Anda di halaman 1dari 30

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

REVIEW MATERI

ADHESIVE CAPSULITIS OF SHOULDER/ FROZEN SHOULDER

PENYUSUN

Vandu Dwi Cahyo, S. Ked

J510215104

PEMBIMBING
dr. Titian Rakhma, Sp. S

PRODI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2022
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Frozen Shoulder


Frozen shoulder atau adhesive capsulitis adalah suatu sindrom atau
kumpulan gejala berupa kekakuan dan nyeri pada sendi bahu, yang
digambarkan dengan adanya perlekatan serta pembengkakan (inflamasi)
kapsul sendi glenohumeral, yang menyebabkan kapsul tersebut menjadi
mengkerut dan membentuk jaringan parut (mengalami fibrosis) sehingga
membatasi luas gerak sendi, baik aktif maupun pasif.

Gambar 1. Inflamasi kapsul sendi glenohumeral


B. Anatomi Fungsional Sendi Bahu
Secara anatomi, 3 tulang utama yang membentuk bahu adalah
humerus, scapula, dan clavicula, serta beberapa sendi yang terlibat dalam
gerakan bahu adalah sendi glenohumeral, acromioclavicular,
sternoclavicular, dan intervertebral C5-T1. Sendi glenohumeral terdiri dari
fossa glenoidalis scapulae dan caput humeri. Fossa glenoidalis scapulae
berperan sebagai mangkuk sendi glenohumeral yang terletak di
anterosuperior angulus scapulae, yaitu pertengahan antara acromion dan
processus coracoideus. Sedangkan caput humeri berperan sebagai kepala
sendi yang berbentuk bola dengan diameter 3 cm dan menghadap ke
superior, medial, dan posterior. Berdasarkan bentuk permukaan tulang
pembentuknya, sendi glenohumeral termasuk dalam tipe ball and socket
joint.
Sudut bulatan caput humeri 180°, sedangkan sudut cekungan fossa
glenoidalis scapulae hanya 160°, sehingga 2/3 permukaan caput humeri
tidak dilingkupi oleh fossa glenoidalis scapulae. Hal ini mengakibatkan
sendi glenohumeral tidak stabil. Oleh karena itu, stabilitasnya
dipertahankan oleh stabilisator yang berupa ligamen, otot, dan kapsul.
Ligamen pada sendi glenohumeral antara lain ligamen coracohumeral dan
ligamen glenohumeral. Ligamen coracohumeral terbagi menjadi 2,
berjalan dari processus coracoideus sampai tuberculum mayor humeri dan
tuberculum minor humeri. Sedangkan ligamen glenohumeral terbagi
menjadi 3, yaitu superior band yang berjalan dari tepi atas fossa glenoidalis
scapulae sampai caput humeri; middle band yang berjalan dari tepi atas
fossa glenoidalis scapulae sampai ke depan humeri; inferior band yang
berjalan menyilang dari tepi depan fossa glenoidalis scapulae sampai
bawah caput humeri.

Gambar 2. Tampak anterior sendi glenohumeral


Kapsul sendi glenohumeral merupakan pembungkus sendi yang
berasal dari ligamen glenohumeral pada fossa glenoidalis scapulae sampai
collum anatomicum humeri. Kapsul sendi dibagi menjadi dua lapisan,
yaitu:
1. Kapsul synovial (lapisan dalam)
Kapsul synovial mempunyai jaringan fibrocolagen agak lunak dan
tidak memiliki saraf reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya menghasilkan
cairan synovial dan sebagai transformator makanan ke tulang rawan sendi.
Cairan synovial normalnya bening, tidak berwarna, dan jumlahnya ada
pada tiap-tiap sendi antar 1 sampai 3 ml.
2. Kapsul fibrosa (lapisan luar)
Kapsul fibrosa berupa jaringan fibrous keras yang memiliki saraf
reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya memelihara posisi dan stabilitas
sendi, serta regenerasi kapsul sendi.

Gambar 3. Tampak anterior potongan koronal sendi glenohumeral

Otot-otot pembungkus sendi glenohumeral terdiri dari otot-otot


rotator cuff, yaitu m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. teres minor, dan
m.subscapularis. Fungsi otot-otot tersebut yaitu:
1. M. supraspinatus
M. supraspinatus berorigo di fossa supraspinatus scapulae, berinsertio
di bagian atas tuberculum mayor humeri dan capsula articulation humeri,
serta disarafi oleh n. suprascapularis. Fungsi otot ini adalah membantu
m.deltoideus melakukan abduksi bahu dengan memfiksasi caput humeri
pada fossa glenoidalis scapulae.
2. M. infraspinatus
M. infraspinatus berorigo di fossa infraspinata scapulae, berinsertio di
bagian tengah tuberculum mayor humeri dan capsula articulation humeri,
serta disarafi oleh n. suprascapularis. Fungsi otot ini adalah melakukan
eksorotasi bahu dan menstabilkan articulatio glenohumeral.
3. M. teres minor
M. teres minor berorigo di 2/3 bawah pinggir lateral scapulae, berinsertio
di bagian bawah tuberculum mayor humeri dan capsula articulatio humeri,
serta disarafi oleh cabang n. axillaris. Otot ini berfungsi membantu m.
infraspinatus melakukan eksorotasi bahu dan menstabilkan articulatio
glenohumeral.
4. M. subscapularis
M. subscapularis berorigo di fossa subscapularis pada permukaan
anterior scapula dan berinsersio di tuberculum minor humeri, yang disarafi
oleh n. subscapularis superior dan inferior serta cabang fasciculus posterior
plexus brachialis. Fungsi otot ini adalah melakukan endorotasi bahu dan
membantu menstabilkan articulatio glenohumeral.

Gambar 4. Otot – otot rotator cuff

Sendi glenohumeral memiliki beberapa karakteristik, antara lain:


(1) perbandingan antara mangkok sendi dan kepala sendi tidak sebanding;
(2) kapsul sendinya relatif lemah; (3) otot-otot pembungkus sendi relatif
lemah; (4) gerakanya paling luas; dan (5) stabilitas sendi relatif kurang
stabil. Gerakan yang dapat dilakukan oleh sendi glenohumeral antara lain
fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, eksorotasi (eksternal rotasi), dan
endorotasi (internal rotasi). Berikut ini adalah tabel mengenai luas gerak
sendi bahu, serta otot dan saraf yang terlibat:
Tabel 1. Pemeriksaan luas gerak sendi bahu

Pemeriksaan Muskulus Nervus, Radiks Gambar


Deltoideus
(anterior portion) Axillaris, C5-6
Pectoralis medial
Pectoralis dan lateral, C5-
Fleksi mayor T1
Musculocutaneus,
Biceps C5-6
brachii
Musculocutaneus,
Coracobr C5-7
achialis
Deltoideus
(posterior Axillaris, C5-6
portion)
Thoracodorsal,
Ekstensi Latissimu
C6-8
s dorsi
Lower
Teres mayor
subscapular, C5-6

Deltoideus
Axillaris, C5-6
(middle portion)

Abduksi

suprascapular,
Supraspinatus
C5-6

Pectoralis medial
Pectoralis
dan lateral, C5-T1
mayor
Thoracodorsal,
Adduksi Latissimu
C6-8
s dorsi

Lower
Teres mayor
subscapular, C5-6

suprascapular,
Infraspinatus
C5-6
Ekstenal Teres minor dan
rotasi deltoideus
Axillaris, C5-6
(posterior
portion)

Upper atau lower


Subscapularis
subscapular, C5-6
Pectoralis medial
Pectoralis dan lateral, C5-
Internal mayor T1
Rotasi
Thoracodorsal,
Latissimu C6-8
s dorsi
Deltoideus
Axillaris, C5-6
(anterior portion)
Lower
Teres mayor
subscapular, C5-6

C. Etiologi Frozen Shoulder

Berbagai mekanisme yang memicu timbulnya frozen shoulder belum


sepenuhnya jelas. Berdasarkan penelitian, yang diketahui hingga saat ini
hanya faktor risikonya saja. Faktor risiko frozen shoulder tersebut yaitu:
1. Usia di atas 40 tahun, umumnya 40-60 tahun.
Orang dengan usia di atas 40 tahun memiliki aktivitas yang lebih rendah
dibandingkan orang dengan usia di bawah 40 tahun, sehingga orang dengan
usia di atas 40 tahun memiliki kemungkinan inaktivitas yang lebih lama pada
sendi bahu, yang dapat menimbulkan frozen shoulder.
2. Jenis kelamin
Prevalensi frozen shoulder pada perempuan lebih besar dibandingkan
laki-laki. Perempuan rawan mengalami frozen shoulder karena faktor
hormonal (menopause) maupun pekerjaan. Banyaknya wanita yang hanya
bekerja dirumah, misalnya mencuci baju, menyapu, menggendong anak, dan
sebagainya, dengan posisi yang monoton setiap hari, dapat meningkatkan
risiko mengalami frozen shoulder.
3. Gangguan endokrin
Penyakit frozen shoulder mengenai 10-20% penderita diabetes mellitus
tanpa penyebab yang jelas. Beberapa peneliti memperkirakan bahwa
neuropati motorik dan gangguan vaskular akibat diabetes mellitus mendasari
penyakit frozen shoulder tersebut. Frozen shoulder juga dapat didasari oleh
adanya penyakit hormonal lainnya, seperti hipotiroid dan hiperparatiroid.
4. Trauma atau pasca pembedahan daerah bahu
Trauma, baik yang tidak disengaja maupun berupa tindakan operatif
medis dapat menyebabkan frozen shoulder. Proses inflamasi disertai
penyembuhan yang melibatkan pertumbuhan jaringan fibrous berlebih di
daerah bahu mendasari adanya rasa nyeri dan keterbatasan luas gerak sendi
pada pasien post trauma atau post operasi tersebut.
5. Imobilisasi lama daerah bahu
Berbagai etiologi dasar yang menyebabkan imobilisasi lama seperti
stroke, kelumpuhan karena cidera medula spinalis, fraktur, dan sebagainya
dapat menimbulkan frozen shoulder akibat statis vena dan kongesti sekunder,
sehingga terjadi edema dan penimbunan protein, dan pada akhirnya memicu
reaksi fibrosis.
6. Gangguan maupun inflamasi pada otot, saraf, dan tulang yang berkaitan
dengan bahu

Proses inflamasi pada sendi bahu dan jaringan sekitarnya dapat


disebabkan oleh trauma dan infeksi. Proses inflamasi ini akan memicu reaksi
fibrosis, sehingga kapsul menebal dan pada akhirnya menyempitkan luas
gerak sendi. Penekanan radiks saraf servikal juga dapat mempengaruhi fungsi
sensorik dan motorik otot bahu, sehingga terjadi gangguan mobilisasi dan
pada akhirnya memudahkan proses inflamasi.
7. Penyakit Parkinson
Rigiditas pada otot penderita penyakit Parkinson menyebabkan
mobilitasnya terganggu. Penyakit ini tampaknya juga menyebabkan
imobilisasi pada sendi bahu, sehingga mudah terjadi frozen shoulder.
D. Klasifikasi Frozen Shoulder

Terdapat dua klasifikasi dari frozen shoulder berdasarkan penyebabnya,


yaitu:
1. Frozen shoulder primer
Frozen shoulder dengan penyebab yang tidak dapat diidentifikasi (idiopatik).
2. Frozen shoulder sekunder
Frozen shoulder yang terjadi akibat injuri atau trauma, pembedahan, maupun
penyakit dasar lainnya.

E. Patofisiologi Frozen Shoulder

Patofisiologi frozen shoulder masih belum jelas, tetapi beberapa


peneliti menyatakan bahwa dasar terjadinya frozen shoulder yaitu
imobilisasi yang lama. Setiap nyeri yang timbul pada bahu dapat
merupakan awal kekakuan sendi bahu. Keadaan ini sering timbul bila
sendi tidak digunakan terutama pada pasien yang pasif, atau memiliki nilai
ambang nyeri yang rendah dimana pasien tidak tahan terhadap nyeri yang
ringan, sehingga pasien akan memposisikan tangannya pada posisi
tergantung dan enggan untuk menggerakkannya.
Bahu yang immobile terlalu lama akan menyebabkan statis vena dan
kongesti sekunder, disertai dengan vasospastik. Keadaan tersebut
menyebabkan hipoksia hingga anoksia jaringan, reaksi timbunan protein,
dan edema, sehingga terjadi kematian atau nekrosis sel fungsional (otot,
tendon, ligamen) dan digantikan dengan jaringan ikat fibrous. Fibrosis
tersebut dapat menyebabkan perlekatan (adhesi) kapsul sendi sehingga
luas gerak sendi menjadi terbatas. Gangguan luas gerak sendi juga timbul
karena kekentalan dan jumlah cairan synovial yang berubah akibat adanya
penebalan dan perlekatan kapsul sendi, timbunan protein, edema, serta
inflamasi membran synovial. Adanya kematian sel akan melepaskan
berbagai mediator kimia pro-inflamasi yang akan memberikan sinyal nyeri
ke triggers local nociceptors, sehingga timbul nyeri. Nyeri tersebut bersifat
lokal, dan lebih berat dirasakan apabila sendi bahu bergerak, baik aktif
maupun pasif.
Gambar 5. Bagan patogenesis dan temuan klinis frozen shoulder

F. Manifestasi Klinis Frozen Shoulder

 Nyeri bahu, memberat bila sendi bahu digerakkan


 Berkurangnya luas gerak sendi atau range of motion/ROM bahu
 Berkurangnya ayunan atau swing lengan atas ketika berjalan
 Memegang lengan atas mendekati tubuh dengan tujuan proteksi dari rasa
nyeri
 Menampilkan postur sedikit menunduk atau membungkuk pada daerah bahu
yang sakit
 Nyeri punggung atas dan leher
Terdapat beberapa kondisi bahu yang menyebabkan nyeri dan
terbatasnya gerakan. Diagnosis frozen shoulder dapat ditegakkan dengan
tepat oleh tenaga medis yang berpengalaman dalam membedakan berbagai
penyakit bahu yang ada. Gejala utama frozen shoulder adalah nyeri dan
kekakuan sendi bahu. Nyeri dapat lebih parah di malam hari, yang dipicu
oleh peletakan atau penekanan bahu yang sakit. Saat bahu kehilangan luas
gerak sendi, aktivitas normal seperti berpakaian, menelepon, atau
melakukan pekerjaan lainnya akan menjadi sulit. Frozen shoulder
memiliki tiga stadium atau tahap berdasarkan perkembangan penyakitnya.
Setiap tahap umumnya membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk maju
ke tahap berikutnya. Perkembangan normal frozen shoulder melalui ketiga
tahap tersebut adalah antara enam bulan hingga dua tahun. Tanpa usaha
terencana untuk mengembalikan luas gerakan sendi bahu melalui
tatalaksana koprehensif, efek dari frozen shoulder dapat menjadi
permanen, walaupun sifat dari frozen shoulder itu sendiri adalah self
limiting disease. Tiga tahap perkembangan penyakit frozen shoulder,
yaitu:

Tabel 2. Tahap-tahap perkembangan frozen shoulder


Stadium Manifestasi Klinis
Nyeri pada bahu adalah tanda utama pada stadium ini. Nyeri muncul secara
Stadium bertahap dan semakin lama semakin memburuk. Ketika nyeri memburuk,
freezing luas gerak sendi bahu mulai berkurang. Stadium ini berlangsung 6 minggu
(painful stage) hingga 9 bulan.
Nyeri mungkin berkurang pada stadium ini, atau muncul hanya ketika sendi
digerakkan. Tetapi, kekakuan dan restriksi bahu meningkat. Keadaan ini
Stadium
menyebabkan luas gerak sendi bahu sangat terbatas. Stadium ini
stiffness
berlangsung 4-6 bulan, dan selama itu pula aktivitas sehari-hari akan
(frozen stage)
terganggu, sehingga otot bahu berisiko mengalami atrofi.
Stadium ini ditandai dengan berkurangnya rasa nyeri yang nyata, disertai
gerakan sendi bahu yang meningkat secara bertahap. Pada stadium ini, bahu
Stadium
akan lebih responsif terhadap terapi latihan. Untuk mencapai stadium ini,
recovery
dibutuhkan waktu 6-24 bulan, atau bahkan lebih, terhitung mulai stadium
(thawing stage)
freezing dan stiffness.

Gambar 6. Timeline pada tahap perkembangan penyakit frozen shoulder

G. Diagnosa Frozen Shoulder

Diagnosa frozen shoulder ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit


sesuai stadium perkembangan penyakit yang didapatkan pada anamnesis,
dikombinasikan dengan pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan fisik umum
dan pemeriksaan fisik spesifik mengenai luas gerak sendi bahu. Luas gerak
sendi bahu yang diperiksa adalah pada bahu yang sakit, lalu dibandingkan
dengan luas gerak sendi bahu sisi yang sehat, diawali dengan gerakan
pasif, lalu dibandingkan pula dengan gerakan aktif. Pemeriksaan
penunjang laboratorium dapat menentukan faktor risiko dan/atau penyakit
dasar dari frozen shoulder, contoh: pemeriksaan gula darah, darah lengkap,
hormon tiroid, dan sebagainya. Frozen shoulder sering tidak tampak pada
X-ray, kecuali terdapat deformitas yang berat pada sendi bahu. CT- scan
dan MRI terkadang dapat mengkonfirmasi berbagai temuan pada frozen
shoulder, tetapi seringkali tidak dibutuhkan.
1. Anamnesa
 Keluhan nyeri bahu bertahap yang semakin lama semakin memberat,
dapat mencapai hitungan bulan, disertai keterbatasan luas gerak sendi
bahu.

 Keluhan nyeri bahu terutama saat malam hari, muncul ketika bahu yang
sakit menjadi penopang atau mengalami tekanan.

 Keluhan nyeri bahu memberat apabila sendi bahu digerakkan, baik aktif
maupun pasif, sehingga pasien mengatakan lebih nyaman memegangi
lengan atas mendekati tubuh dengan tujuan proteksi dari rasa nyeri.

 Keluhan nyeri leher dan punggung atas dapat menyertai nyeri maupun
keterbatasan luas gerak sendi bahu.

 Keluhan kaku dan kesulitan menggerakkan sendi bahu bertahap yang


semakin lama semakin berat, diikuti rasa nyeri bahu yang berkurang
dibanding sebelumnya.

 Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari seperti mengkancingkan


kemeja, mengambil sesuatu di saku celana belakang, mengangkat
telepon, mengambil barang diatas lemari, menjemur pakaian, dan
sebagainya.
2. Pemeriksaan fisik
 Inspeksi

- Pasien dengan frozen shoulder sering datang dengan posisi adduksi


dan internal rotasi pada sendi bahu.

- Pasien tampak memegang lengan atas mendekati tubuh dengan tujuan


proteksi dari rasa nyeri.

- Terkadang pasien menampilkan postur sedikit menunduk atau


membungkuk pada daerah bahu yang sakit.

- Dapat terlihat adanya atrofi otot bahu (deltoid dan rotator cuff) pada
sisi yang sakit (dibandingkan dengan sisi yang sehat dan
pertimbangkan tangan dominan yang digunakan pasien).

 Palpasi

- Penekanan pada daerah bahu yang sakit atau kaku akan menimbulkan
nyeri atau bertambah beratnya nyeri dibandingkan sebelum
penekanan.

- Otot bahu sisi yang sakit, terutama otot deltoid dan otot-otot rotator
cuff, terasa lebih kecil dibandingkan otot bahu sisi yang sehat karena
mengalami atrofi.

 Luas gerak sendi (ROM)

- Tanda yang patognomonik pada frozen shoulder yaitu sangat


terbatasnya (hampir sepenuhnya) gerakan eksternal rotasi, baik aktif
maupun pasif. Tanda ini dapat membedakan frozen shoulder dengan
ruptur atau robeknya otot-otot rotator cuff.

- Seluruh luas gerak sendi glenohumeral akan berkurang pada frozen


shoulder.

 Pemeriksaan spesifik

- Apley scratch test : tes spesifik untuk mengevaluasi luas gerak sendi
bahu aktif pasien. Pasien diminta menggapai daerah angulus medialis
scapula dengan tangan sisi kontralateral dari atas melewati belakang
kepala (abduksi dan eksternal rotasi) dan dari bawah (adduksi dan
internal rotasi). Pada frozen shoulder, pasien tidak dapat melakukan
gerakan ini, baik secara aktif maupun pasif. Apabila secara pasif
pasien dapat melakukan gerakan ini, tetapi secara aktif tidak bisa,
maka kemungkinan bukan frozen shoulder, melainkan terdapat
kelemahan otot bahu.
Gambar 7. Apley scratch test

- Active and passive shoulder flexion test : tes ini dilakukan untuk
mengetahui keterbatasan luas gerak fleksi sendi bahu. Fleksikan kedua
sendi bahu pasien secara pasif, lalu nilai dan bandingkan derajatnya.
Setelah itu, minta pasien untuk memfleksikan sendiri kedua sendi
bahunya, lalu nilai dan bandingkan derajatnya. Pada frozen shoulder,
gerakan fleksi sendi bahu, baik aktif maupun pasif, akan mengalami
keterbatasan (kurang atau sama dengan 90o, dapat pula lebih dari 90o,
tetapi tidak dapat maksimal, tergantung pada stadium apa pasien saat
pemeriksaan).

- Drop-arm test atau moseley test : tes ini dilakukan untuk mengetahui
ada tidaknya kerusakan otot-otot serta tendon yang menyusun rotator
cuff. Pemeriksa mengabduksikan sendi bahu pasien sampai 90o, dan
meminta pasien menurunkan lengannya secara perlahan-lahan pada
sisi tersebut. Tes ini positif jika pasien tidak dapat menurunkan
lengannya perlahan-lahan (langsung jatuh) atau timbul nyeri pada saat
mencoba melakukan gerakan tersebut. Hasil positif menunjukkan
adanya kerusakan pada kompleks rotator cuff.
3. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan penunjang laboratorium dapat menentukan faktor risiko
dan/atau penyakit dasar dari frozen shoulder, contoh: pemeriksaan gula
darah, darah lengkap, hormon tiroid, dan sebagainya.

 Frozen shoulder sering tidak tampak pada X-ray, kecuali terdapat


deformitas yang berat pada sendi bahu. CT-scan dan MRI terkadang
dapat mengkonfirmasi berbagai temuan pada frozen shoulder, tetapi
seringkali tidak dibutuhkan.
H. Diagnosa Banding dari Frozen Shoulder

Diagnosa banding frozen shoulder berdasarkan manifestasi klinis yang


timbul adalah sebagai berikut:
1. Dislokasi humerus posterior
Suatu keadaan dimana caput humerus keluar dari cavitas glenoidale ke
bagian posterior. Keadaan ini menimbulkan nyeri yang berat pada bahu dan
keterbatasan luas gerak sendi. Pada keadaan ini, pasien tidak merasa kaku
pada persendian bahu. Pada pemeriksaan fisik, caput humerus sering dapat
teraba dari luar, atau tidak terabanya caput humerus ditempat yang
seharusnya, sehingga temuan tersebut dapat membedakan penyakit ini
dengan frozen shoulder selain temuan dari riwayat penyakit pasien.
2. Ruptur atau robeknya rotator cuff
Rupturnya rotator cuff akan menyebabkan nyeri yang hebat (bila total)
atau nyeri yang ringan (bila parsial). Luas gerak sendi pasien dengan
rupturnya rotator cuff akan mengalami keterbatasan, terutama gerakan
abduksi aktif atau dengan kata lain drop-arm test positif (secara pasif,
gerakan abduksi dapat lebih luas).
3. Tendinitis rotator cuff
Gejala rotator cuff tendinitis mirip dengan frozen shoulder fase awal
karena terdapat keterbatasan gerakan eksternal rotasi. Pada tendinitis rotator
cuff, gerakan eksternal rotasi secara pasif tidak didapatkan keterbatasan yang
signifikan, berbeda dengan frozen shoulder. Pada tendinitis rotator cuff, juga
ditemukan nyeri serta keterbatasan gerakan abduksi aktif atau dengan kata
lain drop-arm test positif. Tendinitis rotator cuff ini sering mengenai tendon
otot supraspinatus dan biceps brachii caput longum (bisipitalis).
4. Inflamasi bursa pada daerah bahu (bursitis)
Gejala utama bursitis ini adalah nyeri pada daerah bahu. Dapat dijumpai
keterbatasan luas gerak sendi, tetapi tidak sesempit dan sekompleks frozen
shoulder. Keterbatasan luas gerak sendi pada bursitis tergantung bagian bursa
mana yang mengalami inflamasi. Bursa yang sering mengalami inflamasi
adalah bursa subakromion dan subdeltoid, sehingga menimbulkan
keterbatasan gerak abduksi sendi bahu.
5. Thoracic outlet syndrome
Thoracic outlet syndrome adalah kumpulan gejala berupa rasa nyeri dan
sensasi seperti ditusuk-tusuk jarum atau baal pada bagian leher dan/atau bahu
yang menjalar ke lengan atas, lengan bawah, hingga tangan dan bagian tubuh
lain, yang disebabkan oleh penekanan cabang-cabang saraf servikal oleh
tulang-tulang penyusun dinding toraks, seperti clavicula, costae, dan
sebagainya. Keterbatasan gerak sendi tidak umum dijumpai pada sindrom ini,
tetapi dapat saja terjadi.
I. Komplikasi Frozen Shoulder

 Kontraktur dan atrofi otot-otot bahu, sehingga kekuatan otot menurun


 Deformitas sendi glenohumeral, serta sendi-sendi lain pada daerah bahu
 Kerusakan struktur kapsul sendi glenohumeral yang ireversibel
J. Tatalaksana Komprehensif Frozen Shoulder

Tatalaksana utama frozen shoulder adalah stretching, disertai terapi latihan


lainnya. Tatalaksana lain untuk frozen shoulder adalah pemberian obat anti-
inflamasi (NSAID), injeksi kortikosteroid intra-artikular, manipulasi, mobilisasi,
fisioterapi dengan modalitas, dan acupuncture. Pada kasus frozen shoulder
dengan gejala persisten, manipulation under anesthesia (MUA) atau tindakan
operatif (pembedahan) mungkin diperlukan untuk mengembalikan luas gerak
sendi bahu. Tatalaksana komprehensif pada pasien frozen shoulder bertujuan
untuk mengurangi nyeri; meningkatkan luas gerak sendi bahu; mencegah
komplikasi; mengembalikan fungsi pasien dalam kehidupan sehari-hari, sosial,
dan pekerjaan; serta mencegah timbulnya kekambuhan. Tatalaksana
komprehensif tersebut berupa:
1. Preventif
 Lakukan aktifitas sederhana (jangan terlalu berat) yang melibatkan sendi
bahu setiap hari seperti senam, jogging sambil mengayunkan lengan
secukupnya, dan aktivitas lain yang bertujuan menghindari imobilisasi
sendi bahu, tetapi juga tidak overuse.

 Apabila mengalami keadaan post-fraktur yang memerlukan imobilisasi


yang cukup lama, atau kelumpuhan anggota gerak seperti pada stroke
yang sudah tidak akut, sedapat mungkin segera ke pusat rehabilitasi
untuk mendapatkan edukasi, fisioterapi dengan modalitas, latihan gerak
sendi, mobilisasi, dan sebagainya.

 Apabila mengalami penyakit diabetes mellitus, hipotiroid, dan


sebagainya, segera terapi sesuai indikasi dokter sebelum timbul
komplikasi.
2. Kuratif
 Non-steroid anti-inflammatory drug (NSAID) seperti aspirin dan
ibuprofen dapat mengurangi nyeri dan pembengkakan. Obat-obatan ini
digunakan jangka pendek dan hanya jika perlu. Obat-obatan ini dapat
digunakan sebagai pereda nyeri sebelum memulai terapi latihan.

 Muscle relaxant seperti diazepam dapat digunakan untuk mengurangi


kekakuan dan nyeri dengan menghilangkan spasme pada otot-otot bahu.

3. Promotif-edukatif
 Jelaskan mengenai apa itu frozen shoulder, serta beri pengertian bahwa
penyakit ini dapat sembuh sendiri tetapi diperlukan penanganan di bidang
rehabilitasi medik (selain obat-obatan) berupa fisioterapi dengan
modalitas, latihan luas gerak sendi dan mobilisasi untuk menghindari
komplikasi, serta mempercepat penyembuhan dan pemulihan.

 Edukasi pasien untuk melaksanakan simple exercise pada sendi bahu di


rumah, serta bagaimana gerakan-gerakannya. Kegiatan ini dilaksanakan
dengan bantuan keluarga karena membutuhkan gerakan pasif apabila
pasien belum bisa melaksanakan gerak aktif.
 Edukasi pasien bahwa penyembuhan umumnya dapat dicapai dalam 6
bulan hingga 2 tahun, dimana pemulihan akan lebih cepat apabila pasien
mau menjalani rehabilitasi.

 Setelah pasien sembuh, edukasi pasien untuk mencegah imobilitas sendi


bahu, dengan cara melanjutkan simple exercise pada sendi bahu secara
teratur.

 Edukasi pasien untuk menghindari penggunaan obat anti-inflamasi


jangka panjang.

 Edukasi pasien untuk memperbaiki pola hidup dan perilaku.


4. Rehabilitatif
a. Fisioterapi dengan modalitas
 Terapi dingin (ice packs atau cold gel packs)
- Terapi dingin berguna untuk mengurangi reaksi inflamasi fase akut,
nyeri, dan spasme otot.
- Diberikan selama 10-20 menit, 2-3 kali sehari, evaluasi setelah
melewati fase akut sebagai pertimbangan untuk menggantinya
dengan terapi panas.

 Terapi diathermy (USD)


- Tujuan diberikan terapi panas adalah untuk mengurangi spasme otot,
mengurangi nyeri, melancarkan aliran darah, menimbulkan efek anti-
inflamasi, meningkatkan permeabilitas membran sel sehingga
transfer cairan dan nutrisi kedalam sel meningkat, serta digunakan
sebagai terapi pendahuluan sebelum memulai terapi latihan maupun
stimulasi listrik.

- USD dipilih karena memiliki daya tembus hingga ke kapsul


persendian, tendon, dan ligamen, serta baik dalam mengurangi
adhesi jaringan lunak, nyeri, spasme otot, kontraktur otot, kekakuan
sendi, kalsifikasi bursitis dan tendinitis.

- Diberikan setelah fase akut, yaitu beberapa hari (2-3 hari) setelah
dimulainya pemberian obat-obatan anti-inflamasi dan/atau terapi
dingin, dengan tujuan untuk menghindari perburukan proses
inflamasi.

- Diberikan 1 kali dalam 2 hari hingga 10-12 kali, tiap kali lamanya
kurang lebih 10 menit.

 Stimulasi listrik (transcutaneus electrical nerve stimulation/TENS)


- Diberikan dengan tujuan menghilangkan nyeri (akut maupun kronis)
dan mengurangi spasme otot, mempertahankan kekuatan otot,
memperbaiki sirkulasi, serta memperlambat terjadinya atrofi otot.

b. Terapi latihan
 Codman’s pendulum exercise
Tahap awal, penderita menggunakan berat lengannya tanpa
menambahkan beban, lalu secara bertahap menggunakan dumbbells
ringan. Lengan yang terkena mengikuti gerak tubuh. Jaga punggung
lurus dan kaki selebar bahu. Gunakan gerakan tubuh untuk membuat
gerakan bahu. Latihan ini dimulai dengan lingkaran kecil secara
bertahap menjadi lingkaran besar. Lakukan 20-25 lingkaran setiap
latihan.

Gambar 8. Codman’s pendulum exercise


 Pulley exercise
Latihan menggunakan pulley atau katrol ini dapat dilakukan dengan
berbagai gerakan. Latihan ini dilakukan 2-3 siklus setiap hari, tiap
siklusnya mengandung 10- 20 kali tarikan total dari kedua tangan.
Setiap tarikan tidak boleh dilakukan terlalu cepat, serta setiap lengan
yang tidak sedang menarik tidak boleh memberikan tahanan yang
berlebihan kepada lengan yang sedang menarik.

Gambar 9. Pulley exercise

 Towel exercise
Towel exercise biasanya dilakukan dengan gerakan internal rotasi
dalam posisi berdiri. Tangan pada bagian bahu yang sakit memegang
handuk di belakang punggung, sedangkan tangan lain memegang
handuk di depan. Tangan yang sehat menarik handuk tersebut secara
perlahan ke arah bawah depan, sedangkan tangan yang sakit harus
relaks dan mampu perlahan-lahan mengikuti gerakan ke atas dari
handuk. Ketika regangan yang nyaman dirasakan, tahan posisi
tersebut selama 10-30 detik, diulang 5-10 kali atau sampai lelah.
Gambar 10. Towel exercise (internal rotasi)

 Anterior shoulder stretch dan advanced anterior shoulder stretch


Latihan ini bertujuan untuk meregangkan otot-otot anterior bahu.
Pada anterior shoulder stretch, diawali dengan meletakkan siku pasien
di dekat tubuhnya dengan tangan pasien menyentuh pintu atau
dinding, perlahan-lahan putar tubuh bagian bawah hingga mencapai
peregangan dalam tingkat toleransi yang nyaman, pertahankan siku
pasien di dekat tubuhnya, lalu tahan selama 10-30 detik, diulang 5-10
kali setiap latihan. Dengan kata lain, latihan anterior shoulder stretch
mengandung gerakan eksternal rotasi bahu. Pada advanced
anterior shoulder stretch, pasien mencoba peregangan bahu dengan
prinsip yang mirip dengan anterior shoulder stretch, tetapi posisi
lengan 90o, siku ditempatkan ke pintu atau dinding, posisi salah
satu kaki pada sisi bahu yang sakit menerjang maju, dan gerakan
yang dilakukan adalah bersandar ke depan perlahan-lahan hingga
terasa regangan yang nyaman pada daerah anterior bahu.
Gambar 11. Anterior shoulder stretch

Gambar 12. Advanced anterior shoulder stretch

 Wand exercise
Wand exercise adalah latihan pada sendi bahu dengan bantuan
tongkat. Tongkat tersebut akan digenggam oleh kedua tangan, lalu
akan dibentuk posisi tertentu sesuai dengan gerakan yang akan
dilakukan. Pada latihan ini, gerakan yang dapat dilakukan adalah
fleksi, ekstensi, internal rotasi, eksternal rotasi, abduksi, dan adduksi
sendi bahu. Wand exercise dapat dilakukan baik pasif maupun aktif,
dengan gerakan yang perlahan-lahan, dilakukan selama beberapa
siklus selama pasien dapat mentoleransi.
Gambar 13. Wand exercise

 Terapi latihan lainnya


Terapi latihan lain yang dimaksud adalah latihan tanpa menggunakan
alat bantu maupun beban. Latihan ini disesuaikan dengan luas gerak
sendi bahu (ROM bahu), berupa gerakan fleksi, ekstensi, internal
rotasi, eksternal rotasi, abduksi, dan adduksi, diawali dengan
gerakan pasif (dibantu pemeriksa atau dirinya sendiri menggunakan
sisi yang sehat), lalu diikuti oleh gerakan aktif, baik pada posisi
berdiri, duduk, maupun tidur.

c. Manipulasi bahu
Manipulasi manual pada bahu yang terkena frozen shoulder harus
dilakukan oleh praktisi yang terampil. Tujuannya adalah untuk
membebaskan adhesi atau perlekatan secara manual, serta untuk
mengembalikan luas gerak sendi. Tetapi, manipulasi ini berisiko merobek
kapsul sendi bahu sehingga dapat menyebabkan gangguan struktur internal
ataupun pendarahan.
Gambar 14. manipulasi bahu

5. Tindakan invasif
 Injeksi steroid intra-articular (seperti triamcinolone acetonide, dan
sebagainya) dapat mengurangi bahkan menghilangkan nyeri dan reaksi
inflamasi lainnya dengan cepat, sehingga dapat digunakan sebagai terapi
awal sebelum menjalankan tatalaksana lainnya. Ijeksi ini berisiko
menyebabkan ruptur dari tendon dan ligamen, sehingga penyuntikan
dilakukan maksimal 2 kali dalam setahun, dianjurkan hanya 1 kali dalam
setahun, dan tidak dianjurkan untuk injeksi ulangan bila tidak berindikasi.

 Manipulation under anesthesia (MUA) dilakukan pada kasus frozen


shoulder dengan gejala persisten yang tidak memberikan perbaikan setelah
terapi konservatif adekuat. Selama prosedur MUA, pasien akan diberikan
general anesthesiaI sehingga tertidur, lalu dokter yang bersangkutan akan
menggerakan sendi bahu pasien secara paksa hingga mengalami
peregangan. Tindakan tersebut akan melepaskan perlekatan kapsul sendi
dan meningkatkan ruang gerak sendi.

 Operatif (shoulder arthroscopy) juga dilakukan pada kasus frozen shoulder


dengan gejala persisten yang tidak memberikan perbaikan setelah terapi
konservatif adekuat. Tindakan ini dilakukan dengan insisi minimal di
daerah bahu yang sakit, lalu melepaskan perlekatan kapsul sendi yang ada.
Tindakan ini sering dikombinasikan dengan manipulasi (didahului
manipulasi) untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Fase pemulihan
post-operasi bervariasi antara 6 minggu hingga 3 bulan. Selama waktu
tersebut, diperlukan terapi latihan luas gerak sendi untuk mencegah
komplikasi operasi.

Gambar 15. Hierarki tatalaksana frozen shoulder

6. Acupuncture
Pada terapi acupuncture, metode yang dipakai untuk frozen shoulder
melibatkan bermacam-macam pendapat tentang pemilihan titik, namun titik
yang dipilih biasanya titik lokal dan titik distal, sesuai dengan stadium
perkembangan penyakit frozen shoulder. Kebanyakan titik lokal yang dipilih
adalah yang terdapat pada atau sekitar sendi bahu yang mengalami kelainan.
Titik-titik yang dapat dipilih antara lain: Jianyu LI-15, Jianjing GB- 21,
Jianliao SJ-14, dan Jianzhen SI-19. Penjaruman titik lokal akan menyebabkan
otot-otot yang spasme mengalami relaksasi. Keadaan tersebut disebabkan
karena perbaikan sirkulasi dan berkurangnya inflamasi yang terjadi.
Titik distal yaitu titik-titik yang jauh dari pusat kelainan, tetapi terhubung
secara refleksi dengan pusat kelainan. Titik-titik distal yang dapat dipilih
antara lain: Waiguan Sj- 5, Hegu LI-4, Quchi LI-11, Yanglingquan GB-34,
Tiaokou ST-38, dan Chengsan BL-57. Pada beberapa penelitian, hanya
dengan menggunakan titik Tiaokou ST-38 ke arah Chengsan BL-57
ipsilateral dapat memberikan hasil yang baik. Pada penelitian lain yang
menggunakan titik Yanglingquan GB-34 ipsilateral, ternyata juga dapat
menangani frozen shoulder. Pada frozen shoulder yang sudah kronis, dapat
digunakan dengan metode INMAS yaitu dengan pengambilan titik-titik
homeostatik bahu [H3 (Jianjing), H8 (Tianzong), H13 (Jianwaishu), H17
(Wuyi)], titik-titik paravertebral (C4-T1), dan titik- titik simptomatik (pada
titik nyeri tekan daerah sendi bahu).
Penanganan frozen shoulder secara umum dengan pemberian obat-obatan
anti- inflamasi (NSAID) terus-menerus akan menimbulkan banyak efek
samping, demikian juga dengan penyuntikan steroid intra-artikular.
Acupuncture sebagai terapi komplementer untuk nyeri ternyata memberikan
hasil yang baik, sehingga dosis obat dapat dikurangi bahkan akhirnya dapat
dihentikan. Terapi kombinasi obat-obatan, fisioterapi dan acupuncture dapat
mempercepat penyembuhan, sehingga kualitas hidup penderita dapat segera
meningkat.

Gambar 16. Titik penjaruman lokal dan distal pada frozen


shoulder

K. Prognosis Frozen Shoulder


Frozen shoulder adalah self limiting disease dalam waktu 6 bulan
hingga 2 tahun. Tetapi, tanpa usaha terencana untuk mengembalikan luas
gerak sendi bahu serta fungsi pasien dalam kehidupan sehari-hari, sosial,
dan pekerjaan melalui tatalaksana koprehensif, efek dari frozen shoulder
dapat menjadi permanen, sembuh tetapi tidak sempurna, atau sembuh
sempurna tetapi kembali mengalami frozen shoulder pada bahu sisi
berlawanan. Berdasarkan data epidemiologi, 41% pasien dengan frozen
shoulder tidak sembuh sempurna, 6-17% mengalami frozen shoulder
kembali pada bahu sisi berlawanan dalam 5 tahun, dan kekambuhan pada
bahu sisi yang sama tidak umum terjadi. Tetapi, dengan penatalaksanaan
komprehensif yang tepat, prognosa pasien dengan frozen shoulder tanpa
komplikasi dalam hal kesembuhan dan pengembalian fungsi adalah baik.
DAFTAR PUSTAKA

Morgan WE, Potthoff S. Managing the Frozen Shoulder. US: Walter Reed National
Military Medical Center; 2016 [diakses pada 9 Maret 2021]. Diunduh dari
http://drmorgan.info/data/documents/frozen-shoulder-
ebook.pdf
Suharto, Suriani, Leksonowati SS. Pengaruh Teknik Hold Relax terhadap Penambahan
Jarak Gerak Abduksi Sendi Bahu pada Frozen Shoulder di Ratulangi Medical Center
Makassar. Makassar, Jurusan Fisioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes: Buletin
Penelitian Kesehatan; 2016 [diakses pada 9 Maret 2021]; 44 (2): 103-108. Diunduh
dari http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/
BPK/article/view/5453
Sianturi GP. Studi Komparatif Injeksi dan Oral Triamcinolone Acetonide pada Sindroma
Frozen Shoulder di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Semarang, Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro; 2003 [diakses pada 9 Maret 2021]. Diunduh dari
http://eprints.undip.ac.id/12305/
AAOS. Frozen Shoulder. US: American Academy of Orthopaedic Surgeons; 2013
[diakses pada 9 Maret 2021]. Diunduh dari
http://orthoinfo.aaos.org/PDFs/A00071.pdf
Netter FH. Atlas of Human Anatomy. Ed. 5. Editor: Hansen JT, Beninger B, Brueckner
JK, Carmichael SW, granger NA, Tubbs RS. US: Saunders; 2011. hal. 407-418.
Wirawan RP, Wahyuni LK, Hamzah Z, et al. Asesmen dan Prosedur Kedokteran Fisik
dan Rehabilitasi. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik
Indonesia (PERDORSI); 2012. hal. 17-18, 29
Wolf BR. Frozen Shoulder. US: The American Orthopaedic Society for Sports Medicine;
2016 [diakses pada 9 Maret 2021]. Diunduh dari
http://www.sportsmed.org/aossmimis/STOP/Downloads/Spor
tsTips/FrozenShoul der.p
Yu Y. Adhesive capsulitis (frozen shoulder): Pathogenesis and Clinical Findings. Canada:
The Calgary Guide to Understanding Disease; 2013 [diakses pada 9 Maret 2021].
Diunduh dari http://calgaryguide.ucalgary.ca/wp-
content/uploads/image.php?img=2015/05/Adhesive-Capsulitis1.jpg
Laswati H, Andriati, Pawana A, Arfianti L.Buku Ajar Ilmu Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi. Ed. 3. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2015. hal.
39-56.
Soebadi RD, Subagyo, Wulan SMM, Putra HL, Andriati, Subadi I, et al. Pedoman
Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Rehabilitasi Medik. Ed. 1. Surabaya: Rumah
Sakit Umum Dokter Soetomo; 2008. hal. 12-14.
Dewi K. Akupunktur sebagai Terapi pada Frozen Shoulder. Bandung, Bagian
Akupunktur/Biologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha: JKM;
2011[diakses pada 9 Maret 2021]; 11 (1): 92-101. Diunduh dari
http://repository.maranatha.edu/3365/1/Akupunktur
%20sebagai%20Terapi%20pa da% 20Frozen%20Shoulder.pdf

Anda mungkin juga menyukai