebut. Pada saat pengisian, beberapa kelompok sel pada Periaqueductal Gray (PAG)
berperan dalam mendeteksi distensi kandung kemih dan meneruskan impuls aferen dari
kandung kemih ke pusat yang lebih tinggi di otak sehingga seseorang dapat merasakan
sensasi berkemih. Kelompok sel ini juga meregulasi PMC melalui impuls yang diterima dari
girus singuli anterior dan korteks prefrontal untuk menghambat refleks berkemih saat
pengisian kandung kemih melalui supresi dari eksitasi PMC.
Proses berkemih berada dibawah kontrol saraf parasimpatis. Saraf aferen dari
kandung kemih dibawa menuju medula spinalis dan diteruskan ke PMC dan serebri. Melalui
keputusan yang disadari untuk berkemih, neuron-neuron pada PMC mengeksitasi neuron
preganglion sakralis. Stimulasi saraf parasimpatis ke nervus pelvikus ( melalui radiks saraf
S2-S4) menyebabkan pelepasan neurotransmiter asetilkolin yang bekerja pada reseptor
muskarinik M3 pada otot detrusor sehingga menyebabkan otot tersebut berkontraksi dan
meningkatkan tekanan intravesika. PMC juga menghambat nukleus Onuf sehingga
menurunkan stimulasi simpatis ke sfingter uretra interna yang menyebabkannya berelaksasi.

Sementara impuls dari korteks serebri menyebabkan relaksasi dari otot sfingter
eksterna.
Serabut saraf simpatis yang menginervasi organ genitalia, serat preganglioniknya
berasal dari akson sel saraf di kolumna intermediolateral dari 2- 3 saraf spinalis torakal
terbawah dan 1-2 saraf spinalis lumbalis teratas. Serabut saraf ini kemudian menuju ke
organ genitalia melalui pleksus hipogastrik inferior. Sedangkan saraf parasimpatis melalui
saraf spinalis sakralis S2-S4.
BAB III

SIMPULAN

Pleksus brakialis adalah jaringan saraf yang berasal dari gabungan ramus ventralis
saraf spinalis C5, C6, C7, C8, dan T1 (dan dengan sedikit keterlibatan dari ramus ventralis
saraf spinalis C4). Anyaman ini berada di daerah leher, ketiak dan ke lengan. Pleksus
brakialis memberikan inervasi pada bagian kulit dan otot-otot bagian ekstremitas atas tubuh
dan berperan penting untuk memberi persarafan sensorik dan motorik. Lima cabang nervus
terbesar dari pleksus brakialis adalah nervus muskulokutaneus, nervus aksilaris, nervus
medianus, nervus radialis, dan nervus ulnaris. Pleksus lumbalis dibentuk oleh ramus
ventralis empat saraf lumbalis teratas (L1-L4), dengan sedikit keterlibatan torakal 12 dari
saraf spinalis. Pleksus sakralis dibentuk oleh gabungan trunkus lumbosakral (sebagian
ramus ventralis L4 dan seluruh ramus ventralis L5) dengan ramus ventralis S1, S2, S3, dan
sebagian S4 saraf spinalis. Saraf spinalis yang membentuk pleksus, baik pleksus brakialis,
maupun pleksus lumbosakralis merupakan bagian dari sistem saraf perifer. Saraf perifer
merupakan saraf diluar sistem saraf pusat dan medula spinalis yang memiliki fungsi utama
untuk menghantarkan sinyal listrik dari saraf pusat ke organ target, begitu pula sebaliknya.
Serabut saraf perifer dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan diameternya, yaitu
serabut saraf tipe A yang besar dan bermielin dengan hantaran yang cepat dan
menghantarkan berbagai impuls motorik atau sensorik, serabut saraf tipe B yang lebih kecil
dari pada serabut tipe A dan bermielin, memiliki hantaran lambat dan berfungsi otonom,
serta serabut saraf tipe C yang merupakan serabut yang paling kecil dan tidak bermielin
dimana serabut ini menghantarkan impuls paling lambat dan menghantarkan rasa nyeri.
Cabang saraf pada pleksus brakialis dan lumbosakralis merupakan saraf campuran antara
serabut saraf sensorik dan motorik.
Reseptor adalah organ sensorik khusus yang mampu mencatat perubahan tertentu di
dalam organisme dan sekitarnya serta menghantarkan rangsangan ini sebagai impuls.
Reseptor ini terletak pada bagian tubuh perifer. Klasifikasi reseptor sensorik didasarkan dari
tipe dari stimulus, lokasinya di tubuh, dan kompleksitas dari strukturnya.
Pleksus brakialis berhubungan dengan saraf simpatis melalui ramus komunikan alba
yang menginervasi kelenjar tiroid dan paratiroid, esofagus dan trakea, serta menginervasi
arteri karotis komunikan, arteri tiroid inferior, arteri vertebralis, dan vena jugularis, serta
menginervasi pembuluh-pembuluh darah, kelenjar keringat, pilorum arektor, tulang, dan
sendi pada ektremitas atas, dan bagian superior dari dinding dada.
Pleksus lumbalis dan sakralis berhubungan dengan saraf simpatis dan parasimpatis
yang menginervasi ginjal, ureter, kandung kemih dan organ genitalia.
DAFTAR PUSTAKA

Arslan, OE. 2015. Neuroanatomical Basis of Clinical Neurology Second Edition. New York
: USA. CRC Press.
Baer M, Frotscher M. 2016. Diagnosis Topik Neurologi Duus Edisi 5. Jakarta : Indonesia.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Campbell, WW. 2005. De Jong’s The Neurological Examination. Sixth Edition. Philadelpia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Guyton, AC., Hall, JE. 2006. Textbook Of Medical Physiology Eleventh Edition. USA :
Saunders Elsevier.
Hakim, M., Indrawati, L.A., Wiratman, W. 2017. Pleksopati. Dalam Aninditha, T. dan
Wiratman, W (Eds). Buku Ajar Neurologi. Tangerang: Penerbit Kedokteran
Indonesia.
Jones, HR.,Burns, TM., Aminoff, MJ., Pomeroy, SL. 2013. The Netter Collection Of
Medical Illustrations : Nervous System : Part II-Spinal Cord And Peripheral Motor
And Sensory Systems Second Edition Volume 7. USA : Saunders Elsevier.
Jones, Oliver.2018.“The Brachial Plexus”. https://teachmeanatomy.info/upper-
limb/nerves/brachial-plexus/ (diakses 15 Oktober 2018)
Leinberry, CF, Wehbe MA. 2004. Brachial Plexus Anatomy. Hand Clin, 20, 1-5.
Netter, FH., Craig, JA., Perkins, J. 2002. Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology
Special Edition. USA: Comtant Entacampol.
Rotshenker: Wallerian degeneration: the innateimmune response to traumatic nerve injury.
2011. Journal of Neuroinflammation.8:109.
Saladin, KS. 2018. Anatomy And Physiology : The Unity Of Form And Function Eighth
Edition. New York : McGraw Hill Education.

Anda mungkin juga menyukai