Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH NEUROMUSKULER

FISIOTERAPI PADA LESI PLEKSUS BRACHIALIS

Disusun Oleh :
Siti Chairunicha NIM : 2164040001
Imam Muthahari T NIM : 216404014
Aldi Kurniawan NIM : 2164040029
Dosen Mata Kuliah Neuromuskuler :
James Wilson Hasoloan Manik, SSt.,M.Fis

FAKULTAS VOKASI
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas nama Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerah-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Neuromuskuler
dengan judul “Lesi Pleksus Brachialis”.
Kami berterima kasih juga kepada Bapak James Wilson Hasoloan Manik, SSt.,M.Fis
selaku dosen kami yang telah membimbing kami hingga kami dapat menyelesaikan tugas ini,
juga kepada teman-teman dan dukungan orang tua kami.
Tak ada jalan yang tak berlubang, mohon maaf jika terdapat kesalahan kata atau
penulisan. Kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan kami. Terima
kasih.

Jakarta, 18 September 2022


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cedera pada pleksus brakialis dapat menyebabkan disabilitas fisik yang berat. Penyebab
tersering cedera pleksus brakialis adalah trauma, dapat disebabkan oleh berbagai
mekanisme, meliputi luka tembus, terjatuh, serta kecelakaan kendaraan bermotor 1,2,3 Data
mengenai insiden trauma plekus brakialis sulit diketahui dengan pasti, Goldie dan Coates
melaporkan 450-500 kasus cedera supraklavikular tertutup terjadi setiap tahun di
Inggris. Penatalaksanaan pasien dengan cedera pleksus brakialis merupakan masalah kompleks
yang memerlukan kerjasama yang erat dari sebuah tim terdiri dari dokter-dokter ahli dari bagian
yang berbeda dan diperlukan juga kolaborasi dengan bidang lain seperti okupasional
terapis, fisioterapis, psikolog, pekerja sosial dan konselor vokasional.
persarafan yang berjalan dari leher ke arah axial yang dibentuk ramus ventral saraf
vertebra C5-Th1. Pleksus Brakhialis juga mendapat kontribusi dari C4 dan T2.Jenis cedera
jaringan saraf dapat dibagi menjadi 4 yaitu, trauma, non trauma, diskontinue dan kontuinitas
utuh. Peregangan serabut saraf yang terjadi pada pleksus brakhialis dapat menimbulkan cedera
pada selubung saraf, pembengkakan saraf dan pendarahan disekelilingnya sampai dengan
rusaknya akson sehingga menyebabkan terganggunya impuls saraf, dimana tingkat gangguan
impuls saraf tergantung kuat ringannya suatu regangan. Peregangan ringan pada saraf
kemungkinan hanya akan menyebabkan neuropraksia atau aksonotmesis, sedangkan pada ruptur
kulit akan menyebabkan neurotmesis. Intervensi yang dapat dilakukan pada kasus ini salah
satuya adalah dengan terapi latihan. Terapi latihan adalah capaian yang direncanakan secara
sistematis dari pergerakan tubuh, postur, atau aktivitas fisik yang bertujuan untuk membantu atau
mencegah peningkatan kerusakan, memperbaiki, atau meningkatkan fungsi fisik, mencegah atau
mengurangi faktor resiko yang terkait dengan kesehatan serta mengoptimalkan status
kesehatan, kebugaran, atau kesehatan diri.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam topik Lesi Pleksus Brachialis pada makalah ini, maka
penulis mencoba merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan pleksus brachialis ?
2. Mengetahui bagaimana anatomi pleksus brachialis ?
3. Bagaimana etiologi pleksus Brachialis?
4. Apa patofisiologi pleksus brachialis ?
5. Apa komplikasi pleksus brachialis ?
6. Bagaimana problematika dan penatalaksanaan fisioterapi pada pleksus brachialis?
1.3 Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan pada bagian sebelumnya, maka
tujuan ditulisnya makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan fisioterapi dalam mengurangi nyeri.
2. Meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan aktifitas fungsional pada kasus lesi
pleksus brachialis dengan menggunakan modalitas Infra Red (IR), Trancutanius
Electrical Nerves Stimulation (TENS), dan Terapi Latihan (TL).
1.4 Manfaat Makalah
Adapun manfaat makalah yang diharapkan untuk kelompok ini adalah :
1. Bagi kelompok
Pengkajian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman berharga
kelompok sebagai awal informasi pengkajian lanjutan.
2. Bagi Pembaca
Manfaat penulisan karya ilmiah bagi pembaca yaitu menjadi sumber referensi dan
informasi bagi orang yang membaca karya tulis ini supaya megetahui dan lebih
mendalami tentang perkembangan saraf pada manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Fleksus Brachialis
Cedera pleksus brakialis adalah cedera pada jaringan saraf perifer yang
membentuk pleksus brakialis, mulai dari akar saraf-saraf hingga saraf terminal. Cedera
ini dapat menimbulkan ganguan fungsi motorik, sensorik maupun otonom pada anggota
gerak atas.
Cedera pleksus brakialis diartikan sebagai suatu cedera pada pleksus brakialis
yang diakibatkan oleh suatu trauma. trauma ini sering kali berupa penarikan berlebihan
ataupun evulsi. cedera traumatik sering kali disebabkan oleh kecelakaan sepeda motor
berkecepatan tinggi, terutama pada pembalap sepeda motor. cedera dari hantaman
langsung pada sisi lateral dari scapula juga bisa menyebabkan cidera ini. sering kali juga,
jatuh dengan leher pada sudut tertentu menyebabkan cidera seperti ini menghasilkan
suatu tanda yang sangat khas yang disebut waiter's tip karena hilangnya otot-otot rotator
lateral bahu, fleksor lengan dan ekstensor tangan.
Lesi Pleksus brachialis adalah cedera pada jaringan saraf yang berasal dari C5-
Th1. pleksus brachialis adalah sebuah jaringan saraf tulang belakang leher, meluas
melalui aksila (ketiak), dan menimbulkan saraf untuk ekstremitas atas. pleksus brachialis
merupakan serabut saraf yang berasal dari ramus anterior radiks saraf C5-T1. lesi pada
pleksus brachialis dapat mempengaruhi suatu fungsi saraf motorik dan sensorik pada
membran superium.

B. Anatomi Pleksus Brachialis


Pleksus Brachialis dibentuk dari nefus spinalis atau akar spinalis yaitu penggabungan dari
akar saraf ventralis (motorik) dan dorsalis (sensorik) ketika mereka melewati foramen
spinalis. Umumnya, pleksus brachialis dibentuk dari C5-T1. Psda beberapa kasus mungkin
C4 ikut membentuknya dan disebut perifer (28-62% kasus) atau T2 ikut bergabung dan
disebut postfixed (16-73% kasus). semua saraf yang mensarafi ekstremitas atas melalui
pleksus ini. pleksus brachialis dimulai dari scalene, berjalan dibawah klavikula: dan berakhir
pada aksilla. umumnya dia dibentuk oleh 5 akar, 3 batang, 6 devisi (2 dari tiap batang), 3
kordan dan banyak cabang akhir.

C. Etiologi Pleksus Brachialis


Mekanisme yang umum menyebabkan cedera traksi pada plexus brachialis adalah penarikan
yang kuat pada anggota gerak atas menjauh dari tubuh. Cedera seperti ini biasanya berasal
dari kecelakaan sepeda motor kecepatan tinggi. Jatuh dari ketinggian tertentu juga bisa
menyebabkan cedera pada plexus brachialis, baik pada tipe traksi maupun dari hantaman
langsung. Selain itu juga sering didapatkan dari luka tembus dan luka tembak berkecepatan
rendah ataupun tinggi.Sedikit lebih jarang, penarikan keatas yang tiba-tiba pada suatu lengan
yang terabduksi (seperti ketika seseorang menggapai batang pohon untuk mencegah dirinya
jatuh) menyebabkan cedera pada plexus yang lebih bawah. Ini menyebabkan gejala berupa
clawed hand karenanya hilangnya fungsi nervus ulnaris dan otot intrinsic tangan yang
dipersarafinya.
D. Patofisiologi Pleksus Brachialis
Pada cedera pleksus brachialis tipe traksi, kepala dan leher digerakkan menjauh dengan
kasar dari bahu. cedera pada pleksus brachialis bagian atas (C5-C6) biasanya terjadi apabila
berada pada samping tubuh di karena kan kosta pertama bertindak sebagai tumpuan yang
mengerahkan gaya traksi segaris dengan pleksus bagian atas. ketika lengan digerakkan
dengan keras dan terabduksi di atas kepala, saraf-saraf yang letaknya lebih rendah (C8-T1)
lebih rentan cedera, karena gayanya menjadi terarahkan segaris dengan C7. Cedera pada
pleksus yang lebih rendah sering terjadi pada keadaan lengan terangkat karena coracoid
bertindak sebagai titik tumpu seperti di atas. Cedera pleksus yang lebih rendah mungkin lebih
sering terjadi karena adanya ligament radikular transversum yang membantu menahan gaya
tarikan pada C5, C6, C7, C8 dan T1 tidak memiliki ligamen ini.
E. Komplikasi Pleksus Brachialis
Kontraktur yang berhubungan dengan beberapa jenis insisi kadang terjadi. Pada Beberapa
pemaparan, nervus aksesoruis spinalis memiliki resiko trauma dan harus dilindungi.
Komplikasi yang lebih spesifik bervariasi dan tergantung pada tipe pasti dari prosedur yang
dilakukan. Nyeri deaferensiasi bisa menjadi masalah yang paling sulit ditangani setelah
terjadinya cedera pleksus brachialis, syndrom nyeri terjadi setelah perbaikan pembedahan
atau dengan perwatan konserfatif. Ketika akar saraf terevulsi pada cedera perganglionik, sel-
sel pada kolumna doesalis kehilangan suplai sarafnya. Beberapa hari atau minggu setelah
cedera, sinyal spontan muncul pada sel-sel ini. Sinyal-sinyal spontan ini menghasilkan nyeri
yang tak tertahankan pada pasien. Pasien seringkali mengeluh perasaan terbakar pada
ekstremitas dan mendiskripsikan nyerinya sebagai nyeri remuk. Biasanya nyerinya sangat
parah dan hilang timbul.
F. Problematika dan penatalaksanaan fisioterapi terhadap pleksus brachialis
problematika fisioterapi
1. Impairment merupakan adanya gangguan kapasitas fisik yang berhubungan dengan
aktifitas fungsional dasar. Didalam kasus Pleksus brachialis injury sinistra berupa :
(a) penurunan kekuatan otot-otot penggeraklengan kiri,
(b) gangguan sensorik pada lengan bawah dan tangan kiri.

2. Fungsional limitation merupakan gangguan pada fungsi gerak ekstremitas dalam


maelakukan aktifitas, berupa:
(a) tidak dapat mengambil atau mengangkat dengan tangan kiri,
(b) tidak dapat melakukan aktifitas merawat diri seperti mencuci rambut, menyisir rambut,
membersihkan punggung dengan tangan kiri.
3. Disability merupakan gangguan aktifitas sehari-hari yang di akibatkan adanya gangguan
pada ekstremitas atas bagian kiri, sebagai berikut : tidak dapat melakukan kegiatan
perkuliahan dikarenakan tidak dapat naik motor untuk pergi ke kampus
Pelaksanaan Fisioterapi
a. Anamnesis
Selain melakukan anmnesis umum seperti menanyakan nama, usia, jenis,
kelamin, pasien juga penting sekali untuk melakukan anamnesis khusus yang berkaitan
dengan penyakit pleksus brachialis berupa keluhan utama pasien yaitu mengeluh lemah
dan tidak bisa digerakkan pada lengan kanannya karena timbulnya rasa nyeri dan otot
lengannya semakin mengecil.
b. Pemeriksaan Fisik
Dapat berupa pemeriksaan :
1. tanda-tanda vital, denyut nadi, pernapasan, temperatur, tinggi badan dan berat
badan apakah normal atau tidak.
2. Palpasi
- teraba suhu pasien normal
- teraba tonus otot yang lembek di daerah lengan
- teraba otot yang spasme di daerah lengan terutama otot deltoid.
3. Inspeksi
hal-hal yang sering ditemukan saat pengamatan pasien pleksus brachialis ketika
dilakukan inspeksi : Tampak depan adanya jejas pada leher, disertai pembekakan
yang merata mulai dari leher hingga bahu dan tampak atrofi otot di daerah lengan.
4. Pemeriksaan fungsi gerak dasar
Pemeriksaan fungsi gerak dasar dilakukan secara aktif dan pasif, umumnya dari
hasil pemeriksaan pada penderitaan pleksus brachialis ditemukan adanya
keterbatasan ROM pada joint tertentu.
c. Alat Ukur
1. MMT (Manual Muscle Testing), Ditemukan adanya kelemahan pada otot
Ekstremintas atas dan bawah treutama pada otot penggerak pronator, supinator,
fleksor bahu, ekstensir bahu, abduksor bahu, adductor bahu, fleksor siku, ekstensor
siku.

2. Pengukuran Antromentri, pemeriksaan segmen lengan, dilakukan untuk


membandingkan antara lengan kanan dan kiri. pengukuran segmen lengan dimulai
dari titi patokan yaitu acromion sampai ke distal, hasilnya menunjukkan adanya atrofi
lengan kanan.
d. Pemeriksaan Spesifik
1. Pemeriksaan Sensibilitas, menggunakan tajam-tumpul, dari hasil pemeriksaan
ditemukan hasil tidak sensitif pada lengan kanan area dermatome pasien karena
pasien tidak dapat memebedakan stimulus tajam-tumpul yang diberikan.
2. Mallet Scale, Digunakan untuk melihat peningkatan dari kemampuan ekstremitas atad
yang mengalami gangguan gerak yang diakibatkan lesi pleksus brachialis. Dengan
Demikian menggunakan mallet scale didapatkan hasil bahwa gerakan active
abduction, eksternal rotation, hand behind head, han to back dan hand to mouth
berada pada grade lll (gerakan agak sulit dilakukan)
e. Rencana Intervensi
1. Rencana Jangka Pendek
- Menghilangkan nyeri pada tangan yang mengalami gangguan
- meningkatkan kekuatan otot
- meningkatkan LGS
2. Rencana Jangka Panjang
- Dapat menggerakkan lengan yang mengalami gangguan secara optimal dan
fungsional serta melakukan kegiatan sehari-hari secra mandiri tanpa adanya
keluhan.
G. Intervensi Fisioterapi
1) Infra Red
tujuan :
(1) mengurangi rasa sakit/nyeri,
(2) mengurangi spame otot,
(3) meningkatkan peredaran darah superficial
Prosedur :
a) Sebelum diberikan terapi, terlebih dahulu diberikan penjelasan mengenai efeknya,
cara kerja, dan kontra indikasinya
b) Posisi pasien dalam keadaan tidur terlentang
c) Daerah yang akan diterapi bebas dari pakaian sinar infrared
d) Jarak penyinaran untuk lampu non luminous antara 45-60 cm, sedangkan untuk
lampu luminous antara 35-45 cm.
e) Waktu yang digunakan untuk penyinaran anatara 10-30 menit
f) Perhatikan daerah yang akan diterapi, apakah ada bengkak atau tidak, suhunya
normal atau tidak, jika ada bengkak ataupun suhu tidak normal maka sinar infrared
jangan mengenai daerah tersebut.
g) Setelah terapi, pasien dinajurkan tidak segera bangun dari tempatnya dan bagian yang
sudah diterapi dipwriksa kembali dan kemudian peralatan dirapikan kembali seperti
semula.
2) Terapi Latihan
a) Finger Ladder
Finger ladder biasanya dibuat dari kayu yang ditempelkan pada dinding. ladder
terkunci pada dinding dengan titik yang paling rendah + 30 inchi dari lantai. Finger
ladder mempunyai step-step seperti gerigi yang digunakan untuk rambatan jari-jari
tangan saat menggerakkan lengan keatas. jari yang digunakan uruk meraambat adalah
jari ll (jari telunjuk) dan lll (jari tengah). Setiap step berukuran 2 inchi.
Tujuan : untuk meningkatkan LGS bahu
Prosedur :
1. Pasien haruss menggerakkan bahu secara murni tanpa ada gerakan lain seperti jinjit
atau gerakan fleksi trunk ke arah samping atau tanpa menggerakkan bahu ke atas.
2. Posisi pasien berhadapan dengan finger ladder.
3. Lengan yang sakit lurus kedepan.
4. Gerakkan tangan ke arah fleksi dengan cara merayap dan mendaki finger ladder
dengan jari-jari.
5. Jika ingin melatih gerakan abduksi maka pasien berdiri menyamping danlengan
yang sakit berada disisi yang dekat dengan finger ladder.
b) Hold relax
Hold relax adalah suatu teknik yang menggunakan kontraksi isometris yang optimal
dari kelompok otot antagonis yang memendek, dilanjutkan dengan relaksasi otot-otot
tersebut. Tujuan : untuk memeperbaiki mobilisasi atau meningkatkan lingkup gerak
sendi bahu, mengurangi nyeri, dan meningkatkan kekuatan otot sekitar bahu.
Prosedur :
1. Latihan dimulai dengan memposisikan otot memanjang yang yaman.
2. Pasien diminta melakukan gerakan pasif atau aktif pada pola gerak agonis hingga
batas keterbatasan gerak dimana nyeri mulai timbul.
3. Terapis memberikan tahanan meningkat perlahan pada pola antagonis, pasien
melawan tahanan tanpa diertai gerakan (aba-aba: pertahankan disini!).
Selanjutnya, diikuti relaksasi pola antagonis, terapis tetap mempertahankan
manual kontak (ditunggu sampai benar-benar relaks). lalu dilakukan gerakan aktif
atau pasif ke arah pola agonis.
4. Prosedur tersebut diulang
5. Dosis Latihan : Tiap gerakan dilakukan 2 set, masing-masing set dilakukan 10
hitungan, jarak antar set sekitar 1 menit.

3) Terapi sederhana yang dialkukan pada bayi yang mengalami lesi pleksus brachialis
a) 0-6 minggu
Posisioning : bahu adduksi, endorotasi, lengan bawah supinasi,latihan aktif dan pasif :
- Bahu eksorotasi, abduksi (jangan>30 derajat dan difiksasi)
- Siku fleksi-ekstensi
- Lengan bawah supunasi (hati-hati jangan sampai dislokasi cepat radi)
- Wrist dan jari-jari fleksi dan ekstensi
b) 3 bulan
- Memberi stimulasi taktil
- Membawa lengan dan tangan ke lapang pandang
- Memberi gelang yang berbunyi pada lengan yang lesi
c) 6 bulan
- fasilitas perkembangan sesuai usia
- latihan penguatan lengan dengan aktif bermain
- latihan menumpu
- stimulasi
d) 4-12 tahun
- Home program untuk maintenance/pemeliharaan
H. Evaluasi
Evaluasi setelah selesai terapi :
1) Pencapaian sesaat setelah terapi :
- Penurunan rasa nyeri : Pasien setelah menjalankan terapi menggunakan infrared (IR)
terjadi penurunan nyeri karena IR menghasilkan panas yang mempunyai efek sedative
pada saraf sensoris karena adanya peningkatan ambang nyeri. selain itu panas akan
memberikan efek vasodilatasi pembuluh darah yang akan memperlancar suplai
oksigen, nutrisi, antibody, serta akan membuang sisa metabolism dalam jaringan.
panas juga akan memberikan afek relaksasi pada otot.
- Meningkatkan kekuatan oto-otot penggerak pada lengan, pemberian terapi latihan
berupa hold relax, dikarenakan terjadinya kontraksi otot-otot penggerak sholder dan
dengan bantuan terapis untuk menggerakkan, dan latihan dilakukan berulang
sehingga terjadi kontarksi terus menerus yang stabil dapat meningkatkan kekuatann
otot.
2) Hal-hal yang belum tercapai :
- Belum ada peningkatan LGS yang signifikan
Belum ada peningkatan lingkup gerak sedni sholder dari pemberian terapi latihan
finger ladder dikarenakan frekuensi latihan yang kurang dan adanya subluksasi pada
shoulder.
Hal-hal yang dinilai saat evaluasi terdiri dari evaluasi kekuatan otot dengan MMT,
eveluasi pengukuran antropometri lengan, dan evaluasi gerak aktif dan pasif, dimana
pada saat melakukan eveluasi, dibandingkan antara nilai sebelum terapi dengan nilai
setelah terapi guna untuk mengetahui apakah ada peningkatan atai tidak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan :
cedera pleksus brachialis diartikan sebagai suatu cedera pada pleksus brachialis yang
diakibatkan oleh suatu trauma. Trauma ini sering Kali berupa Penarikan Berlebihan
ataupun evulsi. Adapun intervensi Fisioterapi pada pleksus brachialis yaitu infra red dan
terapi latihan.
B. Saran :
Saya menyadari bahwa tulisan diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. kami akan memperbaiki makalaah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber yang dipertanggungjawabkan. Maka dari itu kami mengharapkan kristik
dan saran yang bersifat membangun agar tercapainya makalah yang sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Blaauw, G., Muhling, R.S., Vredeveld, J. W. 2008. Management of Brachial Plexus
Injuries.Adv. Tech. Stand Neurosurg.
Rovak, J.M., and Tung, T.H. 2006. Traumatic brachial plexus injuries. Medicine. Mo
Med,103(6):632-6.
Ewidyah, T.P., 2014. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Lesi Pleksus Bracialis Dextra
DiRSU Aisyiyah Ponorogo (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Naufal, Adnan Faris. 2019. Mengenal dan Memahami Fisioterapi
Anak.Surakarta:Muhammadiyah University Press.

Anda mungkin juga menyukai