Anda di halaman 1dari 29

Panduan Praktik Klinis

SMF : REHABILITASI MEDIK


RS BUNDA SEJATI TANGERANG
2021 – 2023

STROKE
1. Pengertian Stroke adalah kumpulan gejala kelainan neurologis lokal yang timbul
(Definisi) mendadak akibat ganguan peredaran darah di otak yang disebabkan
penyakit atau kelainan yang juga merupakan faktor resiko.

Gejala tersebut dapat disertai / tidak gangguan kesadaran dan


manifestasi klinik tergantung lokasi lesi neuroanatomis.

2. Anamnesa 1. Kelemahan anggota gerak


2. Gangguan bicara, menelan, afasia
3. Gangguan kognitif, fungsi penglihatan
4. Hilangnya fungsi motorik, sensorik, otonom
5. Depresi dan nyeri gejala yang timbul setelah stroke
3. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan kesadaran dengan Glasglow Coma scale
Fisik 2. Evaluasi status mental dengan minimental state evalution
3. Uji fungsi kognisi dengan Racho Los Amigos Cognitive Scale
4. Pemeriksaan saraf kranial
5. Pemeriksaan sensibilitas superfisial dan dalam, propioseptif,
diskriminasi 2 titik, monofilament tes
6. Pemeriksaan lingkup gerak sendi
7. Pemeriksaan kekuatan & tonus otot
8. Pemeriksaan koordinasi motorik
9. Uji keseimbangan statis dan dinamis
10. Uji fungsi lokomotor
11. Pemeriksaan reflex fisiologis / reflek tendon dalam
12. Pemeriksaan reflex patologis ( Babinski, dll )
13. Uji fungsi komunikasi
14. Uji fungsi menelan
15. Uji fungsi berkemih
16. Uji fungsi defekasi
17. Uji kemampuan fungsional & perawatan diri
18. Uji pola jalan

4. Kriteria Sesuai dengan definisi.


Diagnosa 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
5. Diagnosa Stroke / Cerebro Vascular Disease
6. Diagnosa • Stroke Non Hemoraghic
Banding • Stroke Hemoraghic
7. Pemeriksaan • Pemeriksaan laboratorium yang sesuai
Penunjang

PPK REHABILITASI MEDIK 1


8. Terapi Rehabilitasi

Rehabilitasi stroke adalah pengelolaan medis dan rehabilitasi


komprehensif terhadap disabilitas yang diakibatkan stroke melalui
pendekatan neuro rehabilitasi. Program rehabilitasi perlu disusun sesuai
dengan tingkat keparahan akibat serangan stroke. Rehabilitasi stroke
fase akut dilaksanakan selama pasien dirawat inap. Pada kondisi medis
dan neurologis stabil ( fase subakut ), pasien bisa dilakukan rehabilitasi
rawat inap maupun rawat jalan / home care. Sedangkan fase kronik /
fase lanjut rehabilitasi dilakukan dengan rawat jalan. Program
rehabilitasi multidisiplin secara komprehensif dimulai dari fase akut
secara inter maupun intra disiplin dengan spesialis lain.

a. Latihan ( Exercise )
Program latihan fisik bertujuan untuk meningkatkan kapasitas
fungsi dengan penekanan pada peningkatan kemampuan untuk
melakukan aktivitas sehari – hari ( ADL ). Intruksi mengenai
tehnik – tehnik kompensasi dan edukasi yang dibutuhkan pasien
diajarkan juga terhadap keluarga atau caregiver penting untuk
mempersiapkan kembalinya pasien ke rumah. Bukti – bukti
menunjukkan bahwa terapi fisik bermanfaat terhadap
reorganisasi konteks pasca stroke, yang diiringi dengan
perbaikan pada control motorik dan kapasitas fungsinya.
b. Disfagia
Penangan disfagia neurogenik tergantung pada fasenya,
meliputi penggunaan selang nasogastrik, modifikasi diet ( mis :
cairan kental, makanan dihaluskan ), dan terapi menelan ( mis:
penggunaan teknik kompensasi seperti mengangkat dagu saat
menelan ).
c. Komunikasi
Gangguan komunikasi bisa berupa afasia, dis atria, dan lain –
lain. Tindakan rehabilitasi diberikan sesuai dengan penilaian
kelainan yang terdapat pada pasien.
d. Kognisi
Stroke seringkali mempengaruhi kemampuan kognisi pasien.
Perubahan dalam memori, perhatian, insight, dan kemampuan
penyelesaian masalah sering ditemukan pada pasien dengan
stroke. Penentuan tingkatan dari gangguan kognisi dapat
ditentukan dengan Ranchoo Los Amigos Scale dan mini mental
test. Edukasi dan latihan keluarga merupakan komponen
penting dalam rehabilitasi kognitif. Pengenalan dan
penatalaksanaan depresi paska stroke merupakan hal yang
sangat penting, karena depresi dapat menyebabkan penurunan
kognitif paska stroke.
e. Ortosis

PPK REHABILITASI MEDIK 2


Panduan Praktik Klinis
SMF : REHABILITASI MEDIK
RS BUNDA SEJATI TANGERANG
2021 – 2023

Ortosis dapat membantu kegiatan mobilisasi penderita stroke.


Ortosis dapat membantu kompensasi pada gangguan
dorsofleksi pergelangan kaki, mengontrol pergerakan kaki,
spastisitas dan stabilitasi sendi lutut.
f. Bantuan Ambulasi dan Kursi Roda
Adanya hemiparesis pada penderita stroke menyebabkan
banyak penderita stroke membutuhkan alat bantu untuk
ambulasi, seperti tongkat, tongkat kaki empat, hemi – walker,
atau pada beberapa kasus dapat menggunakan walker
konvensional. Pada kondisi yang berat kursi roda di butuhkan
untuk ambulasi pasien. Pada penderita stroke one – side arm
wheelchair berguna karena dapat mengontrol kedua roda hanya
dari satu sisi.
g. Subluksasi Bahu
Subluksasi bahu umum terjadi pada kasus hemiplegia pasca
stroke. Menopang lengan dengan menggunakan penopang
lengan ( arm board ) dan penggunaan shoulder sling / cuff dapat
mencegah dan memperbaiki subkukasi tersebut. Pada nyeri
bahu stimulasi listrik bermanfaat untuk mengurangi nyeri bahu.
h. Evaluasi untuk dapat kerja kembali
Evaluasi dilakukan terhadap kemampuan fungsional yang masih
dimiliki dan ditingkatkan kemampuannya untuk dapat melakukan
pekerjaan seperti sebelum terkena stroke dengan atau tanpa
alat bantu.
i. Alat Bantu Adaptif
Alat bantu adaptif merupakan alat bantu yang bentuk dan
fungsinya disesuaikan untuk meningkatkan kemampuan fungsi
seorang penderita stroke untuk mampu melakukan aktifitas yang
diperlukan.

9. Edukasi Dilakukan oleh dr. Sp KFR dan tim rehabilitasi


10. Prognosis -
11. Kepustakaan Panduan Pelayanan Klinis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi,
Oktober 2012 (Hal. 21 – 24)

PPK REHABILITASI MEDIK 3


Panduan Praktik Klinis
SMF : REHABILITASI MEDIK
RS BUNDA SEJATI TANGERANG
2021 – 2023

CEREBRAL PALSY
1. Pengertian Cerebral Palsy (CP) adalah kelainan gerak dan postur yang disebabkan
(Definisi) oleh suatu penyakit atau cedera yang bersifat non progresif pada otak
yang imatur.

2. Anamnesa • Disfungsi motorik halus dan kasar


• Gangguan gerak, transfer, ambulasi
• Gangguan AKS : makan, minum, berpakaian, toileting, berhias
• Gangguan komunikasi
• Gangguan psikososial dan vokasional

3. Pemeriksaan • Keterlambatan tahapan perkembangan


Fisik • Gerak dan postur berupa spastic atau diskinetik
• Pola jalan
• Evaluasi pendengaran
• Evaluasi penglihatan
• Pemeriksaan tonus dan spastisitas
• Reflek primitif yang menetap
• Evaluasi nervus kranialis
• Evaluasi komunikasi

4. Kriteria • Anamnesis
Diagnosa • Pemeriksaan fisik

5. Diagnosa Cerebral Palsy


6. Diagnosa -
Banding
7. Pemeriksaan • Evaluasi kognitif
Penunjang • Radiologi konvensional
• BERA
• CT Scan
• MRI
• Laboratorium darah untuk mencari penyebab seperti infeksi
TORCH, gangguan metabolik dan kelainan genetik.

8. Terapi • Edukasi
Edukasi keluarga dan lingkungan mengenai penanganan dalam
hal interaksi keluarga dengan penderita ( bayi / anak ), serta
lingkungan yang sesuai untuk anak tersebut.
• Terapi disfungsi motorik

PPK REHABILITASI MEDIK 4


- Kombinasi berbagai bentuk teknik fasilitasi dengan latihan
aktifitas motorik fungsional sesuai tahap perkembangan
mulai dari kontrol kepala hingga berjalan untuk motorik
kasar.
- Stimulasi gerakan dan ketrampilan tangan sesuai tahapan
perkembangan yang sudah / belum dicapai
- Metode : inhibisi, fasilitasi, stimulasi.
• Casting / Splint dan Ortosis / Ortotik dan Prostetik’
- Resting atau night splint, untuk memelihara ROM, misalnya
pada ankle
( mencegah plantar fleksi ) dan pada pergelangan tangan
atau jari tangan untuk stabilisasi.
- AFO ( Ankle foot orthosis ), untuk kontrol spastik equinus dan
hiperekstensi lutut saat “ stance phase “
- Hip abduction orthosis, untuk mencegah kontraktur adductor
panggul dan dipasang juga pada pasca operasi adductor
panggul.
• Tatalaksana gangguan wicara
- Stimulasi bahasa
- Stimulasi sesui tingkat perkembangan
- Stimulasi perbendaharaan kata – kata
• Manajemen feeding dan drooling serta gangguan menelan
• Terapi psikososial dan edukasional
• Medikamentosa dengan obat antispastisitas
- Baclofen
- Injeksi botok
• Operasi
Dilakukan oleh ahli bedah orthopedic pada kondisi :
Terjadi deformitas kontraktur yang mengganggu aktivitas
vokasional dan perawatan diri.

9. Edukasi Oleh dr. SpKFR dan Tim Rehabilitasi


10. Prognosis -
11. Kepustakaan Panduan pelayanan klinis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Oktober
2012 ( Hal. 206 – 208 )

PPK REHABILITASI MEDIK 5


Panduan Praktik Klinis
SMF : REHABILITASI MEDIK
RS BUNDA SEJATI TANGERANG
2021 – 2023

LOW BACK PAIN


1. Pengertian Nyeri yang dirasakan di daerah punggung bagian bawah yaitu di antara
(Definisi) iga terbawah sampai lipatan gluteal.

2. Anamnesa • Lokasi
• Karakter nyeri
• Tingkat keparahan
• Waktu: onset, durasi, frekuensi
• Faktor pemicu
• Pekerjaan
• Aktivitas sehari-hari

3. Pemeriksaan • Observasi
Fisik - Postur : anterior, posterior, lateral.
- Deformitas tulang belakang
- Kulit : Psoriasis, atau penyakit vascular yang menimbulkan
nyeri
- Pola jalan
• Palpasi
- Tulang
- Otot : Trigger point, spasme, tonus
• Tes Neurologi
- MMT : Miotom L1-S1
- Sensitifitas : dermatom L1-S1
- Reflex
- Keseimbangan koordinasi
• Low back maneuver
- SLR
- Kernig test
- Pelvic rock test
- Gaenslen sign
- Patrick-Contra Patrick
4. Kriteria • Anamnesis
Diagnosa • Pemeriksaan fisik

5. Diagnosa Low Back Pain


6. Diagnosa -
Banding

PPK REHABILITASI MEDIK 6


7. Pemeriksaan • Neurofisiologi
Penunjang - Elektromiografi (EMG)
- Needle EMG dan H-refleks
- Somatosensory Evoked Potensial (SEP)
• Radiologik
- Foto polos
- Mielografi, Mielo-CT, CT-Scan, MRI
• Laboratorium
- LED, DL, UL

8. Terapi Program Manajemen Konservatif Nyeri Punggung Bawah

• Edukasi pasien, Konseling (Fisik, Okupasi, Vokasional,


Psikososial)
• Terapi obat : Parasetamol, OAINS, Muscle, Relaxant dan anti
depresan
• Terapi Suntikan : 1% Xylocaine, Kortikosteroid --> Trigger Point
Injection
• Modalitas Fisik : Coldpacks (48 jam pertama), Hotpacks,
Ultrasound, TENS
• Orthosis : LSO bila perlu
• Aktivitas Fisik Terkontrol, Tirah baring lama
• Terapi latihan :
- Peregangan lumbal dan panggul + ROM
Exercise (+Heat/Cold Modalities)
- Penguatan Ekstensor Trunkus + Panggul
- Latihan stabilitasi lumbal
• Okupasi : Body mechanics dan Posture trainee
• Manual medicine : Manipulasi untuk mengurangi spasme

9. Edukasi Oleh dr. SpKFR dan Tim Rehabilitasi


10. Prognosis -
11. Kepustakaan Panduan pelayanan klinis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Oktober
2012 ( Hal. 67 – 70 )

PPK REHABILITASI MEDIK 7


Panduan Praktik Klinis
SMF : REHABILITASI MEDIK
RS BUNDA SEJATI TANGERANG
2021 – 2023

PENYAKIT PARU RESTRIKTIF


1. Pengertian Penyakit paru restriktif adalah penyakit yang memiliki karakteristik pada
(Definisi) penurunan

volume paru, yang disebabkan oleh adanya perubahan jaringan


parenkim paru atau adanya proses penyakit pada pleura, dinding dada
atau komponen neuromuskular.

2. Anamnesa • Keluhan utama


• Riwayat masalah
• Riwayat fungsi mencangkup kemampuan berjalan dan naik tangga
• Riwayat psikososial
• Obat/alergi
• Riwayat medik/operasi
• Riwayat keluarga

3. Pemeriksaan • Pemeriksaan umum


Fisik • Penilaian fungsi
• Penilaian muskuloskeletal
- Penilaian neurologis
- Pola nafas serta penggunaan otot-otot pernafasan tambahan
- Kemampuan ekspektorasi, batuk efektif, peak flow meter
- Skala sesak
- Kekuatan otot respirasi

4. Kriteria • Anamnesis
Diagnosa • Pemeriksaan fisik

5. Diagnosa Penyakit Paru Restriktif


6. Diagnosa -
Banding
7. Pemeriksaan • Laboratorium
Penunjang • Foto Thoraks
• Spirometri

PPK REHABILITASI MEDIK 8


8. Terapi • Edukasi
• Nutrisi
Asupan nutrisi penting diperhatikan pada pasien dangan
gangguan paru. Gejala penyakit paru restriktif sepeti kesulitan
bernafas, kelelahan, dan sebagainya. Dapat berkontribusi
terhadap berkurangnya asupan makanan. Penurunan yang
berkepanjangan dalam asupan makanan dapat menyebabkan
kekurangan gizi dan kehilangan berat badan yang signifikan.
• Psikososial
Depresi dan anxietas adalah dua komorbiditi utama yang
berhubungan dengan penyakit paru restriksi, seiring dengan
penurunan drastis keterbatasan aktifitas fungsional, dan panik
diasosiasikan dengan serangan dyspnea yang berat.
Antidepresan dan medikasi dengan antianxietas biasa
digunakan sebagai pengobatan penunjang saat konseling.
• Terapi fisik dada (Chest Physical Therapy)
Terapi fisik dada dapat didefinisikan sebagai teknik terapi yang
diterapkan pada dinding dada dari luar, dalam memfasilitasi
pembersihan secret / mucus pada saluran pernapasan,
meningkatkan fungsi pernapasan dan mengurangi komplikasi
yang terjadi, seperti terjadinya air trapping sampai terjadi
hyperinflation yang akan menyebabkan perburukan keadaan
umum pasien.

Terapi fisik dada meliputi :

• Latihan batuk efiktif dengan metode huffing-coughing


• Postural drainage
Bertujuan untuk mengeluarkan mukus dari seluruh segmen
paru dangan mengandalkan gaya gravitasi.
• Perkusi
• Vibrasi
• Therapeutic Exercise
Exercise untuk mengatasi sesak nafas tergabung pada active
cycle of breathing yang terdiri dari: pursed lip breathing,
diaphragmatic breathing dan huffing. Latihan ini diberikan
sesuai dengan derajat beratnya. Latihan atau exercise
mencakup : relaksasi, latihan otot terisolasi (Hairmyers), dan
latihan aerobic.

PPK REHABILITASI MEDIK 9


• Latihan Otot-Otot Pernapasan dengan Incentive Spirometry
Latihan pernapasan dengan menggunakan alat incentive
spirometry merupakan bagian dari Inspiratory.
Muscle
Training yang bertujuan untuk:
- Memperbaiki otot pernapasan dengan mengukur
kemampuan inspirasi maksimal serta merangsang
fungsi paru kembali dengan meningkatkan tekanan
transpulmonal dan volume paru saat inspirasi.
- Meningkatkan fungsi diagfragma sehingga dapat
meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot-otot
pernapasan.
• Terapi Oksigen
Manfaat terapi oksigen
:
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktivitas
- Meningkatkan kualitas hidup penderita penyakit paru

9. Edukasi Oleh dr. SpKFR dan Tim Rehabilitasi


10. Prognosis -
11. Kepustakaan Panduan pelayanan klinis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Oktober
2013 ( Hal. 184 – 188 )

PPK REHABILITASI MEDIK 10


Panduan Praktik Klinis
SMF : REHABILITASI MEDIK
RS BUNDA SEJATI TANGERANG
2021 – 2023

OSTEOSRTRITIS GENU (LUTUT)


1. Pengertian Osteoarthritis mengubah keseimbangan antara degradasi dan sintesis
(Definisi) tulang rawan artikular dan tulang subchondral. Osteoarthritis lutut dapat
muncul dari faktoer mekanik dan idiopatik. Osteoarthritis dapat
melibatkan salah satu atau semua dari tiga kompartemen lutut utama:
medial, petellofemoral, atau lateral. Kompartemen medial paling sering
terlibat dan sering menyebabkan runtuhnya ruang medial sendi dan
dengan demikian menyebabkan deformitas genu varum (bowleg).
Keterlibatan kompartemen lateral dapat menyebabkan deformitas genu
valgum (knock-knee).

2. Anamnesa • Nyeri sendi di sekitar lutut terutama selama weight-bearing, dan


berkurang dengan istirahat namun dengan perkembangan
penyakit, rasa sakit dapat bertahan bahkan pada saat istirahat
• Nyeri tekan pada lutut
• Penurunan ROM karena kekakuan sendi atau pembengkakan
• Sensasi ‘locking” atau “catching” karena sebagai penyebab,
termasuk debris dari degenerasi tulang rawan atau meniskus pada
sendi, peningkatan perlekatan permukaan artikular yang relatif
kasar, kelemahan otot, dan bahkan peradangan jaringan
• Krepitasi
• Terkadang efusi
• Peradangan dalam berbagai derajat

3. Pemeriksaan • Inspeksi
Fisik - Hipertrofi tulang
- Varus deformitas dari keterlibatan kompartemen medial
• Palpasi
- Peningkatan temperatur
- Efusi sendi
- Nyeri tekan sendi
• Stabilitas sendi
- Ketidaksetabilan mediolateral
• Neurologis
Umumnya normal, dengan pengecualian penurunan kekuatan otot,
terutama di quadriceps, karena tidak digunakan atau guarding
sekunder terhadap rasa sakit
4. Kriteria • Anamnesis
Diagnosa • Pemeriksaan fisik

PPK REHABILITASI MEDIK 11


5. Diagnosa Osteosrtritis Genu / Lutut
6. Diagnosa Penyebab Nyeri Lutut Umum menurut Kelompok Umur
Banding • Anak-anak dan remaja
- Subluksasi patella
- Penyakit Osgood-Schlatter
- Patela Tendinitis
- Nyeri alih (e.g., slipped capital femoral epiphysis)
- Osteochondritis dissccans
- Fraktur subchondral
- Kelainan genetik atau bawaan
- Septic arthritis
- Tumor
• Dewasa
- Sindrom nyeri patellofemoral (Chondromalacia patellae)
- Sindrom plica medial
- Bursitis pes anserinus
- Trauma: sprain ligamen
- Robekan meniskus
- Inflamasi arthropathy: rheumatoid arthritis, sindrom reiter
- Septic arthritis
- Radikulopati midlumbar
- Tumor
• Dewasa Lanjut Usia
- Osteoarthritis
- Crystal-induced inflammatory arthropathy: gout, pseudogout
- Kista poplitea
- Tumor
7. Pemeriksaan • Radiografi polos pada posisi weight bearing (berdiri)
Penunjang anteroposterior, lateral, dan tunel view / skyline view
• MRI dapat mengungkapkan perubahan yang menunjukan
adanya osteoarthritis, namun tidak diindikasikan dalam evaluasi
awal pada usia lanjut dengan nyeri lutu kronis
• Ultrasonografi musculoskeletal memiliki potensi untuk
mendeteksi erosi tulang, penyakit tendon , dan enthesopathy
• Hasil tes laboratorium umumnya normal, tetapi analisis dapat
dilakukan terutama untuk pasien usia lanjut untuk menetapkan
data dasar (misalnya, konsentrasi nitrogen urea darah,
konsentrasi kreatinin, atau tes fungsi hati sebelum penggunaan
obat anti-inflamasi atau acetaminophen) atau untuk
menyingkirkan kondisi lain seperti rheumatoid arthritis.
• Analisis cairan sinovial tidak boleh dilakukan kecuali diduga
adanya arthritis yang destruktif, Kristal, atau septik.

PPK REHABILITASI MEDIK 12


8. Terapi Fase Akut

• Protection, rest, ice, compression, dan elevation


• Oral dan tropical OAINS (NSAIDs)
• Orthotik dan
sepatu Rehabilitasi

PPK REHABILITASI MEDIK 13


• Latihan penguatan statis atau dinamins dapat mempertahankan
atau meningkatkan kekuatan otot periartikular sehinga
memperbaiki atau mencegah kelainan biomekanik dan
kontribusinya terhadap disfungsi dan degenerasi sendi.
• Latihan aerobik dapat mengurangi rasa sakit dan nyeri sendi
dan meningkatkan status fungsional serta kapasitas
pernapasan, meningkatkan toleransi aktivitas, ambang rasa
sakit, dan dapat memiliki efek positif pada suasana hati dan
motivasi unutk berpartisipasi dalam kegiatan lainya.
• Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) untuk nyeri.
• Tongkat atau walker, dapat mengurangi beban pinggul atau
lutut, sehinga mengurangi rasa sakit dan mencegah jatuh.
• Penggunaan knee brace pada osteoarthritis lutut
unikompartemental untuk meningkatkan fungsi dengan
mengurangi gejala-gejala pasien.
• Pengurangan berat badan secara non farmakologik dengan
restriksi intake kalori dan lemak serta peningkatan aktivitas fisik.

Tindakan bedah

• Arthroscopic debridement
- Efusi lutut
- Gejala dan tanda-tanda meniskus
- Synovitis
- Osteophytic impingement
- Catching atau locking disebabkan loose bodies
Perbaikan pada 50%-80% pasien namun hasil berkurang
seiring dengan waktu

• Osteotomy of the proximal tibia or distal femur


- Keterlibatan kompartemen medial predomain
Penyembuhan diperpanjang pengurangan gejala terkadang
tidak lengkap

• Unicompartemental knee replacement


- Keterlibatan kompartemen medial predomain
- Penyakit kompartemen lateral minimal
- Tidak adanya nyeri lutut anterior
- Sendi lutut yang stabil
- Deformitas varus yang dapat dikoreksi
- Deformitas fleksi kurang dari 10 derajat
- Survivorship implant 95%-98% pada 10 tahun

• Patellofermoral replacement
- Keterlibatan sendi patellofermoral terisolasi
- Hasil bervariasi

• Total knee replacement

PPK REHABILITASI MEDIK 14


- Kelainan tricompartemental
- Survivor rates 84%-98% dalam 15 tahun

9. Edukasi Oleh dr. SpKFR dan Tim Rehabilitasi


10. Prognosis -
11. Kepustakaan Panduan pelayanan klinis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Oktober
2012 ( Hal. 139 – 143 )

PPK REHABILITASI MEDIK 15


Panduan Praktik Klinis
SMF : REHABILITASI MEDIK
RS BUNDA SEJATI TANGERANG
2021 – 2023

BELL’S PALSY
1. Pengertian (Definisi) Bell's Palsy adalah facial paralisis karena disfungsi dari nervus
fasialis perifer yang menyebabkan kelumpuhan otot-otot wajah.
Dapat disebabkan oleh inflamasi yang menyebabkan edema
nervus fasialis. Suatu proses non supuratif, non neoplasmatik, non
degeratif primer pada bagian nervus fasialis di foramen
stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut yang
akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.

2. Anamnesa • Terjadi secara tiba-tiba.


• Terjadi kelemahan otot-otot wajah (kelmahan bisa ringan
sampai berat, biasanya pada satu sisi wajah)
• Merasakan nyeri di belakang telinga
• Mati rasa, atau merasakan ada beban berat di daerah wajah
• Karena bersifat perifer, penderita mengalami kesulitan
menutup mata pada sisi yang terkena, mempengaruhi sekresi
air liur, air mata atau rasa pengecapan di lidah.

3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan neurologis pada paresis N.VII tipe perifer yaitu
gerakan volunteer dari :

• Mengerutkan dahi
• Memejamkan mata
• Mengembangkan cuping hidung
• Tersenyum
• Bersiul
• Mengencangkan kedua bibir

4. Kriteria Diagnosa • Anamnesis


• Pemeriksaan fisik

5. Diagnosa Bell’s Palsy


6. Diagnosa Banding • Tumor pada serebelopontin angle yang menekan saraf fasialis
• Kerusakan saraf wajah karena infeksi virus
• Infeksi telinga tengah atau sinus mastoideus
• Patah tulang pada dasar tengkorak

7. Pemeriksaan Untuk mengeksklusikan bell's palsy dari diagnose banding dapat


Penunjang ditentukan dari riwayat perjalanan penyakit, hasil
pemeriksaan

PPK REHABILITASI MEDIK 16


rontgen, CT-scan, MRI dan elektrofisiologi

8. Terapi Terapi Rehabilitasi

Terapi medika mentosa oral (golongan kortikosteroid)

Terapi non medika mentosa :

• Untuk mengurangi nyeri pemberian modalitas panas pada


sisi wajah yang terkena.
Pemanasan superficial dengan infra red, pemanasan dalam
berupa shortwave diathermy atai microwave diathermy
dengan memperhatikan indikasi dan kontraindikasi.
• Latihan reedukasi otot-otot wajah
Latihan gerak volunteer dan massage wajah diberikan
setelah fase akut. Latihan berupa mengangkat alis tahan 5
detik, mengerutkan dahi, menutup mata dan mengangkat
sudut mulut, tersenyum, bersiul/meniup (dilakukan di depan
kaca untuk feedback dengan konsentrasi penuh).
• Pemberian modalitas listrik untuk mencegah atrofi dan
memperkuat otot.
Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot
untuk mencegah atrofi sambil menunggu proses regenerasi
dan memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya dengan
faradisasi yang tujuannya adalah stimulasi otot, reedukasi
otot, melatih fungsi otot, meningkatkan sirkulasi,
meregangkan serta mencegah perlengketan.
• Diberikan 2 minggu setelah onset.

Perawatan Mata

• Beri obat tetes mata (gol artificial tears) 3x sehari


• Memakai kacamata gelap sewaktu bepergian siang hari.
• Biasakan menutup kelopak mata secara pasif sebelum
tidur.

Program di rumah

• Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20


menit bila sudah melewati stadium akut.
• Massage wajah yang sakit kea rah atas
dengan menggunakan tangan dari sisi wajah yang sehat.
• Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah
pada sisi yang sakit, minum dengan sedotan, mengunyah
permen karet.

PPK REHABILITASI MEDIK 17


9. Edukasi Oleh dr. SpKFR dan Tim Rehabilitasi
10. Prognosis Baik
11. Kepustakaan Panduan pelayanan klinis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi,
Oktober 2012 ( Hal. 44 – 46 )

PPK REHABILITASI MEDIK 18


Panduan Praktik Klinis
SMF : REHABILITASI MEDIK
RS BUNDA SEJATI TANGERANG
2021 – 2023

RHEUMATOID ARTRITIS
1. Pengertian Rheumatoid arthritis adala suatu penyakit inflamasi kronik yang secara
(Definisi) primer mengenal persendian namun dapat juga terlihat gambaran
ekstra artikuler yang menonjol. Biasanya simetris dan mengenai
persendian di bagian perifer. Prevalensinya sekitar 1 % pada kulit putih
dan wanita sekitar 2 sampai 2,5 kali lebih sering daripada laki – laki.
Insidennya pada usia dekade ke tiga dan empat

2. Anamnesa • Kekakuan di pagi hari 30 – 60 ( sampai berjam – jam ). Fatique dan


general malaise
• Nyeri dan bengkak pada sendi, berkurangnya fungsi pada sendi.
• Mata kering ( keratokonjungtivitis sicca )
• Terdapatnya nodul subkutaneus yang tidak nyeri pada bagian
ekstenor. Pada rheumatoid vaskulitis dapat ditemukan ruam ( rash
) yang dapat menjadi ulcerasi.
• Rasa tebal dan kesemutan pada persarafan yang terkena. Dapat
terjadi penjepitan / jebakan saraf akibat inflamasi sendi ( paling
sering pada saraf medianus menyebabkan Carpal Tunnel
Syndrome
). Mononeuritis multipleks akibat vaskulitis ( contoh : footdrop,
wristdrop ).
• Insiden dan prevalensi penyakit jantung koroner meningkat pada
reumatoid arthritis.
• Inflamasi pleura atau nodulosis.

PPK REHABILITASI MEDIK Page 20


3. Pemeriksaan Setiap sendi diperiksa untuk mengetahui adanya pembengkakan, rasa
Fisik hangat, efusi, keterbatasan ROM dan deformitas. Reumatoid artitis
biasanya mengenai lebih dari empat sendi ( jari, kaki, pergelangan
tangan dan lutut yang paling sering ).

Pada tangan :

• Pembengkakan pada proksimal interfalang ( PIP )


• Subluksasi metacarpofalangeal ( MCP ) dengan deviasi ulnar
pada jari – jari.
• Boutonniere ( fleksi PIP dan hiperekstensi DIP )
• Swan neck ( hiperekstensi PIP dan fleksi DIP
• Inflamasi pada sarung tendon synovial ( tenosynovitis ) pada
pemeriksaan
didapatkan gerakan pasif lebih baik daripada aktif.
• Krepitasi
• Nodul

Pada siku :

• Berkurangnya ekstensi akibat inflamasi dan efusi.


• Efusi, dapat dipalpasi pada dimple ( para – olecranon groove ).
• Kronik inflamasi dan erosi kartilago antara radius dan ulna
menyebabkan berkurangnya ekstensi dan fleksi.
• Reumatoid nodul sering ditemukan pada bagian ekstenor dari
proksimal ulna.
• Pembesaran bursa olecranon yang terisi cairan atau nodul.

Pada bahu :

• Efusi pada bagian anterior dibawah akromion


• Evaluasi kekuatan otot – otot rotator cuff.

Pada tulang cervical :

• Berkurangmya ROM dan nyeri


• Keterlibatan medula spinalis dapat menyebabkan parestesia,
kelemahan atau adanya refleks patologis.
• Lhermitte sign : kesemutan yang menjalar ke torakolumbal saat
dilakukan fleksi cervical.

Pada panggul :

• Evaluasi adanya sinovitis dan efusi


• Penekanan pada daerah lateral panggul yang menyebabkan
nyeri bisa karena trochanteric bursitis akibat inflamasi sendi.

PPK REHABILITASI MEDIK Page 20


Pada lutut :

• Bulge sign untuk mengetahui adanya efusi yang jumlahnya


sedikit.
• Ballotable patella ( patella tap ) untuk mengetahui efusi yang
lebih besar.
• Kista baker’s, muncul akibat perluasan cairan synovial dari
rongga sendi, menyebabkan fossa poplitea menjadi penuh yang
dapat dilihat saat pasien posisi berdiri.

Pada pergelangan tangan :

• Synovitis
• Efusi
• Berkurangnya ROM
• Hindfoot ; adanya valgus deformitas, flatfoot
• Progressive disease ; dislokasi dorsal metatarsofalangeal, claw
toes
4. Kriteria • Anamnesis
Diagnosa • Pemeriksaan fisik

5. Diagnosa Rheumatoid Artritis


6. Diagnosa • Crystal – induced arthritis
Banding • Gout
• Pseudogout
• Spondyloarthropathies
• Psoriatic arthritis
• Ankylosing spondylitis
• Enteropathic arthritis

7. Pemeriksaan -
Penunjang

PPK REHABILITASI MEDIK Page 20


8. Terapi • Obat – obatan : NSAIDs, COX-2, DMARDs
• Program rehabilitasi :
- Fase awal :
✓ Edukasi meminimalkan stress sendi dalam AKS
✓ Istirahatkan sendi dengan penggunaan bidai ( Splint )
bila perlu dan mengurangi inflamasi.
✓ Paraffin bath untuk untuk mengurangi nyeri dan
kekakuan sendi
- Fase lanjut :
✓ Alat bantu dalam AKS ( dudukan toilet, kursi & tempat
tidur khusus, dan Pegangan khusus yang dapat
membantu saat rawat diri ).
✓ Modalitas terapi panas atau dingin, TENS,
ionthoporesis, Hydrotherapy
✓ Footwear / insole
✓ Terapi latihan : lingkup gerak sendi ( ROM ), relaksasi,
Aerobic & weight bearing ( intensitas rendah )

Tindakan bedah

• Rekonstruksi atau penggantian sendi


• Tendon repair
• Synovectomy

9. Edukasi Oleh dr. SpKFR dan Tim Rehabilitasi


10. Prognosis -
11. Kepustakaan Panduan pelayanan klinis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Oktober
2012 ( Hal. 111 – 114 )

PPK REHABILITASI MEDIK Page 20


Panduan Praktik Klinis
SMF : REHABILITASI MEDIK
RS BUNDA SEJATI TANGERANG
2021 – 2023

OSTEOARTRITIS (OA) CERVICAL


1. Pengertian (Definisi) Merupakan perubahan degeneratif yang terjadi pada tulang servikal
(diskus, corpus vertebra, sendi Luschka dan sendi facet). Penyakit
ini memiliki insiden tahunan lebih tinggi pada pria dibandingkan
wanita dan puncaknya sekitar 50 – 54 tahun. Mekanisme yang
mendasari penyakit ini adalah multifaktor. Genetik, proses menua
(aging ), dan faktor gesekan mungkin semuanya memainkan
peranan penting. Diyakini bahwa degenerasi dari diskus
mengakibatkan distribusi beban menjadi abnormal, dan selanjutnya
mengarah pada serangkaian perubahan struktur dari komponen
tulang belakang. Segmen C5-7, biasanya menunjukan perubahan
degeneratif lebih cepat dan lebih parah dibanding segmen C1-4.

2. Anamnesa • Nyeri leher (axial pain) dan keterbatasan gerak (terutama saat
hiperekstensi & fleksi lateral)
• Kekakuan dan spasme otot paraspinal
• Nyeri radikular sesuai dengan radiks (akar) saraf yang terlibat
dan mengikuti distribusi dermatom
• Nyeri menjalar ke kepala area Nuchae ataupun Occipital (
degenerative sendi servikal atas)
• Nyeri menjalar ke region upper trapezius (degenerative sendi
servikal bawah)
• Kelemahan otot mengikuti distribusi miotom
• Paraestesia/hypestesia sesuai dengan distribusi dermatom
• Nyeri otot trapezius, paraspinal dan interscapula juga bisa
didapatkan.

3. Pemeriksaan Fisik • Inspeksi : keabnormalan postur tulang servikal, lengkung


lordosis servikal berkurang, ketidaksimetrisan postur tampak
anterior & posterior.
• Palpasi : Nyeri tekan prosesus spinosus, spasma otot paraspinal
servikal, nyeri tekan area Nuchae/mastoid juga bisa terjadi.
Didapatkan fibrosis pada otot jika telah kronis.
• Gerak : Keterbatasan lingkup gerak sendi (ROM) servikal (pada
satu ataupun beberapa segmen dan bidang), nyeri gerak pada
berbagai bidang (fleksi, ekstensi dan rotasi).
• Tes provokasi :
- Tanda spurling (kompresi axial posisi fleksi lateral : positif
jika terjadi nyeri radikular)
- Gerakan rotasi disertai ekstensi : positif jika terjadi nyeri
radikular
- Gerakan peregangan berlebihan kearah fleksi : positif jika
terjadi nyeri paraspinal, maupun kesemutan
- Gerakan fleksi & kontralateral lateral fleksi : positif jika
nyeri berkurang
- Gerakan fleksi siku & abduksi bahu ipsilateral : positif jika
nyeri berkurang

4. Kriteria Diagnosa • Anamnesis


• Pemeriksaan fisik

5. Diagnosa Oateoartritis (OA) cervical


6. Diagnosa Banding • Rotator cuff tendinitis
• Rotator cuff tear
• Neuropati perifer
• Carpal Tunnel Syndrom
• Tumor vertebra, infeksi spinal
• Plexopati brachial
• Thoracic outlet syndrome

7. Pemeriksaan • Foto polos servikal : terlihat osteofit, spondilotik, degenerasi


Penunjang diskus, hipertrofi vertebra (AP,Lateral), terlihat foramina
intervertebra dan neural foramina (Oblique)
• MRI : melihat kelainan pada jaringan lunak (soft tissue),
hiperintensitas pada T2- weighted
• USG Doppler : melihat aliran A. Vertebralis
• Elektrodiagnostik : menjelaskan lokasi lesi saraf

8. Terapi • NSAID (termasuk COX-2 inhibitor)


• Analgetik
• Tricyclic antidepressants (amitriptyline, nortriptyline)
• Musle relaxants (eperisone, diazepam, chlorazoxasone,
cyclobenzaprine)
• Tambahan acetaminopgen, hydroxyzine sebagai
penghilang rasa nyeri
• Injeksi steroid melalui epidural (4-6 bulan perjalanan
penyakit)
• Edukasi pasien meliputi penjelasan penyakit, resiko
penyakit, proper body mechanics, home exercise.
• Modalitas : ice, elektroterapi, panas (heat), TENS, traksi
manual/mekanikal servikal

• Ortosis :
- Soft cervical collar (awal & intermitten)

- Bantal servikal khusus

- Terapi latihan (Therapeutic exercise)


• Alat bantu kegiatan/pekerjaan sehari – hari (monitor
computer ergonomis dalam posisi servikal netral, alat
menulis, dll)
• Tindakan bedah : Jika terapi konservatif tidak ada
perubahan yang berarti selam satu (1) tahun.

9. Edukasi Oleh dr. SpKFR dan Tim Rehabilitasi


10. Prognosis -
11. Kepustakaan Panduan pelayanan klinis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi,
Oktober 2012 ( Hal. 84 – 86 )
Panduan Praktik Klinis
SMF : REHABILITASI MEDIK
RS BUNDA SEJATI TANGERANG
2021 – 2023

HERNIA NUCLEUS PULPOSUS (HNP)


1. Pengertian • Lumbar radiculopathy merujuk kepada suatu proses patologis yang
(Definisi) mengenai akar saraf.
• Lumbar radikulitis merujuk kepada suatu inflamasi dari akar saraf.
• Lumbar radiculopathy sering disebabkan oleh herniated lumbar
disc.
• Kasus ini sering asimptomatik.

2. Anamnesa • Nyeri yang menjalar ke ekstrimitas bawah


• Kelemahan otot
• Riwayat inkontenensia
• Riwayat disfungsi erektil

3. Pemeriksaan • Pemeriksaan musculoskeletal dan saraf perifer


Fisik • Asimetri pinggang atau pelvis yang satu lebih tinggi dari yang lain.
• Evaluasi gerakan pinggang dan gejala radikular (nyeri menjalar ke
ekstremitas bawah).
• Manual muscle testing (MMT) angkle
• Uji Stright leg raising (SLR) posisi duduk dan supine
• Pemeriksaan rectal dan perianal
• Uji sensorik inguinal

Keterbatasan Fungsional

• Tergantung dari beratnya masalah.


• Beberapa keterbatasan biasanya terjadi karena nyeri
• Berdiri dan berjalan mungkin terbatas, duduk mungkin tidak.
• Pasien dengan radiculopathy S1 berat akan tindak dapat berlari
oleh karena adanya kelemahan otot paha.
• Pasien dengan L5 radiculopathy mungkin tidak dapat
menapakkan kakinya dan membutuhkan brace (bantuan dorsifeksi
4. Kriteria • Anamnesis
angkle / kaki)
Diagnosa • Pemeriksaan fisik

5. Diagnosa Hernia Nucleus Pulposus


6. Diagnosa -
Banding
7. Pemeriksaan • Electromyography (EMG)
Penunjang • Pemeriksaan konduksi saraf (nerve conduction studies/NCS)
• Imaging/ pencitraan (merujuk pada lumbosacral spine radiograpy,
CT scan, and MRI)
• Foto polos berguna untuk menyingkirkan kemungkinan bony injury
atau metastatik.Dapat melihat celah discus tetapi tidak kanalis
spinalis atau akar saraf.
• CT dan MRI sangat bermakna jika dihubungkan dengan gambaran
klinis, dicurigai adanya tumor atau pada kasus yang memerlukan
tindakan operasi. Juga berguna untuk menemukan lokasi patologis
untuk injeksi steroid epidural

8. Terapi Rehabilitasi

• Modalitas (Ultrasound diathermy dan electrical stimulation)


• Latihan fleksi dan ekstensi (sering disebut sebagai program
stabilisasi lumbosacral)

Prosedur

• Injeksi steroid epidural


• Operasi (pada keadaan kegawatan dan nyeri yang terus
menerus ada dan membatasi fungsi setelah terapi non operatif
yang adekuat)

Hasil yang diharapkan

• Deformitas terkoreksi
• Tidak terjadi penyulit
• Nyeri dapat teratasi
• Keterbatasan fungsi dapat teratasi
• Mandiri/mandiri dengan pengawasan/sebagian dibantu/dibantu
penuh

9. Edukasi Oleh dr. SpKFR dan Tim Rehabilitasi


10. Prognosis -
11. Kepustakaan Panduan pelayanan klinis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Oktober
2012 ( Hal. 129 – 131 )
Panduan Praktik Klinis
SMF : REHABILITASI MEDIK
RS BUNDA SEJATI TANGERANG
2021 – 2023

FROZEN SHOULDER (ADHESIVE CAPSULITIS)


1. Pengertian Suatu penyakit yang idiopatik, progresif, yang menyebabkan
(Definisi) keterbatasan ROM aktif maupun pasif. Onsetnya tiba – tiba dan
melewati 3 fase, biasanya berlangsung 1 – 2 tahun. Fasenya yaitu ; fase
sangat nyeri, fase beku atau adhesive, dan fase resolusi.

2. Anamnesa • Nyeri bahu


• Gerak bahu terbatas

3. Pemeriksaan Pada fase sangat nyeri terjadi penurunan ROM aktif dan pasif. Tiap
Fisik gerakan menyebabkan nyeri, terutama external rotasi dan abduksi.

Keterbatasan Fungsional :

• Gangguan tidur karena nyeri atau ketidakmampuan untuk tidur


pada sisi yang nyeri
• Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari –hari, misalnya
mengancingkan bra di punggung, menautkan ikat pinggang,
menjangkau sabuk pengaman, menyisir rambut.
• Terbatasnya aktivitas yang berkaitan dengan gerakan di atas
kepala.
• Terbatasnya aktivitasnya rekreasi, misalnya melempar bola,
gerakan crawl stroke saat berenang.

4. Kriteria • Anamnesis
Diagnosa • Pemeriksaan fisik

5. Diagnosa Frozen shoulder (Adhesive capsulitis)


6. Diagnosa -
Banding
7. Pemeriksaan -
Penunjang
8. Terapi • Pada awal nyeri dan inflamasi ditangani dengan pemberian es
dan obat – obatan anti inflamasi serta modifikasi aktivitas.
• Perbaikan ROM sangat penting, dengan latihan pendulum,
peregangan melewati kepala dan adduksi silang pada sisi yang
terkena.
• Setelah terjadi perbaikan, latihan yang lebih rinci harus diajarkan
kepad pasien.
Prosedur

• Terapi konservatif : prosedur dilakukan bersamaan dengan sesi


terapi fisik dan modalitas untuk menurunkan nyeri. Modalitasnya
termasuk pemberian es pasca terapi, TENS, US, dan
lontophoresis.
• Terapi injeksi : Injeksi glenohumeral dengan saline atau
lidokain(untuk melesis/ lepaskan adhesi dan untuk
meregangkan kapsul)
• Terapi Bedah : tindakan bedah yang dilakukan jika terapi
konservatif gagal, yang sering digunakan yaitu manipulasi di
bawah anestesi.

9. Edukasi Oleh dr. SpKFR dan Tim Rehabilitasi


10. Prognosis -
11. Kepustakaan Panduan pelayanan klinis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Oktober
2012 ( Hal. 72 – 73 )

Anda mungkin juga menyukai