Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN TUTORIAL

NEUROMUSKULOSKELETAL

DISUSUN OLEH :
TUTOR XIV
FASILITATOR : dr. Yanti Fitriyasa, Sp. THT-KL
KETUA : Raditya Pangestu (1910070100111)
SEKRETARIS : Fadhilman Idris (1910070100110)
ANGGOTA : Bunga Gusasnami (1910070100117)
Tegar Pratama (1910070100112)
Agung Saputra (1910070100113)
Rezy Saputra (1910070100114)
Sisi Adiza Fitri (1910070100115)
Dini Jannatul (1910070100116)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan laporan ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan laporan ini dalam rangka tugas tutorial blok neuromuskuloskeletal.

Penulis tentu menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk laporan ini, supaya laporan ini nantinya dapat menjadi
laporan yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada laporan ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen
fasilitator dan dosen pengajar kami yang telah membimbing dalam menulis laporan ini.

Demikian, semoga laporan ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Padang, 28 April 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma yang diakibatkan oleh kecelakaan atau injury dapat menyebabkan berbagai
cedera antara lain pada tulang belakang dapat berupa subluxation, dislokasi dan fraktur. Hal
ini akan menyebabkan ketidakstabilan pada columna veterbralis. Ketidakstabilan ini bisa
berupa gangguan neurology yang akut maupun tidak langsung. Fraktur sering disebabkan
trauma baik trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur patologis sering terjadi pada
orang tua disebabkan oleh osteoporosis, penderita tumor, infeksi. Fraktur stres atau fatique
fractur disebabkan peningkatan drastis latihan pada atlit atau pada pemulaan aktivitas baru.
Timbulnya fraktur demikian bisa karena jatuh tertunduk, atau tanpa trauma apapun tapi tubuh
tampak semakin bungkuk. Jika mengalami osteoporosisnya berat, tulang belakang akan
sangat keropos, sehingga bersin atau batuk sedikit saja bisa menyebabkan fraktur. Ada 30%
fraktur kompresi atau kolaps tulang belakang yang bahkan terjadi ketika berada di tempat
tidur. Fraktur verterbra biasanya tidak sampai harus dirawat di rumah sakit, tapi
menimbulkan sakit dan perlu tirah baring terus (Tandra, 2009). Pada trauma yang lebih berat
pasien dapat mengalami dislokasi fraktur, fraktur terbuka atau fraktur asimetris yang buka
hanya mengenai korpus veterbra tetapi juga elemen posteriornya (Harrison, 2008).
1.2 Trigger
Dokter Serebrina pagi itu tampak terburu-buru ke bangsal saraf karena ada pasien baru
masuk tadi malam. Ditemani oleh dokter muda, dokter Serebrina memeriksa pasien D.
Pasien D mengalami kelumpuhan di kedua tungkainya karena terjatuh dari ketinggian 3 m.
Ekstremitas superior dapat digerakkan dengan bebas.

Pasien D juga mengeluhkan hilangnya sensasi nyeri dan raba dari pusar sampai ke bawah.
Pemeriksaan radiologi menunjukkan fraktur kompresi pada vertebrae thorakal 8-9. Dokter
Serebrina menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa terdapat gangguan pada
medula spinalis akibat kompresi tulang punggung. Keluarga pasien D berkomentar: Jadi
yang patah adalah tulang punggung dok bukan tulang di kaki anak saya, karena yang
lumpuh kakinya.

Kepada dokter muda, dokter Serebrina menjelaskan bahwa pasien D mengalami


paraplegi inferior tipe upper motor neuron dan hipoestesi setinggi segmen medula spinalis
thorakal 10. Peningkatan reflek KPR dan APR dan reflek babinsky bilateral dapat ditemukan
pada pasien ini. Pada kondisi akut seperti pada pasien D dapat terjadi kondisi “syok spinal”.

Dokter muda terlihat berkerut kening dan bertanya kepada dokter Serebrina: Dok, kenapa
vertebrae yang mengalami kompresi vertebrae thorakal 8-9 namun medula spinalis yang
mengalami gangguan segmen MS thorakal 10? Dokter Serebrina tersenyum kemudian
berkata: “Sistem saraf itu rumit, tetapi tidak susah”. Saya yakin kalian tidak mau termasuk
kelompok “Neuro Lagi’, kan. Sekarang mari ikut saya ke poliklinik, kita diskusikan pasien
D ini. “
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Step 1 : Clarify Unfamiliar Terms

1. Fraktur kompresi vetebrae : patah tulang belakang


2. Lumpuh : kondisi ketika anggota badan tidak dapat digerakkan
3. Paraplegi inferior : kelumpuhan yang memengaruhi semua atau sebagian batang tubuh
tungkai sampai organ panggul
4. Upper motor neuron : neuron motorik yang berasal dari korteks motorik serebri atau
batang otak
5. Hipoestesi : berkurangnya sensitifitas atau penurunan sensasi normal terhadap sentuhan
atau raba
6. Reflek KPR : refleks sistem saraf berupa refleks kontraksi otot disekitar patela sehingga
kaki terlihat seperti menendang
7. Reflek APR : refleks sistem saraf berupa kontraksi otot gastrocnemius tendon achiles
sehingga terjadi plantar fleksi dari kaki
8. Refleks babinsky bilateral : respons menggerakkan kaki ketika mendapat ransangan di
telapak kaki
9. Syok spinal : syok pada medula spinalis termasuk syok distributif yang disebabkan
karena volume darah secara abnormal berpindah pada vaskuler seperti ketika darah
berkumpul di dalam pembuluh darah perifer.

2.2 Step 2 : Define The Problems

1. Pada bagian apa pasien D merasakan kelumpuhan?


2. Mengapa hilangnya sensasi nyeri dan raba pada pasien D dari pusar sampai ke bawah?
3. Apa akibat dari kompresi tulang punggung?
4. Mengapa patah tulang punggung dapat menyebabkan kelumpuhan kaki?
5. Apa maksud upper motor neuron dan hipoestesi segmen medula spinalis?
6. Apa perbedaan refleks KPR,APR, dan babinsky?
7. Mengapa pasien D dapat mengalami syok spinal?

2.3 Step 3 : Brainstorm Possible Hypothesis or Explanation

1. Bagian pusar sampai ke bawah


2. Karena adanya fraktur kompresi vetebrae yang menyebabkan gangguan pada medula
spinal
3. Mengalami ganguan pada medula spinalis
4. Karena ia mengalami paraplegi inferior tipe upper motor neuron dan hipoestesi setinggi
segmen medula spinalis thorakal 10
5. Upper motor neuron adalah neuron motorik yang berasal dari korteks motorik serebri atau
batang otak, hipoestesi segmen medula spinalis adalah berkurangnya sensitifitas atau
penurunan sensasi normal terhadap sentuhan atau raba akibat gangguan segmen medula
spinalis
6. KPR respon yang terjadi berupa ekstensi tungkai di sertai kontraksi otot kuadrisep, APR
respon yang terjadi berupa plantar fleksi dari kaki dan kontraksi otot gastrocnemius tetapi
kaki kirinya hiperaktif, babinsky reflek pada saraf kaki yang dimiliki anak-anak ketika
berusia 6 bulan sampai 2 tahun
7. Karena peningkatan refleks KPR, APR dan babinsky sehingga pasien D mengalami
kondisi akut dan menyebabkan syok spinal.

2.4 Step 4 : Arrange Explanation Into a Tentative Solution

Kompresi fraktur vetebrae

Gangguan medula spinalis

Upper motor neuron hipoestesi Syok spinal

Paraplegi

Refleks KPR Refleks APR Refleks Babinsky


2.5 Step 5 : Learning Objective
Mahasiswa mampu memahami, mempelajari dan menjelaskan tentang :
1. Anatomi dari tulang vetebrae
2. Anatomi dan histologi dari medula spinalis
3. Menjelaskan tentang sistim somatosensorik (suhu, nyeri dan raba)
4. Menjelaskan kelainan motorik tipe upper motor neuron
5. Menjelaskan tentang syok spinal
2.6 Step 6 : Gather Information and Private Study

---

2.7 Step 7 : Share the Result of Information and Private Study

I. Anatomi Tulang Vertebrae

Tulang Belakang secara medis dikenal sebagai columna vertebralis (Malcolm,


2002). Rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur lentur yang dibentuk oleh
sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Diantara setiap dua ruas
tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan. Panjang rangkaian tulang belakang pada
orang dewasa mencapai 57 sampai 67 sentimeter. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24
buah diantaranya adalah tulang terpisah dan 9 ruas sisanya dikemudian hari menyatu
menjadi sakrum 5 buah dan koksigius 4 buah (Pearce, 2006). Tulang vertebra merupakan
struktur komplek yang secara garis besar terbagi atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun
atas korpus vertebra, diskus intervertebralis (sebagai artikulasi), dan ditopang oleh
ligamentum longitudinale anterior dan posterior. Sedangkan bagian posterior tersusun
atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus yang
menjadi tempat otot penyokong dan pelindung kolumna vertebrae. Bagian posterior
vertebra antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (faset). Stabilitas
vertebra tergantung pada integritas korpus vertebra dan diskus intervertebralis serta dua
jenis jaringan penyokong yaitu ligamentum (pasif) dan otot (aktif) (Pearce, 2006).
Vertebra dikelompokan dan dinamai sesuai dengan daerah yang ditempatinya,
yaitu:
a. Vertebra Servikal
Vertebra servikal terdiri dari tujuh tulang atau ruas tulang leher, ruas
tulang leher adalah yang paling kecil. Ruas tulang leher pada umumnya
mempunyai ciri badanya kecil dan persegi panjang, lebih panjang ke samping
daripada ke depan atau ke belakang. Lengkungnya besar, prosesus spinosus
atau taju duri ujungnya dua atau bivida. Prosesus transverses atau taju sayap
berlubang-lubang karena banyak foramina untuk lewatnya arteri
vertebralis(Pearce, 2006).
b. Vertebra Torakalis
Vertebra torakalis terdiri dari dua belas tulang atau nama lainnya ruas
tulang punggung lebih besar dari pada yang servikal dan disebelah bawah
menjadi lebih besar. Ciri khasnya adalah badannya berbentuk lebar lonjong
dengan faset atau lekukan kecil disetiap sisi untuk menyambung iga,
lengkungnya agak kecil, taju duri panjang dan mengarah kebawah, sedangkan
taju sayap yang membantu mendukung iga adalah tebal dan kuat serta memuat
faset persendian untuk iga (Pearce, 2006).
c. Vertebra Lumbalis
Vetebra lumbalis terdiri dari lima ruas tulang atau nama lainnya adalah
ruas tulang pinggang, luas tulang pinggang adalah yang terbesar. Taju durinya
lebar dan berbentuk seperti kapak kecil. Taju sayapnya panjang dan langsing.
Ruas kelima membentuk sendi dan sakrum pada sendi lumbo sacral (Pearce,
2006).
d. Vertebra Sakralis
Vertebra sakralis terdiri dari lima ruas tulang atau nama lainnya adalah
tulang kelangkang. Tulang kelangkang berbentuk segi tiga dan terletak pada
bagian bawah kolumna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang inominata.
Dasar dari sakrum terletak di atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis
kelima dan membentuk sendi intervertebral yang khas. Tapi anterior dari basis
sakrum membentuk promontorium sakralis. Kanalis sakralis terletak dibawah
kanalis vertebra. Dinding kanalis sakralis berlubang-lubang untuk dilalui saraf
sakral. Taju duri dapat dilihat pada pandangan posterior dan sakrum.
e. Vertebra Kosigeus
Vertebra Kosigeus nama lainnya adalah tulang tungging. Tulang tungging
terdiri dari empat atau lima vertebra yang rudimenter yang bergabung menjadi
satu (Pearce, 2006). Fungsi dari kolumna vertebralis atau rangkaian tulang
belakang adalah bekerja sebagai pendukung badan yang kokoh sekaligus juga
bekerja sebagai penyangga dengan perantaraan tulang rawan cakram
intervertebralis yang lengkungannya memberi fleksibilitas dan memungkinkan
membengkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk menyerap
goncangan yang terjadi bila menggerakan berat seperti waktu berlari dan
meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum tulang belakang terlindung
terhadap goncangan. Gelang panggul adalah penghubung antara badan dan
anggota bawah. Sebagian dari kerangka axial, atau tulang sakrum dan tulang
koksigeus, yang letaknya terjepit antara dua tulang koxa, turut membentuk
tulang ini. Dua tulang koxa itu bersendi satu dengan lainnya di tempat simfisis
pubis (Pearce, 2006).
II. Anatomi dan Histologi dari Medula Spinalis

Medula spinalis terletak memanjang di dalam rongga tulang belakang, mulai dari
ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang pinggang yang kedua. Medula spinalis
terbagi menjadi dua lapis yaitu lapisan luar berwarna putih (white area) dan lapisan
dalam berwarna kelabu (grey area) (Chamidah, 2013). Lapisan luar mengandung serabut
saraf dan lapisan dalam mengandung badan saraf. Di dalam medula spinalis terdapat
saraf sensorik, saraf motorik dan saraf penghubung. Fungsinya adalah sebagai penghantar
impuls dari otak dan ke otak serta sebagai pusat pengatur gerak refleks (Khafinuddin,
2012).
Medula spinalis terletak di dalam canalis vertebralis columna vertebra dan
dibungkus oleh meningen serta diliputi oleh cairan serebrospinal. Bagian medula
spinalis mulai dari perbatasan dengan medula oblongata (decussatio pyramidum) sampai
setinggi vertebra L1-2 yang terdiri dari 31 segmen: 8 servikal, 12 torakal, 5
lumbal, 5 sakral, 1 koksigeal. Pada bagian bawah, medula spinalis menipis menjadi
conus medularis dan berlanjut sebagai filum terminale yang melekat pada os coccygea.
Akar saraf lumbal dan sakral terkumpul dan disebut dengan cauda equina. Masing-
masing segmen membentuk sepasang radiks saraf spinal yang keluar melalui foramen
intervertebral yaitu bagian dorsal dan ventral. Akar bagian dorsal berisi serabut saraf
sensorik dan memiliki struktur ganglia yang berisi neuron sensoris, sedangkan akar
bagian ventral berisi serabut saraf motorik dengan neuron motoriknya terletak pada
cornu anterior medula spinalis. Medula spinalis tersusun oleh substansia alba yang
berwarna putih di bagian luar dan substansia grisea yang berwarna abu-abu di bagian
dalam. Substansia grisea membentuk cornu anterior dan posterior sehingga tampak
seperti gambaran huruf H atau kupu-kupu pada potongan melintang. Di dalam substansia
alba berisi lintasan-lintasan asenden dan desenden. Di dalam substansia grisea pada
daerah cornu anterior terdapat motor neuron yang bertanggung jawab dalam
penghantaran impuls motorik somatik. Medula spinalis dilindungi oleh tulang vertebra
dan ligamen.
III. Sistim Somatosensorik (Suhu, Nyeri dan Raba)

Sistem somatosensori merupakan komponen dari sistem saraf pusat dan perifer
yang menerima dan menginterpretasikan informasi sensorik dari organ dalam
sendi,ligamen,otot dan kulit . Sistem ini memproses informasi tentang panjang ,tingkat
peregangan, ketegangan dan kontraksi otot, nyeri , suhu , tekanan dan posisi sendi.
Cara kerja somatosensori atau proses perabaan dimulai dari masuknya stimulus mengenai
kulit, kemudian diterima oleh reseptor-reseptor dan berproses menjadi sinyal-sinyal
neuron melalaui serabut-serabut saraf yang akan membawa informasi dari reseptor-
reseptor kulit dan reseptor somatosensori lainnya berkumpul di saraf dan akan diteruskan
ke sumsum tulang belakang melalui dorsal roots (akar dorsal). Daerah yang dirangsang
oleh akar dorsal kiri dan kanan di segmen sumsum tulang belakang tertentu disebut
dermatoma.
Dalam sistem perabaan terdapat dua jalur utama untuk mengirimkan stimulus yang
diterima dari masing-masing sisi tubuh ke otak, yaitu jalur dengan sistem kolom dorsal
lemniskus medial dan jalur dengan sistem anterolateral.
1. Jalur dengan Sistem Kolom Dorsal Lemniskus Medial
Jalur ini cenderung membawa informasi tentang sentuhan dan proprioseptif. Dimulai
dengan neuron-neuron sensori memasuki sumsum tulang belakang melalaui akar dorsal
kemudian naik secara ipsilateral ke dalam kolom dorsal. Selanjutnya bersinapsis dengan
neuron lainnya di nuklei kolom dorsal medula. Lalu akson-akson neuron tersebut
menyeberang secara kontralateral ke sisi otak yang lain dan naik ke lemniskus medial
dilanjutkan ke nukleus posterior ventral di talamus.
Selain itu, nukleus posterior ventral juga menerima input dari tiga cabang saraf trigeminal
yang membawa informasi somatosensori dari daerah-daerah kontralateral wajah.
Sebagian besar neuron dari nukleus posterior ventral akan dikirim ke korteks
somatosensori primer, dan sebagian lainnya dikirim ke korteks somatosensori sekunder
atau korteks parietal posterior. Neuron-neuron kolom dorsal yang berasal dari jari kaki
adalah neuron terpanjang dalam tubuh manusia.

2. Jalur dengan Sistem Anterolateral


Pada jalur ini, informasi yang dibawa adalah berupa rasa sakit dan temperatur. Jalur ini
dimulai dari neuron-neuron memasuki sumsum tulang belakang melalui akar dorsal.
Neuron-neuron tersebut langsung bersinapsis dengan neuron lainnya. Sebagian besar
akson neuron berseberangan kontralateral kemudian naik ke otak di porsi anterolateral
sumsum tulang belakang. Sebagian lainnya tidak berseberangan tetapi naik secara lurus
(ipsilateral).

Sistem anterolateral terdiri dari tiga traktus yang berbeda, yaitu:


1) Saluran spinothalamik (berproyeksi ke nukleus posterior ventral thalamus seperti pada
kolom dorsal leminikus medial)
2) Saluran spinoretikuler (berproyeksi ke formasi retikuler)
3) Saluran spinotektal (berproyeksi ke tectum colliculi).

Bila seseorang mengalami cedera tulang punggung, seseorang tersebut tidak akan
merasakan sensasi tubuh pada tulang yang cedera tersebut. Hal ini bergantung pada
bagian yang cedera terjadi, pada jalur somatosensori yang mana dan di tingkat mana atau
daerah yang mana. Bila cederanya terjadi pada jalur somatosensori di tingkat yang paling
bawah, maka dampaknya kan lebih ringan dibandingkan bila terjadi pada tingkat atau
daerah yang lebih tinggi.
Wilayah paling sensitif dan peka di tubuh kita adalah pada daerah jari, tangan, wajah,
bibir, leher, dan lidah. Sedangkan yang tidak peka adalah bagian tengah punggung,
karena jumlah sensor peraba pada bagian punggung memang sedikit dan terpencar-pencar.

IV. Kelainan Motorik Tipe Upper Motor Neuron

Upper Motor Neuron (UMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari korteks
motorik serebri atau batang otak yang seluruhnya (dengan serat saraf-sarafnya ada di dalam
sistem saraf pusat).
Berasal dari area motoric girus presentralis dan bagian korteks lain, terutama area
premotorik lobus frontalis. Pada girus presentalis, bagian-bagian tubuh direpresentasikan secara
terbalik dengan daerah yang besar untuk kepala pada bagian bawah, daerah besar untuk tangan di
atas daerah untuk kepala kemudian daerah yang lebih kecil untuk lengan, badan, tungkai, dan
perineum. Makin halus gerakan suatu bagian makin besar jumlah korteks yang bertanggung
jawab untuk itu.
Upper motor neuron merupakan rangkaian awal neuron yang belum meninggalkan sistem
saraf pusat, terletak di korteks motorik. Traktus piramidalis merupakan bagian dari upper motor
neuron yang penting.

Upper motor neuron membentuk traktur piramidalis. Terdiri dari serat kortikonuklear
yang berjalan hanya sampai batang otak, untuk berhubungan dengan serat nervus kranialis yang
memiliki fungsi motoric, dan serat kortikospinal yang berjalan menuju medulla spinalis. Traktus
piramidalis berjalan ke bawah dan ke dalam melalui hemisfer serebri, dan kemudian melalui otak
tengah, pons, dan medulla oblongata, membentuk rigi panjang di dalam medulla, pyramis, sesuai
dengan namanya. Di dalam medulla, sebagian besar serat menyilang ke sisi lain dan berjalan ke
bawah dalam kolumna anterior, tetapi mereka juga akan menyebrang. Berdasarkan hal itu, satu
sisi otak mengarahkan dan mengontrol gerakan sisi tubuh lain. Pada medulla spinalis, serat
motoric berakhir dengan bersinaps denga sel motoric dalam kornu anterior substansia grisea.
Pada kerusakan UMN, otot lumpuh (paralisa/paresa) dan kaku (rigid), ketegangan otot tinggi
(hipertonus) dan mudah ditimbulkan refleks otot rangka (hiperrefleksia). Berkas UMN bagian
medial, dibatang otak akan saling menyilang.
Tanda-tanda kelumpuhan UMN :
1. Tonus otot meninggi atau hypertonia Akibat hilangnya pengaruh inhibisi korteks motoric
tambahan terhadap inti-inti intrinsic medulla spinalis.
2. Hiperefleksia Merupakan keadaan setelah impuls inhibisi dari susunan pyramidal dan
ekstrapirimidal tidak dapat disampaikan kepada motoneuron.
3. Klonus Hiperefleksia sering diiringi oleh klonus. Tanda ini adalah gerak otot reflektorik, yang
bangkit secara berulang-ulang selama perangsangan masih berlangsung.
4. Reflex patologik
5. Tidak ada atrofi pada otot-otot yang lumpuh
6. Reflex automatisme spinal

V. Syok Spinal
Spinal syok (syok pada medula spinalis) termasuk syok distributif, terjadi
karenavolume darah secara abnormal berpindah tempat pada vaskuler seperti ketika darah
berkumpul dalam pembuluh darah perifer (Moor, 2013). Spinal syok / syok padamedula
spinalis adalah suatu keadaan disorganisasi fungsi medula spinalis yangfisiologis dan
berlangsung untuk sementara waktu, keadaan ini timbul segera setelahcedera dan dapat
berlangsung dari beberapa jam hingga beberapa minggu. Syokspinal juga diketahui
sebagai syok neurogenik adalah akibat dari kehilangan tonusvasomotor yang
mengakibatkan dilatasi vena dan arteriol umum. Syok inimenimbulkan hipotensi, dengan
penumpukan darah pada pembuluh penyimpan atau penampung dan kapiler organ
splanknik. Tonus vasomotor dikendalikan dandimediasi oleh pusat vasomotor di medulla
dan serat simpatis yang meluas ke medullaspinalis sampai pembuluh darah perifer secara
berurutan. Karenanya kondisi apapunyang menekan fungsi medulla atau integritas
medulla spinalis serta persarafan dapatmencetuskan syok neurogenik/syok spinal
(Tambayong, 2000).
ETIOLOGI
Neurogenik syok disebabkan oleh beberapa faktor yang menganggu CNS.
Masalah initerjadi akibat transmisi impuls yang terhambat dan hambatan hantaran
simpatik dari pusat vasomotor pada otak. Dan penyebab utamanya adalah SCI . Syok
neurogenikkeliru disebut juga dengan syok tulang belakang. kondisi berikutnya mengacu
padahilangnya aktivitas neurologis dibawah tingkat cedera tulang belakang, tetapi
tidakmelibatkan perfusi jaringan tidak efektif (Linda D. Urden, 2008).Tipe syok ini bisa
disebabkan oleh banyak faktor yang menstimulasi parasimpatikatau menghambat
stimulasi simpatik dari otot vaskular. Trauma pada syaraf spinalatau medulla dan kondisi
yang mengganggu suplai oksigen atau gulokosa ke medullamenyebabkan syok
neorogenik akibat gangguan aktivitas simpatik. Obat penenang,anestesi, dan stres hebat
beserta nyeri juga merupakan penyebab lainnya
PATOFISIOLOGI
Terjadinya syok spinal biasanya diawali dengan adanya trauma pada spinal.
Syokspinal merupakan hilangnya reflek pada segmen atas dan bawah lokasi terjadinya
cedera pada medulla spinalis. Reflek yang hilang antara lain reflek yang mengontrol
postur, fungsi kandung kemih dan usus, tekanan darah, dan suhu tubuh. Hal ini
terjadiakibat hilangnya muatan tonik secara akut yang seharusnya disalurkan melalui
neurondari otak untuk mempertahankan fungsi reflek. Ketika syok spinal terjadi
akanmengalami regresi dan hiperrefleksia ditandai dengan spastisitas otot serta reflex
pengosongan kandung kemih dan usus (Corwin, 2009).Syok spinal akan menimbulkan
hipotensi, akibat penumpukan darah pada pembuluhdarah dan kapiler organ
splanknik.tonus vasomotor di medulla dan saraf simpatisyang meluas ke medulla spinalis
sampai pembuluh darah perifer secara berurutan.Kerena itu kondisi yang menekan fungsi
medulla atau integritas medulla spinalis serta persarafan akan mengakibatkan syok
neurogenik (Tambayong, 2000).
Trauma pada permukaan medula spinalis dapat memperlihatkan gejala dan tanda
yang segera ataupun dapat timbul kemudian. Trauma mekanik yang terjadi untuk pertama
kalinya sama pentingnya dengan traksi dan kompresi yang terjadi selanjutnya.
Kompresi yang terjadi secara langsung pada bagian-bagian saraf oleh fragmen-
fragmen tulang, ataupun rusaknya ligamen-ligamen pada sistem saraf pusat dan perifer.
Pembuluh darah rusak dan dapat menyebabkan iskemik. Ruptur axon dan sel membran
neuron bisa juga terjadi. Mikrohemoragik terjadi dalam beberapa menit di substansia
grisea dan meluas beberapa jam kemudian sehingga perdarahan masif dapat terjadi dalam
beberapa menit kemudian.
Efek trauma terhadap tulang belakang bisa bisa berupa frakturdislokasi, fraktur,
dan dislokasi. Frekuensi relatif ketiga jenis tersebut adalah 3:1:1. Fraktur tidak
mempunyai tempat predileksi, tetapi dislokasi cenderung terjadi pada tempat-tempat
antara bagian yang sangat mobil dan bagian yang terfiksasi, seperti vertebra C1-2, C5-6
dan T11-12.
Dislokasi bisa ringan dan bersifat sementara atau berat dan menetap. Tanpa
kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek traumatiknya bisa mengakibatkan lesi
yang nyata di medulla spinalis.
Efek trauma yang tidak dapat langsung bersangkutan dengan fraktur dan dislokasi,
tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis dikenal sebagai trauma tak langsung.
Tergolong dalam trauma tak langsung ini ialah whiplash (lecutan), jatuh terduduk atau
dengan badan berdiri, atau terlempar oleh gaya eksplosi bom.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tulang belakang atau kolumna vertebra merupakan merupakan bagian dari tulang yang
menyusun tubuh manusia, dimana rangkaian tulang tersebut berfungsi sebagai penyokong
kepala dan anggota tubuh bawah dan sekaligus pelindung otak dan sumsum tulang belakang
dari goncangan. Tulang belakang memiliki bagian-bagian yang saling berkaitan struktur dan
fungsinya. Dengan mempelajari tulang belakang, seorang dokter akan mampu memberikan
asuhan keperawatan sesuai indikasi medis yang ada pada pasien. Apabila terjadi fraktur pada
tulang belakang ini bisa menyebabkan kerusakan pada medula spinalis dan gangguan fungsi
kerja tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Paryana Widjaja dkk, 2009. Anatomi Tubuh Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Pearce Evelyn C., 2012. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
Sobotta, (2000), Atlas Anatomi Manusia, Edisi 19, EEG Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
Dorland, WAN, 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta : EGC.
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta : EGC
Sherwood, LZ., 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Wirastuti,Ken. Fisiologi sistem syaraf sensorik.ppt

Anda mungkin juga menyukai