Anda di halaman 1dari 44

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kasus

1. Definisi Frozen Shoulder

Frozen shoulder atau capsulitis adhesiva adalah suatu kondisi yang

menyebabkan keterbatasan gerak sendi bahu yang sering terjadi tanpa penyebab

yang pasti. Frozen shoulder menyebabkan kapsul yang mengelilingi sendi bahu

menjadi mengkerut dan membentuk jaringan parut (Cluett,2007).

Capsulitis adhesiva adalah suatu kondisi yang sangat nyeri ditandai

dengan keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS) bahu baik gerakan aktif maupun

pasif (Dogru et al, 2008).

Frozen shoulder adalah penyakit kronis dengan gejala khas berupa nyeri

bahu dan pembatasan lingkup gerak sendi bahu yang dapat mengakibatkan

gangguan aktivitas kerja sehari-hari (AAOS, 2000).

2. Anatomi Fungsional Sendi Bahu

a. Osteologi

Tulang yang menyusun shoulder joint adalah humeri, scapula dan

clavicula.

8
9

1) Humeri

Humeri merupakan tulang panjang yang pada ujungnya terdapat

sebuah caput yang membentuk sekitar sepertiga kepala sendi. Di bagian

atas dari humerus terdapat dua tonjolan yaitu tuberculum mayor dan

tuberculum minor. Semakin ke bawah bentuk tulang semakin pipih dan

terdapat epicondilus medialis dan epicondilus lateralis.

2) Scapula

Merupakan tulang yang membentuk bagian belakang dari cavitas

glenoidalisdan bersendi pada caput humeri pada articulatio humeri.

Procesus coracoideus menonjol ke atas dan depan diatas cavitas

glenoidalis dan tempat melekatnya otot dan ligamen.

3) Clavicula

Clavicula merupakan tulang panjang yang terletak horizontal di

daerah panjang yang terletak horizontal di daerah pangkal leher. Tulang ini

bersendi dengan sternum dan kartilago costalis 1 di sebelah medial dan

acromion di sebelah lateral.

b. Arthrologi

Beberapa persendian yang membentuk gelang bahu diantaranya

sendi glenohumeral, acromioclavicular dan sternoclavicular.


10

1) Glenohumeral

Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri yang bulat dan

cavitas glenoidalis scapula yang dangkal. Sendi glenohumeral merupakan

sendi synovial termasuk klasifikasi sendi “ball and socket”

Fossa glenoidalis tertutup cartilagi dan mempunyai lebar

permukaan 1/3 sampai ¼ dari besarnya caput humeri. Kecilnya kontribusi

tulang glenoid terhadap mangkok sendi mengakibatkan kecilnya kontak

antara kedua tulang, sehingga menyebabkan gerakan sendi glenohumerale

menjadi luas. Keadaan ini secara anatomis menyebabkan instabilitas sendi

yang memudahkan sendi mengalami dislokasi maupun subluksasi.

2) Acromioclavicula

Sendi acromioclavicula merupakan sendi synovial dibentuk oleh

fasies articularis acromialis dan fasies articularis clavicularis. Clavicula

berbentuk konvek dan acromion berbentuk konkaf.

3) Sternoclavicula

Sendi sternoclavicula merupakan sendi synovial yang dibentuk

oleh articularis sternalis dengan incisura clavicularis (manubrium sterni).


11

Gambar 2.1

Sendi bahu tampak depan (Putz, R & R. Pabst, 2002)


12
Keterangan gambar 2.1

1. Lig. Acromioclaviculare 12. Crista tuberculi minoris

2. Clavicula 13. Sulcus intertubercularis

3. Lig. trapezoideum 14. Crista tuberculi majoris

4. Bursa synoviale 15. M. Biceps brachii, caput longum

5. Lig. Conoideum 16. Collum chirurgicum

6. Lig. Transversum scapula 17. Vagina tendinis intertubercularis

superius 18. M. Subscapularis, tendo

7. Incisura scapulae 19. Tuberculum majus

8. Bursa subtendinea musculi 20. Lig. Coracohumerale

subscapularis 21. Proc. Coracoideus

9. Capsula articularis 22. M. Supraspinatus

10. Tuberculum infraglenoidale 23. Lig. Coracoacromiale

11. Recessus aillaris 24. Acromion


12

Gambar 2.2

Sendi bahu setelah acromion diangkat tampak belakang (Putz, R & R. Pabst,

2002)
Keterangan gambar 2.2

1. Lig. Coracohumerale

2. Proc. Coracoideus

3. Lig. Transversum scapulae superius

4. Spina scapulae

5. Capsula articularis

6. Tuberculum majus
13

Gambar 2.3

Sendi bahu sayatan pada bidang skapular tampak depan (Putz, R & R. Pabst,

2002)
Keterangan gambar 2.3

1. Acromion

2. Facies articularis clavicularis

3. M. Supraspinatus

4. Lig. Coracohumerale

5. M. Biceps brachii, caput longum, tendo

6. Labrum glenoidale

7. Cavitas glenoidalis

8. Caput humeri

9. Scapula

10. M. Biceps brachii, caput longum, tendo

11. Vagina tendinis intertubercularis

12. Alur epifisis yang telah mengalami penulangan

13. Bursa subacromialis

14. Recessus axillaris

15. Humerus
14

Gambar 2.4

Sendi bahu setelah kapsul sendi pada Labrum glenoidale dilepas dan caput humeri

diangkat tampak lateral (Putz, R & R. Pabst, 2002)


14
Keterangan gambar 2.4

1. Clavicula

2. Lig. Trapezoideum

3. Lig. Conoideum

4. Proc. Coracoideus

5. Lig. Coracoacromiale

6. Labrum glenoidale

7. M. Triceps brachii, caput longum

8. Cavitas glenoidalis

9. M. Biceps brachii, caput longum, tendo

10. Acromion

11. Lig. acromioclaviculare


15

c. Kapsul Sendi

Kapsul sendi terdiri dari dua lapis yaitu kapsul synovial dan kapsul fibrosa

(1) kapsul sinovial yang memiliki karakteristik jaringan kolagen yang sendi

menghasilkan cairan sinovial sendi dan sebagai transformator makanan ke tulang

rawan sendi (Suharto, 1999), (2) kapsul fibrosa karakteristiknya berupa jaringan

fibrous keras dan memiliki saraf reseptor dan pembuluh darah. Fungsi dari kapsul

fibrous untuk memelihara posisi dan stabilitas sendi, juga untuk memelihara

regenerasi kapsul (Suharto, 1999).

d. Miologi

Otot-otot yang berperan sebagai stabilitas aktif pada sendi bahu, diantaranya

(1) m. deltoideus anterior, m. corachobrachialis sebagai penggerak flexi bahu, (2)

m. deltoideus posterior, m. latisimus dorsi dan m. teres mayor sebagai penggerak

pada extensi bahu, (3) m. subscapularis, m. teres mayor, m. latisimus dorsi dan m.

pectoralis mayor sebagai penggerak endorotasi pada bahu, (4) m. teres minor dan

m. infraspinatus sebagai penggerak eksorotasi pada bahu, (5) m. deltoideus

medialis dan m. supraspinatus sebagai penggerak abduksi pada bahu, (6) m.

pectoralis mayor sebagai penggerak adduksi pada bahu.


16

Gambar 2.5

Bahu dan otot-otot bahu tampak belakanng (Putz, R & R. Pabst, 2005)
Keterangan gambar 2.5

1. M. Omohyoideus, venter 12. Seratus anterior

inferior 13. M. Latissimus dorsi

2. Acromion 14. Angulus inferior

3. Bursa subdeltoidea 15. M. Teres major

4. M. Deltoideus 16. Lekuk ketiak medial, spatium

5. M. Deltoideus aillare mediale

6. Collum chirurgicum 17. M. Teres minor

7. Capsula articularis 18. M. Infraspinatus

8. Lekuk ketiak lateral, spatium 19. M. Rhomboideus major

axillare laterale 20. Spina scapulae

9. M. Triceps brachii, caput 21. M. Trapezius

longum 22. M. Supraspinatus

10. Fascia brachii 23. M. Rhomboideus minor

11. M. Triceps brachii, caput 24. Angulus superior

laterale 25. M. Levator scapulae


17

Gambar 2.6

Bahu dan otot-otot bahu tampak depan (Putz, R & R. Pabst, 2005)
18
Keterangan gambar 2.6

1. Lig. Coracoclaviculare, Lig. 20. M. Triceps brachii caput

Conoideum laterale

2. Clavicula 21. M. Biceps brachii caput breve

3. M. Trapezius 22. M. Coracobrachialis

4. M. Subclavius 23. M. Biceps brachii caput

5. Lig. Transversum scapulae longum

superius 24. M. Latissimus dorsi

6. M. Omohyoideus, venter inferior 25. M. Pectoralis minor

7. M. Levator scapulae 26. M. Pectoralis major

8. M. Serratus anterior 27. Vagina tendinis

9. M. Rhomboideus minor interrubercularis

10. M. Supraspinatus 28. M. Deltoideus

11. M. Subscapularis 29. M. Biceps brachii caput breve

12. M. Rhomboideus major 30. M. Coracobrachialis

13. Margo medialis scapulae 31. Proc. Coracoideus

14. M. Teres major 32. Lig. Coracoclaviculare, lig.

15. M. Serratus anterior Trapezoideum

16. Spatium axillare mediale 33. Bursa subacromialis

17. Capsula articularis 34. Lig. Coracoacromiale

18. Spatium axillare laterale 35. Acromion

19. M. Triceps brachii caput longum 36. Capsula articularis

37. M. deltoideus
18

3. Etiologi

Etiologi dari frozen shoulder masih belum diketahui dengan pasti. Adapun

faktor predisposisinya antara lain periode immobilisasi yang lama, akibat trauma,

overuse, injuri atau operasi pada sendi, hyperthyroidisme, penyakit

kardiovaskuler, clinical depression dan Parkinson (AAOS, 2000).

Frozen shoulder dapat disebabkan trauma, imobilisasi lama, imunologi

serta hubungannya dengan penyakit lainnya misal hemiparese, ischemic heart

disease, TB paru, bronchritis kronis dan diabetes mellitus dan diduga penyakit ini

merupakan respon autoimun terhadap rusaknya jaringan lokal (Appley, 1993).

4. Patologi

Immobilisasi yang lama pada lengan karena nyeri merupakan awal

terjadinya frozen shoulder. Patologi yang terjadi pada kapsul artikularis

glenohumeral yaitu perubahan pada kapsul sendi bagian anterior superior

mengalami synovitis, kontraktur ligamen coracohumeral dan penebalan pada

ligamen superior glenohumeral, pada kapsul sendi bagian anterior inferior

mengalami penebalan pada ligamen inferior glenohumeral dan perlengketan pada

ressesus axilaris, sedangkan pada kapsul sendi bagian posterior terjadi kontraktur,

sehingga khas pada kasus ini rotasi internal paling bebas, abduksi terbatas dan

rotasi eksternal paling terbatas atau biasa disebut pola kapsuler.

Perubahan patologi tersebut merupakan respon terhadap rusaknya

jaringan lokal berupa inflamasi pada membran synovial. Dan kapsul sendi

glenohumeral yang membuat formasi adhesive, sehingga menyebabkan


19

perlengketan pada kapsul sendi dan terjadi peningkatan viskositas cairan

sinovial sendi glenohumeral dengan kapasitas volume hanya sebesar 5-

10ml, yang pada sendi normal bisa mencapai 20-30 ml dan selanjutnya

kapsul sendi glenohumeral menjadi mengkerut. Pada pemeriksaan gerak

pasif ditemukan keterbatasan gerak pola kapsular dan firm end feel dan

inilah yang disebut Frozen Shoulder.


20

Gambar 2.7

Capsulitis adhesiva bahu tampak depan (AAOS, 2010)


21
Keterangan gambar 2.7

1. Scapula

2. Adhesive capsulitis

3. Humerus

4. Acromion

5. Clavicula
21

Normal Shoulder Joint Frozen Shoulder

Gambar 2.8

Sendi bahu normal dan sendi bahu pada frozen shoulder.


22

Gambar 2.9

Pemendekan dari kapsul sendi bahu pada capsulitis adhesiva (AAOS, 2010).
23

Pada vaskular terjadi penurunan sirkulasi atau mikrosirkulasi yang dapat

menyebabkan kadar matriks menurun, sehingga jaringan ikat cenderung

meningkatkan viskositas dan menjadi kental atau padat. Sehingga pada frozen

shoulder aktualitas rendah pada pemeriksaan di temukan adanya keterbatasan dan

akhirnya dirasakan adanya nyeri.

Pada muskular akan terjadi penurunan kekuatan otot sekitar bahu sebagai

akibat dari disuse/immobilisasi yang lama karena pasien akan berusaha untuk

mencegah dan mengurangi gerak yang dapat menimbulkan nyeri yang kemudian

terjadi spasme yang menyebabkan iskhemik dan seterusnya yang dikenal dengan

“viscous circle of reflexes”.Keadaan iskemik ini menyebabkan terjadinya sirkulasi

menurun, sehingga nutrisi dan oksigen serta penumpukan sisa metabolisme

menghasilkan proses inflamasi.

Pada nervorum, keadaan ini akan merangsang ujung-ujung saraf tepi

nosiseptif tipe C untuk melepaskan suatu neuropeptida yaitu substansi P. Karena

adanya pelepasan substansi P akan membebaskan prostaglendin dan diikuti juga

dengan pembebasan bradikinin, potassium ion, serotonin, yang merupakan noxius

atau chemical stimuli sehingga dapat menimbulkan nyeri.

Capsulitis adhesiva merupakan kelanjutan dari lesi rotator cuff, karena

terjadi peradangan atau degenerasi yang meluas ke sekitar dan ke dalam kapsul

sendi dan mengakibatkan terjadinya reaksi fibrous. Adanya reaksi fibrous dapat

diperburuk akibat terlalu lama membiarkan lengan dalam posisi impingement

yang terlalu lama (Appley, 1993).


24

Menurut Mc. Kiery (2004) Frozen shoulder mengalami tiga fase

perubahan patologi yaitu:

a. Periode pain (freezing) : antara 6 minggu-8 bulan, pada fase ini nyeri

memburuk terutama di malam hari.

b. Periode frozen atau kaku : berlangsung 6 minggu-1 tahun, pada fase ini

nyeri berkurang tetapi LGS menurun.

c. Periode recovery : terjadi 6 bulan-2 tahun, pada fase ini terjadi peningkatan

LGS apabila dibantu dengan latihan.

5. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang sering timbul pada penderita frozen shoulder akibat

capsulitis adhesiva adalah sebagai berikut :

a. Nyeri

Pasien berumur 40-60 tahun, dapat memiliki riwayat trauma, sering kali

ringan, diikuti sakit pada bahu dan lengan. Nyeri berangsur-angsur bertambah

berat dan pasien sering tidak bisa tidur pada sisi yang terkena, setelah beberapa

bulan nyeri mulai berkurang, tetapi sementara itu kekakuan semakin menjadi,

berlanjut terus selama 6-12 bulan setelah nyeri menghilang. Secara berangsur-

angsur pasien dapat bergerak kembali, tetapi tidak lagi normal (Appley, 1995).

Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus. Bila terjadi pada malam hari

sering sampai menggangu tidur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya

kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita


25

akan melakukan gerakan kompensasi dengan mengangkat bahu saat gerakan

mengangkat lengan yang sakit yaitu saat fleksi abduksi sendi bahu diatas 90 0atau

disebut dengan shrugging mechanism juga dapat dijumpai adanya atrofi otot

gelang, bahu (dalam berbagai tingkatan). Sedangkan pemeriksaan neurologik

biasanya dalam batas normal (Kuntono, 2004). Suatu arthritis pada bahu

(capsulitis adhesiva) meskipun menimbulkan rasa nyeri, biasanya tidak diiringi

oleh kelainan di dalam foto rontgen (Wolf, 1990).

Nyeri juga dapat dipengaruhi oleh spasme otot, rasa nyeri ini mungkin

disebabkan secara langsung oleh spasme otot karena terangsangnya reseptor nyeri

yang bersifat mekanosensitif. Mungkin juga rasa nyeri ini disebabkan oleh

penekanan pembuluh darah dan menyebabkan iskemia. Spasme ini juga akan

mempercepat metabolisme jaringan sehingga akan memperberat keadaan iskemia

dan ini merupakan kondisi yang tepat untuk melepaskan bahan kimiawi pemicu

timbulnya rasa nyeri (Guyton and Hall, 1997).

Klasifikasi nyeri dilihat dari sumbernya :

1) Nyeri neuromuskuluskeletal non-neurogenik

Nyeri yang dirasakan pada anggota gerak dapat dinamakan nyeri

neuromuskuloskeletal. Sebagian dari nyeri itu adalah nyeri yang timbul akibat

proses patologik di jaringan yang disertai dengan serabut nyeri. Di dalamnya

terdapat proses patologik, seperti peradangan bakterial, imunologik, non-infeksi,

atau perdarahan dan adanya proses keganasan. Apabila proses tidak dapat dilihat

maka dapat diungkapkan adanya nyeri tekan, nyeri tekan dapat terjadi dengan

penekanan pada daerah sakit (Ngoerah, 1991).


26

2) Nyeri musculoskeletal neurogenik

Jenis nyeri musculoskeletal lainnya ialah nyeri akibat iritasi langsung

terhadap serabut sensorik perifer. Nyeri itu dikenal sebagai nyeri neurogenik,

yang memiliki dua ciri khas (1) Nyeri menjalar sepanjang kawasan distal saraf

yang bersangkutan, 2) Penjalaran nyeri itu berpangkal pada bagian saraf yang

mengalami iritasi (Wibowo 2003).

3) Nyeri radikular

Radiks posterior dan anterior bergabung menjadi satu berkas di foramen

intervertebral. Berkas itu dinamakan saraf spinal. Baik iritasi pada serabut-

serabut sensorik di bagian posterior maupun di bagian saraf spinal itu

membangkitkan nyeri radikular. Segala sesuatu yang merangsang serabut sensorik

di tingkat radiks dan foramen intervertebral dapat menimbulkan nyeri radikular,

yaitu nyeri yang terasa pada pangkal tingkat tulang belakang dan menjalar di

sepanjang kawasan dermatom radiks posterior yang bersangkutan (Lubis 2003).

b. Keterbatasan lingkup gerak sendi

Frozen shoulder karena capsulitis adhesiva ditandai dengan adanya

keterbatasan lingkup gerak sendi glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif

maupun pasif. Sifat nyeri dan keterbatasan gerak sendi bahu dapat menunjukkan

pola yang spesifik, yaitu pola kapsuler. Pola kapsuler sendi bahu yaitu gerak

eksorotasi paling nyeri dan terbatas kemudian diikuti gerak abduksi dan
27

endorotasi, atau dengan kata lain gerak eksorotasi lebih nyeri dan terbatas

dibandingkan dengan gerak endorotasi (Kuntono, 2004).

c. Penurunan kekuatan otot dan atrofi otot

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kesukaran penderita dalam

mengangkat lengannya (abduksi) karena adanya penurunan kekuatan otot,

sehingga penderita akan melakukan gerakan kompensasi dengan shrugging

mechanism. Juga dapat dijumpai adanya atrofi otot gelang bahu (dalam berbagai

tingkatan) (Kuntono, 2004). Biasanya tidak ada yang terlihat pada saat dilakukan

inspeksi hanya ditemukan sedikit pengecilan otot (Appley, 1995).

d. Gangguan aktifitas fungsional

Dengan adanya beberapa tanda dan gejala yang ditemukan pada penderita

frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva seperti adanya nyeri, keterbatasan LGS,

penurunan kekuatan otot dan atrofi maka secara langsung akan mempengaruhi

(mengganggu) aktifitas fungsional yang dijalaninya.

6. Komplikasi

Pada kondisi frozen shoulder yang tidak mendapatkan penanganan

fisioterapi yanga dekuat akan menimbulkan permasalahan yang cukup

mengganggu yakni (1) keterbatasan lingkup gerak sendi bahu semakin bertambah

berat akibat nyeri yang timbul dan jaringan fibrous ke arah kekakuan pola

kapsuler, yakni eksorotasi lebih terbatas daripada abduksi dan abduksi lebih
28

terabatas dari endorotasi, (2) spasme otot-otot bahu yang berlebih akibat adanya

nyeri, (3) terjadinya atrofi otot-otot penggerak sendi bahu, (4) terjadinya

gangguan fungsi dari lengan sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari misanya

mengancingkan bra atau baju yang letaknya di punggung (pada wanita),

mengambil benda yang letaknya tinggi, mandi, mengambil dompet, (5) rusaknya

struktur jaringan sendi bahu karena jarang digunakan.

7. Prognosis

Sekitar 60-90% frozen shoulder dapat kembali normal lingkup gerak

sendinya. Pada usia lanjut LGS bahu tidak dapat kembali sempurna, tetapi hal ini

normal melihat usianya. Adanya penyakit penyerta seperti diabetes mellitus dapat

menghambat proses penyembuhan.

8. Diagnosis Banding

a. Ruptur rotator cuff

Otot rotator cuff dapat robek akibat kecelakaan, penderita langsung

merasakan nyeri di daerah persendian bahu dan atasnya. Hal ini umum terjadi

pada anak atau orang dewasa muda. Tetapi pada orang jompo, mereka tidak

merasakan nyeri, melainkan datang dengan keluhan bahwa lengannya lemas tidak

bisa berabduksi. Otot-otot rotator cuff dapat robek akibat kecelakaan. Penderita

akan merasakan nyeri pada daerah persendian bahu bagian atas. Keluhannya

adalah kesulitan melakukan abduksi lengan. Pada pemeriksaan fisik umumnya

penderita dapat melakukan gerakan abduksi hingga 900, namun bila diminta
29

meneruskan abduksi tersebut (elevasi), tidak akan dapat bahkan mungkin lengan

akan jatuh. Gerakan pasif biasanya tidak menimbulkan rasa nyeri juga tidak ada

gangguan. Tes lengan jatuh atau mosley test akan menunjukkan positif (Kuntono,

2004).

Pada orang tua, ruptur dapat terjadi karena trauma yang ringan saja,

disebabkan oleh adanya degenerasi pada rotator cuff. Pada pemeriksaan fisik

penderita dapat melakukan abduksi sampai 900, namun bila meneruskan abduksi

tersebut tidak dapat dan lengan jatuh atau dengan dilakukan tes lengan jatuh (drop

arm test). Gerakan pasif tidak terdapat nyeri atau pembatasan lingkup gerakan

(Kuntono, 2004).

b. Tendinitis supraspinatus

Tendo supraspinatus merupakan tendon yang paling sering terkena lesi,

terutama pada insertionya pada humerus.

Penyebab yang jelas dari tendinitis supraspinatus tidak diketahui. Tetapi

penggunaan yang berlebihan, akibat terjadi gesekan atau penekanan yang

berulang-ulang. Oleh tendo musculus biceps brachii saat melakukan extensi

lengan ke depan. Faktor vaskularisasi yang relatif jelek merupakan faktor penting

yang memungkinkan kondisi ini terjadi. Keluhan nyeri timbul bila lengan

diabduksikan 60-70 derajat keterbatasan gerak sendi bahu terutama abduksi dan

eksorotasi, nyeri tekan pada sekitar tendon otot supraspinatus, tes Appley stratch

dan tes Mosley positif (Kuntono, 2004).


30

c. Tendinitis bicipitalis

Tendinitis bicipitalis biasnaya merupakan reaksi terhadap adanya trauma

akibat jatuh atau dipukul pada bahu dengan lengan dalam posisi adduksi serta

lengan bawah dalam posisi supinasi atau dapat juga terjadi pada orang-orang yang

bekerja keras pada posisi di atas secara berulang kali. Pemeriksaan fisik pada

penderita tendinitis bicipitalis didapatkan adanya: adduksi sendi bahu terbatas,

nyeri tekan pada tendo otot biceps, tes Yergason disamping timbul nyeri juga

didapati penonjolan disamping medial tuberkulum minus humeri, berarti tendo

otot biceps tergelincir dan berada diluar sulkus bicipitalis sehingga terjadi

penipisan tuberkulum (Kuntono, 2004).

d. Bursitis subacromialis

Bursitis subacromialis merupakan peradangan dari bursa subacromialis,

keluhan pertamanya adalah tidak dapat mengangkat lengan ke samping (abduksi

aktif), tetapi sebelumnya sudah merasakan pegal-pegal di bahu. Lokasi nyeri yang

dirasakan adalah pada lengan atas atau tepatnya pada insertio otot deltoideus di

tuberositas deltoidea humeri. Nyeri ini merupakan nyeri rujukan dari bursitis

subacromialis yang khas, ini dibuktikan dengan tidak adanya nyeri tekan pada

tuberkulum humeri. Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya painfull arc


31

subacromialis 700-1200, tes fleksi siku melawan tahanan pada posisi fleksi 900

menjadikan rasa nyeri (Kuntono, 2004).

B. Problematik Fisioterapi

Berdasarkan Internatonal Statictical Classification of Diseases and Related

Health Problems (ICD-10 kode M75. 0), frozen shoulder muncul problematik

yaitu pada tingkat impairment, functional limitation dan participation restriction.

1. Impairment

Pada kasus frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva permasalahan yang

muncul antara lain rasa nyeri, ini disebabkan karena peradangan yang terjadi pada

kapsul sendi. Perlengketan pada kapsul sendi mengakibatkan keterbatasan LGS

bahu pasien, selain itu rasa nyeri yang dirasakan pasien menyebabkan pasien apatis

untuk menggerakkan bahunya, hal ini akan memperburuk keterbatasan yang

terjadi.

2. Functional Limitation

Frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva mengakibatkan berbagai

masalah. Keterbatasan pasien dalam melakukan aktifitas fungsional yang

menggunakan bahunya, diantaranya pasien mengeluh kesulitan menyisir rambut,

kesulitan memakai bra(pada wanita), menulis di papan tulis, tidak mampu


32

menggosok punggung saat mandi, kesulitan mengambil dompet di saku belakang

dan berbagai gerakan lain yang menggunakan sendi bahu.

3. Participation restriction

Pada umumnya penderita frozen shoulder akan mengalami hambatan

subyektif untuk melakukan aktifitas sosial di masyarakat. Hal ini menyebabkan

penderita merasa tidak mampu dan kurang percaya diri dalam bergaul di

masyarakat, tapi pada umumnya kasus frozen shoulder jarang menimbulkan

disability atau kecacatan.

C. Teknologi Intervensi Fisioterapi

1. MWD (Micro Wave Diathermy)

MWD merupakan salah satu pemanfaatan teknologi elektromagnetik yang

menghasilkan panas yang digunakan sebagai terapi panas dalam bidang

kesehatan. MWD dapat mencapai jaringan tubuh bagian dalam dengan

menghasilkan temperatur 41,5- 45 C. Frekuensi MWD yang sering digunakan

untuk rehabilitasi yaitu 2450 MHz, 915 MHz, 434 MHz dan 27,12 MHz karena

pada frekuensi tersebut akan didapatkan hasil yang optimal untuk kasus cedera

muskuloskeletal pada kondisi akut maupun kronis. Perbedaan pada keempat


33

frekuensi tersebut yaitu dalam hal penetrasi ke dalam jaringan tubuh (Giombini et

al, 2007).

MWD merupakan pemanfaatan stressor fisis yang berupa energi

elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak-balik frekuensi tinggi. Frekuensi

yang digunakan dalam MWD ini tidak akan merangsang saraf sensorik maupun

motorik. Frekuensi pada MWD 2450 MHz dengan panjang gelombang 12,25 cm

(Sujatno dkk, 2002). MWD memiliki frekuensi lebih tinggi dan panjang

gelombang yang lebih pendek daripada short wave diathermy (SWD). Sementara

itu ada pendapat tentang frekuensi MWD antara 300 MHz sampai 300 GHz dan

panjang gelombang MWD antara 1 cm sampai 1 m (Singh, 2005).

Prinsip produksi gelombang mikro pada MWD sedikit berbeda dengan

arus bolak-balik frekuensi tinggi yang lain. Pada MWD diperlukan energi panas

yang lebih tinggi sehingga diperlukan tabung (valve) yang disebut magnetron.

Magnetron memerlukan waktu untuk pemanasan sehingga produksi panas dari

MWD tidak langsung keluar saat mesin dinyalakan. Hal tersebut dapat disiasati

dengan tetap menghidupkan mesin MWD namun diposisikan dalam dosis nol

(stand by switch) diantara terapi satu dengan terapi berikutnya. Arus dari mesin

akan dialirkan ke elektrode melalui co-axial cable yang merupakan serangkaian

kawat yang dikelilingi logam dan terbungkus isolator. Co-axial cable ini berjalan

sejajar dari mesin ke pemancar gelombang mikro yang disebut emitter. Emitter ini

akan mengarahkan gelombang ke jaringan tubuh. Pemasangan emitter dalam

aplikasi MWD diberi jarak berupa udara antara emitter dengan jaringan tubuh

yang dituju. Klasifikasi distribusi energi elektromagnetik gelombang mikro dapat


34

dibedakan berdasarkan bentuk emitter yaitu pada emitter bulat medan

elektromagnetik berbentuk sirkuler dan mengumpul di tepi-tepi. Sedangkan pada

emitter segi empat medan eektromagnetik berbentuk oval dan mengumpul di

bagian tengah (Sujatno dkk, 2002).

Energi elektromagnetik pada MWD yang direfleksikan dan dibiaskan akan

diserap oleh jaringan. Jumlah energi elektromagnetik yang diserap tergantung

komposisi jaringan yang dituju. Energi elektromagnetik paling banyak diserap

oleh jaringan yang mengandung banyak cairan misalnya otot. Efek fisiologis yang

terjadi yaitu saat energi elektromagnetik dari MWD diserap oleh jaringan, akan

terjadi pergerakan ion, perputaran dipol-dipol dan distorsi orbit dari elektron yang

memicu munculnya efek panas. Efek panas yang dirasakan yaitu lokal pada

jaringan yang diterapi dan bisa tetap terasa sampai kurang lebih 20 menit setelah

terapi selesai. Hal ini menyebabkan meningkatnya metabolisme dalam jaringan.

Sedangkan efek terapeutik yang dimilliki oleh MWD yaitu terjadinya peningkatan

temperatur pada ligamen dan otot-otot di area kaki sehingga ligamen dan otot-otot

yang spasme akan megalami rileksasi. Hal ini akan meningkatkan aliran darah

lokal dan terjadi pengangkutan substansi P dan zat iritan lainnya sehingga nyeri

berkurang (Low et al, 2000).

Indikasi diberikan MWD salah satunya adalah kondisi frozen shoulder

akibat capsulitis adhesiva dengan nyeri di daerah bahu. Sedangkan indikasi

pemberian MWD lainnya antara lain adalah kelainan-kelainan pada tulang, sendi

dan otot misalnya rheumatoid arthritis dan kasus-kasus post trauma serta kelinan

saraf perifer misalnya neuropati dan neuralgia. Sedangkan kontra indikasi MWD
35

pada umumnya antara lain adanya logam di area yang akan diterapi, alat

elektronik medis misalnya alat bantu pendengaran maupun pace maker, gangguan

sirkulasi misalnya thrombosis maupun gangguan vaskuler lainnya, pemasangan di

area perut pada pasien yang sedang menstruasi, pemasangan pada perut maupun

pelvic pada pasien yang sedang hamil, tumor, pasien pasca x-ray atau cobalt

therapy, pasien anak-anak, pasien dengan epilepsi dan pasien dengan retardasi

mental (Singh, 2005).

2. Kinesiotapping

a. Pengertian kinesiotaping

Kinesiotaping berbentuk plester terbuat dari bahan khusus yang sangat

elastis seperti katun dan acrylic adhesive. Kinesiotaping berasal dalam ilmu

kinesiologi, didasarkan pada keyakinan bahwa otot tubuh bertanggungjawab

untuk gerakan dan dalam tubuh serta berada dalam kendali dari unsur lain, seperti

sirkulasi darah dan suhu tubuh. Sebagian hasil ini, ketika otot-otot mengalami

kelemahan maka akan terjadi keterbatasan fungsi dari otot tersebut.

Kinesiotaping merupakan dasar terapi dengan menggunakan pendekatan proses

penyembuhansecara alami dengan bantuan pemberian elastis taping yang

dikembangkan oleh Kenzo Kase dengan istilah Kinesiotaping (MacDonald,

2004).

b. Fungsi Kinesiotaping
36

Secara garis besar ada 3 fungsi utama dari kinesiotaping yang bermanfaat

pada kondisi frozen shoulder yaitu:

1) Normalisasi fungsi otot

Kinesiotaping efektif dalam memfasilitasi otot pada kondisi yang kemah,

efektif mengurangi kerja otot (relaksasi otot yang overcontraction dan overused

otot), meningkatkan LGS, membantu proses recovery cidera pada jaringan dan

mengurangi nyeri.

2) Removes congestion aliran cairan tubuh

Kinesiotaping meningkatkan sirkulasi darah dan limfe dengan cara

meningkatkan jarak antara otot sehingga memperlancar pembuangan sisa

pembakaran di jaringan, menurunkan peradangan dan secara tidak langsung akan

berdampak pada berkurangnya nyeri di kulit dan otot.

3) Mengaktifkan endogenous analgesic system

Kinesiotaping memungkinkan aktivasi spinal inhibitory system dan

descending inhibitory system. Pola gelombang tape perekat memiliki efek

mengangkat kulit sehingga membebaskan daerah subcutan untuk mengurangi

pembengkakan dan inflamasi dengan meningkatkan sirkulasi dan mengurangi

sakit dengan mengambil tekanan reseptor rasa sakit (mengurangi iritasi

nociceptor) sehingga aliran darah kaya oksigen meningkat, terjadi regenerasi area

yang diterapi, perlengketan berkurang, terjadi peningkatan flexibilitas colagen


37

yang secara mekanis menyebabkan gerakan menjadi lebih leluasa (Schmenk et al,

2014).

c. Indikasi dan kontraindikasi kinesiotaping

Indikasi diberikannya kinesiotaping jika terdapat nyeri, keterbatasan LGS,

cidera pada jaringan dan sendi, gangguan aliran limfe dan untuk koreksi postural.

Kontraindikasi pemberian kinesiotaping adalah kulit yang sensitif, kanker, area

yang baru disuntik, penyakit infeksi yang beresiko menyebar, luka terbuka yang

masih akut (Schmenk et al, 2014).

d. Aplikasi Kinesiotaping

Sebelum penggunaan kinesiotaping kulit harus bebas dari minyak dan

lotion. Ada beberapa pasien rambut di kulit akan membatasi perlengketan pada

kinesiotaping sehingga rambut di kulit harus dibersihkan dan kulit dibersihkan

menggunakan alkohol (Kase, 1997).

Ukur panjang kinesiotaping lebih panjang 2 inchi dibanding panjang origo dan

insersio otot. Kemudian tempatkan dekat dengan posisi yang memungkinkan pada

posisi anatomi.

Ada 2 dasar aplikasi kinesiotaping untuk penanganan otot. Untuk kondisi akut

dan penggunaan otot yang berlebihan, kinesiotaping diaplikasikan dari insersio ke

origo untuk menginhibisi fungsi otot dengan penguluran 15-25%. Ketika kronis

pada saat memfasilitasi kerja otot, kinesiotaping diaplikasikan dari origo ke


38

insersio otot dengan penguluran 15-50% (Kase, 1997). Ada beberapa teknik

aplikasi dari kinesiotaping dan tiap aplikasi memiliki efek masing-masing.

e. Cara melepas kinesiotaping

Sebaiknya kinesiotaping dilepas dari atas ke bawah. Kinesiotaping dibantu

dengan minyak atau alkohol akan membantu dalam melepas kinesiotaping (Kase,

1997).

3. Terapi Latihan

Terapi latihan merupakan salah satu modalitas inti dari fisioterapi yang

digunakan untuk memperbaiki dan mengembangkan kemampuan muskuloskeletal

atau sistem kardiopulmonary menjadi lebih baik (Kisner, 1996).

Terapi latihan merupakan salah satu pengobatan dalam fisioterapi yang

dalam pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh baik secara pasif

maupun aktif. Atau dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mempercepat

penyembuhan dari suatu cidera atau penyakit tertentu. Prinsip dasar dalam

melakukan terapi latihan adalah dengan dilakukan dengan teknik yang benar,

teratur, berulang-ulang dan berkesinambungan. Tujuan pemberian terapi latihan

adalah untuk mengulur jaringan lunak sekitar sendi dan mengurangi nyeri sehingga

dapat meningkatkan kemampuan fungsional (Priatna, 1985).

a. Active exercise
39

Latihan yang diberikan berupa free active exercise. Latihan aktif dapat

dilakukan ketika pasien dapat mengkontaksikan ototnya secara aktif dan dapat

berpindah segmen tanpa bantuan. Tujuan dari latihan ini adalah untuk menjaga

elastisitas fisiologis dan kontaktilitas otot, penurunan atau penghambat nyeri,

memberikan stimulus bagi tulang dan integritas jaringan sendi, meningkatkan

sirkulasi, menjaga elastisitas mekanik otot, menambah lingkup gerak sendi,

memelihara kekuatan otot, mencegah kontraktur otot dan mengembangkan

koordinasi dan keterampilan motorik untuk fungsional kegiatan. Gerakan ini

dilakukan oleh kekuatan otot penderita sendiri (Kisner, 2007). Dimana pasien

bergerak sendiri tanpa bantuan terapis.

b. Codman Pendulum Exercise

Latihan ini merupakan teknik mobilisasi yang menggunakan gaya gravitasi

dengan menggerakan humerus dan fossa glenoidalis. Latihan ini dapat membantu

mengurangi nyeri dengan traksi ringan dan gerak isolasi dan memberikan gerak

awal dari struktur sendi dan cairan synovial. Ketika pasien menahan stretching,

beban bertambah pada tangan atau pergelangan tangan untuk menyebabkan

pengalihan pada kekuatan sendi. Untuk melakukan tarikan pada sendi glenohumeral

dengan menstabilkan scapula terhadap thorax secara manual (Kisner, 1996).

Anda mungkin juga menyukai