Anda di halaman 1dari 9

KONSEP DASAR A. DEFINISI a.

Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervikalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga dan seterusnya ( Arifin, 1997). b. Spinal Cord Injury (SCI) adalah cidera yang terjadi karena trauma spinal cord atau tekanan pada spinal cord karena kecelakaan. c. Cidera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001). d. Vertebra yang seringkali terkena dalam cedera medulla spinalis adalah servikal ke-5, ke-6, torakal ke-12, dan lumbal ke-1. Vertebra ini lebih mudah terserang karena terdapat rentang mobilitas yang lebih besar dalam kolumna vertebra dalam area tersebut (Buaghman & Hackley, 2000: 87). e. Trauma medula spinalis adalah trauma yang mengenai sumsum tulang belakang( spinal cort / medula spinalis) yang pada umumnya terletak pada intra-dural ekstra meduler. Selain itu juga ada yang terjadi pada ekstra dural serta intra-durel walaupun jumlahnya tidak banyak.

B.

ANATOMI FISIOLOGI Medula spinalis dan batang otak membentuk struktur kontinu yang keluar dari hemisfer serebral dan memberikan tugas sebagai penghubung otak dan saraf perifer, seperti kulit dan otot. Panjangnya rata-rata 45 cm dan menipis pada jari-jari (Smeltzer,S.C, 2002). Medulla spinalis berfungsi sebagai pusat reflek spinal dan juga sebagai jaras konduksi impuls dari atau ke otak. Medula spinalis terdiri dari : 1. Substansia alba (serabut saraf bermielin) Berfungsi sebagai jaras konduksi impuls aferen dan eferen antara berbagai tingkat medulla spinalis dan otak.
2.

Substansia grisea (jaringan saraf tak bermielin) Merupakan tempat integrasi reflek-reflek spinal. Pada penampang melintang , substansia grisea tampak menyerupai huruf H kapital. Bagian depan disebut kornu anterior atau kornu ventralis, sedangkan bagian belakang disebut kornu posterior atau kornu dorsalis. Kornu ventralis terutama terdiri dari badan sel dan dendrit neuronneuron motorik eferen multipolar dari radiks ventralis dan saraf spinal. Sel kornu ventralis atau lower motor neuron biasanya dinamakan jaras akhir bersama karena setiap gerakan baik yang berasal dari korteks motorik serebral, ganglia basalis atau yang timbul secara reflek dari reseptor sensorik , harus diterjemahkan menjadi suatu kegiatan atau tindakan melalui struktur tersebut. Kornu dorsalis mengandung badan sel dan dendrit asal serabut-serabut sensorik yang akan menuju ke tingkat SSP lain sesudah bersinaps dengan serabut sensorik dari saraf-saraf sensorik. Substansia grisea

juga mengandung neuron-neuron internunsial atau neuron asosiasi, serabut aferen dan eferen system saraf otonom , dan akhir akson-akson yang berasal dari berbagai tingkatan SSP (Price & Wilson, 1995) Saraf-saraf spinal Medula spinalis tersusun dari 33 segmen yaitu 7 segmen servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral dan 5 segmen koksigius. Medula spinalis mempunyai 31 pasang saraf spinal ; masing-masing segmen mempunyai satu untuk setiap sisi tubuh. Kolumna Vertebra Kolumna vertebral melindungi medula spinalis, memungkinkan gerakan kepala dan tungkai, dan menstabilkan struktur tulang untuk ambulasi. Vertebra terpisah oleh potongan-potongan kecuali servikal pertama dan kedua, sakral dan tulang belakang koksigius. Masingmasing tulang belakang mempunyai hubungan dengan ventral tubuh dan dorsal atau lengkungan saraf, dimana semua berada di bagian posterior tubuh. Seterusnya lengkungan saraf terbagi dua yaitu pedikel dan lamina. Badan vertebra, arkus saraf, pedikel dan lamina semuannya berada di kanalis vertebralis. Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut: a. Vertebra Servikalis Vertebra servikalis adalah yang paling kecil. Kecuali yang pertama dan kedua yang berbentuk istimewa, maka ruas tulang leher pada umumnya mempunyai ciri: badannya kecil dan persegi panjang, lebih panjang dari samping ke samping daripada dari depan ke belakang, lengkungnya besar. Prosesus spinosus di ujungnya memecah dua atau bifida. Vertebra cervikalis kedua (axis) ini memiliki dens, yang mirip dengan pasak. Vertebra servikalis ke tujuh disebut prominan karena mempunyai prosessus spinosus paling panjang. b. Vertebra Thorakalis Ukurannya semakin besar mulai dari atas ke bawah. Corpus berbentuk jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian belakang thorak. c. Vertebra Lumbalis Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal, berjumlah 5 buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpus vertebra yang besar ukurannya sehngga pergerakannya lebih luas ke arah fleksi. d. Os Sacrum Terdiri dari 5 sakrum yang membentuk sacrum atau tulang kengkang dimana ke 5 vertebra ini rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang bayi. e. Os Coccygis f. Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami rudimenter yang bergabung menjadi satu.

Traktus Spinalis Substansia alba membentuk bagian medulla spinalis yang besar dan dapat terbagi menjadi tiga kelompok serabut-serabut disebut traktus atau jaras, yaitu: 1. Traktus posterior Menyalurkan sensasi, persepsi terhadap sentuhan, tekanan, getaran, posisi dan gerakan pasif bagian-bagian tubuh. Sebelum menjangkau daerah korteks serebri, serabut-serabut ini menyilang ke daerah yang berlawanan pada medulla oblongata. 2. Traktus spinotalamus Serabut-serabut segera menyilang ke sisi yang berlawanan dan masuk medulla spinalis dan naik. Bagian ini bertugas mengirim impuls nyeri dan temperatur ke thalamus dan korteks serebri. 3. Traktus lateral (piramidal, kortikospinal) Menyalurkan impuls motorik ke sel-sel tanduk anterior dari sisi yang berlawanan di otak. Serabut-serabut desenden merupakan sel-sel saraf yang didapat pada daerah sebelum pusat korteks. Bagian ini menyilang di medulla oblongata yang disebut piramida. C. ETIOLOGI a. Kecelakaan jalan raya adalah penyebab terbesar, hal mana cukup kuat untuk merusak kord spinal serta kauda ekuina. Di bidang olahraga, tersering karena menyelam pada air yang sangat dangkal (Pranida, Iwan Buchori, 2007). b. Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang, jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan olahraga (Arifin, 1997

D. PATOFISIOLOGI Kerusakan medula spinalis berkisar dari komosio sementara ( dimana pasien sembuh sempurna) sanpai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medula ( baik salah satu maupun kombinasi). Sampai transeksi lengkap medula ( yang membuat pasien paralisis dibawah tingkat cidera). Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis, darah dapat merembes ke extradural subdural atau daerah subarahnoid pada kanal spinal. Segera Setelah terjadi kontusio atau robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke substansia griseria medula spinalis menjadi terganggu tidak hanya hal ini saja yang terjadi pada cidera pembuluh darah medula spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera medula spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian- kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia, edema dan lesi-lesi hemoragi, yang pada gilirannya mengakibatkan keruskan mielin dan akson.

Reaksi sekunder ini, diyakini penyebab prinsip desenerasi medula spinalis pada tinkat cudera, sekarang dianggap reversibel 4 sampai 6 jam setelah cidera. Untuk itu jika kerusakan medula tidak dapat diperbaiki, maka beberapa metode mengawali pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid dan obatobat anti inflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk mencegah kerusakan sebagian dari perkembangannya, masuk ke dalam kerusakan total dan menetap. E. Medula spinalis dan radiks dapat rusak melalui 4 mekanisme berikut : a. Kompresi oleh tulang, ligamentum, herniasi diskus intervertebralis dan hematom. Yang paling berat adalah kerusakan akibat kompresi tulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami dislokasi tulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami dislokasi ke posterior dan trauma hiperekstensi. b. Regangan jaringan yang berlebihan akan menyebabkan gangguan pada jaringan, hal ini biasanya terjadi pada hiperfleksi. Toleransi medula spinalis terhadap regangan akan menurun dengan bertambahnya usia. c. Edema medula spinalis yang timbul segera setelah trauma menyebabkan gangguan aliran darah kapiler dan vena. d. Gangguan sirkulasi akibat kompresi tulang atau sistem arteri spinalis anterior dan posterior.

F. MANIFESTASI KLINIS Trauma ini umumnya mempunyai gejala klinis yang hampir kebanyakan satu sama lainnya, baik intradural extra-meduler, extraduller atau intra-duller yaitu sebagai berikut: a. Nyeri akut pada belakang leher yang menyebar sepanjang saraf yang terkena Bila penderita sadar, pasti ada nyeri pada bagian tulang belakang yang terkena. Masalahnya adalah bahwa cukup sering ada cedera kepala (penderita tidak sadar), atau ada cedera yang lain seperti misalnya patah tulang paha, yang jauh lebih nyeri dibandingkan nyeri pada tulang belakangnya. b. Paraplegia c. Tingkat neurologis : 1. Paralisis sensorik dan motorik total di bawah tingkat neurologis Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus (biasanya dengan retensi urine dan distensi kandung kemih)

d.

2. Kehilangan kemampuan berkeringat dan tonus vasomotor di bawah tingkat neurologis 3. Reduksi tekanan darah yang sangat jelas akibat kehilangan tahanan vaskular perifer. Masalah pernapasan : 1. Yang berhubungan dengan gangguan fungsi pernapasan ; keparahan bergantung pada tingkat cidera 2. Gagal napas akut mengarah pada kematian pada cidera medulla servikal tinggi.( Baughman & Hackley, 2000: 87)

G. TINGKAT LESI SPINAL CORD.

TINGKAT GANGGUAN NEUROLOGIS SESUAI SEGMENT MEDULA SPINALIS. Musculus / pleksus Segment Nervus Pleksus cervikalis C1 - C4 - Diafragma C3 - C4 Frenikus - Skaleni C3 - C8 Pleksus Brachialis C5 - Th 2 Seratus anterior C5 - C7 - C6 Torasikus longus Supra dan infraspinati C5 - C6 Supraskapularis Deltoideus C5 Aksilaris Teres minor C4 - C5 Teres mayor C5 - C6 Subskapularis Bisep C5 - C6 Muskuluskeletal Brakialis antikus C5 - C6 Korachobrachialis C5-C6-C7 Fleksor carpi radialis C6 Pronator teres C6 - C7 Fleksor digitorumsublimis C7 Medianus Fleksor folocis longus C7 Fleksor digitorum profundus C7 Pronator quadratus C6 Abduktor polocis brevis C7 - C8 Fleksor polisis brevis C7 - C8 Oponens polisis C6 - C7 Lumbrikalus 1-2-3 C8, Th 1 Fleksor carpi ulnaris C6 Fleksor digitorum profundus C7 Abduktor polisis C7, Th1 Lumbrikalus 3-4 C8, Th 1 Ulnaris C8, Th 1 Abduktor minimi digiti C8, Th 1

Oponens minimi digiti Fleksor minimi digiti Tricept Brachio radialis Ekstensor Carpi radialis Ekstensor digitorum komunis Ekstensor digiti quinti propeus Ekstensor carpi ulnalis Supinator brevis Abduktor polisis longus Ekstensor polisis brevis Ekstensor polisis longus Ektensor Indisis proprius
H.

C7 - 8, Th 1 C7 - 8, Th 1 C6 - 7 C5 - 6 C6-7 C7 C7 C7 C5 - 6 C7-8 C 8, Th 1 C7 C7 Th 1 - 12 Th 1 - 11

Radialis

Nervus torasikus Intercostal Subcostal Abdominal Eksternal oblik Internal Oblik Transversalis Rectus Pleksus lumbalis Illiopsoas Sartorius Quadriseps Pektineus Abduktor Grasilis Obturator Eksternus Pleksus sakralis Obsturator Internus Gemeli Kuadratus femoris Biceps Femoris Semiten dinosus Semimembranosus Tibialis antikus ekstensor digitorum longus Ekstensor halusis longus Ekstensor digitorum brevis Ekstensor halusis brevis Peroneus ( fibularis ) Gastrognemius Soleus Tibialis postikus Fleksor digitorum longus

Intercostalis

Th 8 - 12 Th 12 L 4 Th 12 L1,2,3 L2 - 3 l2 4 L2 - 4 L2 4 L2 4 L3 4 L5 S5 L5 S1 L4 5, S1 L4 5, S1 L5 S1 2 L4 5, S1 L4 5, S1 L4 5 L4 5, S1 L4 5 L5 , S1 L4 5 L5, S1 L4 S1- 2 L5 S1 L5 S1 L5, S1 3

Krulalis

Obsturator

Ischiadikus

Peroneus (Fibularis )

Fleksor halusis longus Fleksor digitorum brevis Fleksor halusis brevis Plantaris Sfingter dan parineal

L5 S1 3 L5 S1 L5 S1-2 S1 2 S3 4 5

Tibialis

Pudendus

I.

KOMPLIKASI a. Neurogenik shock b. Hipoksia c. Gangguan paru-paru d. Instabilitas spinal e. Orthostatic hipotensi f. Ileus paralitik g. Infeksi saluran kemih h. Kontraktur i. Dekubitus j. Inkontinensia blader k. Konstipasi

J. G. PEMERIKSAAAN DIAGNOSTIK a. Sinar X spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cidera tulang (fraktur, dislokasi), untuk kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi. b. Skan CT untuk menentukan tempat luka /jejas, mengevaluasi gangguan structural. c. MRI untuk mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal , edema dan kompresi. d. Mielografi untuk memperlihatkan koumna spinalis (kanal vertebral) jika factor patologisnya tidak jelas atau dicurigai adanya dilusi pada ruang sub arachnoid medulla spinalis (biasanya tidak dilakukan setelah mengalami luka penetrasi). e. Foto rontgen torak , memperlihatkan keadaan paru (contoh: perubahan pada diafragma, atelektasis). f. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vital, volume tidal): mengukur volume inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikal bagian bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus / otot interkostal. g. GDA unutk menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi. (Doengoes, 1999 : 339-340). K. Penatalaksanaan
1 Lakukan tindakan segera pada cedera medulla spinalis. Tujuannya adalah mencegah kerusakan lebih lanjut pada medulla spinalis. Sebagian cedera mendula spinalis diperburuk

oleh penanganan yang kurang tepat, efek hipotensi, atau hipoksia pada jaringan saraf yang sudah terganggu. a. Letakkan pasien pada alas yang keras dan datar untuk pemindahan. b. Beri bantal, gulung, atau bantal pasir pada sisi pasien untuk mencegah pergeseran. c. Tutupi dengan selimut untuk menghindari kehilangan hawa panas badan. d. Pindahkan pasien ke rumah sakit yang memiliki fasilitas penanganan kasus cedera medula spinalis. 2 Perawatan khusus a. Komosio medulla spinalis: Fraktur atau dislokasi tidak stabil harus dipastikan tidak terjadi. Jika pemulihan sempurna, pengobatan tidak perlu dilakukan. b. Kontusio/Transeksi/Kompresi medulla spinalis Methylprednisolon 30 mg/kgBB bolus intravena selama 15 menit dilanjutkan dengan 5,4 mg/kgBB/jam, 45 menit setelah bolus selama 23 jam. Hasil akan optimal bila pemberian dilakukan < 8 jam onset. Tambahkan profilaksis stress ulcer : Antasid/antagonis H2 3 Tindakan operasi diindikasikan pada: a. Reduksi terbuka pada dislokasi b. Fraktur servikal dengan lesi parsial pada medulla spinalis c. Cedera terbuka dengan benda asing/tulang dalam kanalis spinalis d. Lesi parsial medulla spinalis dengan hematimielia yang progresif 4 Perawatan Umum a. Perawatan vesika dan fungsi defekasi b. Perawatan kulit/decubitus c. Nutrisi yang adekuat d. Kontrol nyeri: analgetik, antiinflamasi nonsteroid (OAINS), antikonvulsan, kodein, dll. e. Fisioterapi, terapi vokasional, dan psikoterapi sangat penting terutama pada pasien yang mengalami sekuele neurologist berat dan permanent.

L. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN Data subjektif a. Pengertian pasien tentang cidera dan defisit yang ditimbulkannya. b. Sifat cidera, sebagaimana trjadi cidera. c. Terdapat dispnoe d. Perasaan yang tidak biasa ( paresthesia, dsb) e. Riwayat hilang kesadaran f. Terdapat nyeri g. Hilang sensory tingkatannya. Data obyektif a. Status respirasi ( terjadi penurunan fungssi pernafasan karena terganggu otot aksesori mayor)

b. Tingkat kewaspadaan dan kesadaran menurun c. Orientasi d. Ukuran pupil, kesamaan dan reaksi e. Kekuatan motorik ( mengalami paralisis sensori dan motorik total) f. Posisi tubuh dalam posisi netral. g. Suhu, tekanan darah turun, nadi. h. Integritas kulit i. Kondisi kolon dan kandung kemih dan distensi. j. Terdapat cidera lain ( fraktur dan cidera kepala)

Anda mungkin juga menyukai