Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum cita-cita bangsa

Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional Indonesia.Tujuan nasional

tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa

dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaaan

perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut

diselenggarakan upaya pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan

suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk di

antaranya pembangunan kesehatan (Depkes RI,2009).

Dalam sembilan agenda pembangunan nasional (Nawacita), pembangunan

kesehatan itu sendiri termasuk kedalam poin nawacita 5 yang berbunyi

‘meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia’ dengan salah satu programnya

yaitu kartu Indonesia sehat yang lebih dikenal dengan JKN. Sedangkan dalam

RPJMN III 2015-2019 arah pembangunan kesehatan dari kuratif bergerak ke arah

promotif dan preventif dengan visi masyarakat sehat yang mandiri dan

berkeadilan (Widodo, 2014).

Salah satu tenaga kesehatan yang dapat menyelenggarakan program

pembangunan kesehatan adalah fisioterapi, sebab fisioterapi adalah suatu

pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk individu dan ataunkelompok dalam

upaya pengembangan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi sepanjang

1
2

daur kehidupan dengan menggunakan modalitas fisik, agen fisik dan mekanis,

gerak dan komunikasi (Depkes RI,2013).

A. Latar Belakang Masalah

Low Back Pain (LBP) merupakan keluhan yang sering dijumpai.

Diperkirakan hampir semua orang pernah mengalami LBP dalam hidupnya. LBP

adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah dan dapat bersifat lokal

(inflamasi), maupun nyeri redikuler atau keduaya (Meliala et al, 2002).

Berdasarkan penelitian community oriented program or controle of

rhematic diseas (Copcord Indonesia) menunjukkan prevalensi LBP 18,2% pada

laki-laki dan 13,6% pada wanita (Wirawan,2004).. Namun demikian keluhan LBP

jarang dijumpai pada kelompok umur 0-10 tahun, hal ini berhubungan dengan

beberapa faktor etiologi tertentu yang sering dijumpai pada yang lebih tua.

Hampir 70 - 80% penduduk pernah mengalami LBP. Setiap tahun 14-45%

orang dewasa menderita LBP, dan satu di antara 20 penderita harus di rawat

dirumah sakit karena serangan akut. LBP sangat umum pada usia 35 - 55 tahun

(Mahadewa, 2009).

Biasanya pasien mengeluh nyeri yang mendadak pada aktivitas berat, atau

karena melakukan aktivitas dalam jangka waktu yang lama. Menurut Lelo (2014)

pasien mengalami LBP tidak jarang juga mengeluhkan adanya spasme otot

punggung bawah serta gangguan fungsional yang berhubungan dengan langsung

dengan gerakan pada punggung bawah.


3

Peran Fisioterapi dalam kasus LBP berperan dalam menerapkan teknologi

dan modalitas Fisioterapi untuk mengembalikan impairment dan functional

limitation sehingga pasien LBP dapat beraktivitas kembali. Modalitas dan

teknologi Fisioterapi yang digunakan untuk mengurangi nyeri akibat LBP antara

lain Infra Red (IR), Short Wave Diatermi (SWD), Micro Wave Diatermi (MWD),

Cool Pad dan Cryoterapy, terapi dengan menggunakan arus listrik diantaranya

Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS), Interfrensi (IF) . Terapi

Latihan dengan metode Core Stability, McKenzie, William Flexion.

Dari berbagai modalitas dan teknologi diatas yang bertujuan guna

menurunkan nyeri pada kasus LBP,menurut Machado (2006) seperti yang termuat

dalam jurnal The McKenzie Method for Low Back Pain penerapan terapi latihan

McKenzie pada kasus LBP efisien dalam menurunkan keluhan LBP dengan cara

rileksasi dan stretching otot – otot ekstensor punggung. Berdasarkan keterangan

tersebut penulis memilih modalitas terapi latihan dengan metode McKenzie untuk

penanganan nyeri pada kasus LBP.

B. Rumusan Masalah

Dalam karya tulis ilmiah ini penulis merumuskan masalah yaitu

Bagaimanakah penatalaksanaan terapi latihan dengan metode McKenzie untuk

mengurangi nyeri pada kasus LBP dengan rileksasi otot-otot punggung bawah dan

stretching otot-otot ekstensor punggung ?


4

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk mengetahui

bagaimana penatalaksanaan terapi latihan dengan metode McKenzie untuk

mengurangi nyeri pada kasus LBP dengan rileksasi otot-otot punggung bawah dan

stretching otot-otot ekstensor punggung.

D. Manfaat penuliasan

Adapun manfaat penulisan karya ilmiah ini : (1) bagi penulis, menambah

pemahaman penulis tentang penatalaksanaan terapi latihan McKenzie pada kasus

LBP, (2) bagi institusi pendidikan, untuk menambah wawasan dalam pemberian

terapi latihan McKenzie pada kasus LBP, (3) bagi masyarakat, hasil karya tulis ini

dapat memberikan informasi tentang LBP.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kasus

1. Definisi Low Back Pain

Low Back Pain (LBP) merupakan keluhan yang sering dijumpai. LBP

adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah dan dapat bersifat lokal

(inflamasi), maupun nyeri redikuler atau keduaya. Nyeri yang berasal dari

punggung bawah dapat berujuk ke daerah lain atau sebaliknya yang berasal

dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah (Meliala et al, 2002).

Menurut Harsono (2007) LBP dalam bahasa Indonesia sering dinamakan

nyeri punggung bawah. LBP adalah nyeri di daerah lumbosacral dan sacroiliaca,

LBP sering disertai penjalaran nyeri hingga tungkai LBP memiliki bebagai

macam kausa penyebab salah satunya adalah LBP myogenic. LBP myogenic

adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan

yang disebabkan oleh gangguan atau kelainan pada unsur muskuloskeletal tanpa

disertai dengan gangguan neurologis di daerah antara vertebrae torakal 12

sampai dengan bagian lumbal 3. Akibat adanya gangguan tersebuat dapat

mengakibatkan adanya kerusakan jaringan mulai dari bawah pinggul atau

lubang dubur.kerusakan jaringan yang terjadi antara lain muskulus, fasia ,

kartilago, intra artikuler meniscus, bursa (Paliyama, 2003).

5
6

2. Anatomi dan fisiologi

a. Struktur anatomi vertebra

Tulang vertebrae pada pada manusia terdiri dari 33 tulang yang tersusun

dari 7 buah tulang cervical, 12 buah tulang thoracal, 5 buah tulang sacrum dan 4

ruas tulang coxigeus. Vertebrae memiliki karakteristik dan ukuran yang bervariasi

pada satu regio dan regio yang lain, namun pada dasarnya memiliki struktur yang

sama (Moore et al, 2010).

Vertebrae lumbalis terletak di regio punggung bawah antara regio

thoracal dan sacrum. Vertebrae lumbal berjumlah lima dan dipisahkan oleh

discus intervertebrae di antara kedua lumbal. Vertebrae bersendi satu sama lain

yang berfungsi menyangga tubuh dan alat gerak tubuh. Susunannya secara umum

terdiri dari corpus, arcus, foramen vertebrae, dan foramen intervertebraelis.

Processus articularis vertebrae lumbalis memungkinkan gerakan fleksi, ekstensi

dan lateral fleksi dan rotasi. Berat tubuh ditransmisikan dari vertebrae lumbal 5

kebasis tulang sacrum yang dibentuk oleh bagian atas tulang sacrum (Moore &

Dalley, 2013).Vertebrae lumbal merupakan vertebrae terpanjang dan terkuat

processus spinosusnya pendek dan dan tebal serta menonjol hampir searah garis

horizontal (Sloane, 2003).


7

Gambar 2.1
Vertebra lumbal (Putz & Pabst,2006)
Keterangan gambar 2.1
1. Fovea costalis superior
2. Procc. articularis superior
3. Fovea costalis procc. transversus
4. Procc. spinosus
5. Procc. accessorius
6. Procc. mamilaris
7. Procc. articularis inferior
8. Procc. accessorius
9. Procc. costalis
8

1) Corpus

Corpus adalah bagian dari vertebrae yang terluas dan berbentuk silindris

yang terdiri dari facies anterior, facies posterior, facies superior, facies inferior

dan facies lateralis sehingga memberi kekuatan pada columna vertebralis untuk

menopang berat tubuh. Ukuran corpus vertebrae meningkat seiring dengan

turunnya columna, masing-masing menahan berat tubuh secara progresif lebih

besar. Facies anterior berbentuk convec, dan dari arah samping samping

berbentuk concaf, dari arah cranial ke caudal facies superior berbentuk concaf.

Struktur VL4 - 5 lebih besar dibandingkan dengan vertebra lainnya dan pada VL5

corpus anterior lebih lebar dari pada posterior (Moore & Dalley, 2013).

2) Arcus

Arcus merupakan lengkung simetris bilateral yang berpangkal pada

corpus, kemudian menuju ke arah dorsal, pangkalnya disebut radix vertebrae.

Kedua lengkung bertemu pada linea mediana dan membentuk tonjolan seperti

duri yang disebut processus spinosus pada daerah lumbal. Lamina arcus memiliki

struktur yang pendek dan kuat dan pedicalarcusnya tebal. Pada arcus ini terdapat

processus articularis yang disebut processus transversus. (Moore & Dalley,

2013).

3) Foramen Vertebrale

Foramen vertebralis merupakan lubang yang terdapat arcus vertebrae dan

permukaan posterior corpus vertebrae. Selanjutnya secara keseluruhan foramen

vertebralis ini akan membentuk canalis vertebraelis yang nantinya diisi oleh
9

medulla spinalis bersamaan dengan membra meninges, lemak dan pembuluh

darah yang mengelilingi dan menyertai (Moore & Dalley, 2013).

b. Disks intervertebra

Fungsi dari discus ini sebagai peredam kejut atau benturan bila beban pada

kolumna vertebralis bertambah, penyangga beban, penanahan gerakan antar

tulang vertebrae, untuk memisahkan antar tulang vertebrae sebagai unit funsional

dari sendi facet dan memungkinkan bagian dari akar saraf keluar dari sumsum

tulang belakang melalui foramen intervertebralis (Magee, 2009).

c. Stabilitas vertebra

1) Ligamen

Ligament merupakan stabilitas pasif pada suatu persendian. Ligament

adalah pita fibrosa atau lembaran jaringan ikat yang menghubungkan dua atau

lebih tulang, tulang rawan, atau struktur lainnya. Satu atau lebih ligamen untuk

memberikan stabilisasi selama istirahat dan gerakan yang berlebihan seperti hiper-

ekstensi atau hiper-fleksi (Keith, 2010). Pada tulang belakang terdapat beberapa

ligament antara lain: (1) ligament longitudinal anterior mempunyai ciri lebar, dan

melekat kuat pada permukaan anterior dan samping dari corpus vertebra dan

discus intervertebralis; (2) ligament longitudinal posterior bersifat lemah dan

sempit, ligament ini melekat pada sisi posterior discus; (3) ligament supraspinal

berada di antara ujung-ujung processus spinosus yang berdekatan; (4) ligament

interspinal menghubungkan processus spinosus yang berdekatan; (5) ligament


10

intertransversum berada di antara processus transversus yang berdekatan; (6)

ligament flavum menghubungkan lamina dari vertebra yang berdekatan (Snell,

2006).

Gambar 2.2
Ligamen vertebra (Putz and Pabst,2006)
Keterangan gambar 2.2
1. Ligamentum flafum
2. Intertransver ligament
3. Posterior longitudinal ligament
4. Anterior longitudinal ligament
5. Supraspinosus ligament
6. Inter spinosus ligament
7. Facet capsulary ligament

2) Otot

Otot berfungsi sebagai stabilitas aktif dan sebagai penggerak lumbal pada

bagian anterior, lateral maupun posterior. Otot-otot disebelah anterior dan lateral,

antara lain m. rektusabdominis, m. obliqus internus, m. psoas mayor, dan m.

quadratus lumborum. Otot-otot di sebelah posterior Antara lain m. longisimus

thorakalis, m.iliocostalis V (Putz & Pabst,2006).


11

d. Biomekanik Lumbal

Vertebrae lumbalis terletak di regio punggung bawah antara regio

thoracal dan sacrum, berjumlah lima dan di antara masing – masing vertebra

dipisahkan oleh discus intervertebraelis. Gerakan dari vertebrae lumbalis relatif

lebih bebas dibandingkan dengan vertebrae lainnya, hal ini karena bentuk

diskusnya besar dan arah facetnya berlainan (Moore & Dalley, 2013).

Gerakan yang terjadi pada lumbal yaitu : (1) Gerakan fleksi pada bidang

sagital dengan sudut normal 60 derajad, (2) Gerakan ekstensi pada bidang sagital

dengan sudut normal 35 derajad, (3) Gerakan rotasi terjadi pada transversal

dengan sudut normal 5 derajad, (4) Gerakan lateral fleksi terjadi pada bidang

frontal dengan sudut normal 20 derajad (Kapandji,2010). Otot-otot yang

penggerak lumbal seperti tertera dalam tabel 2.1

TABEL 2.1

GERAKAN DAN OTOT PENGGERAK PUNGGUNG

Gerakan Otot Penggerak


Flekxor M.Rectus abdominis,
Extensors M. Longisimus thorakalis, M. Spinalis thoracis,M. Iliocostalis
thoracis,M. Iliocostalis lumborum
Rotators M. Obliquus externus abdominis, M. Obliqus internus
abdominis
Lateral flexors Quadratus lumborum, intertransversarii.
Sumber : Kenyon 2004.
12

Gambar 2.3
Otot punggung (Putz & Pabst,2006)
Keterangan gambar 2.3

1. M. Spinalis thoracaloracis
2. M. Iliocostalis lumborum
3. M. Obliqus eksternus abdominis
4. M. Obliqus internus abdominis
5. M. Iliocostalis thoracaloracis
6. M. Latisimus dorsi
7. M. Erector spine

\
13

Gambar 2.4
Otot flexsor trunk M. rectus abdominis (Hislop & Montgomery, 2007).

3
1

Gambar 2.5.
Otot extensor trunk (Hislop & Montgomery, 2007).
Keteragan gambar 2.5
1. M. Longisimus thorakalis
2. M. Spinalis thoracis
3. M. Iliocostalis thoracis
4. M. Iliocostalis lumborum

1
2
14

Gambar 2.6
Otot rotator trunk (Hislop & Montgomery, 2007).
Keteragan gambar 2.6
1. M. Obliquus externus abdominis
2. M. Obliqus internus abdominis

Gambar 2.7
Otot Lateral flexor trunk M. Quadratus lumborum (Hislop &
Montgomery, 2007).
3. Etiologi
15

LBP myogenic disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) Ketegangan

otot, disebabkan oleh sikap tegang yang konstan atau berulang-ulang pada posisi

yang sama, akan memendekan otot yang akhirnya akan menimbulkan perasaan

nyeri. (2) Spasme, disebabkan oleh gerakan yang tiba-tiba dimana jaringan otot

sebelumnya dalam kondisi yang tegang. Spasme otot ini memberi gejala yang

khas, ialah dengan adanya kontraksi otot yang disertai dengan nyeri yang hebat.

(3) Defesiensi otot dapat disebabkan oleh kurangnya latihan sebagai akibat dari

pembebanan yang berlebihan, tirah baring yang terlalu lama maupun imobilisasi.

(4) Otot yang hipersensitif akan membentuk trigger point. Dalam pemeriksaan

klinik terhadap penderita nyeri punggun bawah, tidak jarang dijumpai adanya

trigger point ini. Titik ini apabila ditekan dapat menimbulkan rasa nyeri

bercampur sedikit rasa nyaman (Harsono,2007).

4. Patofisiologi

LBP myogenic bisa terjadi akibat dari kesalahan dalam aktifitas

mengangkat, postur, membungkuk, kecelakaan, posisi tidur yang salah, posisi

statis yang lama yang menyebabkan over use otot ekstensor lumbal. Keadaan ini

menyebabkan ketidak seimbangan kerja otot agonis dan antagonis lumbal

sehingga pembebanan pada otot ekstensor lumbal berlebihan. Otot ekstensor

lumbal yang mengalami peningkatan pembebanan akan terjadi spasme local yang

jika berlangsung lama, maka akan menyebabkan LBP myogenic (Mahadewa,

2009).
16

Low back pain biasanya berhubungan dengan peristiwa traumatik spesifik

(misal, mengangkat beban berat) atau stres mekanis yang terus - menerus

terhadap ligament atau otot penyokong lumbo-sacral. Tipe nyeri ini juga dapat

disebabkan oleh postur pasien dengan lodorsis lumbal yang menonjol akibat

lemahnya otot-otot abdomen, otot-otot hamstring yang mengencang, atau

pemakaian sepatu bertumit tinggi (Davidson, 2001).

Seorang petani melakukan posisi membungkuk terus menerus yang akan

menyebabkan terjadinya peningkatan beban statis pada otot ekstensor lumbal

yang berkontraksi secara excentric. Otot ekstensor lumbal yang berkontraksi

secara excentric tersebut dapat menyebabkan tenjadinya spasme pada otot di

sekitar punggung bawah yang menyebabkan nyeri pada punggung bagian bawah.

5. Tanda dan gejala

Tanda LBP sering tidak jelas apabila masih akut namun apabila sudah

kronis dapat terjadi gangguan pola jalan. Gejala LBP akibat myogenic adalah

waktu timbulnya bertahap, nyeri difus sepanjang punggung bawah, spasme

pada otot-otot punggung bawah, lingkup gerak sendi terbatas (Kuntono,

2000).

6. Prognosis

Kelainan nyeri punggung bawah myogenic ini prognosisnya baik, LBP

myogenic umumnya sembuh dalam beberapa minggu jika dilakukan tindakan

terapi sejak dini. Dengan penanganan yang lebih dini dan lebih cermat dapat

mencegah kondisi ini sampai ke stadium kronis. Kombinasi dari modalitas terapi
17

yang dilaksanakan di Rumah Sakit dan terapi latihan terhadap pasien diharapkan

mampu menjadi sebuah kombinasi penyembuhan yang efektif untuk LBP

myogenic (Mirawati,2006).

7. Diagnosis Banding

a. Spondylosis

Spondylosis adalah kelainan degenerasi yaitu kemunduran yang

menyebabkan penurunan pada struktur dan fungsi normal spinal. Proses penuaan

adalah penyebab utamanya. Lokasi dan percepatan degenerasi bersifat individual

(Moore & Dalley, 2013).

b. Hernia Nucleus Pulposus (HNP)

Hernia nucleus pulposus merupakan peristiwa keluar / menonjolnya

nucleus pulposus melalui anulus fibrosus. Nucleus pulposus adalah gel diskus

yang terdiri dari proteoglikan yang mengandung kadar air yang tinggi. Hernia

nucleus pulposus yaitu terdorongnya nucleus pulposus (suatu zat yang berada di

antara ruas – ruas tulang belakang ) kebelakang baik lurus maupun kearah kanan

atau kiri kemudian menekan sumsum tulang belakang atau serabut – serabut

sarafnya sehingga mengakibatkan terjadinya rasa sakit yang hebat. Gejala yang

muncul pada hernia nucleus pulposus hampir sama dengan spondylosis yaitu : (1)

nyeri pinggang bawah dan menjalar, (2) nyeri akan bertambah berat pada aktivitas

batuk, berjalan dan duduk dalam jangka waktu lama, (3) kesemutan serta

penurunan kekuatan otot (Moore & Dalley, 2013).


18

c. Spondylolisthesis

Spondylolisthoracalesis adalah suatu pergeseran kedepan satu corpus

vertebrae bila dibandingkan dengan vertebrae yang terletak dibawahnya.

Umumnya terjadi pada pertemuan lumbosakral (lumbosacral joints) dimana VL5

bergeser diatas VS1, akan tetapi hal tersebut dapat terjadi pada tingkatan yang

lebih tinggi (Moore & Dalley, 2013).

B. Problematik Fisioterapi

Perkiraan problematika yang mungkin terjadi menurut klasifikasi dari

WHO, 2001 yang dikenal dengan International Classification of Function and

Disability (ICF) terdiri atas impairment, functional limitation, dan participation

restriction.

1. Impairment

Impairment adalah adanya suatu kelainan pada individu dengan gejala

fungsi organ yang menurun, hilang atau yang memiliki penyakit sistemik.

a. Nyeri

Nyeri didefinisikan sebagai rasa yang tidak menyenangkan dan merupakan

pengalaman emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan akut

maupun kronis.
19

b. Spasme otot

Peningkatan beban statis secara terus menerus akan menyebabkan overuse

pada otot disekitar punggung bawah sehingga menyebabkan spasme pada otot -

otot ekstensor punggung.

c. Kelemahan otot penggerak trunk

Kelemahan otot penggerak trunk disebabkan oleh adanya rasa nyeri pada

daerah punggung bawah sehingga gerakan pada daerah tersebut menjadi terbatas.

Hal ini mengakibatkan menurunnya kekuatan otot di daerah yang nyeri.

d. Keterbatasan gerak

Keterbatasan gerak pada trunk terjadi karena adanya rasa nyeri saat

melakukan gerakan fleksi, ekstensi, lateral fleksi dan rotasi.

2. Functional limitation

Functional limitation merupakan ketidakmampuan pasien dalam

beraktifitas fungsional (WHO, 2001). Perkiraan adanya gangguan aktivitas dari

jongkok ke berdiri, potensial adanya gangguan saat berdiri, sehingga potensial

adanya penurunan tingkat kebugaran fisik dari pasien karena pasien inaktivitas.

3. Participation restriction

Participation restriction merupakan permasalahan individu yang

membatasi aktifitas sosial dan berinteraksi dengan lingkungan (WHO,2001).

Perkiraan adanya gangguan aktifitas yang berhubungan dengan pekerjaan, hobi,

dan interaksi dengan masyarakat.


20

C. Teknologi Interverensi Fisioterapi

Terapi latihan merupakan salah satu teknologi dalam pengobatan

fisioterapi yang didalam pelaksanaannya menggunakan latihan-latihan gerak baik

secara aktif maupun pasif dengan sasaran orang yang sehat maupun sakit

(Luklukaningsih, 2009).

Terapi latihan yang dapat diberikan adalah stretching yaitu salah satu

latihan yang bertujuan untuk rileksasi dan penguluran otot. Terapi latihan

McKenzie merupakan salah satu teapi latihan yang ditujukan untuk rileksasi dan

penguluran otot m. Longisimus thorakalis, m. Spinalis thoracis,m. Iliocostalis

thoracis dan m. Iliocostalis lumborum.

1. Pengertian McKenzie

Metode McKenzie adalah metode yang dikembangkan seorang fsioterapi

asal Selandia Baru, Robin McKenzie pada akhir 1950-an. Pada tahun 1981,

McKenzie memperkenalkan konsep yang diberi nama Mechanical Diagnosis and

Therapy. Latihan McKenzie merupakan teknik latihan yang bertujuan untuk

koreksi sikap, relaksasi otot, meningkatkan daya tahan, dan stretching (McKenzie,

2012).

2. Mekanisme McKenzie

Aplikasi terapi latihan metode McKenzie dapat menrunkan keluhan nyeri

pada kasus LBP dikarenakan pada posisi ekstensi lumbal yang dipertahahnkan

dalam 6 detik akan diperoleh peregangan pada jaringan lunak bagian anterior
21

yaitu ligamen anterior sehingga akan mengembalikan posisi spine pada posisi

ekstensi. Hal ini merupakan suatu counter posisi yang menimbulkan dorongan

discus ke posterior. Pada otot yang spasme akan terjadi pelemasan oleh

peregangan yang intermiten dan continous terhadap otot antagonis pelemasan ini

terjadi karena adanya peregangan yang akan merangsang golgi tendon sehingga

terjadi reflek pelemasan otot yang bersanngkutan dan peregangan intermiten akan

memperbaiki mikrosirkulasi oleh pumping action sehingga mengurangi iritasi

pada saraf afferent yang menimbulkan reflek peningkatan tonus otot. selanjutnya

akan terjadi penekanan discus ke sisi posterior shingga akan didapat gaya yang

mendorong nucleus pulposus ke ventral. Akibatnya adanya gerak dinamis ekstensi

yang dilakukan berulang dapat meningkatkan cairan discus dan corpus yang

kemudian akan menurunkan viscositas nucleus pulposus ke posisi anterior dan

dapat mengurangi iritasi terhadap jaringan sekitarnya (McKenzie, 2012). Dengan

keadaan seperti ini aktivitas fungsioanl dapat lebih ditingkatkan.


BAB III

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

A. Pengkajian Fisioterapi

1. Anamnesis

Pelaksanaan anamnesis pada kasus ini dilakukan secara autoanamnesis

yaitu tanya jawab langsung dengan pasien karena pasien dapat berkomunikasi

dengan baik pada tanggal 5 Januari 2017. Anamnesis ada dua jenis, antara lain:

a. Anamnesis Umum

Anamnesis ini didapat informasi tentang identitas pasien bernama Tn.

Sadimin, umur 56 tahun, alamat Brajagan, RT 1 RW 4, Mojolaban, Sukoharjo,

jenis kelamin laki-laki, agama Islam, pekerjaan petani.

b. Anamnesis Khusus

Anamnesis khusus meliputi hal-hal yang berkaitan dengan keadaan atau

penyakit pasien. Data-data yang diperoleh dari anamnesis khusus, yaitu :

1) Keluhan utama

Dari anamnesis ini diperoleh informasi tentang keluhan yang membawa

pasien datang berobat, yaitu pasien mengeluh nyeri pada punggung bagian bawah,

rasa nyeri bertambah saat pasien membungkuk lama.

22
23

2) Riwayat penyakit sekarang

Sekitar bulan Oktober 2016 pasien mengeluh nyeri punggung bawah saat

bangun tidur namun tidak dihiraukan. Setelah pasien bekerja di sawah saat sore

hari pasien mengeluhkan nyeri pada punggung bawah. Keesokan harinya pasien

berobat ke RSUD Karanganyar, setelah itu pasien dirujuk ke RS Orthopedi

Surakarta . Pasien mendapat program fisioterapi 2 kali dalam seminggu. Pada

tanggal 5 Januari pasien datang dengan keluhan nyeri punggung bawah yang

sudah dirasakan selama 3 bulan.

3) Riwayat penyakit dahulu

Pada tanggal 9 Januari 2016 pasien menjalani operasi herniototomy

dikarenkan pasien jatuh dalam posisi jongkok dan terlentng dari kursi saat

mengecat rumah. Seketika itu pasien mengeluhkan nyeri punggung bawah dan

rasa kebas – kebas pada tungkai kanan. Setelah itu pasien dibawa ke RS

Orthopedi Surakarta dan dilakukan MRI pada tanggal 2 September 2015 dan

pasien didiagnosis HNP.

4) Riwayat penyakit penyerta

Pasien tidak memiliki penyakit penyerta.

5) Riwayat keluarga

Dari anamnesis ini diperoleh informasi bahwa tidak ada anggota keluarga

yang mempunyai penyakit yang sama.

6) Riwayat pribadi

Pasien adalah seorang petani, pasien sering melakukan kegiatan

mencangkul mencabut rumput dalam posisi membungkuk lama.


24

c. Anamnesis sistem

Dari hasil anamnesis sistem yaitu pada seluruh sistem tubuh pasien

didapatkan hasil seperti berikut: (1) kepala dan leher tidak ada keluhan, (2) sistem

pernapasan pasien tidak ada keluhan, (3) sistem kardiovaskuler pasien tidak ada

keluhan, (4) sistem pencernaan tidak ada keluhan, (5) sistem urogenitalis tidak

ada keluhan,(6) sistem musculoskeletal terdapat nyeri tekan pada otot–otot sekitar

vertebrae lumbal, terdapat spasme otot paravertebrae, terdapat bekas luka incisi

12cm (L2-4), (7) sistem persarafan SLR, Neri dan Bragad tidak ada nyeri,

pemeriksaan sensorik dermatom baik.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi:

a. Vital sign

Pada pemeriksaan tanda vital pada pasien didapatkan hasil tekanan darah

120/80 mmHg, nadi 88 kali/menit, pernafasan 20 kali/menit, temperature 36°

celcius, tinggi badan 160 cm, dan berat badan 56 kg. Dari data diatas dapat

disimpulkan keadaan vital sign dalam batas normal.

b. Inspeksi

Pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat dan mengobservasi secara

langsung pada pasien. Pemeriksaan inspeksi pada pasien meliputi inspeksi statis

(diam) dan inspeksi dinamis (bergerak). Dari inspeksi statis didapatkan hasil : (1)

inspeksi dari belakang tanda-tanda radang pada regio lumbal tidak ada, aligmen

vertebra normal, bahu kanan dan kiri simetris, terdapat bekas luka incisi sepanjang
25

10 cm pada L2-4. (2) inspeksi dari samping flat lumbal. Dari inspeksi dinamis

didapatkan hasil : (1) pasien mengalami kesulitan berjalan karena nyeri, (2) fase

berjalan swing tempak lebih cepat daripada fase jalan yang lain.

c. Palpasi

Pemeriksaan palpasi pada pasien didapatkan : (1) suhu regio lumbal

normal, (2) nyeri tekan pada otot-otot sekitar vertebra lumbal vas nilai 6, (3)

spasme pada otot ekstensor lumbal bilateral 5, (3) pitting oedem tidak ada.

c. Perkusi

Tidak dilakukan.

e. Auskultasi

Tidak dilakukan.

3. Pemeriksaan gerak dasar

a. Gerak aktif

Dari pemeriksaan ini diketahui kemampuan LGS aktif pasien dalam posisi

berdiri mampu melakukan gerak aktif fleksi , ekstensi, side fleksi kiri dan kanan

serta rotasi. Terdapat rasa nyeri saat pasien melakukan gerakan fleksi trunk,

koordinasi fleksi, ekstensi side fleksi baik.

b. Gerak pasif

Pemeriksaan didapat LGS pasif gerak fleksi, ekstensi, side kiri dan side

kanan lumbal baik namun tidak dapat full ROM. Stabilitas lumbal saat bergerak

fleksi, ekstensi, side kanan dan side kiri baik. Endfeel gerak fleksi, ekstensi, side

kiri dan side kanan lumbal soft.


26

c. Gerak isometrik melawan tahanan

Gerak isometrik melawan tahanan didapatkan hasil pasien mampu

melawan tahanan minimal secara isometrik pada gerakan fleksi, ekstensi, side

fleksi kanan dan kiri.

4. Pemeriksaan kognitif, intrapersonal, dan interpersonal

a. Pemeriksaan kognitif

Pemeriksaan kognitif merupakan kemampuan pasien dalam memahami

dan mengikuti intruksi dari terapis didapatkan hasil Pasien mampu memahami

untuk melaksanakan perintah terapis.

b. Pemeriksaan intrapersonal

Pemeriksaan intrapersonal merupakan kemampuan dalam memotivasi

dalam diri pasien untuk melakukan terapi. Dari pemeriksaan didapatkan hasil

pasien memiliki keinginan untuk sembuh cukup tinggi.

c. Pemeriksaan interpersonal

Pemeriksaan intrapersonal merupakan kemampuan pasien dalam

berkomunikasi dengan terapis dalam mendapatkan terapi. Dari pemeriksaan

didapatkan hasil pasien cukup komunikatif dan kooperatif dengan terapis.

5. Pemeriksaan spesifik

a. Pemeriksaan derajat nyeri

Pemeriksaan derajat nyeri dilakukan dengan Visual Analog Scale (VAS).

Dari hasil pemeriksaan didapatkan hasil :


27

Nyeri diam

Nyeri gerak fleksi trunk

Nyeri tekan pada otot para vertebra lumbal bilateral

Gambar 3.1
(Data primer, 2017).

Tabel 3.1
HASIL PEMERIKSAAN NYERI DENGAN VAS
Jenis Nyeri Nilai
Nyeri diam 3,1
Nyeri gerak fleksi trunk 3,5
Nyeri tekan pada otot para vertebra lumbal bilateral 6,1
(Data primer, 2017).

b. Pemeriksaan Ketahanan Otot

1) Dynamic Abdominal Endurance Test

Tes ini digunakan untuk mengetahui ketahanan otot abdominal. Posisi

pasien telentang hip 450 dan knee 900 . Dari pemeriksaan didapat hasil pasien

mampu melakukan 15 kali pengulangan dengan nilai normal 25 kali pengulangan,

hal ini berarti pasien mengalami penurunan ketahanan otot penggerak fleksor

trunk.

Gambar 3.2
Tes Dynamic Abdominal Endurance Test (Magge, 2000).
28

2) Dynamic Extensor Endurance Test

Tes ini digunakan untuk mengetahui ketahanan otot-otot ekstensor

punggung. Posisi pasien tengkurap hip dan knee lurus serta distabilkan dengan

sabuk atau ditahan dengan tangan pemeriksa. Didapat hasil pasien mampu

melakakukan ekstensi sebanyak 8 dengan nilai normal 25 kali pengulangan

sehingga dapat disimpulkan terdapat penurunan ketahanan otot-otot penggerak

ekstensi trunk.

Gambar 3.3
Tes Dynamic Extensorl Endurance Test (Magge, 2000).

c. Pemeriksaan Neurologis (Neurodynamic Test)

1) Tes Laseque

Posisi pasien tidur terlentang, fisioterapi berdiri di sisi kiri pasien. Dengan

knee tetap ekstensi, fisioterapis menggerakkan flexi hip secara pasif. Positif bila

pada derajat 350-700 pasien merasakan nyeri yang menjalar dari punggung bawah

sampai tungkai bawah dan ankle (Miller, 2008). Dari hasil pemeriksaan didapat

hasil negatif (-).

Gambar 3.4
Tes Laseque (Miller, 2008).
29

2) Tes Bragard

Posisi pasien tidur terlentang, fisioterapi berdiri di sisi kiri pasien. Dengan

knee tetap ekstensi, fisioterapis menggerakkan flexi hip secara pasif disertai

dengan dorsi fleksi ankle. Positif bila pasien merasakan nyeri pada posterior

gluteal yang menjalar ke tungkai dikarenakan penguluran duramater medulla

spinalis atau lesi medulla spinalis, misalnya karena HNP, tumor, meningitis

(Miller, 2008). Dari pemeriksaan yang dilakukan didapatkan hasil negatif (-).

Gambar 3.5
Tes bragard (Miller, 2008).

3) Tes Neri

Gerakan sama dengan tes laseque hanya ditambah gerakan fleksi leher dan

fleksi ankle biasanya dilakukan pada 400-600. Positif bila pasien merasakan nyeri

sepanjang distribusi n. Ischiadicus (Miller, 2008). Dari pemeriksaan yang

dilakukan didapat hasil negatif (-).

Gambar 3.6
Tes Neri (Miller ,2008).
30

d. Pemeriksaan kekuatan otot

1) Trunk flexion (m. rectus abdiminalis)

Posisi pasien tidur terlentang dengan kedua tangan berada di belakang

kepala, kemudian pasien memfleksikan trunk, usahakan sampai batas ROM.

2) Trunk extention (m.iliocostalis lumborum, m. spinalis toracis, m.

erector spine)

Posisi pasien tengkurap dengan tangan terlipat di belakang kepala,

kemudian pasien mengekstensikan trunk usahakan sampai batas Range Of Motion

(ROM) dan seluruh thorax terangkat dari bed (Hislop & Montgomery, 2007).

3) Trunk rotation (m. Obliquus Internus abdominis dan Obliquus

eksternus abdominis)

Posisi awal pasien telentang kedua tungkai lurus, lengan di samping badan.

Angkat kepala dan bahu serta putar ke satu sisi, kedua tangan di belakang kepala.

Tahan posisi akhir tersebut selama mungkin (Hislop & Montgomery, 2007).

4) Trunk lateral flexion (m. Quadratus lumborum)

Posisi pasien berbaring miring pada sisi heterolateral dengan badan bagian

atas disangga siku. Angkat pelvis dan luruskan vertebrae. Tahan posisi akhir

tersebut semampu mungkin (Hislop & Montgomery, 2007).


31

Tabel 3.2
HASIL PEMERIKSAAN KEKUATAN OTOT-OTOT PENGGERAK TRUNK
DENGAN MMT
Gerakan Nilai Keterangan
Fleksi 3 Ada nyeri
Ekstensi 4 -
Rotasi kanan 4 -
Rotasi kiri 4 -
Lateral kiri 4 -
Lateral kanan 4 -
(Data primer, 2017).
Kesimpulan tabel diatas terdapat penurunan kekuatan otot fleksi karena

adanya nyeri.

6. Pengukuran lingkup gerak sendi

Pengukuran lingkup gerak sendi dilakukan dengan pita ukur. Pasien

berdiri, terapis meletakkan pita ukur dengan patokan C7 dan S1 untuk gerakan

fleksi dan ekstensi.Pasien diminta melakukan gerakan fleksi dan ekstensi trunk

dan ukur berapa jarak vertebrae C7 – S1 dalam posisi berdiri tegak. Normalnya

selisih antara posisi normal dengan posisi fleksi atau ekstensi, sekitar 10 cm

(ISOM, 1975).

Pada gerakan side fleksi, pengukuran dilakukan dengan meletakkan pita

ukur pada jari ke III,kemudian ukur jarak normal (berdiri tegak) dari ujung jari ke

III sampai lantai. Setelah itu pasien diminta untuk melakukan gerakan side fleksi

kanan, ukur jaraknya dari ujung jari ke III sampai lantai, begitu juga dilakukan

pada sisi yang kiri, apakah ada perbedaan antara kanan dan kiri. Apabila ada

perbedaan yang mencolok antara kanan dan kiri berarti ada keterbatasan lingkup

gerak sendi pada salah satu sisi (ISOM, 1975).


32

Tabel 3.3
HASIL PEMERIKSAAN LGS TRUNK MENGGUNAKAN PITA UKUR
Gerakan Titik Posisi Posisi LGS LGS Ket.
patokan awal akhir (cm) normal
(cm) (cm) Dicapai (cm)
Fleksi VC7-VS1 46 52 6 8-10 Ada nyeri
trunk
Ekstensi VC7-VS1 46 38 8 8-10 -
trunk
Side fleksi Ujung jari 55 47 8 8-10 -
kiri 3 – lantai
Side fleksi Ujung jari 55 47 8 8-10 -
kanan 3 – lantai
(Data primer, 2017).

Kesimpulan hasil pemeriksaan LGS trunk diatas dapat disimpulkan bahwa

adanya penurunan LGS fleksi trunk.

7. Pemeriksaan kemampuan aktivitas fungsional

Untuk mengetahui tingkat kemampuan aktivitas fungsional seseorang

akibat adanya hambatan oleh nyeri pada punggung atau tungkai menggunakan

Oswestry Disability Index (ODI). Berupa kuisioner yang terdiri dari sepuluh seksi

masing-masing terdiri dari enam pilihan yang masing – masing pertanyaan

mempunyai nilai. Pasien diminta untuk memberikan tanda pada masing-masing

pernyataan yang sesuai dengan keadaannya (Fairbank, 2000). Blanko ODI

selengkapnya terdapat pada Lampiran 1.

Hasil pemeriksaan Oswestry Disability Index (ODI), menurut Fairbank

(2000), dapat diinterpretasikan menjadi 5 kategori yaitu :

Total
Hasil T1:: x100
50
33

1) 0% - 20% (disabilitas minimal)

Pasien dapat mengatasi nyeri dengan kegiatan sehari-hari selama

hidupnya. Tidak ada pengobatan hanya pemberian edukasi kepada pasien tentang

mengangkat barang yang benar, postur duduk yang benar, olah raga dan diet.

2) 21% - 40% (disabilitas moderat)

Pasien mungkin mengalami rasa sakit dan masalah dengan duduk,

mengangkat dan berdiri.Perjalanan dan kehidupan sosial yang lebih sulit.Pasien

mungkin tidak aktif bekerja.Perawatan pribadi, tidur dan aktivitas seksual

mungkin tidak terlalu terpengaruh.Pengobatan konservatif mungkin cukup.

3) 41% - 60% (disabilitas berat)

Nyeri yang signifikan dalam perjalanan, perawatan pribadi, kehidupan

sosial, aktivitas seksual dan tidur.

4) 61% - 80% (disabilitas)

Nyeri memiliki dampak pada semua aspek kehidupan sehari-hari dan

bekerja.Pengobatan aktif diperlukan.

5) 81% - 100%

Pasien mungkin melebih-lebihkan gejala mereka. Sehingga perlu evaluasi lebih

lanjut.
34

Tabel 3.4
PEMERIKSAAN KEMAMPUAN AKTIVITAS FUNGSIONAL DENGAN
OSWESTRY DISABILITY INDEX
No Aktivitas Jawaban Nilai
1 Intensitas nyeri Saat ini nyeri terasa agak berat 3
Saya merawat diri secara normal tetapi terasa
2 Perawatan diri 1
sangat nyeri
Nyeri membuat saya tidak mampu
Aktivitas mengangkat benda berat dari lantai, tetapi
3 2
mengangkat saya mampu mengangkat benda berat yang
posisinya mudah, misalnya di atas meja
Saya hanya mampu berjalan tidak lebih dari
4 Berjalan 2
¼ mil karena nyeri
Saya mampu duduk pada semua jenis kursi
5 Duduk 0
selama yang saya mau
Saya mampu berdiri selama yang saya mau
6 Berdiri 1
tetapi timbul nyeri
Tidur saya tidak pernah terganggu oleh
7 Tidur 0
timbulnya nyeri
Kehidupan Kehidupan sosial saya berlangsung normal
8 0
sosial tanpa ganguan nyeri
Saya bisa melakukan perjalanan ke semua
9 Berpergian 1
tempat tetapi timbul nyeri
Jumlah 10
(Data primer, 2017).

Hasil pemeriksaan kemampuan fungsional Oswstry diatas dapat

disimpulkan pasien mengalami keterbatasan fungsional dalam aktivitas perawatan

diri mengangkat, berjalan, berdiri dan bepergian.


35

B. Problematika Fisioterapi

1. Impairment

Impairment yang terjadi pada kasus LBP myogenic antara lain (1) nyeri

pada regio lumbal karena spasme otot ekstensor lumbal bilateral, (2) menurunya

kekuatan otot penggerak fleksi trunk karena adanya nyeri, (3) keterbatasan

lingkup gerak sendi fleksi trunk karena nyeri.

2. Functional limitation

Pasien mengalami keterbatasan fungsional dalam aktivitas perawatan diri

mengangkat, berjalan, berdiri dan bepergian.

3. Participation restriction

Pasien mengalami gangguan sosial dengan likungan kerjanya karena

pasien belum bisa bekerja seperti biasanya.

C. Tujuan Fisioterapi

Tujuan fisioterapi antara lain : (1) menurunkan spasme otot ekstensor

lumbal bilateral, (2) meningkatkan kekuatan otot fleksi trunk, (3) meningkatkan

lingkup gerak sendi fleksi trunk.


36

D. Teknologi Intervensi Alternatif

Berdasarkan tujuan fisioterapi teknologi intervensi yang mungkin bisa

digunakan untuk mengatasi kondisi LBP myogenic dantaranya : (1)

Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS), (2) Short Wave Diathermy

(SWD), Infra Red (IR), (3) Micro Wave Diathermy (MWD), (4) Ultra Sound (US),

(4) terapi latihan serta pemberian edukasi.

E. Penatalaksanaan Fisioterapi

1. Persiapan alat

Dalam melaksanakan McKenzie alat yang perlu di sediakan adalah matras

atau alas dengan bahan yang lunak atau sedikit keras namun nyaman untuk pasien.

2. Persiapan pasien

Pasien diperiksa vital sign, perlu ditanyakan pada pasien apakah ada

keluhan pusing, mata berkunang-kunang, mual, dan lain-lain. Sarankan pada

pasien untuk tidak menggunakan pakaian terlalu ketat yang dapat menggangu

atau membatasi gerakan latihan, sebaiknya gunakan pakaian yang nyaman.


37

3. Pelaksanaa McKenzie

a. Gerakan 1

Pasien tidur tengkurap, kedua tangan sejajar badan, kepala menoleh ke

samping, atur pernapasan dan ikuti dengan relaksasi otot ekstensor punggung.

Posisi ini dipertahankan 5 menit, sehingga tercapai relaksasi.

Gambar 3.7
Gerakan McKenzie 1 (Data primer,2017)
b. Gerakan 2

Pasien tidur tengkurap bertumpu pada kedua siku, pandangan lurus ke

depan, pertahankan posisi 5 menit sehingga dirasakan bagian pinggang ke bawah

rileks. Gerakanini selalu diikuti gerakan 1 pada setiap sessionnya.

Gambar 3.8
Gerakan McKenzie 2 (Data primer,2017).
38

c. Gerakan 3

Pasien tidur tengkurap, kedua tangan diletakkan pada posisi seperti push

up. Kemudian tangan menekan lantai sehingga siku lurus, badan terangkat ke atas

sampai pinggang terasa sebatas rasa sakit, pertahankan selama 5 detik dan

usahakan pelvis serta kedua tungkai tetap menempel di lantai. Setiap kali gerakan

ulangi 5 kali gerakan dilakukan 3 kali sehari.

Gambar 3.9
Gerakan McKenzie 3 (Data primer,2017).

d. Gerakan 4

Pasien berdiri tegak dengan kedua tangan diletakkan pada bagian

punggung, kemudian badan digerakkan lurus dengan kedua tangan sebagai

fixsator, diusahakan kedua lutut dalam posisi lurus, selanjutnya posisikan kembali

tegak, gerakan dilakukan selama 5 detik dan ulangi 5 kali gerakan, lakukan 3 kali

sehari.
39

Gamabr 3.10
Gerakan McKenzie 4 (Data primer,2017).

e. Gerakan 5

Pasien tidur terlentang dengan fleksi sendi paha dan lutut, kemudian

dengan kedua lengan, kedua tungkai ditarik kearah dada, kepala tidak perlu

diangkat tahan 5 detik kemudian kembali ke posisi semula. Ulangi 5 kali gerakan,

lakukan 3 kali sehari setiap kali gerakan seharusnya diikuti dengan gerakan 3.

Gamabr 3.11
Gerakan McKenzie 5 (Data primer,2017).
40

f. Gerakan 6

Pasien duduk dipinggir kursi, kepala fleksi kedua tangan diletakkan di atas

lutut dengan lurus. Kedua telapak kaki menumpu lantai, pandangan lurus ke

depan , gerakan badan ke depan dan kedua tangan menyentuh lantai . Kembali

lagi ke posisi semula. Gerakan lanjut gerakan kepala mendekati lantai dan kedua

tangan memegang pergelangan kaki. Ulangi setiap 5 kali dan 3 kali sehari.

Gerakanini dilakukan bila gerakan 5 dapat dilakukan tanpa sakit dan setiap

melakukan gerakanini diikuti dengan gerakan 3.

Gambar 3.12
Gerakan McKenzie 6 (Data primer,2017).
g. gerakan cobra

Posisi pasien tengkurap hip dan knee lurus serta distabilkan dengan sabuk

atau ditahan dengan tangan terapis dan pasien diminta mengangkat dadan

pandangan lurus kedepan dan kembali ke posisi awal. Gerakan ditahan 5 detik

diulang 5 kali dan dilakukan sehari 3kali .


Gambar 3.13
Gerakan cobra (Data primer,2017).

F. Edukasi

Edukasi diberikan kepada pasien untuk menunjang keberhasilan dari terapi

yang sudah di lakukan, antara lain : (1) menganjurkan agar pasien melakukan

latihan Mc Kenzie dari gerakan 1 hingga gerakan ke 6 diulang 6 kali gerakan dan

lakukan 3 kali sehari, (2) menganjurkan untuk melakukan aktifitas dalam posisi

ergonomis, (3) pilih alas tidur yang nyaman dan datar agar dapat mempertahankan

punggung tetap pada posisi normal

G. Evaluasi

1. Evaluasi nyeri dengan VAS

Tabel 3.5
HASIL EVALUASI NYERI DENGAN VAS
Jenis nyeri T0 T1 T2 T3
Nyeri diam 3,1 2,8 2,5 2,2
Nyeri gerak 3,5 3,3 3,3 3,0

41
42

Nyeri tekan 6,1 5,8 5,5 5,6


(Data primer, 2017).

2. Evaluasi spasme otot

Tabel 3.6
HASIL PALPASI SPASME OTOT
Tindakan Hasil
T1 Spasme berkurang
T2 Spasme berkurang
T3 Spasme berkurang
(Data primer, 2017).

3. Evaluasi kekuatan otot penggerak trunk dengan MMT

Tabel 3.7
HASIL EVALUASI EKUATAN OTOT DENGAN MANUAL MUSCLE
TESTING (MMT)
Grup otot T0 T1 T2 T3
Fleksor trunk 3* 3* 4 4
Ekstensor trunk 4 4 4 4
Side fleksor kiri 4 4 4 4
Side fleksor kanan 4 4 4 4
Rotator kiri trunk 4 4 4 4
Rotator kanan trunk 4 4 4 4
(Data primer 2017).

Keterangan :

*ada nyeri

Kesimpulan tabel diatas pada terapi T 0 dan T1 belum ada peningkatan

kekuatan otot sedangkan pada T2 dan T3 ada penigkatan kekuatan otot fleksi trunk.
43

4. Evaluasi lingkup gerak sendi trunk menggunakan pita ukur

Tabel 3.8
HASIL EVALUASI LGS TRUNK DENGAN PITA UKUR
Gerakan Titik patokan T0 T1 T2 T3
(cm) (cm) (cm) (cm)
Fleksi Trunk VC7-VS1 6 7 7 8
Ekstensi Trunk VC7-VS1 8 8 9 9
Side fleksi kiri Ujung jari III-lantai 8 9 9 10
Side fleksi kanan Ujung jari III-lantai 8 9 9 10
(Data primer, 2017)

Kesimpulan tabel diatas pasien mengalami peningkatan LGS pada gerakan

fleksi, ekstensi, side fleksi kanan dan kiri.

5. Evaluasi ODI

Tabel 3.9
HASIL EVALUASI KEMAMPUAN AKTIVITAS FUNGSIONAL
DENGAN OSWESTRY DISABILITY INDEX

No. Aktivitas fungsional tiap sesi T0 T3


1. Intensitas nyeri 3 2
2. Perawatan diri 1 0
3. Aktivitas mengangkat 2 2
4. Berjalan 2 1
5. Duduk 0 0
6. Berdiri 1 1
7. Tidur 0 0
8. Kehidupan sosial 0 0
Bepergian / melakukan
9. 1 0
perjalanan
Jumlah 22,2% 13,3 %
(Data primer, 2017).
44

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa interpretasi hasil ODI ketika
awal terapi pasien di level disabilitas moderat , setelah mendapat tindakan
fisioterapi sebanyak 3 kali, hasil ODI pasien berada di level disabilitas minimal.
H. Pembahasan

Pasien bernama Bp. Sadimin laki-laki berusia 56 tahun datang ke

Poliklinik Fisioterapi RS. Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta dengan

keluhannyeri pada punggung bagian bawah, rasa nyeri bertambah saat pasien

membungkuk lama. Teknologi intervensi yang dipilih penulis setelah melakukan

pemeriksaan fisioterapi memutuskan memilih modalitas McKenzie. Jurnal A

Comparison of the Effects of Pilates andn McKenzie Training on Pain and

General Health in Men with Chronic Low Back Pain memuat penelitian tentang

pengaruh pemberian McKenzie excersise pada pasien LBP kronis pada rentang

usia 18-60 tahun yang dilakukan pada 142 subjek laki-laki yang mendapatkan

hasil pengurangan nyeri yang signifikan. Mekanisme pengurangan nyeri yang

terjadi menurut jurnal diatas bahwa gerakan pada McKenzie memobilisasi vertebra

dan menguatakan otot-otot lumbal dan meningkatkan ROM fleksi lumbal.

Dosis yang digunakan dalam McKenzie meliputi durasi dan repetisi. Dosis

baku McKenzie menurut teori Robin McKenzie pada gerakan pertama dan kedua

gerakan ditahan selama 5 menit, pada gerakan ketiga dan empat gerakan ditahan

selama 5 detik dan diulang 10 kali dalam sehari, sedangkan gerakan ke lima dan

enam ditahan selama 20 detik dan diulang 10 kali dalam sehari. Dosis yang

digunakan dalam karya tulis ilmiah ini sudah dimodifikasi. Dosis tersebut

dilakukan modifikasi dengan alasan mempertimbangkan aspek kemudahan pasien

dalam mengingat jumlah dosis yang meliputi durasi dan repetisi. Dosis modifikasi
45

yang dilakukan pada gerakan pertama dan kedua setiap gerakan ditahan selama 5

menit, gerakan ketiga dan empat setiap gerakan ditahan selama 5 detik diulang 5

kali dan dilakukan 3 kali dalam sehari, gerakan kelima dan enam setiap gerakan

ditahan selama 5 detik dan diulang 5 kali serta dilakukan 3 kali dalam sehari.

Dalam karya tulis ini penulis tidak mengukur vital sign karena sudah ada

dalam medical record. Riwayat penyakit dahulu pasien pernah mengalami HNP

namun penulis tidak mencantumkan level HNP dikarenakan keterbatasan sumber

data. Pada indek fungsional oswstry penulis melakukan modifikasi pada item

aktivitas seksual dikarenakan pasien sudah tidak pernah melakukan aktivitas

tersebut.
46
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pelaksanaan terapi latihan McKenzie pada kasus LBP menggunakan dosis

yang sudah dimodifikasi. Dosis modifikasi yang dilakukan pada gerakan pertama

dan kedua setiap gerakan ditahan selama 5 menit, gerakan ketiga dan empat setiap

gerakan ditahan selama 5 detik diulang 5 kali dan dilakukan 3 kali dalam sehari,

gerakan kelima dan enam setiap gerakan ditahan selama 5 detik dan diulang 5 kali

serta dilakukan 3 kali dalam sehari. Gerakan kelima dan enam setelah dilakukan

diselingi gerakan ketiga yang ditahan 5 detik dan diulang 1 kali. Pelaksanaan

McKenzie dihentikan apabila pada salah satu gerakan terdapat keluhan nyeri.

Problematik fisioterapi impairment yang terjadi pada kasus LBP myogenic

antara lain (1) nyeri pada regio lumbal karena spasme otot ekstensor lumbal

bilateral, (2) menurunya kekuatan otot penggerak fleksi trunk karrena adanya

nyeri, (3) keterbatasan lingkup gerak sendi fleksi trunk. Dalam karya tulis ilmiah

ini, seorang pasien bernama Bp. Sadimin, laki-laki berusia 56 tahun datang ke

Poliklinik Fisioterapi RS. Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta dengan

keluhannyeri pada punggung bagian bawah, rasa nyeri bertambah saat pasien

membungkuk lama.

47
48

B. Saran

1. Bagi fisioterapi

Sebagai seorang fisioterapis, Sebelum melakukan tindakan terapi

hendaknya melakukan pemeriksaan yang teliti, sistematis dan terarah sehingga

diperoleh informasi yang lengkap mengenai keluhan yang dihadapi pasien dan

bermanfaat dalam pemilihan modalitas yang tepat untuk memperoleh hasil yeng

optimal. Pelaksanaan terapi McKenzie apabila terdapat kesulitan dalam membuat

pemahamn mengenai dosis yang diedukasikan kepada pasien maka penulis

menyarankan untuk memodifikasi dosis dengan memperhatikan komponen durasi

dan repetisi.

2. Bagi pasien

Penatalaksanaan terapi latihan McKenzie pada kasus low back pain

alangkah lebih baik apabila dalam melakukan aktivitas sehari–hari pasien

dianjurkan melakukan dalam posisi yang ergonomis dan tidak terlalu kelelahan

karena dapat menimbulkan berbagai permasalahan. Modifikasi alat-alat pekerjaan

juga dapat dilakukan untuk menunjang posisi yang ergonomis. Untuk menjaga

bentuk dari aligmen dan curva vertebra pasien disarankan untuk tidur di alas yang

tidak terlalu lunak yang mengakibatkan perubahan aligmen dan curva lumbal.
49

Anda mungkin juga menyukai