Rita Moretti, Paola Torre, Rodolfo M. Antonello, Tatiana Cattaruzza, Giuseppe Cazzato,Antonio
Bava1
Dalam penelitian cross-sectional, kadar folat dan B12 yang rendah telah terbukti
berkaitan dengan penurunan kognitif dan demensia. Bukti untuk peranan putatif dari
folat, vitamin B12 pada neurokognitif dan fungsi neurologis lain datang dari kasuskasus defisiensi vitamin berat yang dilaporkan, khususnya anemia pernisiosa, dan
defek homozigot pada gen yang mengkode enzim-enzim untuk metabolisme satukarbon. Perubahan neurologis terlihat pada kasus-kasus tersebut memungkinkan
untuk peranan biologis dari vitamin pada neurofisiologi. Hasil-hasil cukup
kontroversial dan terdapat debat terbuka pada literatur, yang mempertimbangkan
bahwa peranan potensial dan difeensial dari folat dan vitamin B12 pada
perkembangan memori dan kognitif tidak sepenuhnya dimengerti atau diterima. Apa
yang tidak jelas adalah fakta bahwa defisiensi vitamin B12 dan folat memperburuk
situasi patologis yang ada sebelumnya atau dapat menjadi kejadian yang berbahaya
pada subjek normal. Bahkan lebih menarik adalah interaksi antara B12 dan folat, dan
peranannya dalam terjadinya hiperkromosisteinemia. Pendekatan untuk rehabilitasi
defisiensi dengan suplementasi vitamin yang adekuat sangat membingungkan.
Beberapa penulis mengusulkan, bahkan pada situasi kronis, lainnya menolak adanya
peranan yang mungkin.
Dimulai dari perspektif yang cukup membingungkan tersebut, tujuan dari tinjauan ini
adalah untuk melaporkan dan mengkategorikan data yang diperoleh dari literatur.
Meskipun terdapat mekanisme biokimia yang masuk akal, penelitian selanjutnya,
berdasar pada klinis, neurofisiologis, laborat dan (terakhir) gambaran patologis akan
diperlukan untuk pemahaman yang lebih baik teka teki biokimia yang sangat menarik
ini.
Kata kunci: folat, B12, serum, kognitif, nutrisi, diet, demensia, neurodegenerasi
Pendahuluan
Terpisah dari penuaan alamiah, terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan
gangguan kognitif; sejauh ini, terdapat beberapa pemeriksaan laboratorium yang
direkomendasikan oleh Institut Nasional dari Konferensi Konsensus Kesehatan pada
Diagnosis Banding Penyakit Demensia, dan ini melibatkan kadar vitamin B12 dan
folat [1,2,3,4,5,6,7]
Folat dan vitamin B12 keduanya diperlukan pada metilasi homosistein
menjadi metionin dan pada sintesis Sadenosilmetionin. Yang terakhir terlibat pada
sejumlah reaksi metilasi yang melibatkan protein, fosfolipid, DNA, dan metabolisme
neurotransmiter. Defisiensi folat dan vitamin B12 dapat menyebabkan depresi
neurologis, demensia, dan mielopati demielinasi yang serupa. Teori terbaru
mengusulkan bahwa defek pada proses metilasi adalah pusat untuk dasar biokimia
dari manifestasi neuropsikiatri pada defisiensi vitamin tersebut. Defisiensi folat dapat
secara spesifik mempengaruhi metabolisme monoamin pusat dan memperburuk
gangguan depresif. Selain itu, efek neurotoksik dari homosistein juga berperan pada
gangguan neurologis dan psikiatri yang berkaitan dengan defisiensi folat dan vitamin
B12.
Meskipun terdapat teori yang penting untuk penentuan kadar vitamin B12 dan
folat darah, terdapat kebingungan mengenai peranan yang mungkin pada perubahan
neuropsikiatri.
Cukup banyak pertanyaan yang diperdebatkan pada beberapa tahun terakhir:
1. Peranan folat, vitamin B12, dan homosistein pada praktik neurologis
2. Hubungan intrinsik antara folat dan vitamin B12
3. Vitamin B12 saja merupakan faktor kausatif yang cukup untuk onset gejalagejala neuropsikiatri
4. Peranan independen dari folat
5. Peranan terisolasi dari homosistein
homosistein.
Selanjutnya,
metionin
diperlukan
dalam
sintesis
3
Juga, kadar asam metilmalonik dapat meningkat pada pasien-pasien dengan penyakit
ginjal: sehingga, peningkatan kadar harus diinterpretasikan dengan hati-hati.
Apakah vitamin B12 saja cukup sebagai faktor kausatif untuk onset gejalagejala neuropsikiatri?
Data yang diperoleh dari literatur menyatakan bahwa vitamin B12
bagaimanapun juga berikatan dengan kognitif dan pada implementasi strategi-strategi
aktif untuk koordinasi dan pada pemecahan masalah aktif [32]. Larner dkk [33,34]
melaporkan ikhtisar litetatur, dan ia menyatakan bahwa jumlah efektif dari defek
vitamin B12-demensia sangatlah kecil [3,4,5,19,20]. Meskipun seorang lansia dengan
defisiensi cobalamin dapat menampakkan gejala neuropsikiatri atau defisiensi
metabolik, tanpa anemia makrositik yang jelas [35]. Gejala-gejala psikiatri yang
menyertai defisiensi vitamin B12 telah dijelaskan untuk beberapa dekade [35].
Gejala-gejala tersebut terbagi menjadi beberapa kategori yang terpisah secra klinis:
serebrasi lambat, confusi, perubahan memori, delirium dengan atau tanpa halusinasi,
depresi, status psikosis akut, dan lebih jarang mania reversibel dan status
schizophreniform [36].
Prevalensi yang lebih tinggi dari kadar vitamin B12 serum yang rendah telah
ditemukan pada subjek-subjek dengan AD [37], demensia lain [38] dan pada orang
dengan gangguan kognitif berbeda [31,39] saat dibandingkan dengan kontrol.
Sebaliknya, penelitian-penelitian cross-sectional lainnya [40,41] gagal untuk
menemukan hubungan ini (lebih banyak data dilaporkan pada Tabel 1) [42,43,44,45,
46,47,48]. Penelitian paling baru [49] pada topik yang memeriksa hubungan antara
kadar vitamin B12 serum dengan gejala kognitif dan neuropsikiatri pada demensia;
pada AD prevalensi kadar vitamin B12 serum yang rendah konsisten dengan yang
ditemukan pada komunitas-lansia secara umum namun berkaitan dengan gangguan
kognitif secara keseluruhan yang lebih besar. Selain itu, beberapa penelitian
intervensi telah membuktikan keefektifan suplementasi vitamin B12 dalam perbaikan
kognitif pada subjek dengan gangguan demensia atau kognitif. Demensia kronik
7
berespon buruk namun demikian harus ditangani jika terdapat defisiensi metabolik
(sebagaimana diindikasikan dengan peningkatan kadar homosistein dan/atau asam
metilmalonik) [35]. Data tersebut telah dikonfirmasi oleh penelitian-penelitian
lainnya [50,51,52,53]. Akan tetapi, efek terapi ditunjukkan di antara pasien-pasien
yang datang dengan gangguan kognitif, mengalami perbaikan saat dibandingkan
dengan pasien sepadan pada tes kelancaran verbal. Sebaliknya, penelitian lainnya
gagal untuk mengkonfirmasi hasil-hasil optimistik [54,55] juga menguji fungsi
eksekutif.
Simpulan kami, bisa jadi bahwa terapi vitamin B12 dapat memperbaiki fungsi
lobus frontal dan fungsi bahasa pada pasien-pasien dengan gangguan kognitif, namun
jarang mengobati demensia.
Peranan klinis independen dari folat
Satu dari tinjauan paling baru pada asam folat [56] secara jelas menyatakan
kepentingan pada gangguan neuropsikiatri [56,29]. Diet folat diperlukan untuk
perkembangan normal sistem saraf, yang berperan penting dalam regulasi
neurogenesis dan pemrogaman kematian sel [57]. Penelitian epidemiologi dan
eksperimental terbaru telah menghubungkan defisiensi folat dan resultan peningkatan
kadar homosistein dengan beberapa kondisi neurodegeneratif, yang meliputi stroke,
AD, dan penyakit Parkinson [57,58]. Defisiensi folat membuat peka mencit terhadap
neurodegenerasi dopaminergik dan disfungsi motorik yang disebabkan oleh MPTP
neurotoksin [58]. Eksperimen-eksperimen tambahan mengindikasikan bahwa efek
defisiensi folat ini mungkin dimediasi oleh homosistein. Penemuan tersebut
mengusulkan bahwa defisiensi folat dan hiperhomosisteinemia dapat menjadi faktor
risiko untuk penyakit Parkinson [58].
Depresi lebih umum pada pasien-pasien dengan defisiensi folat, dan
degenerasi kombinasi subakut dengan neuropati perifer lebih sering pada mereka
dengan defisiensi vitamin B12 [59]. Bottiglieri dkk [59] mengusulkan bahwa sekitar
sepertiga pasien rawat jalan dengan depresi berat mengalami defisiensi folat,
8
sebagaimana diindikasikan oleh konsentrasi folat sel darah merah di bawah 150 ug/l
[59].
Pengalaman dari bagian awal abad 20 mengusulkan bahwa sepertiga pasien
dengan anemia yang tidak memiliki gangguan psikiatri, sebagian besar akan
mengalami komplikasi tersebut jika tidak ditangani [60,61] (data lebih banyak
dilaporkan pada Tabel 2) [62,63,64,65,66,67,68,69,70].
Untuk memeriksa efek dari suplementasi asam folat, dengan atau tanpa
vitamin B12, pada lansia sehat dan orang dengan demensia, dalam pencegahan
gangguan kognitif atau menghambat progressnya, sebuah tinjauan telah dibuat [71].
Semua penelitian double-blind placebocontrolled randomized trials, dimana suplemen
asam folat dengan atau tanpa vitamin B12 dibandingkan dengan plasebo untuk lansia
sehat atau orang dengan demensia atau gangguan kognitif ditinjau. Analisis dari
penelitian-penelitian yang terlibat tidak menemukan adanya manfaat dari asam folat
dengan atau tanpa vitamin B12 dalam perbandingan dengan plasebo pada penilaian
kognitif atau mood untuk orang sehat atau secara kognitif terganggu atau demensia.
Asam folat ditambah dengan vitamin B12 efektif dalam menurunkan konsentrasi
homosistein serum. Asam folat ditoleransi dengan baik dan tidak memiliki efek
samping yang dilaporkan. Penelitian-penelitian yang ada terbatas pada jumlah dan
lingkup namun memberikan tidak adanya bukti bahwa asam folat, dengan atau tanpa
vitamin B12 memiliki manfaat pada fungsi kognitif atau mood pada orang sehat atau
orang tua yang secara kognitif terganggu [71]. Defisiensi folat telah dijelaskan pada
pasien-pasien epilepsi: terapi pasien-pasien epilepsi defisiensi folat dengan asam folat
setiap hari untuk satu sampai tiga tahun berakibat pada perbaikan pergerakan,
inisiatif, kewaspadaan, konsentrasi, mood dan sosiabilitas pada sebagian besar
[72,73]. Insidensi defisiensi folat paling tinggi saat diukur dengan konsentrasi folat
sel darah merah dan serum adalah pada populasi lansia. Hubungan erat dengan
demensia dan depresi yang nyata, apati, withdrawal, dan kurangnya motivasi telah
tercatat [74]. Sebuah alasan untuk insidensi defisiensi folat yang tinggi pada lansia
adalah bahwa konsentrasi folat dalam serum dan cairan serebrospinal turun dan
9
[75,76].
Dengan
mempertimbangkan
bahwa
penelitian-penelitian
yang rendah [90]. Dalam sebuah penelitian case-control lainnya pada pasien dengan
penyakit Alzeimer, penurunan kognitif secara signifikan berkaitan dengan
peningkatan homosistein plasma dan konsentrasi folat (dan vitamin B12) serum yang
rendah [91,92]. Pada penelitian terbuka [83,93] yang meninjau pengalaman dengan
asam folat, penulis menegaskan efek vitamin pada mood dan fungsi kognitif. Sebuah
penelitan ad-hoc double blind, kontrol vs plasebo untuk mengevaluasi efikasi dari
asam folat pada lansia dengan penurunan kognitif abnormal dan folat serum yang
rendah [94] menunjukkan perbaikan signifikan baik pada memori maupun efisiensi
perhatian pada pasien yang ditangani, saat dibandingkan dengan kelompok plasebo.
Di atas semuanya, intensitas perbaikan memori berkorelasi positif dengan beratnya
defisiensi folat awal. Kesimpulan kami mungkin bahwa penelitian-penelitian
korelasional menunjukkan hubungan antara folat yang rendah dan gangguan psikiatri,
bahkan jika hubungan ini tidak bermakna secara kausal. Hanya penelitian-penelitian
prospektif yang dapat menunjukkan kausalitas. Penelitian-penelitian korelasional
menunjukkan hubungan antara folat yang rendah dan gangguan psikiatri, namun
penelitian-penelitian prospektif yang ada terbatas pada jumlah sampel dan lingkup,
dan tidak memberikan bukti bahwa asam folat, dengan atau tanpa vitamin B12,
memiliki efek yang bermanfaat pada fungsi kognitif atau mood orang sehat atau
gangguan kognitif orang yang lebih tua.
Homosistein: Apa relevansi klinisnya?
Homosistein plasma dan asam metilmalonik serum mencerminkan status
fungsional cobalamin dan folat dalam jaringan [95]. Hiperhomosisteinemia
merupakan faktor risiko penting untuk penyakit vaskuler, termasuk stroke,
independen dari faktor-faktor yang telah diketahui lama seperti hiperlipidemia,
hipertemsi, dll [96]. Sebagai tambahan mengenai hubungan hubungannya dengan
penyakit
serebrovaskuler,
homosistein
dapat
berperan
pada
penyakit
homosistein berkaitan dengan variasi kognitif pada usia tua, terhitung untuk 7-8%
varian pada performa kognitif.
Kadar homosistein total serum lebih tinggi seara signifikan serta kadar folat
dan vitamin B12 lebih rendah pada pasien-pasien dengan demensia dari tipe AD dan
dengan AD yang dikonfirmasi secara histologis dibanding pada kontrol [91]. Setelah
3 tahun follow-up, terdapat bukti radiologis yang secara signifikan lebih besar pada
progresi penyakit yang diperkirakan dengan ketebalan lobus temporal medial, di
antara mereka dengan kadar homosistein total pada tertil tengah dan atas. Mereka
dengan tertil rendah menunjukkan lebih sedikit atrofi kortikal [91]. Stabilitas kadar
homosistein total dari waktu ke waktu dan lemahnya hubungan dengan durasi gejala
menentang penemuan tersebut yang menjadi konsekuensi dari penyakit dan
memerlukan penelitian lanjutan untuk memperkirakan relevansi klinis dari hubungan
tersebut untuk AD [91].
Homosistein memiliki konsekuensi langsung untuk efek-efek neurotoksik
pada hipokampus dan neuron-neuron kortikal [98,99,100]. Dua efek putatif dari
homosistein mendukung hubungan kausal antara kadar homosistein plasma yang
lebih tinggi dan atrofi otak, terkait dengan kerusakan langsung pada arteri dan terkait
dengan efek neurotoksik [99,100].
Dalam sebuah penelitian terbaru [101], kadar homosistein yang meningkat
secara signifikan ditemukan pada pasien-pasien dengan AD juga pada pasien-pasien
dengan demensia vaskuler, mungkin mengindikasikan jalur patofisiologi yang sama.
Sebaliknya, beberapa penulis lain [102] menyatakan bahwa terdapat beberapa bukti
dari penelitian-penelitian observasional terbaru bahwa hiperhomosisteinemia
merupakan faktor risiko untuk disfungsi kognitif, termasuk AD dan demensia
vaskuler.
Kesimpulan tampak bahwa hanya terdapat sedikit penelitian intervensi, dan
hasilnya mengecewakan untuk penyakit yang sering tersebut. Tidak ada penelitianpenelitian prospektif double blind dan intervensi plasebo-kontrol. Jika terapi
penurunan homosistein digunakan untuk pencegahan dan terapi demensia, kita harus
12
13
Hasil yang cukup berbeda datang dari Fioravanti dkk [94]. Tidak terdapat
tanda-tanda signifikan dari perlambatan progresi demensia, saat menangani pasien
dengan kadar serum subnormal, dengan suplemen vitamin B12. Tidak ada dari
suplementasi vitamin B12 maupun asam folat [111] yang mempengaruhi pengenalan
atau memori primer pada usia yang sangat tua, meskipun subjek-subjek dengan kadar
asam folat rendah menunjukkan gangguan pada pengingatan kembali kata dan objek
(word recall and object recall).
Sebuah penelitian longitudinal, multi-center yang paling baru, yang meliputi
penelitian dasar, follow-up dan final [111] telah dilakukan untuk menjelaskan
perubahan 5 tahun dari kesehatan mental pada partisipan-partisipan SENECA dan
untuk memeriksa apakah kesehatan mental berkaitan dengan status vitamin B12 dan
folat pada kelahiran antara tahun 1913 dan 1918. SENECA merupakan penelitian
longitudinal. Populasi terdiri dari 1091 laki-laki dan 1109 perempuan yang berusia
antara 70-75 tahun dari Eropa. Penelitian ini memasukkan data pada diet, gaya hidup,
dan kesehatan. Populasi penelitian diikuti untuk 10 tahun dan penilaian dilakukan
pada 1988/89 (dasar/awal), 1993, dan 1999 [112]. Di antara subjek-subjek yang
berpartisipasi pada penelitian final [111], tidak terdapat hubungan signifikan yang
terobservasi antara kesehatan mental dan status vitamin B12/folat.
Penelitian lainnya [113] menunjukkan bahwa pasien-pasien dengan demensia
ringan-sedang dan kadar homosistein plasma yang meningkat mengalami perbaikan
secara klinis dengan peningkatan skor tes setelah subtitusi vitamin B12, sementara
pasien dengan demensia berat dan pasien-pasien dengan kadar homosistein plasma
yang normal tidak mengalami perbaikan secara klinis. Berdasarkan pada penelitian
yang menunjukkan hubungan antara folat, vitamin B6 dan B12 dan kognitif serta
mood, penelitian lain [114] meneliti efek jangka pendek dari suplementasi folat,
vitamin B12 dan B6 pada orang muda sehat, paruh baya dan wanita lansia.
Suplementasi memiliki efek positif yang signifikan pada beberapa penilaian performa
memori dan tidak ada efek pada mood [114].
14
Simpulan
Apa yang muncul secara jelas dari literatur merupakan keyakinan umum
bahwa vitamin B12 dan folat, secara langsung, melalui pemeliharaan dua fungsi,
sintesis asam nukleat dan reaksi metilasi, atau tidak langsung, terkait defisiensinya
yang menyebabkan inhibisi reaksi metilasi yang dimediasi SAM oleh produknya
SAH, dan melalui efek toksik terkait dari homosistein yang menyebabkan kerusakan
langsung pada endotel vaskuler dan inhibisi reseptor N-methyl-D-Aspartate dapat
menyebabkan gangguan neuropsikiatri. Bukti pentingnya folat, vitamin B12 pada
neurokognitif dan fungsi neurologis lainnya berasal dari kasus-kasus yang dilaporkan
untuk defisiensi vitamin yang berat, khususnya anemia pernisiosa, dan defek
homozigot pada gen-gen yang mengkode enzim-enzim metabolisme satu-karbon.
Perubahan neurologis yang terlihat pada kasus-kasus tersebut memungkinkan untuk
peranan biologis dari vitamin pada neurofisiologi.
Apa yang tidak jelas adalah fakta bahwa defisiensi vitamin B12 dan folat
memperburuk situasi yang ada sebelumnya, bukan situasi patologis yang jelas atau
dapat berbahaya bahkan pada subjek-subjek yang normal. Selain itu, meskipun pada
tahun-tahun terbaru metodologi untuk deteksi defisiensi folat dan vitamin B12
menjadi tersedia (homosistein dan asam metilmalonik), diagnosis yang tepat untuk
defisiensi B12 atau folat merupakan tantangan sebenarnya. Adalah sulit untuk
membandingkan banyak penelitian karena diagnosis defisiensi B12 dibuat dengan
metode yang berbeda-beda.
Pendekatan untuk rehabilitasi defisiensi dengan suplementasi vitamin yang
adekuat sangat membingungkan. Beberapa peneliti mengusulkan, termasuk pada
situasi kronis, lainnya menyangkal adanya peranan yang mungkin. Selain itu, semua
bentuk vitamin B12 saat ini tersedia sebagai preparat farmasi memerlukan konversi
menjadi glutationilcobalamin, yang memerlukan glutation untuk sintesisnya. Oleh
karena itu, mungkin tidak digunakan oleh neuron-neuron di bawah kondisi stress
oksidatif karena kelangkaan glutation.
15
Meskipun terdapat mekanisme biokimia yang tidak masuk akal, penelitian mndatang,
berdasar pada klinis, neurofisiologi, laboratorium dan (terakhir) gambaran patologis
akan diperlukan untuk pemahaman yanglebih baik mengenai teka teki biokimia yang
menarik ini.
16
Tabel 1: Sinopsis penelitian-penelitian yang berbeda pada defek B12 dan gangguan kognitif
Peneliti
Goodwin dkk 1983
Karnaze dan
Carmel, 1987
Lindenbaum dkk,
1988
Kristensen dkk,
1993
Subjek
160 orang sehat tanpa
institusi
Membandingkan puncak
10% dengan dasar 5%
dan 10%
Demensia degeneratif
primer (A0 pasien
(n=17) dan demensia
sekunder (B) pasien
(n=11)
40 pasien neuropsikiatri
dengan defisiensi
cobalamin namun tanpa
anemia atau
makrositosis
293 pasien nurologis
B12 rendah
Konsentrasi darah
Usia
> 60 tahun
Rata-rata (A)=
70,5 tahun
Rata-rata (B)=
70,9 tahun
Konsentrasi serum
untuk AD
(p<0,001)
>11 tahun
Pasien-pasien AD
(n=26) (A) pasienpasien dengan demensia
lainnya (n=24) (B)
pasien dengan gangguan
A<0,05
Rata-rata
A=73,2
Rata-rata
B=68,9
Rata-rata
>17 tahun
Keterangan
Juga menemukan korelasi
positif forriboflavin dan vitamin
C dengan memori verbal. Tidak
ada protein, korelasi ditemukan
untuk tiamin dan piridoksin.
Tidak ada penyakit yang
bertanggung jawab untuk status
B12 yang rendah
17
NS
C=77,9
Rata-rata
D=73,4
>75
Penduduk komunitas
lansia
Plasma p<0,10
Asupan diet:
p<0,10
>66
Pasien-pasien AD
(n=52; A), subjek
kontrol di Rumah Sakit
(n=50; B), lansia sehat
(n=49; C)
P<0,05 untuk AD
P<0,01 untuk
subkelompok AD
yang dikonfirmasi
>55
B12 (p<0,001)
18
Penelitian klinis
terbuka
Regland dkk
(1988)
Analisis komparatif
dari kadar vitamin
B12 pada kelompok
klinis berbeda dari
status pasien-pasien
vaskuler lansia
Partisipan
1000 pasien geriatri rawat
jalan dimana 75% dari
mereka ditemukan
dengan defisiensi folat.
50 pasien dengan
diagnosis heterogen dan
dengan defisit folat
secara acak dimasukkan
untuk penelitian terapi
Pasien lansia dengan
gangguan memori tanpa
tanda-tanda demensia
jelas dan dengan kadar
folat yang rendah dalam
darahnya
Intervensi
50 mg asam folat
(im) untuk 21 hari
Luaran
3 pasien dengan
demensia mengalami
penyembuhan total
50 mg/minggu
asam folat
35 pasien AD,
56 pasien SDAT,
54 pasin demensia,
10 pasien confusional
Tidak ada
Pasien menunjukkan
perbaikan signifikan
pada performa
visuomotor dan memori
visuospasial, memori
asosoatif, dan aktivitas
harian setelah 4 bulan
B12 yang rendah
ditemukan berkaitan
dengan kadar folat serum
yang rendah pada
pasien-pasien SDAT dan
kadar ini lebih rendah
dibanding pada pasien
lain dari kelompok usia
yang sama
19
Splinder dan
Renvall (1989)
Tinjauan analitik
pada literatur
biokimia dan
psikologis. Survey
parameter-parameter
nutrisional dan
biokimia terkait
dengan skor fungsi
kognitif
Tidak ada
Tidak ada
Survey komparatif
dari kadar folat pada
kelompok klinis
yang berbeda dari
pasien lansia
Tidak ada
Levitt dan
Karlinsky (1992)
97 pasien konsekutif,
pasien depresi nonpsikotik, pasien depresi
bipolar, pasien demensia
Tidak ada
Kemunduran kognitif
ditemukan berkorelasi
dengan kadar
folat/cobalamin yang
rendah. Penelitian yang
tepat diperlukan untuk
verifikasi peranan
suplementasi vitamin
pada perbaikan defisit
kognitif dari pasien
demensia
Kadar B12 dan folat
yang rendah secara
bersamaan berkaitan
dengan status kognitif
yang lebih buruk
Tidak ada hubungan
yang ditemukan
antaraserum folat pada
kadar (normal pada
semua pasien) dan defisit
kognitif
Hanya pasien-pasien
dengan AD terbukti
memiliki hubungan
signifikan antara kadar
B12 yang rendah dan
20
Regland dan
Gotfries (1992)
Bottiglieri dan
Hyland (1994)
Tinjauan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
21
komponen seluler
22