Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEGAWATDARURATAN

CEDERA MEDULA SPINALIS

Disusun oleh :

MIA TRIANA

NIM. 433131490120020

PRODI STUDI PROFESI NERS REGULER (KELOMPOK 4)


STIKES KHARISMA KARAWANG
JL. PANGKAL PERJUANGAN KM. 1 BY PASS KARAWANG 41316 TELP.
(0267) 412480, FAX : (0267) 410842

TAHUN AJARAN 2020-2021


A. KONSEP DASAR CEDERA MEDULA SPINALIS

1. PENGERTIAN CEDERA MEDULA SPINALIS


Medula spinalis merupakan bagian lanjutan dari medula oblongata yang
menjulur ke arah kaudal melalui foramen magnum lalu berakhir di antara
vertebra lumbal pertama dan kedua. Fungsi medula spinalis yaitu
mengadakan komunikasi antara otak dan semua bagian tubuh dan bergerak
refleks.

Medula spinalis adalah bagian dari sistem saraf yang membentuk sistem
kontinue dengan batang otak yang keluar dari hemisfer serebral dan memberikan
tugas sebagai penghubung otak dan saraf perifer yang memanjang dari foramen
magnum di dasar tengkorak sampai bagian lumbarke dua tulang belakang.

Cedera medula spinalis lumbal adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medula spinalis khususnya lumbal
(Brunner dan Suddarth, 2001). Berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang
dipertahankan di bawah lesi, cedera medula spinalis dapat diklasifikasikan
menjadi cedera komplet dan inkomplet.
2. PENYEBAB CEDERA MEDULA SPINALIS
Penyebab trauma medula spinalis di bagi menjadi 2 yaitu :
a. Traumatic spinal cord injury
1) Kecelakaan dijalan raya (penyebab tersering)
2) Tidak kekerasan
3) Terjatuh
4) Keguatan olahraga (menyelam)
5) Luka tusuk, luka tembak
6) Seseorang yang terpeleset di lantai
7) Jatuh dari ketinggian dalam posisi berdiri
b. Non-traumatic spinal-cord injury terdiri dari :
1) Congenital and developmental
2) Gangguan CNS degenerative
3) Infeksi
4) Inflamatori :
a) Multiple sclerosis
b) Transverse myelitis Toxic
c) Radiasi
d) Tumor

Berikut ini adalah mekanisme cedera tumpul spinal menurut Campbell :


 Hiperektensi
Kepala dan leher bergerak ke belakang / hiperektensi secara berlebihan.
 Hiperfleksi
Kepala di atas dada bergerak ke depan / heperfleksi dengan berlebihan.
 Kompresi
Bobot tubuh dari kepala hingga pelvis mengakibatkan penekanan pada leher
atau batang tubuh.
 Rotasi
Rotasi yang berlebih dari batang tubuh atau kepala dan leher sehingga
terjadi pergerakan berlawanan arah dari kolumna spinalis.
 Penekanan ke samping
Pergerakan ke samping yang berlebih menyebabkan pergeseran dari
kolumna spinalis.
 Distraksi
Peregangan yang berlebihan dan kolumna spinalis dan spinal cord.

3. TANDA DAN GEJALA CEDERA MEDULA SPINALIS

a. nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang
terkena
b. Pernapasan dangkal
c. penggunaan otot-otot pernapasan
d. pergerakan dinding dada
e. Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg)
f. Bradikardi
g. Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang mana suhu tubuh
bergantung pada suhu lingkungan)
h. Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak
i. Kehilangan sensasi
j. Terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau quadriparesis/quadriplegia
k. Adanya spasme otot, kekakuan
l. Kelemahan otot
m. Adanya deformitas tulang belakang
n. Adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak
o. Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera
p. Kehilangan control dalam eliminasi urin dan feses,
q. Terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)

4. PATOFISIOLOGI CEDERA MEDULA SPINALIS


a. Kerusakan jalur simpatetik desending yang mengakibatkan terputusnya
jaringan saraf medulla spinalis, karena jaringan saraf ini terputus maka akan
menimbulkan paralisis dan paraplegi pada ekstremitas.
b. Dari cedera tersebut akan menimbulkan perdarahan makroskopis yang akan
menimbulkan reaksi peradangan, dari reaksi peradangan tersebut akan
melepaskan mediator kimiawi yang menyebabkan timbulnya nyeri hebat
dan akut, nyeri yang timbul berkepanjangan mengakibatkan syok spinal
yang apabila berkepanjangan dapat menurunkan tingkat kesadaran. Reaksi
peradangan tersebut juga menimbulkan juga menyebabkan edema yang
dapat menekan jaringan sekitar sehingga aliran darah dan oksigen ke
jaringan tersebut menjadi terhambat dan mengalami hipoksia jaringan.
Reaksi anastetik yang ditimbulkan dari reaksi peradangan tersebut juga
menimbulkan kerusakan pada system eliminasi urine.
c. Blok pada saraf simpatis juga dapat diakibatkan dari cedera tulang belakang
yang menyebabkan kelumpuhan otot pernapasan sehinggan pemasukan
oksigen ke dalam tubuh akan menurun, dengan menurunnya kadar oksigen
ke dalam tubuh akan mengakibatkan tubuh berkompensasi dengan
meningkatkan frekuensi pernapasan sehingga timbul sesak.

Cidera medulla spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5

 Lesi L1 – L5 : kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat


paha dan bagian dari bokong.
 Lesi L2 : ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha.
 Lesi L3 : Ekstremitas bagian bawah.
 Lesi L4 : Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
 Lesi L5 : Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.
Pathway Cedera Medula Spinalis
5. KLASIFIKASI CEDERA MEDULA SPINALIS
Americation Spinal Injury Association (ASIA) bekerja sama dengan
International Medical Society Of Paraplegia (IMSOP) telah mengembangkan
dan mempublikasikan standar internasional untuk klasifikasi fungsional dan
neurologis cedera medula spinalis/skala kerusakan sebagai berikut :
 Grade (A) Komplit : tidak ada fungsi motorik maupun sensorik diseluruh
segmen dermatom dari titik lesi hingga S4 – S5.
 Grade (B) Inkomplit : Fungsi Motorik dibawah lesi (termasuk segmen S4 –
S5) terganggu, namun fungsi sensorik masih berjalan dengan baik
 Grade (C) Inkomplit : fungsi motorik dibawah lesi masih berfungsi dan
mayoritas memiliki kekuatan otot dengan nilai kurang dari/ < 3
 Grade (D) Infomplit : fungsi motorik dibawah lesi masih berfungsi dan
mayoritas memiliki kekuatan otot dengan nilai lebih dari/> 3
 Grade (E) Normal : fungsi motorik dan sensorik normal

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK CEDERA MEDULA SPINALIS

a. Sinar X spinal

Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan (fraktur, dislokasi), unutk


kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi

b. CT Scan

Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural

c. MRI

Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi

d. Mielografi.

Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor


putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub
anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah
mengalami luka penetrasi).
e. Foto ronsen torak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada
diafragma, atelektasis)
f. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume
inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian
bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot
interkostal).
g. GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi

7. KOMPLIKASI CEDERA MEDULA SPINALIS

a. Neurogenik shock.

b. Hipoksia.

c. Gangguan paru-paru

d. Instabilitas spinal

e. Orthostatic Hipotensi

f. Ileus Paralitik

g. Infeksi saluran kemih

h. Kontraktur

i. Dekubitus

j.Inkontinensia blader

k. Konstipasi
8. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN CEDERA MEDULA
SPINALIS
a. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)
b. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : jaw thrust. Jangan
memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi), mempertimbangkan
pemasangan intubasi nasofaring.
c. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar,
imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.
d. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7)
dengan menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member
lipatan selimut di bawah pelvis kemudian mengikatnya.
e. Menyediakan oksigen tambahan.
f. Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse oksimetri.
g. Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.
h. Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan pengaruh dari
hipotensi dan bradikardi.
i. Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.
 Berikan antiemboli
 Tinggikan ekstremitas bawah
 Gunakan baju antisyok.
j. Meningkatkan tekanan darah
 Monitor volume infuse
 Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)
k. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi
gejala bradikardi.
l. Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy.
m. Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina.
n. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal
cord : steroid dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam,
dimulai dari 8 jam setelah kejadian.
o. Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien.
p. Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan aspirasi
jika ada indikasi.
q. memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.
r. Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus.
s. Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).
t. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi secara
konsisten untuk menumbuhkan kepercayaan pasien pada tenaga kesehatan.
u. Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan.(ENA, 2000 ;
427).

B.   KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1.   PENGKAJIAN
a. PENGKAJIAN PRIMER
Data Subyektif
1) Riwayat Penyakit Sekarang
a) Mekanisme Cedera
b) Kemampuan Neurologi
c) Status Neurologi
d) Kestabilan Bergerak
2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a) Keadaan Jantung dan pernapasan
b) Penyakit Kronis
Data Obyektif
1) Airway
Adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal
sehingga mengganggu jalan napas
2) Breathing
Pernapasan dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan
dinding dada
3) Circulation
Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg), Bradikardi, Kulit
teraba hangat dan kering, Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu
tubuh, yang mana suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan)
4) Disability
Kaji Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak,
kehilangan sensasi, kelemahan otot

·  b. PENGKAJIAN SEKUNDER


1) Exposure
Adanya deformitas tulang belakang
2) Five Intervensi
 Hasil AGD menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya
ventilasi
 CT Scan untuk menentukan tempat luka atau jejas
 MRI untuk mengidentifikasi kerusakan saraf spinal
 Foto Rongen Thorak untuk mengetahui keadaan paru
 Sinar – X Spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang
(Fraktur/Dislokasi)
3) Give Comfort
Kaji adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak
4) Head to Toe
 Leher : Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera
 Dada  :  Pernapasan dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan,
pergerakan dinding dada, bradikardi, adanya desakan otot diafragma
dan interkosta akibat cedera spinal
 Pelvis dan Perineum : Kehilangan control dalam eliminasi urin dan
feses, terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)
 Ekstrimitas : terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau
quadriparesis/quadriplegia
5) Inspeksi Back / Posterior Surface
Kaji adanya spasme otot, kekakuan, dan deformitas pada tulang belakang

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pola Napas Tidak Efektif
b. Perfusi Perifer Tidak Efektif
c. Nyeri Akut
d. Penurunan Curah Jantung
e. Gangguan Mobilitas Fisik
f. Gangguan Eliminasi Urine
g. Konstipasi
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 3 .
Jakarta : EGC.

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3 Jakarta : FKUI

Pearce Evelyn C. 2008. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT.
Gramedia.

Wikipedia, the free encyclopedia, 2009, Spinal cord injury, (Online), (http://en.wikipedia.
org/wiki/Triage, Diakses pada tgl 20 Februari 2013)

Price da Wilson. 2005. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:


EGC.

Mansjoer, Arif.2000 . Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga.Jakarta : Media


Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai